Hal II-1
2.1. Profil Kabupaten Bantaeng
2.1.1.
Kependudukan
Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bantaeng mempunyai kepadatan penduduk yang berbeda-beda. Tidak meratanya distribusi penduduk disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah karena faktor geografis, sosial dan ekonomi. Dari faktor geografis, penduduk akan lebih terkosentrasi ke daerah dataran rendah (dengan topografi datar) daripada daerah dataran tinggi (topografi yang bergelombang). Faktor sosial ekonomi juga memiliki pengaruh, penduduk akan lebih terkosentrasi ke daerah yang berkembang. Seperti di Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Bissapu, Kecamatan Pa’jukukang dan Ere Merasa. Jadi tingginya angka kepadatan selain karena daerahnya yang datar adalah karena daerah tersebut mengalami banyak perkembangan baik dari sisi ekonomi maupun sisi yang lain.
Tabel 2.1
Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng menurut Kecamatan Tahun 2011
Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk (orang) Kepadatan Penduduk (orang/km2) Banyaknya Rumah Tangga Kepadatan Penduduk per Rumahtangga Bissappu 32,84 31.242 951,34 7.931 4 Uluere 67,29 10.923 162,33 2.504 4 Sinoa 43,00 11.946 277,81 3.158 4 Bantaeng 28,85 37.088 1285,55 8.795 4 Eremerasa 45,01 18.801 417,71 4.506 4 Tompobulu 76,99 23.143 300,60 5.822 4 Pajukukang 48,90 29.309 599,37 7.187 4 Gantarangkeke 52,95 16.025 302,64 4.224 4 Jumlah 395,83 178.477 450,89 44.127 4
MPS Kabupaten Bantaeng
Hal II-2 Berdasarkan tabel 2.1 diatas, rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bantaeng selama kurun waktu 5 tahun (2007-2011) adalah 441 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang tertinggi berada di Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Bissapu dan Kecamatan Pa’jukukang. Pada tahun 2011 kepadatan di Kecamatan Bantaeng sebesar 1.286 jiwa/km2, Kecamatan Bissappu sebesar 951 jiwa/km2 dan Kecamatan Pa’jukukang sebesar 599 jiwa/km2. Tingginya kepadatan penduduk di 3 kecamatan tersebut dikarenakan 3 kecamatan tersebut merupakan daerah perkotaan sekaligus daerah pesisir yang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan nasional penghubung antar Kabupaten dan desa-desa sekitarnya, yang menyediakan berbagai macam pusat kegiatan, seperti pusat kegiatan ekonomi dan pusat kegiatan pemerintahan, dan juga tersedianya berbagai macam sarana prasarana yang lebih baik dan lebih lengkap.
Sedangkan kepadatan yang terendah yaitu di Kecamatan Uluere (162 jiwa/km2). Beberapa penyebab rendahnya kepadatan penduduk di kecamatan ini diantaranya adalah karena topografinya yang berbukit bukit, lahan yang ada kurang cocok untuk dijadikan permukiman dan sarana prasarana yang tersedia kurang lengkap. Walaupun Kecamatan ini memiliki lahan yang luas (Kecamatan terluas ke-2 dengan luas lahan 67,29 km2) tetapi karena kurang cocok untuk permukiman maka kurang penduduk yang memilih untuk tinggal di kecamatan tersebut.
Proyeksi secara umum adalah untuk mengetahui perkembangan di masa yang akan datang berdasarkan data yang telah ada. Proyeksi pada dasarnya merupakan suatu perkiraan atau taksiran mengenai terjadinya suatu kejadian (nilai dari suatu variabel) untuk waktu yang akan datang. Hasil proyeksi menggambarkan tingkat kemampuan untuk masa yang akan datang. Untuk menghindari atau mengurangi tingkatan resiko dari kesalahan, maka diperlukan asumsi-asumsi yang dibuat oleh pihak pengambil keputusan, yang didukung oleh proyeksi tentang tingkat kemampuan populasi peternakan di masa depan secara objektif. Proyeksi penduduk bukan merupakan ramalan jumlah penduduk tetapi suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada asumsi dari komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran, kematian, dan perpindahan (migrasi).
Adapun jumlah dan kepadatan penduduk 3-5 tahun terakhir serta hasil proyeksi laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bantaeng selama 5 tahun kedepan, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2
Proyeksi Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng 5 Tahun Mendatang (2013-2018)
Kecamatan Luas (Km2)
Pertum buhan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2013 2014 2015 2016 2017 2018 1. Bissappu 32,84 0.80 31.744 31.998 32.254 32.512 32.772 33.034 2. Bantaeng 28,85 0.80 37.684 37.985 38.289 38.595 38.904 39.215 3. Tompobulu 76,99 0.80 23.515 23.703 23.893 24.084 24.276 24.471 4. Uluere 67,29 0.80 11.098 11.187 11.277 11.367 11.458 11.550 5. Pa'jukukang 48,90 0.80 29.780 30.018 30.258 30.500 30.744 30.990 6. Eremerasa 45,01 0.79 19.103 19.256 19.410 19.565 19.722 19.879 7. Sinoa 43,00 0.80 12.138 12.235 12.333 12.432 12.531 12.631 8. Gantarangkeke 52,95 0.79 16.282 16.413 16.544 16.676 16.810 16.944 Jumlah 395,83 0.80 181.344 182.795 184.257 185.731 187.217 188.715
Hal II-3
2.1.2.
Area Beresiko Sanitasi
Tabel 2.3
Area Beresiko Sanitasi Kabupaten Bantaeng
No. Area Beresiko *) Wilayah Prioritas Penyebab Utama Resiko
1. Resiko 4 1. Bonto Salluang Prohisan, BABS dan Sampah, Genangan *) Sangat tinggi
*) 13 Desa/Kel pada 7 Kecamatan
2. Lamalaka BABS, Genangan
3. Karatuang BABS, Genangan
4. Pabentengan Prohisan, Limbah
5. Biangloe Prohisan, Genangan dan BABS dan Sampah
6. Biangkeke Genangan/Banjir, Prohisan
7. Nipa-Nipa Prohisan, limbah
8. Borongloe Prohisan, BABS dan Sampah
9. Papanloe Prohisan, Limbah
10. Baruga Prohisan, BABS dan Sampah
11. Bonto Tallasa Prohisan, BABS dan Sampah
12. Layoa BABS dan Sampah, Genangan
13. Bonto Tiro Prohisan, BABS dan Sampah
2 Resiko 3 1. Bonto Jai BABS dan Sampah, Prohisan
*) Tinggi
*) 37 Desa/Kel pada 8 Kecamatan
2. Bonto Lebang Genangan, Prohisan
3. Bonto sunggu Prohisan, BABS dan Sampah, Genangan
4. Bonto Rita Prohisan, BABS dan Sampah, Genangan
5. Bonto Atu Prohisan, Genangan
6. Bonto Langkasa Prohisan, BABS dan Sampah
7. Pallantikang BABS, Genangan
8. Letta BABS, Genangan
9. Mallillingi BABS, Genangan
10. Lembang BABS, Genangan
11. Onto BABS dan Sampah, Prohisan
12. Kayuloe BABS dan Sampah, Prohisan
13. Mamampang Prohisan, BABS dan Sampah
14. Mappilawing Prohisan, Limbah
15. Lonrong Prohisan, BABS dan Sampah
16. Berua Prohisan, Limbah
17. Kampala Prohisan BABS dan Sampah
18. Parangloe Prohisan, Limbah
19. Pabbumbungan Prohisan, Limbah
20. Pattallassang Prohisan, Limbah
21. Rappoa Genangan, Prohisan
22. Lumpangan Genangan, Prohisan
23. Pajjukukang Prohisan BABS dan Sampah
24. Batukaraeng Prohisan, Genangan, BABS dan Sampah
25. Bonto Rannu Prohisan, BABS dan Sampah
26. Bonto daeng Prohisan, BABS dan Sampah
27. Bonto Tangnga Prohisan, BABS dan Sampah
28. BOnto lojong Prohisan BABS dan Sampah
29. Tanahloe Genangan, BABS dan Sampah
30. Tombolo Genangan (drainase)
31. Kaloling BABS dan Sampah, genangan
32. Gantarangkeke BABS dan Sampah
33. Bonto Matene Prohisan, Limbah
34. Bonto Majannang BABS dan Sampah, Prohisan
35. Bonto Karaeng BABS dan Sampah, prohisan
36. Bonto Maccini BABS dan Sampah, prohisan
37. Bonto Bulaeng BABS dan Sampah, prohisan
Hal II-4 Gambar 2.1. Peta Area Beresiko Sanitasi Kabupaten Bantaeng
Hal II-5
2.1.3.
Keuangan Daerah
Proyeksi pendanaan belanja lansung APBD Kabupaten Bantaeng tahun 2014-2018 mencapai Rp.2.609.826.728,- sedangkan perkiraan belanja APBD murni untuk sanitasi mencapai Rp.42.368.814.963. Perkiraan pendanaan sanitasi tahun 2014-2018 berdasarkan komitmen POKJA adalah 3,5% dari belanja langsung APBD dimana pada tahun 2018 diproyeksikan mencapai Rp.43.905.507.722,- Berikut tabel perkiraan pendanaan APBD Kabupaten Bantaeng untuk sanitasi tahun 2014-2018 :
Tabel 2.4.
Proyeksi Besaran Pendanaan Sanitasi APBD Kabupaten Bantaeng
No Uraian Belanja (Rp) Total
(Rp) 2014 2015 2016 2017 2018 1 Perkiraan Belanja Langsung 485.450.777 503.057.800 521.303.419 540.210.797 559.803.935 2.609.826.728 2 Perkiraan Belanja APBD Murni untuk Sanitasi 7.880.973.056 8.166.811.458 8.463.017.055 8.769.965.860 9.088.047.523 42.368.814.952 3 Perkiraan Pendanaan Sanitasi Berdasar Komitmen 8.166.811.458 8.463.017.054 8.769.965.860 9.088.047.523 9.417.665.827 43.905.507.722
MPS Kabupaten Bantaeng
Hal II-6
2.2. Air Limbah
2.2.1.
Permasalahan Air Limbah
Permasalahan terkait pengelolaan limbah di Kabupaten Bantaeng meliputi aspek yaitu kelembagaan dan teknis operasional. Secara kelembagaan permasalahan yang dihadapi yaitu kapisitas dan kuantitas SDM pengelola masih kurang, disamping aspek regulasi belum tersedia dan institusi pengelola baru terbentuk. Dalam teknis operasional permasalahan yang dihadapi yaitu belum berjalannya proses perencanaan dan beberapa sarana yang ada seperti truk tinja dan IPLT belum beroperasi secara maksimal.
Tabel 2.5.
Hal II-7
2.2.2.
Sasaran Pembangunan Air Limbah
Dalam menentukan tujuan, sasaran dan strategi pengembangan air limbah domestik di Kabupaten Bantaeng didasarkan dari hasil permasalahan mendesak dan isu-isu strategis yang terdapat di Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bantaeng.
Tabel 2.6.
Tujuan dan Sasaran Air Limbah Domestik
Air Limbah Permukiman
1. 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... 6. ... Tabel 2.7.
Rencana Pengembangan Jangka Menengah Air Limbah Domestik Kabupaten Bantaeng
No System Cakupan Layanan Eksisting (%) Tahun Ket 2014 2015 2016 2017 2018 A System On-Site
1. Individual (tangki septik) 2. Komunal (MCK, MCK ++) 3. Cubluk dan sejenisnya
67,8 9,9 0,4 69.24 10,92 5,16 70,68 11,94 3,92 72,12 12,96 2,68 73,56 13,98 1,44 75,00 15,00 0,2 B System Off-Site 1. Skala Kota 2. Skala Kawasan - - - - - - - - - 0,56 - 0,7
C Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) 40,6 36,4 31,3 25,04 18,78 9,3
D Lumpur Tinja ke IPLT
(m3/bulan) - - 109.373 114.842 120.584 126.613
MPS Kabupaten Bantaeng
Hal II-8
2.2.3.
Prioritas Pembangunan Air Limbah
Tabel 2.8.
Prioritas Program dan Kegiatan Air Limbah Domestik
No Program/Kegiatan
Score (dan Bobot) Penerima Manfaat Perma-salahan Mendesak Persepsi Pokja Pro- Poor/ Gender Score Total Urutan Prioritas 25% 30% 20% 25% 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pembangunan IPAL Komunal dan
Perpipaan Air Limbah
2 4 4 4 3,50 1
2 Penyusunan Master Plan Sistem
Pengolahan Air Limbah Skala Kota
4 4 4 2 3,50 1
3 Penyuluhan dan Sosialisasi/
Kampanye Pengelolaan Air Limbah
4 4 4 2 3,50 1
4 Pembangunan MCK++ dan
Sambungan Rumah
2 4 4 3 3,25 1
5 Pemberian Stimulan Pembangunan
Jamban Sehat
1 4 4 4 3,25 1
6 Pembentukan UPTD Air Limbah 4 3 3 3 3,25 1
7 Pembangunan Septik Komunal dan
Perpipaan Air Limbah
1 4 3 3 2,75 2
Hal II-9
2.3. Persampahan
2.3.1.
Permasalahan Persampahan
Permasalahan terkait pengelolaan persampahan di Kabupaten Bantaeng meliputi aspek yaitu kelembagaan dan sarana penunjang. Secara kelembagaan permasalahan yang dihadapi yaitu kapisitas dan kuantitas SDM pengelola masih kurang, disamping aspek regulasi belum adanya sanksi bagi yang melanggar aturan bagi objek retribusi itu sendiri. Dalam hal sarana penunjang permasalahan yang dihadapi yaitu kuantitas prasarana dan sarana yang masih kurang karena selama ini pelayanan persampahan masih dalam cakupan daerah perkotaan saja. Selain itu prasarana TPA yang ada masih kurang dengan kondisi yang belum memadai sehingga pelayanan di TPA belum beroperasi secara maksimal.
Tabel 2.9.
MPS Kabupaten Bantaeng
Hal II-10
2.3.2.
Sasaran Pembangunan Persampahan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka sistem sanitasi pengembangan persampahan dibagi menjadi 2 zona yaitu :
1. Zona I dengan system full coverage + Street sweeping
Merupakan area dengan tingkat kepadatan penduduk > 100 org/ha (peri urban) dengan meliputi daerah perkotaan yaitu : Kecamatan Bissappu (kelurahan Bonto Lebang dan Bonto Rita) serta di Kecamatan Bantaeng (Kelurahan Teppanjeng, Pallantikang, Letta dan Mallilingi). Sistem ini dilaksanakan dalam jangka pendek/mendesak untuk dilaksanakan dengan meningkatkan cakupan pelayanan pengangkutan sampah dari 2 (dua) kecamatan tetap menjadi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Bissappu dan Kecamatan Bantaeng cuma jumlah kelurahan yang ditambah.
2. Zona II dengan sistem tidak langsung
Merupakan area dengan kepadatan penduduk kurang dari 100 orang/Ha (rural area), kawasan yang termasuk dalam zona ini dilayani dengan sistem tidak langsung yakni sampah dari rumah tangga dipilah dan dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) baru diangkut secukupnya oleh armada Bapedalda untuk dibuang ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA).
Tabel 2.10.
Tujuan dan Sasaran Pengembangan Persampahan Domestik
Air Limbah Permukiman
7. 8. ... 9. ... 10. ... 11. ... 12. ... Tabel 2.11.
Rencana Pengembangan Jangka Menengah Persampahan Kabupaten Bantaeng
No System Cakupan Layanan Eksisting (%) Tahun Ket 2014 2015 2016 2017 2018 A Penanganan Langsung 17,0 21,6 26,2 30,8 35,4 40,0
B Penanganan Tidak Langsung 15,7 14,6 13,4 12,3 11,1 10,0
C Penangan Berbasis Masy (3R) 8,1 8,7 10,6 11,3 14,2 15,0
D Belum Terlayani Sistem
(Penanganan Sendiri) 59,2 55,1 49,8 45,6 39,3 35,0
Hal II-11
2.3.3.
Prioritas Pembangunan Persampahan
Tabel 2.12.
Prioritas Implementasi Program dan Kegiatan Persampahan Domestik
No Program/Kegiatan
Score (dan Bobot) Penerima Manfaat Perma-salahan Mendesak Persepsi Pokja Pro- Poor/ Gender Score Total Urutan Prioritas 25% 30% 20% 25% 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pembangunan TPA Sanitary Landfill 4 4 4 4 4,00 1
2 Pembangunan Prasarana Dasar/
Fasilitas Umum TPA
4 4 4 4 4,00 1
3 Pengadaan Alat Pengangkutan
Sampah
4 4 4 4 4,00 1
4 Pengadaan Alat Pencacah Sampah 4 4 4 4 4,00 1
5 Pengadaan Tempat Sampah Terpilah 4 4 4 4 4,00 1
6 Pembangunan Fasilitas Penunjang
TPA
4 4 4 4 4,00 1
7 Pembangunan TPSP Dau Ulang (3R) 3 3 3 3 3,00 1
8 Pengadaan Armroll Truck 3 3 3 3 3,00 1
9 Pelatihan Pengelolaan TPA 3 3 3 3 3 1
10 Pelatihan 3R bagi pengelola
persampahan
2 3 3 3 2,75 2
11 Pembangunan Kontainer Sampah
Terpilah
2 2 2 2 2,00 2
12 Pembangunan Landasan Kontainer
Sampah
2 2 2 2 2,00 2
13 Pelatihan Pengolahan Sampah bagi
Kader Desa RT/RW
MPS Kabupaten Bantaeng
Hal II-122.4. Drainase
2.4.1.
Permasalahan Drainase
Tabel 2.13. Permasalahan DrainaseHal II-13
2.4.2.
Sasaran Pembangunan Drainase
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka sistem sanitasi pengembangan drainase lingkungan terbagi menjadi 2 (dua) klasifikasi wilayah yaitu rural area (kepadatan < 25 org/ha) dan peri urban area (kepadatan 25-100 org/ha) yang dibagi dalam 2 (dua) zona sistem sanitasi yaitu :
1. Zona I dan II yang ditunjukkan dengan warna merah pada peta zoning
Merupakan area komersil dan padat penduduk (peri urban) serta resiko kesahatan lingkungan cukup tinggi. Kawasan-kawasan yang termasuk dalam zona ini harus ditangani dalam jangka pendek atau harus segera dilakukan untuk mengatasi genangan. Zona ini mencakup wilayah perkotaan yang meliputi : Kecamatan Bissappu (Kel. Bonto Lebang) serta di Kecamatan Bantaeng yaitu (Kel. Teppanjeng, Letta dan Mallillingi).
2. Zona III yang ditunjuk dengan warna hijau pada peta zoning
Merupakan zona pengelolaan jangka menengah ke Jangka Panjang dalam mengatasi genangan dan paling dominan dalam pengelolaan drainase Kabupaten Bantaeng. Kepadatan penduduk yang kurang dari 100 jiwa/ha menyebabkan banyak kelurahan/desa yang masuk ke dalam zona ini mencakup 63 desa/kelurahan dari 67 desa/kelurahan di Kabupaten Bantaeng.
Tabel 2.14.
Resume Tujuan dan Sasaran Utama Pembangunan Drainase
Drainase
1...
Tabel 2.15.
Rencana Pengembangan Jangka Menengah Drainase Kabupaten Bantaeng
No System Cakupan Layanan Eksisting (%) Tahun Ket 2014 2015 2016 2017 2018 A Makro / Primer 12,0 12,0 12,0 15,2 18,4 20,0 C Mikro / Sekunder 20,0 23,0 26,0 29,0 32,0 35,0 D Mikro / Tersier 54,7 58,8 61,8 64,8 67,8 75,0
MPS Kabupaten Bantaeng
Hal II-14
2.4.3.
Prioritas Pembangunan Drainase
Tabel 2.16.
Prioritas Implementasi Program dan Kegiatan Drainase
No Program/Kegiatan
Score (dan Bobot) Penerima Manfaat Perma-salahan Mendesak Persepsi Pokja Pro- Poor/ Gender Score Total Urutan Prioritas 25% 30% 20% 25% 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Penyusunan Outline Plan Drainase 4 4 4 4 4,00 1
2 Review Master Plan Drainase 4 4 4 4 4,00 1
3 Pemeliharaan Rutin Drainase &
Gorong-Gorong
4 4 4 4 4,00 1
4 Pembangunan Drainase Primer 4 4 4 2 3,50 1
5 Pembangunan Drainase Sekunder 3 4 4 3 3,50 1
6 Pembangunan Drainase Tersier dan
Gorong-gorong
2 4 4 4 3,50 1
7 Rehabilitasi Drainase Primer/Tersier/
Sekunder
3 4 2 2 2,75 2
Hal II-15
2.5. PHBS Terkait Sanitasi
2.5.1.
Permasalahan PHBS Terkait Sanitasi
Tabel 2.17.
Permasalahan Mendesak PHBS Terkait Sanitasi
2.5.2.
Sasaran PHBS Terkait Sanitasi
Tabel 2.18.Resume Tujuan dan Sasaran PHBS Terkait Sanitasi
PHBS Terkait Sanitasi
MPS Kabupaten Bantaeng
Hal II-16
2.5.3.
Prioritas PHBS Terkait Sanitasi
Tabel 2.19.
Prioritas Implementasi Program dan Kegiatan PHBS Terkait Sanitasi
No Program/Kegiatan
Score (dan Bobot) Penerima Manfaat Perma-salahan Mendesak Persepsi Pokja Pro- Poor/ Gender Score Total Urutan Prioritas 25% 30% 20% 25% 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pengadaan Sarana CTPS di Sekolah
Dasar
4 4 4 4 4,00 1
2 Pemicuan Stop BABS di Masyarakat 4 4 4 4 4,00 1
3 Penyuluhan PHBS kpd Masy 4 4 4 4 4,00 1
4 Sosialisasi dan Advokasi Keg STBM 4 4 4 4 4,00 1
5 Kampanye CTPS di Desa dan
Sekolah
4 4 4 4 4,00 1
6 Pengadaan Sarana CTPS Posyandu 2 2 2 3 2,25 2
7 Pengadaan Sarana CTPS Poskesdes 2 2 2 2 2,00 2
8 Pengadaan Sarana CTPS Puskesmas 2 2 2 2 2,00 2
9 Pengembangan Media Promosi
Kesehatan dan Tekhnologi Komunikasi Informasi
Hal II-17
2.6. Kerangka Kerja Logis
Tabel 2.20.
Kerangka Kerja Logis Air Limbah
Permasalahan
mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan
Tabel 2.21.
Kerangka Kerja Logis Persampahan
Permasalahan
mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan
Tabel 2.22.
Kerangka Kerja Logis Drainase
Permasalahan
mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan
Tabel 2.23.
Kerangka Kerja Logis PHBS
Permasalahan