• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UKURAN BAHAN DAN METODE PENGOMPOSAN TERHADAP PH, SUHU DAN KADAR AIR PADA PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH UKURAN BAHAN DAN METODE PENGOMPOSAN TERHADAP PH, SUHU DAN KADAR AIR PADA PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UKURAN BAHAN DAN METODE PENGOMPOSAN TERHADAP PH,

SUHU DAN KADAR AIR PADA PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN

THE EFFECT OF MATERIAL SIZE AND COMPOSTING METHODS ON PH,

TEMPERATURE, AND WATER CONTENT IN THE LEAVES LITTER COMPOSTING

Sindi Martina Hastuti, Ganjar Samudro, Sri Sumiyati Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Email : Sindimartina25@gmail.com ABSTRACT

Several success indicators in composting process are pH, temperature and water content. Material Size and composting methods effect the composting process time. But, there are difference at size of the materials and composting methods according to the types of organic waste that is composted. The purpose of this study was to analyze the effect of material size and methods of the composting to the pH, temperature and water content of the compost. Composting is carried out of 30 days using 3 size of the materials as follow 1 cm; 1.5 cm and 2 cm. Each material size using 3 methods of composting that is composting tub, takakura and Open windrow. Composting is conducted by using molasses LMO (Local Microorganism). Measurement of pH, temperature, and water content is done every day. Water content is maintained at 40%, 50%, 60%. Based on the result material size has no effect on pH, temperature, and water content. While the methods of the composting effects on temperature, pH and water content. Composting of Takakura method provides results that temperature, pH and water content more stable than composting tub and open windrow.

Keywords : pH, temperature, water content, leaf litter, composting ABSTRAK

Beberapa parameter keberhasilan dalam suatu proses pengomposan adalah suhu, pH dan kadar air. Ukuran bahan dan metode pengomposan mempengaruhi waktu proses pengomposan. Tetapi, terdapat perbedaan pada ukuran bahan dan metode pengomposan yang sesuai dengan jenis sampah yang akan dikomposkan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisis pengaruh ukuran bahan dan metode pengomposan terhadap pH, suhu, dan kadar air pada pengomposan sampah daun. Pengomposan dilakukan selama 30 hari dengan menggunakan 3 ukuran bahan yaitu 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm, masing-masing ukuran bahan menggunakan 3 metode pengomposan yaitu Composting Tub, Takakura dan

Open Windrow. Pengomposan menggunakan Mol (mikroorganisme lokal) tetes tebu. Pengukuran pH, suhu dan kadar air

dilakukan setiap hari dan kadar air dipertahankan sebesar 40%, 50% dan 60%. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ukuran bahan tidak berpengaruh pada pH, suhu dan kadar air pada pengomposan sampah daun. Sedangkan metode pengomposan berpengaruh pada pH, suhu dan kadar air pada pengomposan sampah daun. Pengomposan dengan metode takakura memberikan hasil pH, suhu, dan kadar air yang lebih stabil dibandingkan metode composting tub dan open

windrow.

Kata Kunci : pH, suhu, kadar air, sampah daun, pengomposan

1. PENDAHULUAN

Pengomposan sampah daun memerlukan ukuran bahan dan metode yang tepat agar proses berjalan dengan optimal. Beberapa parameter keberhasilan dalam suatu proses pengomposan adalah suhu, pH, dan kadar air. Adanya perubahan pada ketiga parameter tersebut menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme yang mendegradasi bahan organik dalam sampah daun. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Suhu yang berkisar antara 30-60°C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60°C akan membunuh mikroba dan hanya mikroba termofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba pathogen tanaman dan benih-benih gulma (Wellang, 2015). Sedangkan menurut Susanto (2016), pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Sedangkan kadar air merupakan faktor yang sangat penting dalam pengomposan. Mikroorganisme dapat bekerja apabila terdapat kadar air yang optimal karena mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kadar air yang optimum untuk metabolisme mikroba adalah 40-60% (Widarti, 2015). Sehingga kadar air dalam pengomposan harus sangat diperhatikan.

Ukuran bahan menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas) dalam kompos. Ruang antar bahan tersebut akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila ruang dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Selain itu ukuran bahan juga menentukan luas permukaan yang memungkinkan kontak antara mikroba dengan bahan. Semakin luas permukaannya maka proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat, untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran bahan (Widarti, 2015). Ukuran bahan yang dianjurkan untuk pengomposan aerobik menurut Cahaya (2008) adalah 1-7,5 cm. pengomposan aerobik dinilai lebih menguntungkan daripada pengomposan anaerobik. Karena pengomposan aerobik berlangsung lebih cepat, tidak menghasilkan bau, dapat menguraikan material yang mengandung selulosa dan dapat membunuh bakteri patogen (Wahyono, 2011).

(2)

2. METODE

2.1 Prosedur

Prosedur penelitian ini meliputi:

1. Melakukan uji pendahuluan terhadap bahan kompos yang berupa sampah daun dan MOL tetes tebu.

2. Melakukan pengomposan dengan menggunakan 3 metode pengomposan, yaitu Composting Tub, Takakura dan

Open Windrow. Variasi kompos yang dibuat adalah sampah daun dengan ukuran 1 cm; 1,5 cm dan 2 cm

ditambahkan MOL tetes tebu dengan mengkondisikan kadar airnya pada kadar air 40%, 50% dan 60% pada masing-masing ukuran bahan.

Pengomposan dilakukan selama 30 hari. Selama pengomposan dilakukan pengukuran suhu, pH, dan kadar air secara rutin setiap hari. Kadar air dipertahankan pada kadar air 40%, 50% dan 60% selama pengomposan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Pengaruh Ukuran Bahan dan Metode Pengomposan terhadap pH Pengomposan

Aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik akan menyebabkan adanya perubahan pH pada kompos. Nilai pH selalu mengalami perubahan selama pengomposan sesuai dengan perubahan komposisi kimia organik, peningkatan nilai pH menandakan dekomposisi nitrogen oleh bakteri untuk menghasilkan ammonia (Kusuma, 2012). Menurut Isroi (2008), pada awal proses pengomposan, pH akan cenderung rendah yang dikarenakan adanya pelepasan asam sedangkan pH yang tinggi disebabkan oleh adanya produksi ammonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen. Nilai pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5-7,5 (Dewi, 2012). Gambar 1, 2 dan 3 merupakan grafik perubahan pH untuk masing-masing metode pengomposan.

Gambar 1. Perubahan pH Pengomposan dengan Metode Composting Tub

Gambar 2. Perubahan pH Pengomposan dengan Metode Takakura

3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 0 6 12 18 24 30 pH

Waktu (hari)

1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 0 6 12 18 24 30 pH

Waktu (hari)

1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60%

(3)

Gambar 3. Perubahan pH Pengomposan dengan Metode Open Windrow

Berdasarkan gambar 1, 2 dan 3, dapat diketahui bahwa pada pengomposan dengan metode Composting Tub hingga sekitar hari ke 10 masih terdapat asam yang dihasilkan sehingga masih terdapat pH yang cenderung asam. Setelah itu, pH naik dan kemudian mendekati netral. Sedangkan untuk pengomposan dengan metode takakura, pH rendah atau cenderung asam pada sekitar 2 hari pertama saja, setelah itu naik menjadi cenderung basa dan kemudian mendekati netral. Pengomposan dengan menggunakan metode Open Windrow menghasilkan pH dengan kondisi yang tidak terlalu cenderung asam pada awal pengomposan, hanya 1 variasi kompos yang menurun dari pH awal bahan kompos yaitu kompos dengan ukuran bahan 1 cm dengan kadar air 40%. pH pengomposan dengan metode Open Windrow meningkat secara bertahap pada awal pengomposan kemudian menjadi basa dan mendekati netral. Berdasarkan ukuran bahan dari kompos, dari ketiga metode pengomposan yang dilakukan, tidak terdapat perbedaan antara ukuran 1 cm; 1,5 cm dan 2 cm dalam hasil pengukuran pH-nya.

3.2 Analisis Pengaruh Ukuran Bahan dan Metode Pengomposan terhadap Suhu Pengomposan

Pengomposan dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila terdapat kenaikan suhu. Kenaikan suhu tersebut menandakan adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik dalam bahan kompos. Menurut Fanny (2013), pada proses pengomposan, mikroorganisme melepaskan energi panas yang merupakan produk dari proses karbonasi. Pada saat terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif, mikroba-mikroba yang ada di dalam kompos akan

menguraikan bahan organik menjadi NH3+, CO2, uap air dan panas melalui sistem metabolisme dengan bantuan oksigen.

Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan hingga kembali mencapai suhu normal seperti tanah (Yulianto, 2009). Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan perubahan suhu kompos selama proses pengomposan.

Gambar 4. Perubahan Suhu Pengomposan dengan Metode Composting Tub

3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 0 6 12 18 24 30 pH

Waktu (hari)

1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% 25 30 35 40 45 50 0 5 10 15 20 25 30 Temper atu r C)

Waktu (hari)

1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60%

(4)

Gambar 5. Perubahan Suhu Pengomposan dengan Metode Takakura

Gambar 6. Perubahan Suhu Pengomposan dengan Metode Open Windrow

Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada masing-masing metode pengomposan pada gambar 4, 5 dan 6 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hanya pada pengomposan dengan metode takakura suhunya mencapai 50°C sedangkan untuk metode composting tub dan open windrow hanya sekitar 47°C. akan tetapi ketiga metode sudah mencapai suhu termofilik. Menurut Tchobanoglous (1993), pada fase mesofilik dalam proses pengomposan, mikroorganisme akan bekerja pada suhu 30-38°C, sedangkan bakteri termofilik akan beraktivitas pada suhu 45-55°C. Irawan (2014) menjelaskan bahwa fase pertama dalam pengomposan adalah fase mesofilik, dalam pengomposan terjadi pada suhu 10-40°C, dimana pada fase tersebut mikroorganisme akan bertugas memperkecil ukuran partikel sehingga mempercepat proses pengomposan. Kemudian fase termofilik terjadi pada suhu 45-60°C, dimana mikroorganisme bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein. Setelah itu akan kembali pada fase mesofilik, mikroorganisme akan merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dan kemudian bahan yang didekomposisi akan menurun jumlahnya dan panas yang dilepaskan relatif kecil. Dengan demikian berarti kompos telah masuk ke fase termofilik pada hari pertama pengomposan. Kemudian suhu menurun pada hari kedua dan kembali ke fase mesofilik karena suhu yang dicapai kurang dari 45°C. Pada pengomposan dengan metode takakura suhu termofilik dapat bertahan selama 2 hari, namun untuk metode composting

tub dan open windrow hanya bertahan selama 1 hari. Hal tersebut dapat disebabkan oleh wadah dari pengomposan

takakura memang lebih tertutup daripada metode composting tub dan open windrow, sehingga panas lebih terisolasi. Menurut Setyorini (2006), semakin tinggi volume timbunan kompos, maka semakin besar isolasi panas. Timbunan yang terlalu dangkal akan mudah untuk kehilangan panas karena bahan tidak cukup untuk menahan panas. Berdasarkan ukuran bahannya, tidak terdapat perbedaan antara suhu yang dihasilkan kompos dengan ukuran 1 cm dengan 1,5 cm maupun 2

25 30 35 40 45 50 0 5 10 15 20 25 30 Temper atu r C)

Waktu (hari)

1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% 25 30 35 40 45 50 0 5 10 15 20 25 30 Temper atu r C)

Waktu (hari)

1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50 2cm-60%

(5)

3.3 Analisis Pengaruh Ukuran Bahan dan Metode Pengomposan terhadap Kadar Air Pengomposan

Kadar air merupakan faktor yang harus diperhatikan pada saat melakukan pengomposan. Menurut Som et al., (2009) salah satu faktor kunci yang menunjukkan pengomposan berjalan dengan cepat adalah kadar air. Sedangkan menurut Lua

et al., (2007), kadar air mempunyai peran yang kritis dalam rekayasa pengomposan karena dekomposisi material organik

bergantung pada ketersediaan kandungan air. Kadar air menjadi kunci penting pada proses pengomposan. Hal tersebut terjadi apabila kandungan air terlalu rendah atau tinggi akan mengurangi efisiensi proses pengomposan (Luo dan Chen, 2007). Menurut fanny (2013), air merupakan faktor pelarut nutrien dan sel protoplasma. Berikut ini merupakan grafik perubahan kadar air selama pengomposan untuk masing-masing metode pengomposan :

Gambar 7. Perubahan Kadar Air Pengomposan dengan Metode Composting Tub

Gambar 8. Perubahan Kadar Air Pengomposan dengan Metode Takakura

0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Ka d ar A ir ( %) Waktu (Hari) 1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60% 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Ka d ar A ir ( %) Waktu (Hari) 1cm-40% 1cm-50% 1cm-60% 1,5cm-40% 1,5cm-50% 1,5cm-60% 2cm-40% 2cm-50% 2cm-60%

(6)

Gambar 9. Perubahan Kadar Air Pengomposan dengan Metode Open Windrow

Berdasarkan gambar 7, 8 dan 9, pada seluruh metode pengomposan, pada awal pengomposan kadar airnya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan Karena terjadi peningkatan suhu pada kompos sehingga terjadi penguapan yang mengurangi kadar air dari kompos. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Fanny (2013), bahwa sebagian air dalam kompos akan hilang dikarenakan proses evaporasi ke dalam aliran udara. Setelah itu dikarenakan tidak terjadi peningkatan suhu, kadar air kompos dipengaruhi oleh suhu di sekitar lingkungan pembuatan kompos. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari ketiga metode yang digunakan tidak terdapat perbedaan dari hasil analisis kadar airnya. Hanya pada pengomposan dengan metode takakura pengurangan kadar airnya lebih teratur daripada metode composting tub dan open windrow. Apabila dilihat dari ukuran bahan yang digunakan. Pada analisis kadar air juga tidak terdapat perbedaan dari seluruh variasi kompos yang digunakan.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ukuran bahan tidak berpengaruh pada pH, suhu dan kadar air pada pengomposan sampah daun. Sedangkan metode pengomposan berpengaruh pada pH, suhu dan kadar air pada pengomposan sampah daun. Pengomposan dengan metode takakura memberikan hasil pH, suhu, dan kadar air yang lebih stabil dibandingkan metode composting tub dan open windrow.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Ganjar Samudro, S.T., M.T. dan Ibu Sri Sumiyati, S.T., M.Si. sebagai pembimbing dalam melakukan penelitian, Saudari Dian Asri Puspa Ratna, dan Vaneza Citra Kurnia yang telah membantu dalam penelitian, Departemen Teknik Lingkungan UNDIP dan Laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP.

6. DAFTAR PUSTAKA

Cahaya, T. S. Andhika. dan Dody A.N. 2008. Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah

Sayuran dan Ampas Tebu). Semarang : Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Dewi, Y. S. dan Treesnowati. 2012. Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga Menggunakan Metode Komposting. Jakarta : Teknik Lingkungan Universitas Satya Negara Indonesia.

Fanny, Rr, dkk. 2013. Pemanfaatan Blotong sebagai Aktivator Pupuk Organik. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

Irawan, T. A. B. 2014. Pengaruh Susunan Bahan terhadap Waktu Pengomposan Sampah Pasar pada Komposter Beraerasi. Semarang : AKIN St. Paulus.

Isroi. 2008. Kompos. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.

Kusuma, M.A. 2012. Pengaruh Variasi Kadar Air terhadap Laju Dekomposisi Kompos Sampah Organik di Kota Depok. (Tesis). Depok : Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lua, S. Y et al., 2007. Biodegradation of Phthalate Esters in Compost-Amended Soil. Taiwan : NTU.

Luo, W dan Chen, T. B. 2007. Effect of Moisture Adjustments on Vertical Temperature Distribution during Forced-Aeration

Static-Pile Composting of Sewage Sludge.

Setyorini, et al. 2006.Kompos. Bogor : Balitbang Sumber Daya Lahan Pertanian.

Susanto, A. 2016. Studi Pengolahan Sampah Daun di Kampus Universitas Hasanudin.Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanudin.

Tchobanoglous, G., H. Theisen, and S. Vigil. 1993. Integrated Solid Waste Management (Engineering Principles and

Management Issues). McGraw- Hill, Inc.: Singapore.

0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031 Ka d ar A ir ( %) Waktu (Hari) 1 cm - 40% 1 cm - 50% 1 cm - 60% 1,5 cm - 40% 1,5 cm - 50% 1,5 cm - 60% 2 cm - 40% 2 cm - 50% 2 cm - 60%

(7)

Wellang, R. M., dkk. 2015. Studi Kelayakan Kompos Menggunakan Variasi Bioaktivator (EM4 Dan Ragi). Makassar : Universitas Hasanudin

Widarti, B. N, dkk. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. Samarinda : Teknik Lingkungan Unmul.

Yulianto, A. A, dkk. 2009. Pengolahan Sampah Terpadu : Konversi Sampah Pasar Menjadi Kompos Berkualitas Tinggi. Jakarta : Yayasan Danamon Peduli.

TANYA JAWAB

1. Drs. Misbachul Munir, MSi (BBTPPI, Kementerian Perindustrian)

Kenapa menggunakan 3 metode? Hasil terbaik yg mana? Jika ingin diaplikasikan oleh masyarakat, metode apa yang paling baik dan direkomendasikan?

Jawaban :

Penelitian ini menggunakan 3 metode untuk membandingkan metode yang paling optimal untuk pengomposan sampah daun. Berdasarkan hasil penelitian, hasil terbaik diperoleh dari metode takakura. Metode yang direkomendasikan adalah metode takakura.

(8)

Gambar

Gambar 2. Perubahan pH Pengomposan dengan Metode Takakura 33,544,555,566,577,588,506121824 30pHWaktu (hari) 1cm-40%1cm-50%1cm-60% 1,5cm-40%1,5cm-50%1,5cm-60%2cm-40%2cm-50%2cm-60%33,544,555,566,577,588,50612182430pHWaktu (hari)1cm-40%1cm-50%1cm-60%1,5cm-40%
Gambar 4. Perubahan Suhu Pengomposan dengan Metode Composting Tub 33,544,555,566,577,588,506121824 30pHWaktu (hari) 1cm-40%1cm-50%1cm-60% 1,5cm-40%1,5cm-50%1,5cm-60%2cm-40%2cm-50%2cm-60%253035404550051015202530Temperatur (°C)Waktu (hari)1cm-40%1cm-50%1cm-6
Gambar 5. Perubahan Suhu Pengomposan dengan Metode Takakura
Gambar 8. Perubahan Kadar Air Pengomposan dengan Metode Takakura 010203040506070801 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31Kadar Air (%)Waktu (Hari) 1cm-40%1cm-50%1cm-60% 1,5cm-40%1,5cm-50%1,5cm-60%2cm-40%2cm-50%2c
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jangan gunakan pisau atau alat logam lain yang tajam untuk melakukan ini dan jangan sentuh bahagian logam di dalam pembakar.. Membakar roti

Karena Perusahaan tidak dapat mengontrol metode, volume, atau kondisi aktual penggunaan, Perusahaan tidak bertanggung jawab atas bahaya atau kehilangan yang disebabkan dari

1) Panitia menerima, mengagendakan dan memeriksa kelengkapan berkas peserta calon guru berprestasi tingkat provinsi dan menetapkan waktu serta agenda

Dalam penelitian ini telah diamati kaitan antara jenis sol sepatu lari yang digunakan pelari dengan gaya reaksi tanah (GRF) saat fase stance yang dialaminya. Dari analisis

Dengan kriteria tersebut maka hipotesis diterima.Diperoleh nilai R 2 sebesar 0,519 yang berarti bahwa variabel budaya organisasi dan deskripsi pekerjaan memberikan

Dalam kenyataannya, krisis lingkungan sudah menyerang dari berbagai arah. Krisis tersebut sangat kompleks terhadap permasalahan-permasalahan dan kerumitan pemecahan jangka

Sampel yang digunakan adalah ekstrak daun selasih (Ocimum basilicum L.) dan dianalisis dengan cara mengevaluasi sediaan obat kumur ekstrak etanol daun selasih

[r]