• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN EKSEKUTIF SITI MAESAROH, 2003 UJANG SUMARWAN IDQAN FAHMI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN EKSEKUTIF SITI MAESAROH, 2003 UJANG SUMARWAN IDQAN FAHMI."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN EKSEKUTIF

SITI MAESAROH, 2003. Analisis Perilaku Konsumen Dalam Pemilihan Susu Formula di Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Jatinegara. Di bawah bimbingan UJANG SUMARWAN dan IDQAN FAHMI.

Peraturan WHO tahun 1981 dan SK Menkes No.273/MENKES/SK/IV/1997 tanggal 10 April 1997 melarang susu formula bayi usia 0-12 bulan diiklankan secara umum melalui berbagai media, selain melalui media ilmu kesehatan yang mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan. Pengenalan susu formula di pasaran dilakukan oleh tenaga kesehatan antara lain dokter, bidan, dan instansi pelayanan kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas. Oleh sebab itu keputusan konsumen untuk membeli susu formula sangat bergantung pada sejauh mana proses pengenalan produk yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau instansi pelayanan kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan konsumen dalam pembelian susu formula bayi usia 0-12 bulan dan mengetahui atribut-atribut yang mempengaruhinya. Selain itu menganalisis brand switching

terhadap pemilihan merek susu formula dan menganalisis pengaruh dokter atau tenaga kesehatan sebagai kelompok acuan terhadap konsumen dalam pemilihan merek susu formula.

Sumber data penelitian ini diperoleh dari 200 responden ibu-ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan yang membeli susu formula dalam satu bulan terakhir yang datang ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Jatinegara. Selain itu sumber data diperoleh dari 30 dokter spesialis anak yang bekerja/praktek di Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Jatinegara Group. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif, analisis asosiatif, analisis Markov Chain, analisis Thurstone Case V, analisis korespondensi, dan analisis median.

Hasil penelitian memperlihatkan profil responden usia terbanyak berada antara usia 26-35 tahun, dengan jumlah keluarga kurang dari 4 orang, berpendidikan sarjana, bekerja, dan berpenghasilan lebih dari Rp.1 juta. Usia tersebut merupakan tingkatan usia produktif wanita yang memungkinkan mempunyai seorang bayi, meskipun bukan anak pertama.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan akan susu formula bayi cukup besar, walaupun sebagian besar responden masih tetap memberikan ASI kepada bayinya. Selain itu, diketahui bahwa dokter sebagai sumber informasi dan mempunyai pengaruh positif terhadap responden untuk memberi susu formula, tetapi pengambil keputusan dalam pembelian susu formula tetap responden itu sendiri.

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam pemilihan susu formula bayi usia 0-12 bulan dapat dikelompokkan dalam tiga prioritas dan sembilan atribut yaitu prioritas pertama terdiri dari kandungan gizi (zat gizi tambahan), kelengkapan zat gizi, cocok buat anak, prioritas kedua meliputi rekomendasi dokter, kemudahan dalam memperoleh, dan prioritas ketiga terdiri dari merek, bentuk kemasan, ukuran kemasan, dan harga. Berdasarkan sembilan atribut tersebut mengindikasikan bahwa komposisi atribut-atribut yang paling

(2)

dipentingkan dalam memilih susu formula, ternyata concern terhadap kandungan zat gizi (zat-zat gizi tambahan seperti DHA, AA, Omega 3, Laktoferin, Prebiotik). Banyaknya komponen zat gizi tambahan dipersepsikan dapat menentukan tingkat kualitas susu formula, sehingga diharapkan dapat mendekati komponen Air Susu Ibu (ASI). Sedangkan sisanya tersebar ke atribut lain terutama yang berhubungan dengan kualitas produk yaitu kelengkapan zat gizi, cocok buat anak, dan rekomendasi dokter. Sedangkan masalah kemasan, merek, kemudahan memperoleh, dan harga tidak banyak yang mempertimbangkan. Hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pemilihan susu formula, mayoritas responden concern terhadap kualitas, sedangkan minoritas responden concern

terhadap harga.

Alasan responden membeli susu formula merek tertentu, sebagian besar responden menyatakan saran dokter pasti yang terbaik. Hal ini memberikan indikasi bahwa peran dokter memang sangat besar dalam mempengaruhi konsumen memutuskan pembelian merek susu formula tertentu.

Perilaku konsumen dalam menentukan pembelian susu formula bayi berkaitan dengan merek susu formula yang digunakan, bentuk, dan ukuran kemasan susu formula serta alasannya memilih kemasan tersebut. Selain itu, hal lain yang menentukan responden membeli susu formula adalah kebutuhan susu formula dalam sebulan, tempat pembelian, merek susu formula yang dikonsumsi, dan loyalitas terhadap merek yang digunakan.

Sebagian besar responden sering membeli susu formula bayi dalam kemasan kaleng, dengan alasan karena tidak ada pilihan lain dan lebih praktis, sedangkan sisanya membeli susu formula kemasan karton/kardus karena alasan harga lebih murah. Adapun ukuran kemasan yang disukai adalah ukuran kemasan 400 gr, 800 gr, dan 900 gr. Hal ini disebabkan karena hampir semua merek susu formula bayi menyediakan ketiga ukuran kemasan tersebut, paling sering dan mudah dijumpai di tempat berbelanja, dan dianggap lebih murah dibandingkan dengan membeli susu formula ukuran kecil.

Analisis berdasarkan kebutuhan susu formula sebulan didapatkan bahwa sebagian responden membeli susu formula sebanyak 4-6 kaleng per bulan bagi yang memilih kaleng atau sebanyak 1-3 kotak/kardus per bulan bagi yang kotak. Banyaknya kemasan yang dibeli tergantung pada ukuran kemasan, semakin besar ukuran susu yang dibeli, semakin sedikit jumlah kemasan yang dibeli. Setiap kali pembelian untuk yang memilih kemasan kaleng sebanyak dua kaleng sekaligus, sedangkan yang memilih kemasan kardus/karton sebanyak satu kotak. Harga susu formula yang paling sering dibeli berkisar Rp.40.000,- sampai dengan Rp.60.000,-

Tempat pembelian yang disukai responden adalah supermarket/swalayan dengan alasan tempat tersebut lebih nyaman, tersedianya barang-barang kebutuhan lain, dan tempat rekreasi keluarga.

Merek susu formula yang dikonsumsi terbagi dalam dua kelompok yaitu susu formula bayi usia 0-6 bulan dan 6-12 bulan. Dari kelompok bayi usia 0-6 bulan merek susu formula yang banyak dikonsumsi adalah S26, sedangkan untuk

(3)

kelompok bayi usia 6-12 bulan adalah Promil yang merupakan susu lanjutan dari S26.

Dalam penelitian ini terlihat pula hubungan antara kesadaran akan merek (brand awareness) dengan merek yang dikonsumsi, dengan hasil bahwa tidak selalu merek yang terlintas dalam pikiran responden (top of mind) digunakan konsumen. Begitu pula sebaliknya, ada beberapa merek yang tidak terlintas dalam pikiran responden, tetapi ada responden yang menggunakannya.

Penelitian ini menganalisis terjadinya brand switching dalam penggunaan susu formula. Terjadinya perpindahan merek penggunaan susu formula tersebut lebih disebabkan karena susu formula tidak cocok dengan bayinya, sehingga bayi mengalami gangguan kesehatan seperti diare. Namun apabila merek susu formula tersebut telah cocok dengan bayinya, maka kosumen enggan beralih ke merek susu formula lainnya. Hal ini dapat menunjukkan tingkat loyalitas konsumen dalam pemilihan merek susu formula tersebut. Selain itu, loyalitas dapat dilihat pula dari tindakan yang dilakukan konsumen dalam pembelian susu formula apabila merek susu formula yang dicari tidak ditemui di tempat pembelian, sebagian besar responden lebih mencari ditempat lain. Tindakan loyalitas yang lain dapat dilihat dari kontinuitas konsumen dengan tetap menggunakan merek susu formula yang sama dengan bertambahnya usia bayi.

Pada penelitian ini diketahui pula seberapa jauh pengetahuan dokter sebagai kelompok acuan terhadap ketentuan WHO tahun 1981 dan Surat Keputusan Menkes tahun 1997 tentang larangan susu formula bayi usia 0-12 bulan untuk diiklankan. Disamping itu untuk mengetahui persepsi dokter terhadap iklan susu formula dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dokter dalam merekomendasikan pemilihan merek susu formula kepada bayinya.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masih terdapat sebagian dokter yang belum mengetahui adanya ketentuan WHO dan Menkes RI yang melarang susu formula untuk diiklankan langsung kepada konsumen dan merekapun setuju untuk selanjutnya pemasaran susu formula diiklankan Sedangkan untuk dokter-dokter yang telah mengetahui terhadap ketentuan tersebut, tetap konsisten bahwa susu formula tersebut tidak perlu diiklankan.

Merek susu formula yang pertama kali diingat oleh dokter merupakan brand awareness bagi dokter itu sendiri, sehingga merek tersebut yang sering direkomendasikan kepada pasiennya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terhadap ibu-ibu responden, dimana merek yang paling banyak dikonsumsi adalah S26.

Perilaku dokter dalam menganjurkan pemberian susu formula merek tertentu dengan berbagai alasan. Sebagian besar dokter yang menganjurkan pemberian susu formula merek tertentu mengemukakan bahwa bayi mengalami gangguan kesehatan, seperti diare. Sedangkan bagi dokter yang tidak menganjurkan pemberian susu formula merek tertentu, dengan alasan bahwa dokter tidak boleh menganjurkan untuk merekomendasikan susu formula tersebut, karena dikhawatirkan akan terjadi konflik kepentingan.

Promosi yang dilakukan tenaga pemasar dari perusahaan produsen susu formula terbanyak dilakukan satu minggu sekali. Adapun jadwal

(4)

kunjungan terakhir yang dilakukan tenaga pemasar, sebagian besar dokter mengemukakan kurang dari satu minggu yang lalu, dan perusahaan susu formula yang sering mengunjungi dokter adalah PT. Nestle. Jenis informasi yang disampaikan kepada dokter lebih banyak berkaitan dengan kandungan susu dan kelebihan produk susu formula. Alat bantu yang digunakan tenaga pemasar dalam mempromosikan produknya adalah brosur dan leaflet. Sebagian besar dokter beranggapan bahwa alat bantu tersebut belum efektif, sehingga masih diperlukan informasi tambahan dalam bentuk presentasi dari perusahaan produsen dan adanya daftar yang jelas mengenai kelebihan dan kekurangan brand, disamping sumber informasi lainnya berasal dari media cetak.

Dalam menganjurkan penggunaan produk susu formula tertentu pada pasien, dokter lebih mempertimbangkan kepada kandungan nutrisi yang lengkap dan harga yang terjangkau. Persepsi dokter terhadap atribut susu formula dari enam perusahaan yaitu PT. Nestle Indonesia, PT Nutricia Indonesia, PT. Sari Husada, PT. Wyeth Indonesia, PT. Mead Johnson, dan PT. Abbot Indonesia diperoleh hasil bahwa dokter setuju dengan atribut-atribut yang dimiliki keenam perusahaan produsen susu formula tersebut, yaitu harga terjangkau, kandungan nutrisi yang lengkap, pengganti ASI, merek terkenal, baik untuk kesehatan, mengandung DHA, Zat Besi, Kalsium dan Protein. Sedangkan terhadap atribut tidak ada efek samping dokter memiliki persepsi cenderung ragu-ragu.

Berdasarkan uraian dan analisis yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa: Dalam pemilihan merek susu formula bayi, ibu-ibu mempertimbangkan beberapa atribut yaitu pertama kandungan gizi (zat gizi tambahan), kedua kelengkapan zat gizi, ketiga cocok buat anak, keempat rekomendasi dokter, kelima kemudahan dalam memperoleh, keenam merek susu formula, ketujuh ukuran kemasan, kedelapan bentuk kemasan (kaleng/kotak), dan terakhir harga. Terlihat bahwa kandungan dan kelengkapan gizi menjadi pertimbangan utama bagi seorang ibu, karena pada dasarnya susu formula adalah makanan utama bagi bayi, terlebih lagi bagi mereka yang tidak menggunakan ASI. Meskipun demikian kecocokan buat bayi juga tetap harus diperhatikan, karena hal ini menyangkut kesehatan bayi. Kualitas susu formula yang baik adalah yang memiliki komponen mendekati ASI. Dalam pemilihan susu formula, responden menganggap bahwa merek bukan merupakan faktor penting, namun apabila responden tersebut telah menemui suatu merek tertentu dan merasa cocok, maka sebagian besar responden tetap konsisten (loyal) dalam penggunaan merek susu formula tersebut. Sebagian kecil responden berpindah ke merek susu formula lain dengan alasan tidak cocok dengan bayinya, dalam hal ini bayi mengalami gangguan kesehatan seperti diare. Rekomendasi dokter dalam pemilihan merek susu formula menjadi pertimbangan responden, namun bukan segala-galanya atau hanya dijadikan sebagai bahan referensi saja. Dokter juga merupakan sumber informasi bagi responden apabila memerlukan informasi tambahan disamping keluarga maupun teman.

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian secara umum, di antaranya adalah : Pertama keterbatasan waktu sehingga jumlah sampel yang diambil tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan jumlah pembeli/pengguna susu formula bayi awal dan lanjutan yang ada

(5)

di Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Jatinegara, sehingga kurang merepresentasikan jumlah sebenarnya dari pengguna susu formula bayi awal dan lanjutan, dan penelitian ini hanya dilakukan sejak 1 Februari 2003 s/d 15 Maret 2003. Kedua kurangnya pemahaman konsumen mengenai pengertian susu formula bayi dan pengelompokannya yang berdasarkan usia bayi. Ketiga metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, sehingga hasil penelitian tersebut tidak dapat diambil kesimpulan untuk mewakili kondisi yang ada. Keempat keterbatasan tempat untuk penelitian, yaitu hanya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina Jatinegara.

Saran yang disampaikan guna memperbaiki kelemahan-kelemahan di atas diperlukan upaya-upaya sebagai berikut : Pertama melakukan penelitian dengan metode yang sama tetapi lokasi bukan di Rumah Sakit. Kedua perlu penelitian dengan menggunakan metode probability sampling. Ketiga penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan tidak hanya untuk atribut merek, harga, bentuk kemasan (kaleng/kotak), ukuran kemasan, kandungan gizi (zat gizi tambahan), kelengkapan zat gizi, kemudahan dalam memperoleh, rekomendasi petugas kesehatan/dokter, dan cocok buat anak tetapi untuk atribut-atribut yang lain dan/atau untuk susu formula bayi jenis lain, agar produsen lebih dapat memahami konsumennya. Keempat untuk atribut-atribut yang dianggap responden relatif kurang penting dibandingkan dengan atribut kelengkapan zat gizi, tetap harus menjadi prioritas perusahaan, karena sering dijadikan kriteria evaluatif oleh konsumen pada saat membeli suatu produk.

Kata Kunci : Perilaku Konsumen, Susu Formula, RSIA Hermina-Jatinegara, Atribut, Thurstone, Markov Chain, Brand Awarness, Brand Switching, Loyalitas, Rekomendasi Dokter.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama- sama

Berdasarkan temuan-temuan sebe- lumnya, peneliti menduga bahwa individu yang terbiasa menyebut diri dengan na- ma, saat refleksi diri menggunakan nama menilai pemicu stres

Akumulasi nilai ISRT A dan ISRT B yang dihasilkan dari setiap kategori penilaian bangunan dan fasilitas yang mencakup hasil bagi total nilai bangunan, kelengkapan ru- ang

Ada beberapa hal yang perlu dikaji secara mendalam sebelum mengimplementasikan program konsorsium repositori institusional, yaitu: politik kebijakan masing-masing universitas

Menurut Eysenck (dalam Pervin,1993: 302) anak yang berkepribadian introvert memiliki karakteristik watak yang tenang, pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan

Jadi yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah bagaimana Jaksa Agung membuktikan konsep kepentingan umum tersebut, karena seperti yang dikatakan oleh z µ•Œ]o /

Alhamdulillah skripsi dengan judul “Gambaran Tingkat Stres Berdasarkan Stresor Mahasiswa PSPD UIN Maulana Malik Ibrahim Malang” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah