• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDKAN KARAKTER SEBAGAI ARUS UTAMA MASA DEPAN BANGSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDKAN KARAKTER SEBAGAI ARUS UTAMA MASA DEPAN BANGSA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/humano 29 PENDIDKAN KARAKTER SEBAGAI ARUS UTAMA MASA DEPAN BANGSA

1)Firman Amir, 2)Zulkifli

1) [email protected], 2) [email protected] 1)Dosen STKIP Kie Raha Ternate

2)Dosen STKIP Kie Raha Ternate

ABSTRAK.Pentingnya membangun karakter melalui pendidikan yang terencana menjadi

kebutuhan mendesak saat ini yang harus diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakatnya. Implementasi pendidikan karakter di Indonesia hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi konteks makro dan mikro. Konteks makro dalam hal ini bersifat nasional yang meliputi konsep perencanaan dan implementasi yang melibatkan seluruh komponen dan pemangku kepentingan secara nasional yang diawali dengan sebuah kesadaran, bukan kepentingan sesaat. Sedangkan pendidikan karakter dalam konteks mikro berlangsung dalam satu satuan pendidikan secara menyeluruh. Dan secara mikro pendidikan karakter dikelompokkan menjadi empat pilar yaitu kegiatan belajar mengajar dikelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan, kegiatan kurikuler serta ekstra kurikuler dan kegiatan keseharian dirumah, dan didalam masyarakat.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter,Arus, Masa Depan Bangsa.

ABSTRACT. Building character through planned education is an urgent need today that must

be fought for by all components of the nation, both from the government and society. The implementation of character education in Indonesia should be carried out comprehensively, covering both macro and micro contexts. The macro context in this case is national in nature which includes the concept of planning and implementation involving all components and stakeholders nationally which begins with an awareness and not a momentary interest. Meanwhile, character education in a micro context takes place in one educational unit as a whole. In micro, character education is grouped into four pillars, namely teaching and learning activities in the classroom, daily activities in the form of educational unit culture, curricular and extra-curricular activities and daily activities at home, and in the community.

Keywords: Character Education, Current, Period the ahead nation. PENDAHULUAN

Pentingnya Pendidikan Karakter

Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para bapak pendiri bangsa (the founding

fathers) menyadari bahwa paling tidak ada

tiga tantangan besar yang harus dihadapi.

Pertama, adalah mendirikan Negara yang

bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun bangsa, dan ketiga adalah membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas tampak dalam konsep Negara bangsa (nation state) dan pembangunan karakter bangsa (nation and character

building). Pada implementasinya kemudian

upaya mendirikan Negara relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan upaya untuk

membangun bangsa dan membangun

karakter.1

Upaya membangun bangsa dan membangun karakter sampai saat ini masih harus diusahakan dengan sebaik mungkin

1

Prof. Dr. Muchlas Samani & Drs. Hariyanto, M.S. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. (Bandung: PT REMAJA ROSDA KARYA, 2013), h. 1.

oleh pemerintah maupun rakyat. Ini menjadi tugas bersama yang harus dilaksanakan dan diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Upaya membangun bangsa akan terwujud jika usaha membangun karakter terlaksana dengan baik. Sehingga kunci utamanya ada pada bagaimana kita membangun karakter bangsa dengan sebaik-baiknya. Generasi bangsa yang bermoral baik dan berpikir baik itulah yang diharapkan untuk bisa membangun bangsa yang lebih baik. Jika yang tumbuh dari generasi kita ialah orang-orang yang bermoral buruk dan berpikir tidak baik, maka bangsa Indonesia akan tumbuh menjadi bangsa yang buruk dan kerdil dihadapan bangsa lain.

Sehingga upaya membangun Negara yang bersatu dan berdaulat, membangun bangsa, terletak pada bagaimana kita membina karakter anak bangsa agar tumbuh menjadi manusia yang berani berbuat dan berani bertanggungjawab, manusia yang bijaksana. Manusia yang selalu membela kebenaran dan keadilan walaupun nyawa dan darah menjadi taruhan.

Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung

(2)

http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/humano 30

Karno, bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan berjaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”2

Bangsa kuli, berarti kita diibaratkan seperti pekerja kasar, menjadi babu di negeri sendiri. Ini jelas tidak kita inginkan secara bersama, kita harus menjadi tuan di negeri sendiri dan dihargai di hadapan Negara-negara dunia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, kita terbentang dari sabang sampai merauke dari aceh sampai papua, memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, dan salah satu Negara yang memiliki populasi manusia terbanyak. Bangsa besar, punya SDA yang melimpah, jika didukung dengan sumber daya manusia (SDM) yang baik pikiran dan baik moralnya maka kita akan tumbuh menjadi bangsa yang unggul dan dihargai di hadapan dunia internasional.

Sehingga syarat utama memiliki SDM yang baik pikiran dan moralnya adalah harus membangun karakter anak bangsa melalui pendidikan karakter yang baik dan terencana sesuai dengan amanat UUD 1945 yaitu tujuan bernegara ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pentingnya membangun karakter melalui pendidikan yang terencana menjadi kebutuhan mendesak saat ini yang harus diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakatnya. Harus segera dilaksanakan agar kedepan nanti terlahir generasi bangsa yang memiliki karakter yang mulia dan terpuji yang bisa membangun bangsa dengan sepenuh jiwa dan raganya. Karena Indonesia saat ini membutuhkan pemuda-pemuda tongkat estafet bangsa yang berjiwa besar dan berpikir besar yang dilandasi dengan karakter baik dan mulia, agar bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri, berdiri di kaki sendiri (berdikari). Mandiri di bidang ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.

PEMBAHASAN Pengertian Karakter

Bila ditelusuri asal kata karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”,

“kharassein”, “kharax”, dalam bahasa

2

Ibid, h. 1.

Ingris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani “character”, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Nama dari jumlah seluruh cirri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan pola-pola pemikiran.3

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat

membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika.4

Dari berbagai pandangan pengertian karakter diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa karakter adalah sifat batin seseorang yang mempengaruhi seluruh perilaku, perbuatan, perkataan, kebiasaan, dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, diri sendiri, maupun lingkungan alam sekitarnya. Jika sifat batin sesorang itu baik, maka yang muncul dari perilaku, ucapan, dan perbuatannya adalah karakter yang baik, namun sebaliknya jika sifat batin seseorang itu buruk, maka yang muncul pasti perilaku atau karakter yang buruk pula.

Tiga Konsep Pendidikan Karakter (formal, non formal, dan informal)

Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benar-benar mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong, dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal, dan saling merugikan. Banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, menipu, mengambil hak orang lain sesuka hati, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Kemerosotan moral yang

3

Abdul Majid, S. Ag., M. Pd. & Dian Andayani., S.Pd., M.Pd. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), h. 11.

4

(3)

http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/humano 31

demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan, dan profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat

melanjutkan perjuangan membela

kebenaran, keadilan, dan perdamaian masa depan.5

Kemerosotan moral seperti inilah yang menjadi kekhawatiran kita semua, sehingga tugas bersama segenap elemen bangsa saat ini adalah bagaimana mengubah dan memperbaiki degradasi moral dan sikap yang terjadi, baik dikalangan para pejabat bangsa, maupun dikalangan generasi muda yang diharapkan suatu saat nanti menjadi pelopor pemimpin bangsa kedepan nanti. Pemerintah tidak bisa tinggal diam dalam menatap masa depan bangsa, rakyat juga harus bersama-sama dengan pemerintah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antar pemerintah dan rakyatnya, tanpa kerja sama yang baik dari kedua elemen ini, maka cita-cita bersama untuk memperbaiki moral bangsa hanya akan menjadi sia-sia belaka.

Jika kita petakkan lebih jauh tentang pendidikan untuk memperbaiki moral bangsa maka akan menemukan tiga konsep pendidikan karakter yang harus dilakukan bersama, baik oleh pemerintah maupun rakyatnya, yaitu yang disebut sebagai pendidikan formal, non formal, dan informal.

Pendidikan formal yaitu pendidikan yang saat ini dijalankan oleh pemerintah melalui jenjang pendidikan dari pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan taman kanak-kanak (TK), pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama

(SLTP/SMP/TSANAWIYAH), sekolah

lanjutan tingkat atas

(SLTA/SMA/SMK/ALIYAH), dan sampai ke tingkat perguruan tinggi.

Pendidikan non formal yaitu pendidikan dimana generasi muda anak bangsa belajar melalui lingkungan masyarakat. Di bangsa kita saat ini ada dilingkungan tertentu yang menjalankan pendidikan secara gratis dan sukarela, seperti kelompok belajar bersama, perpustakaan pelajar, taman belajar dalam komunitas, kajian komunitas masyarakat, taman pengajian bersama yang sering melakukan kajian-kajian keagamaan, ibu-ibu

5

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Manajemen Pendidikan (Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 197.

majelis ta’ alim, dll. Pendidikan non formal ini adalah inisiatif sendiri dari masyarakat untuk membentuk lingkungannya. Mereka berusaha untuk memperbaiki masyarakat dan generasi mudanya dengan cara sukarelawan, tanpa ada paksaan dari siapapun. Mereka ikhlas mengabdi untuk masyarakatnya. Inilah yang semestinya menjadi kesadaran bersama baik oleh pemerintah maupun masyarakatnya untuk mengembangkan pendidikan dilingkungan masyarakat secara bersama-sama. Saat ini, pendidikan non formal kurang menjadi perhatian serius dari pemerintah, sehingga kebanyakan dilingkungan masyarakat kita belum terlaksana dengan baik pendidikan seperti ini, sehingga masih banyak sekali generasi muda bangsa yang terjerumus dalam perilaku-perilaku yang tercela akibat pengaruh lingkungan yang buruk seperti kebiasaan mengonsumsi minuman keras, obat terlarang, tawuran, dll. Sehingga jika kita sadari secara bersama maka pendidikan di setiap lingkungan masayarakat ini sangat penting dan utama dalam memperbaiki moral karakter bangsa.

Pendidikan informal, yaitu

pendidikan dalam lingkungan keluarga. Jika pendidikan formal dijalankan oleh pemerintah, pendidikan non formal dijalankan oleh masayarakat secara umum dilingkungannya, maka pendidikan informal adalah pendidikan secara khusus dijalankan oleh lingkungan keluarga dalam sebuah rumah tangga. Pendidikan informal sangat penting untuk dilaksanakan oleh keluarga, terutama seorang anak mendapatkan pendidikan moral yang baik dari kedua orang tuanya (ayah dan ibunya). Peran kedua orang tua sangat penting dan utama dalam mengenalkan anaknya tentang perilaku baik, dan buruk, mana yang pantas dan yang tidak pantas, bagaimana menghargai yang lebih tua, dan menyayangi yang lebih muda, mana perilaku tercela dan mana perilaku yang terpuji. Nilai-nilai moral dan karakter yang baik ditanamkan oleh kedua orang tuanya kepada sang anak ketika mereka kelak menjadi manusia yang tumbuh dewasa. Sehingga pendidikan informal inilah yang menjadi peletak dasar dan utama dalam memperbaiki moral dan karakter seorang anak. Jika ayah dan ibu baik dalam mengajarkan perilaku-perilaku yang terpuji sesuai dengan nilai-nilai moral agama dan bangsa, maka sudah pasti kelah nanti seorang anak akan tumbuh dewasa dengan memiliki moral yang baik pula, tetapi sebaliknya jika didalam lingkungan keluarga, kedua orangtuanya memberikan contoh yang tidak baik kepada sang anak,

(4)

http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/humano 32

maka sudah pasti kelak nanti dia menjadi tumbuh dewasa dan memiliki perilaku yang tidak baik pula. Jadi ayah dan ibu adalah guru pertama dan utama dalam mendidik seorang anak, dasar pijak bagi seorang anak untuk mengenal dunia.

Antara ketiga konsep pendidikan ini tidak bisa dilepas pisahkan antara satu dengan yang lain, baik pendidikan formal (sekolah), pendidikan non formal (lingkungan masyarakat), dan pendidikan informal (lingkungan keluarga). Ketiga-tiganya harus saling memberi pengaruh antara satu dengan yang lain.

Jika pendidikan formalnya bagus, tetapi tidak ditunjang dengan pendidikan nonformal, dan informal yang baik maka akan menjadi sia-sia belaka. Sebagai contoh disekolah atau perguruan tinggi, seorang anak mendapat nilai yang bagus, tetapi ketika balik ke lingkungan msayarakatnya

dan lingkungan keluarganya lalu

menemukan banyak perilaku-perilaku negatif dan tercela maka sudah pasti perilaku sang anak juga terpengaruh dengan perilaku yang ada dilingkungan keluarga dan masyarakatnya. Pasti akan buruk pula perilaku sang anak karena terpengaruh oleh lingkungan keluarga dan masyarakatnya yang buruk pula. Sehingga sudah sangat jelas bahwa antara ketiga konsep pendidikan ini harus disadari benar, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun oleh keluarga. Supaya ada kerja sama yang baik dari kita semua untuk memperbaiki moral dan karakter bangsa menuju cita-cita bersama membangun bangsa yang lebih

baik. Negara memperbaiki dan

mengembangkan pendidikan formalnya, masyarakat memperbaiki lingkungannya (pendidikan non formal), dan orang tua memperbaiki keluarga yang ada didalam rumah tangganya (pendidikan informal).

Problematika Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia

Pemerintah dan rakyat Indonesia, dewasa ini telah gencar-gencarnya mengimplementasikan pendidikan karakter di institusi pendidikan; mulai dari tingkat dini (PGTK), PAUD, sekolah dasar (SD/MI), sekolah menengah (SMA/MA), hingga perguruan tinggi. Melalui pendidikan karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan krisis degradasi karakter atau moralitas anak bangsa ini bisa segera teratasi. Lebih dari itu, diharapkan dimasa yang akan datang terlahir generasi bangsa dengan ketinggian budi pekerti yang luhur. Itulah ancangan mulia pemerintah dan rakyat kita, yang patut

didukung oleh segenap elemen.6 Ini menjadi harapan bersama agar kedepan nanti terlahir generasi bangsa yang cerdas intelektual dan baik budi pekerti serta moralnya.

Implementasi pendidikan karakter di Indonesia hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi konteks makro dan mikro. Konteks makro dalam hal ini bersifat nasional yang meliputi konsep perencanaan dan implementasi yang

melibatkan seluruh komponen dan

pemangku kepentingan secara nasional yang diawali dengan sebuah kesadaran, bukan kepentingan sesaat.

Sedangkan pendidikan karakter dalam konteks mikro berlangsung dalam satu satuan pendidikan secara menyeluruh. Dan secara mikro pendidikan karakter dikelompokkan menjadi empat pilar yaitu kegiatan belajar mengajar dikelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan, kegiatan kurikuler serta ekstra kurikuler dan kegiatan keseharian dirumah,

dan didalam masyarakat.7 Jadi

pengembangan pendidikan karakter yang baik dan benar-benar efektif harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik secara makro maupun secara mikro. Kita membutuhkan keterlibatan semua elemen bangsa dari kalangan atas dalam hal ini pemerintah hingga sampai kalangan yang paling bawah dalam hal ini masyarakat serta lingkungan keluarga untuk benar-benar mengefektifkan pendidikan karakter secara menyeluruh.

Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Bahkan sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan kini masa reformasi telah banyak langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam kerangka pembinaan karakter. Dalam

Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional No 20 Tahun 2003, pendidikan karakter telah ada, namun belum menjadi fokus utama pendidikan. Pendidikan akhlak (karakter) masih digabungkan dalam mata pelajaran pendidikan agama dan diserahkan sepenuhnya pada guru pendidikan agama. Pelaksanaan pendidikan karakter pada guru pendidikan agama saja tidak akan berhasil. Maka wajar hingga saat ini pendidikan karakter belum menunjukan hasil yang optimal.8 Ini masih menjadi kendala kita

6

Agus Wibowo, M. Pd. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 1.

7

Ibid, h 39-41. 8

Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. iii.

(5)

http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/humano 33

hingga saat ini, bahkan disekolah umum sampai pada perguruan tinggi umum baik negeri maupun swasta pendidikan karakter hanya diserahkan pada guru mata pelajaran agama, ini menjadi satu masalah serius dalam mengembangkan karakter yang baik dari peserta didik. Sehingga sudah saatnya ini disadari oleh seluruh komponen pendidik, bahwa pendidikan karakter adalah tanggungjawab kita bersama para guru maupun dosen di perguruan tinggi, sehingga apa yang dicita-citakan secara bersama yaitu

melahirkan generasi bangsa yang

bermartabat dan berbudi pekerti yang luhur bisa terlaksana secara baik dan efektif membutuhkan keterlibatan semua pihak, tidak hanya diserahkan kepada guru atau dosen pendidikan agama saja.

Sikap atau karakter yang

menyimpang ini bisa kita lihat dari berbagai macam masalah yang terjadi dibangsa Indonesia dari dekade ke dekade.

Hal ini tercermin dari kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik yang masih besar. Kerusakan lingkungan yang terjadi diberbagai pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas yang terjadi dikalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang merambah pada semua sektor kehidupan. Saat ini banyak dujumpai tindakan anarkis, konflik sosial, penuturan bahasa yang buruk dan tidak santun. 9

Pada tahun 2010 lalu, pemerintah telah membuat dan menetapkan Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Tujuan dari kebijakan ini adalah “membina dan mengembangkan karakter warga Negara sehingga mampu

mewujudkan masyarakat yang

ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuyarawatan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

Pertama, pengembangan potensi dasar, agar

berbaik hati, berpikiran baik, dan berperilaku baik. Kedua, perbaikan perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku yang sudah baik. Ketiga, penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila.10 Sehingga diharapkan kedepan

9

Endah Sulistyowati, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: PT Citra Aji Parama, 2012), h. 2.

10

Agus Wibowo, Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 122-123.

nanti bangsa Indonesia sudah memiliki generasi-generasi yang cerdas intelektual, cerdas emosional, dan cerdas spiritual, sesuai nilai-nilai luhur yang tertera dalam Pancasila dari sila pertama sampai sila kelima butir-butir Pancasila. Ini yang menjadi cita-cita bersama bangsa Indonesia saat ini, sehingga kita tidak hanya memiliki generasi yang cerdas intelektual saja tetapi juga harus baik akhlak dan budi pekertinya.

Banyak media dan pakar pendidikan, maupun tokoh masyarakat memberikan rekomendasi agar pendidikan karakter segera diberlakukan. Mengapa pendidikan karakter segera untuk dilaksanakan? Alasan mendasarnya, karena pendidikan karakter digunakan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional. Visi yang harus dicapai yaitu mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral,

beretika, berbudaya dan beradab

berdasarkan falsafah pancasila.11 Sehingga nilai-nilai moral yang terkandung dalam pancasila tidak hanya dibaca dan dihafal oleh anak bangsa, tetapi juga dihayati dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, inilah yang menjadi cita-cita besar dari para pejuang bangsa dalam merumuskan dan mencetuskan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jadi kita tidak hanya merdeka negaranya tetapi juga merdeka manusianya dari segala macam perilaku yang menyimpang, demi mewujudkan kehidupan yang bermoral dan bermartabat menuju Indonesia gemilang. Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 hingga saat ini kita masih harus terus berbenah mendidik generasi bangsa agar tidak menjadi bangsa yang minder jika berhadapan dengan bangsa lain. Kita menginginkan agar generasi kita memiliki rasa percaya diri yang kuat sehingga menjadikan bangsa kita dihargai di hadapan dunia internasional.

Karakter merupakan kondisi dinamis struktur antropologi individu yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratnya, melainkan juga sebuah usaha hidup untuk menjadi semakin integral dalam mengatasi determinasi alam dalam dirinya, demi proses penyempurnaan dirinya secara terus-menerus. Dengan demikian pembinaan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai pada diri santri (peserta didik), melainkan merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat menghayati kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan

11

(6)

http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/humano 34

moral yang dewasa.12 Jadi harus diciptakan sebuah kondisi dimana anak didik harus benar-benar merasa dan berpacu untuk sealalu memperbaiki perilakunya kearah yang lebih baik.

Dengan demikian, pembinaan

karakter bukan hanya sekedar memberikan pengertian atau defenisi-defenisi tentang yang baik dan yang buruk, melainkan sebagai upaya mengubah sikap, watak, kepribadian dan keadaan batin para santri atau anak didik sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap luhur dan terpuji. Melalui pembinaan karakter ini diharapkan dapat melahirkan manusia yang memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tanpa paksaan dan penuh tanggung jawab. Yaitu manusia-manusia yang merdeka,

dinamis, kreatif, inovatif, dan

bertanggungjawab, baik terhadap Tuhan, manusia, masyarakat, maupun dirinya sendiri.13 Karakter manusia merdeka seperti inilah yang dicita-citakan secara bersama oleh seluruh komponen bangsa.

Strategi Penerapan Pendidikan Karakter

Untuk mengimplementasikan

pendidikan karakter di sekolah terdapat tiga elemen penting untuk diperhatikan, yaitu prinsip, proses, dan praktiknya. Dalam menjalankan prinsip, nilai-nilai yang diajarkan harus termanifestasikan dalam kurikulum sehingga semua siswa di suatu sekolah faham benar tentang nilai-nilai tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam perilaku nyata. Untuk itu diperlukan sebuah pendekatan yang harus diterapkan di seluruh komponen sekolah, yaitu:

1. Sekolah harus dipandang sebagai lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun, sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga, dan lingkungan masyarakat.

2. Dalam menjalankan kurikulum karakter sebaiknya: a) pengajaran tentang nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b) diajarkan sebagai subyek yang tidak berdiri sendiri,

namun diintegrasikan dalam

kurikulum sekolah secara

keseluruhan; c) seluruh komponen

12

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi mendidik anak dijaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2007), cet. I, h. 4.

13

H. Abuddin Nata, M. A. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), h.165.

sekolah menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan.

3. Penekanan ditempatkan untuk

merangsang bagaimana siswa

menterjemehkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku pro-sosial.14 Sangat diharapkan agar nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan disekolah dari sisi proses dan praktiknya bisa dipahami dan diaplikasikan dengan baik oleh seluruh peserta didik, baik di dalam sekolah maupun ketika mereka berada dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masayarakat dimana mereka berada. sehingga pendidikan karakter yaitu kita mengajarkan nilai-nilai perilaku baik yang nanti diharapkan bisa dihayati, dipahami, dan diamalkan dengan baik oleh seluruh anak didik.

Pusat Kurikulum Kementrian

Pendidikan Nasional (2011) dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan pengembangan diri, menyarankan empat hal yang meliputi:

1. Kegiatan rutin

Merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya upacara bendera setiap hari senin, salam dan salim di depan pintu gerbang sekolah, piket kelas, salat berjamaah, berdoa sebelum dan sesudah jam pelajaran berakhir, berbaris saat masuk kelas, dan sebagainya.

2. Kegiatan spontan

Bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan tertentu, misalnya mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi teman yang sakit atau sedang tertimpa musibah, dan lain-lain.

3. Keteladanan

Timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan di sekolah, bahkan perilaku seluruh warga sekolah yang dewasa lainnya sebagai model, termasuk misalnya petugas kantin, satpam sekolah, penjaga sekolah, dan sebagainya. Dalam hal ini akan dicontohi sikap disiplin, tertib dan teratur, saling peduli dan kasih sayang, perilaku yang sopan santun, jujur, dan biasa bekerja keras.

4. Pengondisian

Penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi meja guru dan kepala

14

Abdul Majid, S. Ag., M. Pd. & Dian Andayani., S.Pd., M.Pd. Op, cit, h.111-112.

(7)

http://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/humano 35

sekolah yang rapi, kondisi toilet yang bersih, disediakan tempat sampah yang cukup, halaman sekolah yang hijau penuh pepohonan,15 tidak membuang sampah sembarangan, pembuangan sampah dilakukan pada tempatnya, dan lain sebagainya.

Seluruh sikap dan perilaku karakter yang baik ini tidak hanya diajarkan oleh guru dikelas, tetapi sudah harus menjadi perilaku keseharian seluruh elemen yang ada di sekolah, baik kepala sekolah, tenaga administrasi, para guru, para staf, satpam sekolah, agar ini menjadi keteladanan yang harus diikuti oleh seluruh siswa yang nantinya diharapkan perilaku itu dijiwai serta diamalkan dalam kehidupan keseharian para siswa saat berada di sekolah maupun ketika sedang bersama keluarga dan masyarakat pada umumnya. Sikap karakter baik dan mulia inilah yang menjadi cita-cita bersama kita dalam membangun generasi bangsa yang memiliki jiwa dan perilaku bertanggungjawab dan rela berkorban untuk tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia.

KESIMPULAN

Pentingnya membangun karakter melalui pendidikan yang terencana menjadi kebutuhan mendesak sat ini yang harus diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakatnya. Harus segera dilaksanakan agar kedepan nanti terlahir generasi bangsa yang memiliki karakter yang mulia dan terpuji yang bisa membangun bangsa dengan sepenuh jiwa dan raganya. Karena Indonesia saat ini membutuhkan pemuda-pemuda tongkat estafet bangsa yang berjiwa besar dan berpikir besar yang dilandasi dengan karakter baik dan mulia, agar bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri, berdiri di kaki sendiri (berdikari). Mandiri di bidang ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.

Sudah seharusnya ada kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat dalam mengembangkan pendidikan karakter untuk membangun bangsa, yaitu tiga komponen pendidikan harus berjalan searah; pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal.

Jadi pengembangan pendidikan karakter yang baik dan benar-benar efektif harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik secara makro maupun secara mikro. Kita membutuhkan keterlibatan semua

15

Prof. Dr. Muchlas Samani & Drs. Hariyanto, M.S. Op, cit, h.146.

elemen bangsa dari kalangan atas dalam hal ini pemerintah hingga sampai kalangan yang paling bawah dalam hal ini masyarakat serta lingkungan keluarga untuk benar-benar mengefektifkan pendidikan karakter secara menyeluruh.

Semoga dengan adanya kerjasama yang baik antar pemerintah dan rakyat Indonesia dalam pengembangan pendidikan karakter, maka diharapkan kedepan nanti akan terlahir generasi-generasi tunas muda bangsa yang memiliki sikap mulia, berjiwa spiritual, berkarakter baik, jujur, adil, bijaksana, penuh tanggungjawab, dan rela berkorban demi agama, bangsa, dan negaranya. Sehingga cita-cita mulia untuk membangun bangsa bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan amanah para pejuang bangsa yaitu mendirikan Negara yang bersatu dan berdaulat, memabangun bangsa, dan membangun karakter bisa terwujud dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid & Dian Andayani, (2012)

Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Agus Wibowo, (2013) Manajemen

Pendidikan Karakter di Sekolah.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Agus Wibowo, (2013) Pendidikan Karakter

di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Doni Koesoema A, (2007) Pendidikan

Karakter Strategi mendidik anak dijaman Global. Jakarta: Grasindo.

Endah Sulistyowati, (2012) Implementasi

Kurikulum Pendidikan Karakter.

Yogyakarta: PT Citra Aji Parama. H. Abuddin Nata, (2010) Manajemen

Pendidikan (Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia).

Jakarta: Kencana

H. Abuddin Nata, (2013) Kapita Selekta

Pendidikan Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Heri Gunawan, (2012) Pendidkan Karakter,

Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta.

Muchlas Samani & Hariyanto, (2013)

Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja

Referensi

Dokumen terkait

Pada uji praklinik kolesterol total kelompok kontrol negatif tidak terjadi penurunan karena tikus yang hiperkolesterolemia tidak diberikan susu fermentasi Lactobacillus

Menurut Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu

Adanya asimetri informasi antara manager dan pemegang saham akan menimbulkan masalah yang bisa merugikan para pemegang saham, tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana tata

Berdasarkan deskripsi mata kuliah dan kompetensi yang hendak dicapai, maka model pembelajaran berbasis portofolio dapat diterapkan dalam matakuliah Sejarah Gereja

Pada saat pengecoran beton ke dalam lubang bor, maka beton akan mendesak ke luar bentonite slurry. Sehingga bentonite slurry akan meluap ke luar lubang. Oleh karena

Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 13 Tahun 2006 Terkait Proses

Pada pengujian hipotesis pasar efisien dalam bentuk kuat dapat dilakukan.. dengan

Adapun penggunaan pendekatan kualitatif deskriptif karena penelitian yang akan dilakukan ini berusaha untuk mendeskripsikan tentang efektifitas kepemimpinan