• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL-HASIL PENELITIAN SAPI POTONG UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL-HASIL PENELITIAN SAPI POTONG UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL-HASIL PENELITIAN SAPI POTONG UNTUK

MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN

(Cattle Research Results to Support Livestock Agribusiness)

MARIYONO

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2, Grati, Pasuruan 67184

ABSTRACT

Ministry of Agriculture has directed that a system and agribusiness development must take sides on small holder farmers, considering the implementation of regional autonomy, and ensuring the environmental sustainability so that agribusiness could be successful and sustainable. The success and continuity of farming models were largely determined by the success of their application, particularly the positive impacts which were directly perceived by farmers. The role of technology in increasing agricultural production and farmers' prosperity has been widely recognized. One of the obstacles in disseminating innovative technologies in the cattle farming was that the result of technology was not instant, perceived by farmers in long term. The important role of beef cattle farming was proved by an increase value-added for farmers, but the fact that was small holder farmers were very difficult to adopt innovative technologies and the scale of their operations were relative stagnate. Beef cattle business has not been able to change the poor become rich, but it will bring people with enough capital become more prosperous. This paper describes briefly about some simple innovative technology from Beef Cattle Research Station particularly on local cattle (PO): 1). The advantages of local cattle (PO) big both breed and good appearance was necessarily beneficial, depending on our treatment and hope, 2). An understanding of feed and feeding. There was no greatest strategy and best composition of feed that could be applied to all beef cattle farming systems that spread out at various locations. The greatest was strategy to reveal and mix potential local feed materials became economical products, safe, healthy, and qualified, and 3). An efficient housing management. How to keep cattle clean, healthy, safe and comfortable throughout the maintenance period, but in the barn feces did not need to be cleaned and cattle did not need to be washed. The farmer/reader was expected could open up the "inappropriate mindset" so that farmers could increase their scale, developed into a professional livestock entrepreneurs and more prosperous.

Key Words: Research Results, Agribusiness Livestock

ABSTRAK

Departemen Pertanian telah mengarahkan agar pengembangan sistem dan usaha agribisnis harus berpihak pada pertanian rakyat dan memperhatikan pelaksanaan otonomi daerah, serta menjamin kelestarian lingkungan agar agribisnis tersebut dapat berhasil dan berkelanjutan. Keberhasilan dan keberlanjutan suatu model usahatani sangat ditentukan oleh keberhasilan penerapannya, terutama adanya perubahan positif yang secara langsung dapat dirasakan petani. Peran teknologi dalam peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan petani telah diakui secara luas. Salah satu kendala dalam mensosialisasikan teknologi inovatif pada usaha sapi potong adalah hasilnya yang tidak bersifat instan, tetapi baru dapat dirasakan petani dalam jangka panjang. Pentingnya peran sapi potong dalam usahatani dibuktikan, bahwa petani merasakan sapi potong dalam sistem usahatani dapat meningkatkan nilai tambah usahanya, namun kondisi di lapangan menunjukkan, bahwa peternak sapi potong pada skala usaha pemeliharaan kecil sangat sulit untuk mengadopsi teknologi inovatif, skala usaha pemeliharaannya cenderung tetap dari tahun-ketahun bahkan secara turun-menurun. Usaha sapi potong belum dapat mengubah orang miskin menjadi kaya; namun akan menjadikan orang bermodal menjadi lebih sejahtera. Dalam makalah ini disajikan secara ringkas tentang beberapa teknologi inovatif sederhana hasil penelitian Loka Penelitian Sapi Potong terutama sapi lokal Peranakan Ongole (PO) diantaranya: 1. Keunggulan sapi potong lokal (PO). Sapi potong bangsa besar atau berpenampilan menarik belum tentu menguntungkan, bergantung kepada bagaimana perlakuan dan harapan kita kepadanya, 2. Pemahaman tentang pakan dan pemberiannya. Belum ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha ternak sapi potong yang tersebar pada berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan meramu pakan potensial setempat menjadi

(2)

produk ekonomis yang aman, sehat, dan berkualitas, serta 3. Manajemen perkandangan yang efisien. Bagaimana agar ternak selalu bersih, sehat, aman dan nyaman sepanjang masa pemeliharaan; namun kotoran dalam kandang tidak perlu dibersihkan dan ternak tidak perlu dimandikan. Diharapkan peternak/ pembaca dapat membuka ”belenggu pemahaman yang kurang tepat” sehingga peternak dapat meningkatkan skala

usaha pemeliharaannya, berkembang menjadi pengusaha ternak yang profesional dan lebih sejahtera. Kata Kunci: Hasil-Hasil Penelitian, Agribisnis Peternakan

PENDAHULUAN

”Usaha sapi potong belum dapat mengubah orang miskin menjadi kaya; namun akan menjadikan orang bermodal menjadi lebih sejahtera”.

Departemen Pertanian telah mengarahkan agar pengembangan sistem dan usaha agribisnis harus berpihak pada pertanian rakyat dan memperhatikan pelaksanaan otonomi daerah, serta menjamin kelestarian lingkungan agar agribisnis tersebut dapat berjalan secara berkelanjutan. Keberhasilan dan keberlanjutan suatu model usahatani sangat ditentukan oleh keberhasilan penerapannya, terutama adanya perubahan positif yang secara langsung dapat dirasakan oleh petani. Salah satu kendala dalam mensosialisasikan model ini adalah bahwa hasilnya yang tidak bersifat instan, tetapi baru dapat dirasakan petani dalam jangka panjang. Diperlukan suatu teknik diseminasi yang lebih jitu yakni melalui satu paket percontohan yang dikemas dan ditata baik dan dapat dikunjungi petani setiap saat, baik sebagai penarik minat untuk mencoba, maupun sebagai tempat konsultasi teknologi lanjutan setelah petani menerapkan model tersebut. Kegiatan workshop, pendampingan teknologi diharapkan sebagai jembatan penghubung antara sumber dan pengguna teknologi.

Pentingnya peran sapi potong dalam usahatani dibuktikan, bahwa petani merasakan sapi potong dalam sistem usahatani dapat meningkatkan nilai tambah usahanya, namun kondisi di lapangan menunjukkan, bahwa peternak sapi potong pada skala usaha pemeliharaan kecil sangat sulit untuk mengadopsi teknologi inovatif, skala usaha pemeliharaannya cenderung tetap dari tahun-ketahun bahkan secara turun-menurun. Secara umum potensi yang ada di masing-masing wilayah belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Petani masih terkendala dalam pengembangan usahanya antara lain sulitnya

untuk penyediaan dan pemberian pakan yang memadai, terbatasnya bibit/bakalan berkualitas, dan permasalahan reproduksi ternak. Inovasi teknologi sangat penting dalam upaya pengembangan dan peningkatan nilai tambah usaha pertanian melalui pendampingan teknologi inovatif.

Peran teknologi dalam peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan petani telah diakui secara luas. Saat ini terjadi kecenderungan melambatnya peran teknologi dalam peningkatan produksi, seperti terlihat dari gejala stagnasi perkembangan produktivitas berbagai komoditas pertanian. Pengembangan sapi potong di masa mendatang perlu dilakukan melalui suatu pendekatan agribisnis yang berkelanjutan. Usaha ternak sapi potong dituntut lebih modern dan profesional dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang menekankan aspek efisiensi usaha. Agar teknologi inovatif dapat segera sampai di petani, maka syaratnya adalah teknologi tersebut harus lebih murah, lebih mudah dan lebih baik. Dukungan teknologi untuk peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong yang disajikan dalam makalah ini diutamakan dilakukan melalui perbaikan mutu genetik (pemuliaan) dan reproduksi, pakan dan pemberiannya, manajemen perkandangan serta analisis usaha sapi potong terutama yang dilakukan di Loka Penelitian Sapi Potong.

Inovasi teknologi sapi potong diharapkan dapat: 1). Mempercepat umur dewasa sapi dara (heifer) dari > 24 bulan menjadi < 18 bulan, 2). Memperpendek jarak beranak dari > 18 bulan menjadi < 14 bulan, 3). Meningkatkan persentase kelahiran anak dalam populasi induk (calf crop) dari < 50% menjadi > 65%, 4). Menurunkan mortalitas anak sampai dengan umur 1 tahun dari > 5% menjadi < 3%, dan 5). Mempercepat pertambahan bobot badan harian (PBBH) dari < 0,35 menjadi > 0,65 kg/ekor.

Beberapa teknologi inovatif sederhana hasil penelitian Loka Penelitian Sapi Potong

(3)

diharapkan dapat membuka ”belenggu pemahaman yang kurang tepat” sehingga peternak dapat meningkatkan skala usaha pemeliharaannya, berkembang menjadi pengusaha ternak yang profesional dan lebih sejahtera.

TEKNOLOGI INOVATIF Perbaikan mutu genetik (pemuliaan) dan reproduksi

”Sapi potong bangsa besar atau berpenampilan menarik belum tentu menguntungkan, bergantung kepada bagaimana perlakuan dan harapan kita kepadanya”.

Program perbaikan mutu genetik sapi potong merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas sapi potong lokal yang dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pemuliabiakan yang terarah dan berkelanjutan. Kegiatan pemuliabiakan adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan. Perbaikan mutu genetik sapi potong dapat dilakukan melalui: a. Pengembangan sapi murni dengan cara seleksi dan pembentukan (breeding stock). atau b. Persilangan sapi lokal dengan sapi luar negeri antara lain Simmental dan Limousin (Bos taurus).

Populasi sapi persilangan antara sapi PO dengan Bos taurus di beberapa daerah sentra pengembangan sapi potong pada akhir-akhir ini berkembang cukup pesat. SUMADI (2009) melaporkan, bahwa saat ini populasi sapi potong lokal (PO) di daerah DIY dan Jawa Tengah menurun sangat tajam dan digantikan oleh hasil silangannya dengan sapi Simmental (SIMPO) maupun Limousin (LIMPO). Komposisi sapi PO dan sapi silangannya (SIMPO dan LIMPO) di DIY pada 2008 adalah 27,75 : 74,25 dan di Jawa Tengah sebesar 51,93 dan 48,07. Jarak beranak sapi PO di DIY dan Jateng 17,2 dan 16,19 bulan sedangkan silangannya 17,1 dan 16,19 bulan. sapi SIMPO atau LIMPO hasil back cross dua atau peternak menyebutnya dengan F3, banyak yang mengalami kawin ulang 3 – 5 kali, mengakibatkan jarak beranak semakin panjang (20 – 24 bulan). AFFANDHY et al. (2007) melaporkan, bahwa rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet hasil persilangan dua bangsa maupun tiga bangsa lebih tinggi dibandingkan dengan pedet sapi PO. Rataan bobot lahir dan bobot sapih sapi persilangan dua dan tiga bangsa disajikan dalam Tabel 1, sedangkan hasil penelitian perbibitan sapi potong lokal (PO) yang berbasis pakan kualitas rendah yang dilakukan oleh Loka Penelitian Sapi Potong menghasilkan pedet dengan rataan bobot lahir, bobot sapih, PBBH sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 1. Bobot pedet prasapih hasil persilangan Simmental X PO Limousin, Limousin x PO X Simmental dan PO X Simmental/limousin Hasil persilangan Parameter PO X Simmental X Limousin* PO X Limousin X Simmental* PO X Simmental atau Limousin** Bobot lahir 29,6 ± 4.8 26,9 ± 3,89 25,7 ± 4,6

Bobot sapih umur 4 bulan 123,2 ± 25,0 115,2 ± 20,3 96,2 ± 39,4 Bobot sapih umur 5 bulan 143,3 ± 27,5 132,1 ± 21,6 110,0 ± 39,2 PBBH 4 bulan (kg/hari) 0,65 ± 0,17 0,59 ± 0,27 0,33 ± 0,21 PBBH 5 bulan (kg/hari) 0,75 ± 0,56 0,53 ± 0,33 0,42 ± 0,07 PBBH = Pertambahan bobot badan harian

* Persilangan tiga bangsa; ** Persilangan dua bangsa Sumber: AFFANDHY et a.l (2004)

(4)

Tabel 2. Bobot lahir, bobot sapih, dan PBBH pedet kelahiran tahun 2008 di Loka Penelitian Sapi Potong

Parameter Betina Jantan

Bobot lahir (kg) 24 ± 2,95 26,62 ± 3,22

Bobot sapih 205 hari (kg) 95 ± 22,16 125,40 ± 17,74

PBBH pra-sapih (kg/ekor/hari) 0,35 ± 0,11 0,48 ± 0,13 Sumber: ANGGRAENY et al. (2008)

Data dalam Tabel 3 menunjukkan, bahwa melalui program seleksi yang ketat dan terarah, maka rataan PBBH pedet sapi PO terpilih tidak berbeda dengan PBBH sapi persilangan dua bangsa maupun tiga bangsa.

Program persilangan sapi lokal dengan sapi luar negeri yang belum terarah tentunya akan berakibat kurang baik terhadap perkembangan dan produktivitas sapi potong dimasa mendatang khususnya yang dikelola oleh peternak skala kecil. Sapi persilangan ternyata

tidak selalu cocok dikembangkan/ dibudidayakan pada kondisi usaha peternakan rakyat, sehingga justru berdampak negatif terhadap upaya peningkatan produktivitasnya. Sementara itu sapi lokal yang ada, walaupun tidak mempunyai laju pertumbuhan sebesar sapi silangan, tetapi pada kondisi peternakan kecil masih mampu menunjukkan produktivitas dan efisiensi ekonomi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka sapi lokal akan tetap lebih tepat dan ekonomis dikembangkan/ Tabel 3. Hasil seleksi pedet jantan kelahiran tahun 2008 di Loka Penelitian Sapi Potong

Nomor Nomor pedet Bobot lahir Nomor induk pejantan Nomor Bobot sapih PBBH prasapih

Jantan 1 0812 28,0 7319 7452 154,05 0.61 2 0817 23,0 X-20 7469 161,5 0.68 3 0821 21,0 9999 7593 151,5 0.64 4 0801 30,0 9932 7452 145,9 0.57 5 0814 33,0 9975 7375 145,3 0.55 6 0813 27,0 9989 7375 144,9 0.58 7 0823 31,0 9977 7375 143,0 0.55 Rata-rata 149,44 0,59 St. deviasi 6,61 0,05 Betina 1 0820 22 9997 7593 139,14 0,57 2 0826 26 09808 7395 134,99 0,53 3 0822 28 9985 7593 123,35 0,47 4 0832 24 9978 7395 111,98 0,43 5 0816 27 7420 7593 103,13 0,37 6 0836 20 9892 7452 101,43 0,40 7 0815 20 9839 9818 99,23 0,39 8 0819 23 9769 7592 97,81 0,36 9 0805 25 7306 9818 96,00 0,35 10 0831 24 9961 7395 95,50 0,35 Rata-rata 110,26 0,42 St deviasi 16,49 0,08

(5)

dibudidayakan pada pola dan kondisi peternakan kecil. HARTATI et al. (2005) melaporkan, bahwa PBBH antara sapi PO dan silangan umur 2 tahun tidak berbeda nyata; sapi silangan (0,82 kg) sedangkan sapi PO (0,85 kg). Pada kondisi pakan kualitas rendah sapi PO mempunyai efisiensi pakan yang sama baik dengan sapi Simmental x PO (SIMPO) dan Limmousin X PO (LIMPO). Hasil perhitungan pendapatan kotor per hari pada sapi PO yang memperoleh pakan murah, lebih tinggi dibandingkan dengan sapi silangan. UMIYASIH et al. (2009) melaporkan, bahwa sapi PO muda dengan bobot awal 270 kg yang diberikan pakan kualitas rendah dengan kandungan PK ± 8%, TDN ± 58%, SK ± 17% dan abu ± 8%, total konsumsi BK ransum ± 3,5% dari bobot badan mampu menghasilkan PBBH ≥ 0,9 kg.

Pemilihan bangsa untuk bibit atau bakalan sapi potong sangat bergantung kepada selera peternak, kemampuan modal, sumberdaya pakan dan kondisi pasar. Masing-masing bangsa sapi memiliki karakteristik tersendiri khususnya daya adaptabilitas terhadap lingkungan (pakan, tatalaksana). Harga sapi bakalan pada umumnya dipengaruhi oleh penilaian eksterior, oleh karena itu pada usaha pembesaran/penggemukan sapi potong diperlukan pemahaman tentang:

• Kemampuan menaksir harga (kemampuan estimasi bobot badan atau produksi karkas). Harga per kg bobot badan sapi bakalan (feeder cattle) tidak berbeda jauh dengan harga bobot saat jual/panen (slaughter cattle) yaitu < Rp 1.000/kg bobot hidup.

• Kemampuan memprediksi bakalan yang baik dengan cara mudah dan cepat dengan cara eksterior; terutama berdasarkan penilaian tinggi badan. Sapi yang tinggi mempunyai kecenderungan pertumbuhan lebih baik.

Performans reproduksi sapi induk di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong selama tahun 2008 disajikan pada Tabel 5, sedangkan performans reproduksi sapi lokal (PO dan Bali) di usaha peternakan rakyat disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 5. Performans reproduksi sapi PO induk di Loka Penelitian Sapi Potong

Parameter Satuan BB saat melahirkan (kg) 342 ± 46,10

PBBH selama menyusui

(kg/ekor/hari) -0,17 ± 0,44

Days open (hari) 42 – 163

Jarak beranak (hari) 319 – 440 Sumber: ANGGRAENY et al. (2008)

Tabel 6. Performans reproduksi sapi betina di lapangan

Lokasi penelitian Uraian

Probolinggo (PO) Blora (PO) Bali (Bali) Umur birahi pertama

18 bulan (%) 27 37 0

18 – 24 bulan (%) 50 42 0

> 24 bulan (%) 23 21 100

Umur kawin pertama

18 bulan (%) 27 37 0

18 – 24 bulan (%) 50 42 0

> 24 bulan (%) 23 21 100

Birahi setelah setelah beranak

60 hari (%) 40 37 30

60 – 90 hari (%) 35 16 70

> 90 hari (%) 35 37 0

Jarak beranak (bulan) 15 – 18 15 – 18 24 – 30

(6)

PAKAN DAN PEMBERIANNYA “Belum ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha ternak sapi potong yang tersebar pada berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan meramu pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, halal dan berkualitas”.

Beberapa ”pemahaman tentang pakan dan pemberiannya yang sering membelenggu” kita untuk menjadi peternak yang profesional. 1. Peningkatan populasi ternak masih terpaku

pada carrying capacity (kapasitas daya tampung suatu wilayah) sehingga dalam program pengembangan ternak selalu dituntut menyediakan lahan untuk pengembangan tanaman pakan ternak unggul.

2. Hijauan adalah hijauan/rumput segar dan berkualitas baik, kebutuhan hijauan minimal sebesar 10% dari bobot badan. 3. Pemberian pakan dibatasi pada konsumsi

bahan kering (BK) ransum sebanyak 3% dari bobot badan.

4. Anjuran Rasio bahan kering pakan asal hijauan dan pakan tambahan 50 : 50 atau pakan tambahan setinggi-tingginya 60%. 5. Kebutuhan protein minimal dalam ransum

atau produk pakan sapi potong harus mengacu kepada standart yang ditetapkan oleh lembaga berwenang, misalnya produk pakan ternak (konsentrat komersial) sapi potong harus mempunyai kandungan protein kasar (PK) minimal 13% (Tabel 7) Dalam memulai suatu usaha peternakan tidaklah harus diikuti oleh kewajiban untuk menyediakan lahan tanaman pakan ternak unggul. Pengelolaan lahan tanaman pakan ternak tentunya akan memerlukan suatu

persiapan modal dan manajemen yang cukup menguras tenaga dan fikiran; yang terpenting adalah bagaimana potensi pakan sumber serat yang ada di lokasi atau sekitar lokasi usaha yang akan dibangun. Limbah pertanian dan perkebunan memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah yang memiliki nilai relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber serat.

Pakan sumber serat (hijauan) potensial yang berharga murah dapat diberikan sebesar 1 – 10% dari bobot badan. Semakin banyak tersedia hijauan dengan kualitas sedang sampai baik, berharga murah (< Rp. 200/kg) maka jumlah pemberian hijauan dapat ditingkatkan dan pakan tambahan dapat dikurangi, bahkan ditiadakan (hijauan 100%).

Semakin rendah kualitas pakan sumber serat, maka dianjurkan jumlah pemberian semakin sedikit. Penyediaan hijauan yang berkualitas, terutama pada musim kemarau terkadang lebih sulit dibandingkan dengan pakan konsentrat/ pakan tambahan yang mempunyai daya simpan lebih lama. Sering terjadi bahwa harga per kg hijauan (pada nilai gizi setara) lebih mahal dibandingkan dengan harga konsentrat; namun hal ini terkadang kurang disadari oleh peternak. Penggunaan pakan tambahan ”konsentrat berharga murah” dan diberikan dalam jumlah banyak lebih dianjurkan untuk pengembangan sapi potong di wilayah pakan berkualitas rendah dan dapat diberikan s.d. 100%; tanpa hijauan. Apabila didaerah tersebut harga pakan sumber serat cukup murah, tersedia melimpah, maka dapat dipilih konsentrat kualitas baik (PK > 16%) dan pemberiannya sekitar 1 – 2% dari bobot badan.

Tabel 7. Nutrisi berdasarkan SK Mentan

BK TDN PK UDP NDF LK Abu Ca P

SPT fatening 14 70 13 5,2 35 7 12 0,8 – 1 0,6 – 0,8

SPT induk 14 65 14 5,6 35 6 12 0,8 – 1 0,6 – 0,8

SPT = sapi potong

(7)

Formulasi ransum ruminansia dapat bervariasi sangat luas, tanpa memberikan pengaruh nyata terhadap performans produktivitas ternak. Hal yang paling pokok untuk diperhatikan adalah keseimbangan nutrisi ransum dan strategi pemberian pakan. Perlu diperhatikan bahwa pada kasus pemberian ransum kualitas rendah, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang keseimbangan nutrisit ransum meliputi kadar PK, LK, SK, Abu dan TDN. Kebutuhan protein minimal dalam ransum sapi potong pada berbagai status fisiologis dapat bervariasi

luas sehingga nutrsi suatu produk pakan ternak dapat lebih rendah dari standart yang telah ditetapkan (Tabel 7), bergantung kepada sistem pemberian pakan yang diterapkan yaitu berbasis hijauan, pakan lengkap atau pakan tambahan kualitas rendah.

Sekilas info tentang pakan kekurangan dan kelebihan bahan pakan serta strategi pemberiannya disajikan dalam Tabel 8.

Tersedianya pakan murah adalah sangat penting, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dalam memproduksi pakan tidak hanya harus murah hingga Tabel 8. Sekilas info tentang kelebihan dan kekurangan beberapa bahan pakan

Nama bahan Kelebihan Kekurangan Strategi pemberian

Jerami padi, jerami jagung dan rumput tua

Untuk menghambat laju pakan dalam saluran pencernaan

Gizi rendah; pemberian tambah banyak, mengakibatkan ternak tambah kurus

Diberikan dalam jumlah sedikit, dicacah terlebih dahulu, atau dilakukan teknologi pengolahan Rumput muda Gizi tinggi, kesukaan

tinggi Dapat menyebabkan mencret, atau kembung Dapat diberikan

ad-libitum

setelah dilayukan, atau pemberiannya dicampur dengan jerami atau rumput tua. Kacang-kacangan

(kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dll)

Gizi tinggi terutama protein. Sangat baik untuk sapi pembesaran penggemukan, atau menyusui

Ketersediaan terbatas, harga mahal, terkadang dapat menyebabkan mencret atau kembung terutama yang dipanen umur muda.

Bahan pakan yang berupa daun muda pemberiannya perlu dilayukan, atau pemberiannya dicampur dengan jerami atau rumput tua. Apabila tidak timbul mencret, ketersediaan banyak maka dapat diberikan ad-libitum

Dedak padi Saat panen harga murah dan mudah, kesukaan tinggi. Dedak padi halus sangat baik untuk usaha penggemukan atau menyusui.

Pemalsuan dedak sangat tinggi, dan kandungan mineral Ca rendah

Pilih dedak yang halus dan baru. Difisiensi Ca dapat diatasi melalui penambahan kapur atau lime stone dalam ransum. Apabila ketersediaan banyak dan murah, maka dapat diberikan ad-libitum

Singkong dan

hasil ikutannya Energi tinggi dan sangat cocok untuk penggemukan, sapi bunting tua hingga menyusui

Dapat mengakibatkan mabuk HCN terutama ternak yang belum terbiasa. HCN merupakan asam yang mudah menguap dan mudah tercuci dengan air.

Ubi atau daun singkong singkong dapat dicacah dan dilayukan. Apabila ternak belum terbiasa maka sebaiknya diberikan dalam keadaan kering, atau layu. Bagi ternak yang telah terbiasa, maka pengeringan dan pelayuan tidak perlu dilakukan dan diberikan semaksimal mungkin.

Kedelai Gizi tinggi Harga mahal Cocok untuk sapi

penggemukan, pertumbuhan dan menyusui

(8)

terjangkau oleh peternak tetapi harus terjamin kualitasnya. SIREGAR (1994) menyatakan, bahwa memproduksi pakan bukan hanya dituntut dalam pencapaian standart kualitas, namun yang lebih penting adalah produk pakan harus ekonomis, murah dan terjangkau oleh kemampuan peternak untuk membelinya. Salah satu sarat mutlak dalam memberikan pakan murah dan berkualitas rendah adalah pakan diberikan dalam jumlah bebas (ad-libitum) dan kemampuan ternak untuk mengkonsumsi BK ransum harus > 3,5% dari BB. Konsumsi ransum di bawah jumlah minimal tersebut akan mengakibatkan produksi ternak kurang optimal dan diperkirakan ada ketidak seimbangan nutrisi dalam ransum yang diberikan diantaranya kandungan LK, SK, air atau abu. Untuk memperoleh pakan yang murah hendaknya dihindari penggunaan pakan utama yang berasal dari impor atau yang berasal dari luar daerah. Pakan sapi potong sebaiknya digunakan bahan yang berasal dari limbah pertanian/perkebunan karena memiliki kandungan nutrisi yang cukup dan harganya relatif murah.

Sejak lama, berbagai penelitian telah dilakukan untuk optimalisasi pakan lokal yang belum lazim digunakan. Pertimbangan nilai ekonomis akibat adanya inovasi teknologi terkadang dilupakan sehingga hasil penelitian belum dapat langsung diaplikasikan. Dimulai pada 2002 Loka Penelitian Sapi Potong mengembangkan perbibitan sapi Peranakan Ongole (PO) berbasis pakan yang berasal dari

limbah pertanian/perkebunan yang identik dengan biaya pakan murah dan kualitas rendah.

Limbah yang memiliki nilai nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki nutrisi relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber serat. Limbah pertanian/ perkebunan yang dijadikan sebagai basis pakan, antara lain tumpi jagung, dedak padi, limbah industri ubi kayu (onggok), kulit kopi, atau jerami padi. Hijauan segar kualitas rendah (rumput gajah yang dipanen pada usia tua) diberikan dalam jumlah terbatas yaitu sekitar 2 – 4 kg/ekor/hari; bahkan terkadang tidak diberikan s.d kurun waktu pemeliharaan 3 – 4 bulan. Kandungan nutrisi pakan yang sering digunakan di Loka Penelitian Sapi Potong disajikan pada Tabel 9.

Penelitian pakan murah pada sapi induk Sapi kering atau kering bunting

• Teknologi steaming up, challenge, dan flushing dilakukan secara berkesinambungan sejak sapi induk bunting 9 bulan hingga menyusui anak umur 2 bulan, dengan harapan pertumbuhan anak dan reproduksi induk optimal.

• Konsumsi BK ransum >3% dari bobot badan, kandungan PK > 8%, TDN > 58%, SK < 20% dan abu < 10%.

Tabel 9. Kandungan nutrisi pakan

Jenis pakan BK PK LK SK Abu BETN TDN

...% BK... Tumpi jagung 86,88 5,80 2,49 23,44 5,71 62,57 57,60 Dedak padi 90,68 5,95 5,70 32,45 18,95 36,95 44,11 Onggok 86,80 2,90 1,28 9,21 7,59 79,02 60,74 Kulit kopi 90,56 12,99 1,16 29,97 7,50 48,38 40,08 Bungkil kopra 92,33 19,42 11,00 8,48 5,51 55,59 73,04 Jerami padi 92,06 4,10 1,52 31,74 21,58 41,05 40,42 Rumput Gajah 20,29 6,26 2,06 32,60 9,12 48,91 52,20

BK = bahan kering; PK = protein kasar; LK = lemak kasar; SK = serat kasar; BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN = total digestible nutrient

Sumber: LABORATORIUM NUTRISI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG (2008) Hasil-Hasil Analisis Nutrisi Pakan Ternak (unpublished)

(9)

• Alternatif model pakan yang diberikan untuk sapi induk bunting tua dengan bobot badan 325 – 350 kg disajikan dalam Tabel 10. Jerami padi kering disediakan ad libitum (± 4 – 5 kg).

Pakan sapi menyusui

• Penyapihan pedet dianjurkan pada umur 7 bulan, mengingat susu merupakan pakan terbaik bagi pedet. Sapi induk bunting dapat menghasilkan susu sampai dengan umur kebuntingan 7 bulan tanpa berpengaruh negatif terhadap kebuntingan berikutnya.

• Konsumsi BK ransum > 3% dari bobot badan dengan kandungan PK > 10%, TDN > 59%, SK < 17% dan abu < 10%.

• Alternatif model pakan yang diberikan untuk sapi induk menyusui dengan bobot badan 300 kg disajikan dalam Tabel 10. Jerami padi kering disediakan ad-libitum (± 5 kg).

Hasil penelitian tentang perubahan bobot badan sapi menyusui yang diberikan pakan berbasis tumpi jagung, datanya disajikan dalam Tabel 11. Pakan yang diberikan terdiri atas rumput Gajah segar 3 kg, jerami padi kering ±

2% dari bobot badan dan tumpi jagung ad libitum (7 – 9 kg). Pada periode menyusui, bobot badan induk secara berangsur-angsur mengalami penurunan dan pada bulan ke-7 bobot badan mulai meningkat. Penurunan bobot badan induk tertinggi terjadi pada bulan

kedua. Pada periode tersebut merupakan periode untuk menghasilkan susu tertinggi yang diikuti meningkatnya PBBH pedet. Penurunan bobot badan sapi induk sampai dengan 60 hari pascaberanak relatif kecil yaitu sebesar 10 kg; berdampak positif terhadap aktivitas reproduksi sapi induk.

Tabel 10. Jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada sapi induk

Status fisiologis Jenis pakan Kering/ bunting Menyusui ---- (kg/ekor/hari) ---- Rumput Gajah 2 – 4 3 – 5 Jerami padi kering 4 – 5 5 Limbah agroindustri* 4 – 6 5 – 7

Garam dapur 0,05 0,05

Kapur halus 0,05 0,05

*Pakan limbah agroindustri adalah pakan ikutan yang berasal dari pengolahan hasil pertanian/ perkebunan yang berharga murah antara lain tumpi jagung, dedak padi, bungkil inti sawit, onggok, kulit kopi, dll.

Performans produktivitas sapi induk (bobot badan saat partus, bobot badan saat penyapihan, bobot badan 1 bulan setelah penyapihan, laju pertumbuhan selama menyusui dan setelah penyapihan, serta calving interval) di Loka Penelitian Sapi Potong

Tabel 11. Bobot badan sapi PO induk selama menyusui

Umur menyusui (hari) N (ekor) Bobot badan (kg) PBBH (kg)

Lahir 42 279,90 ± 28,58 - 30 38 278,50 ± 28,42 -0,18 ± 0,47 60 38 269,96 ± 30,61 -0,23 ± 0,37 90 36 268,84 ± 30,23 -0,01 ± 0,67 120 34 266,80 ± 37,13 -0,05 ± 0,48 150 30 263,29 ± 36,93 -0,09 ± 0,45 180 30 262,09 ± 40,67 -0,02 ± 0,43 210 29 264,50 ± 45,96 0,10 ± 0,39

Rataan PBBH selama menyusui -0,10

(10)

selama tahun 2007 disajikan pada Tabel 12; sedangkan performans produksi dan reproduksi selama tahun 2008 disajikan pada Tabel 13. Performans produktivitas sapi induk (bobot badan saat partus, bobot badan saat penyapihan, bobot badan 1 bulan setelah penyapihan, laju pertumbuhan selama menyusui dan setelah penyapihan, serta calving interval) di Loka Penelitian Sapi Potong selama tahun 2007 disajikan pada Tabel 12; sedangkan performans produksi dan reproduksi selama tahun 2008 disajikan pada Tabel 13. Tabel 12. Performans produktivitas sapi induk

selama tahun 2007

Parameter Uraian BB saat melahirkan (kg) 270,47 ± 41,18

BB saat menyapih (kg) 259,13 ± 42,12 BB satu bulan pasca sapih (kg) 287,73 ± 56,54 PBBH selama menyusui (kg) -0,10 ± 0,12 PBBH Setelah penyapihan (kg) 0,39 ± 0,56

Calving interval (bulan) 12,41 ± 1,2 Sumber: WIJONO et al. (2007)

Tabel 13. Performans produktivitas sapi induk selama tahun 2008

Parameter Satuan BB saat melahirkan (kg) 342 ± 46,10

PBBH selama menyusui (kg/ekor/hari) -0,17 ± 0,44

Days open (hari) 42 – 163

Jarak beranak (hari) 319 – 440 Sumber:ANGGRAENY et al. (2008)

Penelitian pakan murah pada pedet prasapih

Hasil penelitian terhadap pertumbuhan pedet prasapih pada kelahiran pertama di Loka Penelitian Sapi Potong disajikan pada Tabel 14. Rataan bobot lahir dan PBBH pedet jantan dan betina tidak menunjukkan beda nyata. Rataan ukuran linier statistik pedet kelahiran tahun 2008 disajikan dalam Tabel 15.

Rataan bobot lahir sapi PO pada kelahiran pertama di Loka Penelitian Sapi Potong adalah 22,72 kg dan bobot sapih (205 hari) adalah 91,66 kg. Rataan bobot lahir ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian SIREGAR et al. (1999), bahwa bobot lahir sapi PO di peternakan rakyat Sumatera Barat sebesar 19,8 kg. Secara biologis PBBH pedet sapi PO pada kondisi pakan murah tidak terlalu buruk bila dibanding dengan hasil penelitian ZULBARDI et al. (1994), yang menyatakan bahwa PBBH sapi potong hanya mencapai kurang dari 0,35 kg. Penelitian pakan murah pada sapi pembesaran

Penyapihan pedet di Loka Penelitian Sapi Potong dilakukan setelah umur 7 bulan (205 hari) yang diharapkan pedet telah mampu mengkonsumsi dan memanfaatkan pakan kasar dengan baik sampai dengan umur 12 bulan.

• Introduksi teknologi pakan dilakukan untuk efisiensi biaya pemeliharaan dengan target PBBH > 0,6 kg/ekor/hari.

Tabel 14. Pertumbuhan pedet sapi PO kelahiran pertama di Loka Penelitian Sapi Potong

Umur (hari) BB jantan (kg) N (ekor) BB betina (kg) N (ekor) Rataan PBBH (kg)

0 (lahir) 23,42 ± 3,53 22 21,80 ± 2,32 20 - 30 34,56 ± 4,14 20 32,13 ± 4,78 19 0,34 ± 0,13 60 45,51 ± 6,23 20 43,93 ± 6,97 19 0,37 ± 0,15 90 56,32 ± 7,82 20 55,40 ± 10,93 17 0,36 ± 0,16 120 66,27 ± 11,63 19 65,86 ± 13,96 16 0,34 ± 0,14 150 77,07 ± 13,76 16 77,69 ± 15,27 15 0,36 ± 0,20 180 82,87 ± 14,77 16 83,38 ± 17,26 15 0,19 ± 0,30 210 91,89 ± 18,86 16 90,13 ± 16,39 14 0,26 ± 0,21 Rataan PBBH prasapih 0,32 Sumber: WIJONO et al. (2004)

(11)

• Konsumsi BK ransum ≥ 4% dari bobot badan dengan kandungan PK ≥ 8%, TDN ≥

58%, SK ≤ 17% dan abu ≤ 10%.

Pertumbuhan sampai dengan umur 365 hari pada sapi kelahiran tahun 2007 datanya disajikan dalam Tabel 16. Data dalam Tabel 16 menunjukkan, bahwa rataan pertumbuhan sapi jantan dan betina masih di bawah target PBBH yang diharapkan, yaitu 0,6 kg/ekor. Kondisi ini diakibatkan oleh konsumsi dan kualitas pakan yang diberikan selama tahun 2007 dan 2008 belum dapat memenuhi standar kualitas yang dianjurkan yaitu konsumsi BK ransum ≥ 4% dari bobot badan, PK ≥ 8%, TDN ≥ 58%, SK ≤ 17% dan abu ≤ 10%. Pada tahun 2009 telah dilakukan perbaikan ransum sesuai dengan anjuran dan telah diperoleh hasil bahwa PBBH jantan muda > 0,8 kg sedangkan pada pedet betina diperoleh hasil sementara > 0,6 kg (UMIYASIHet al., 2009).

MANAJEMAN PERKANDANGAN “Bagaimana agar ternak selalu bersih, sehat, aman dan nyaman sepanjang masa

pemeliharaan? Kotoran dalam kandang tidak perlu dibersihkan dan ternak tidak perlu dimandikan”

Upaya untuk meningkatkan efisiensi usaha sapi potong skala kecil a.l. melalui inovasi teknologi kandang kelompok ”Model Grati” yaitu dalam satu ruang kandang ditempatkan beberapa ekor sapi induk/calon induk bersama dengan pejantan yang diinginkan supaya terjadi perkawinan dan menjadi bunting. Melalui inovasi teknologi kandang kelompok ”Model Grati” diharapkan:

1. Kandang kelompok yang dilengkapi

pejantan terpilih diharapkan dapat meningkatkan kejadian kebuntingan akibat perkawinan pada malam hari maupun kegagalan deteksi birahi pada sapi betina yang mengalami birahi tenang (silent heat) sehingga jarak beranak sapi induk dapat dipercepat dari rataan ≥ 18 bulan menjadi ≤ 14 bulan.

2. Penggunaan tenaga kerja untuk kandang kelompok lebih efisien dibandingkan dengan kandang individu, karena berkurangnya ”kegiatan rutin harian” untuk menyediakan rumput segar, memberikan Tabel 15. Bobot lahir, bobot sapih, PBBH dan ukuran linier statistik tubuh pedet kelahiran tahun 2008

Parameter Betina Jantan

Tinggi badan saat lahir (cm) 72,45 + 3,20 72,45 + 3,20 Tinggi badan saat sapih (cm) 108,22 + 14,03 108,22 + 14,03 Tinggi pinggul saat lahir (cm) 76,24 + 3,25 76,24 + 3,25 Tinggi pinggul saat sapih (cm) 111,73 + 13,48 111,73 + 13,48 Panjang badan saat lahir (cm) 51,68 + 2,12 51,68 + 2,12 Panjang badan saat sapih (cm) 119,50 + 23,13 119,50 + 23,13 Sumber:ANGGRAENY et al. (2008)

Tabel 16. Bobot badan, PBBH dan ukuran linier statistik tubuh umur 365 hari

Parameter Jantan Betina

Bobot badan umur 1 tahun (kg) 114,4 ± 32,56 112,61 ± 28,12

PBBH (kg/ekor/hari) 0,20 ± 0,16 0,19 ± 0,13

Panjang badan (cm) 101,73 ±7,8 91,14 ± 23,09

Tinggi badan (cm) 102,37 ± 10,67 94,35 ± 10,59

Tinggi pinggul (cm) 106,36 ± 8,19 104,03 ± 5,69

Lingkar skrotum (cm) 20,11

(12)

pakan dan minum, memandikan ternak dan membersihkan kandang, serta deteksi waktu birahi dan perkawinan. Dengan peralatan sederhana, satu orang tenaga kandang mampu menangani > 200 ekor sapi dewasa sedangkan untuk kandang individu sekitar 15 – 20 ekor.

3. Risiko kematian ternak berkurang menjadi sekitar < 3% akibat meningkatnya status kesehatan ternak.

4. Nilai tambah kompos karena kualitas lebih baik dan proses pemasakan sederhana. Komponen teknologi kandang kelompok ”Model Grati” meliputi tipe/macam kandang, sistem pemberian pakan, sistem perkawinan dan pengolahan kompos.

Tipe/macam kandang

Berdasarkan bentuk dan fungsinya, tipe kandang yang digunakan untuk perbibitan sapi potong ”Model Grati”, dibedakan menjadi dua yaitu kandang kelompok dan kandang individu. 1). Kadang individu yaitu dalam satu ruangan ditempati oleh satu ekor ternak yang dilepas atau diikat, digunakan sebagai kandang induk menjelang beranak s.d. anak berumur 40 hari, dan 2). Kandang kelompok yaitu di dalam satu ruangan ditempati oleh beberapa ekor ternak secara bebas tanpa diikat, berfungsi sebagai tempat kawin, pembesaran anak s.d disapih, pembesaran pedet lepas sapih atau penggemukan.

Sistem pemberian pakan

Bangunan kandang dilengkapi dengan tempat untuk hijauan/ pakan serat, tempat pakan tambahan dan tempat minum guna memudahkan sistem pemberian pakan dan minum, serta optimalisasi pemberian pakan sumber serat. Pakan sumber serat terdiri atas rumput segar dan atau rumput kering/ jerami, atau bahan sumber serat lainnya. Pakan tambahan terdiri atas hasil limbah industri pertanian/ perkebunan a.l. tumpi jagung, dedak padi, kulit kopi, ampas singkong, dll. Pakan rumput kering/jerami ditempatkan dalam ”bank pakan” disediakan ad-libitum. Air minum selalu tersedia di dalam bak tempat minum.

Ketersediaan pakan dalam ”bank pakan” a.l. dapat memberikan keuntungan: 1). Memaksa ternak untuk ”mau” mengkonsumsi bahan pakan yang belum umum digunakan oleh peternak, tersedia melimpah, dan kurang disukai ternak, 2). Penggunaan pakan kualitas baik (misalnya rumput segar) atau pakan tambahan dapat dihemat, 3). Mengurangi terjadinya risiko perebutan pakan kualitas baik, 4). Peternak leluasa untuk mangatur waktu pemberian pakan, bahkan ternak dapat ditinggal beberapa hari apabila air minum dan pakan telah dipersiapkan sebelumnya.

Sistem perkawinan

Untuk mendukung keberhasilan reproduksi yang ditunjukkan oleh jarak beranak < 14 bulan, maka perkawinan dalam kandang kelompok menggunakan pejantan terpilih atau digunakan pejantan pengusik apabila perkawinan dilakukan menggunakan IB.

Pengolahan Kompos

Pemasakan kompos pada kandang kelompok cukup cepat karena proses pengadukan kompos dilakukan secara terus menerus oleh ternak serta adanya air kencing yang bercampur dengan kotoran ternak, sehingga hasil kompos yang dilakukan pada saat pembongkaran/panen telah siap digunakan atau untuk diproses lebih lanjut (dikeringkan dan dihaluskan).

ANALISIS USAHA SAPI POTONG Besar kecilnya persentase keuntungan usaha sangat bergantung kepada kemampuan pengelola/ peternak untuk menekan biaya pakan dan atau pembelian bibit. Analisis usaha penggemukan sapi PO, silangan dan perbibitan sapi PO disajikan dalam Tabel 17, 18 dan 19.

Data dalam Tabel 17, 18, dan 19 menunjukkan, bahwa usaha penggemukan sapi potong lokal dan silangan hampir sama. Meskipun rataan PBBH sapi silangan lebih tinggi dibandingkan dengan PBBH sapi lokal, namun biaya dan kualitas pakan yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sapi lokal. Apabila jumlah dan kualitas pakan yang

(13)

diberikan pada sapi silangan belum mampu memenuhi kebutuhan untuk mencapai PBBH 1,2 kg, maka resiko kerugian pada usaha penggemukan sapi silangan lebih tinggi

dibandingkan dengan penggemukan sapi lokal. Usaha perbibitan sapi lokal (PO) memberikan tingkat keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan usaha penggemukan. Tabel 17. Analisis usaha penggemukan sapi potong PO lama penggemukan 180 hari

Lama penggemukan minimal (hari) 180

Bobot badan awal bakalan (kg) 280

Harga bakalan (Rp/kg) 23.500 6.580.000

PBBH (Kg/hari) 0,8

BB saat jual (kg/ekor) 424

Harga jual (Rp/kg) 23.000 9.752.000

Keuntungan kotor 3.172.000

Biaya-biaya

Pakan tambahan 3,25%BB (kg/hari) 11,44

Biaya pakan tambahan per periode (dimodifikasi Rp. 1000/kg) 2.059.200 Pakan sumber serat per periode (5 kg/hari; Rp. 250/kg) 225.000

Tenaga kerja per periode (Rp. 1000/ekor/hari) 180.000

Jumlah biaya 2.464.200

Keuntungan bersih (per ekor/periode) 707.800

Keuntungan bersih (per ekor/bulan) 117.967

Kebutuhan modal lancar (Rp/ekor) 9.044.200

% keuntungan terhadap modal lancar 1,30

Sumber: MARIYONO (2009) Analisis Usaha Sapi Potong Periode Juli (unpublished)

Tabel 18. Analisis usaha penggemukan sapi potong silangan lama penggemukan 180 hari

Lama penggemukan minimal (hari) 180

Bobot badan awal bakalan (kg) 340

Harga bakalan (Rp/kg) 24.000 8.160.000

PBBH (Kg/hari) 1,2

BB saat jual (kg/ekor) 556

Harga jual (Rp/kg) 23.000 12.788.000

Keuntungan kotor 4.628.000

Biaya-biaya

Pakan tambahan 3,5%BB (kg/hari) 15,68

Biaya pakan tambahan per periode (dimodifikasi Rp. 1100/kg) 3.104.640 Pakan sumber serat per periode (5 kg/hari; Rp. 250/kg) 225.000

Tenaga kerja per periode (Rp 1000/ekor/hari) 180.000

Jumlah biaya 3.509.640

Keuntungan bersih (per ekor/periode) 1.118.360

Keuntungan bersih (per ekor/bulan) 186.393

Kebutuhan modal lancar (Rp/ekor) 11.669.640

% keuntungan terhadap modal lancar 1,60

(14)

Tabel 19. Analisis usaha perbibitan sapi PO dengan pakan berbasis tanaman padi

Jarak beranak (CI) Rataan 14 bulan Jumlah Satuan Harga satuan Biaya/CI Biaya pakan (Rp per 14 bulan) 427 hari

Pakan sumber serat 7 kg 250 747.250

Rumput lapangan 3 kg 250 320.250

Dedak padi kualitas rendah - sedang 5 kg 800 1.708.000

Garam dapur 0,1 kg 500 21.350

Kapur 0,1 kg 500 21.350

Jumlah biaya pakan 2.818.200

Pendapatan (Rp per 14 bulan)

Pedet lepas sapih 7 bulan 3.750.000

Kompos - kg/hari - -

Jumlah pendapatan kotor (Rp per 14 bulan) 3.750.000

Pendapatan bersih (Rp per 14 bulan) 931.800

Rataan keuntungan per bulan (Rp) 66.557*

Keuntungan terhadap investasi modal pakan dan induk (%/bulan) 0,91 * Tenaga kerja belum diperhitungkan

Sumber: MARIYONO (2009) Analisis Usaha Sapi Potong Periode Juli (unpublished)

PENUTUP

1. Sapi potong bangsa besar atau

berpenampilan menarik (sapi silangan) belum tentu menguntungkan, bergantung kepada tujuan pemeliharaan, startegi pemberian dan daya dukung pakan setempat.

2. Strategi dan komposisi pakan terhebat adalah dengan mengungkap dan meramu bahan pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, dan berkualitas. Biomas lokal sebagai sumber pakan yang murah dan berkualitas mengacu pada pola low external input sustainable agriculture (LEISA)

3. Perkandangan kelompok “model Grati” dengan cara kotoran dalam kandang tidak perlu dibersihkan dan ternak tidak perlu dimandikan diarahkan untuk efisiensi usaha dengan tetap mengacu pada konsep bersih, sehat, aman dan nyaman sepanjang masa pemeliharaan.

DAFTAR PUSTAKA

AFFANDHY, L., D. PAMUNGKAS, M.A. YUSRAN, D.B. WIJONO, Y.N. ANGGRAENI, SOEKIRNO, A. SUTARDJO, SUHARIYONO dan RUSTAMADJI. 2004. Pembentukan Bibit Komersial Sapi Potong melalui Sistem Persilangan. Laporan Akhir Tahun. Loka Penelitian Sapi Potong. ANGGRAENY, Y.N., D.B. WIYONO, U. UMIYASIH,

ARYOGI, MARIYONO, A. RASYID, P.W. PRIHANDINI, L. AFFANDHY, W.C. PRATIWI dan D.M. DIKMAN. 2008. Peningkatan produktivitas sapi potong lokal melalui peningkatan mutu genetik. Laporan Akhir Tahun. Loka Penelitian Sapi Potong.

BALAI PENGUJIAN MUTU PAKAN TERNAK. 2004. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Pakan. Jakarta.

WIJONO, D.B., K. DIWYANTO, B. SETIADI, MARIYONO, D.E. WAHYONO, HARTATI dan P.W. PRIHANDINI. 2004. Pembentukan Bibit Unggul Guna Penyedia Sapi Potong Bakalan Berkualitas: Seleksi Sapi Potong Terpilih dan Turunannya.

(15)

HARTATI, MARIYONO dan D.B. WIJONO. 2005. Respons pertumbuhan sapi Peranakan Ongole dan silangan pada kondisi pakan berbasis low external input. Pros. Seminar Nasional

Tekologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 195 – 200.

SUMADI. 2009. Sebaran populasi, peningkatan produktivitas dan pelestarian sapi potong di Pulau Jawa. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Produksi Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. 30 Juni 2009.

UMIYASIH, U., MARIYONO, Y.N. ANGGRAENY, N.H. KRISHNA, D. RATNAWATI, R. ANTARI dan I-W. MATHIUS. 2009. Ransum Sapi Potong Berbasis Limbah Sawit dan Singkong untuk PBBH ≥ 0,7 kg dan Umur Beranak Pertama ≤

27 bulan. Laporan Tengah Tahun. Loka Penelitian Sapi Potong.

WIJONO, D.B., E. ROMJALI, MARIYONO, U. UMIYASIH, P.W. PRIHANDINI, HARTATI, D.M. DIKMAN dan D. RATNAWATI. 2007. Peningkatan produktivitas sapi potong melalui peningkatan mutu genetik. Laporan Akhir Tahun. Loka Penelitian Sapi Potong.

Gambar

Tabel 1.  Bobot pedet prasapih hasil persilangan Simmental X PO Limousin, Limousin x PO X Simmental  dan PO X Simmental/limousin  Hasil persilangan  Parameter  PO X Simmental X  Limousin*  PO X Limousin X Simmental*  PO X  Simmental atau Limousin**  Bobot
Tabel 2. Bobot lahir, bobot sapih, dan PBBH pedet kelahiran tahun 2008 di Loka Penelitian Sapi Potong
Tabel 6. Performans reproduksi sapi betina di lapangan
Tabel 7. Nutrisi berdasarkan SK Mentan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, pada penelitian ini hanya sampai pada tahap develop (pengembangan) dikarenakan keterbatasan waktu peneliti. Sedangkan desain penelitian ini menggunakan

Berdasarkan penelitian tersebut jelas bahwa pembelajaran pada materi klasifikasi tumbuhan dengan menggunakan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa

Beliau telah menterjemahkan pidato-pidato para Khalifah Hadhrat Masih Mau’ud as ke dalam bahasa Jerman.. Beliau adalah pribadi yang sederhana

Abdul Momen, dalam wawancaranya dengan Benar News (2019) menyatakan bahwa setiap bulan Pemerintah Bangladesh harus mengeluarkan sekitar 300 juta dolar AS atau 3,6

akan mendapatkan tugas untuk mejadi pembuat ember dan pembuat begel yang berada di lokasi berbeda. Parallel editing di acara ini bertujuan untuk memberikan informasi

Klik tombol “View Proforma” untuk melihat perhitungan estimasi biaya dari daftar container yang telah dibuat.. Klik tombol “Create Job Order” untuk membuat

Rendahnya tingkat indeks demokrasi di Sumatera barat dipengaruhi oleh tiga aspek yang diukur dengan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), yakni kebebasan Sipil

Adapun biaya yang sudah terjadi ( sunk cost) tidak lagi dapat dipertimbangkan dalam pembuatan keputus- an. Untuk menghasilkan keputusan ini dapat digunakan perhitungan