• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang berada dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang berada dalam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang berada dalam peradaban manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya. Hingga saat ini, sastra tidak hanya dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, tetapi lebih dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual, di samping konsumsi emosi (Semi, 1993:1).

Wujud dari sastra adalah karya sastra. Karya sastra menurut kaum Strukturalis adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya (Nurgiyantoro, 2010:36). Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra membentuk struktur karya sastra. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, gambaran semua bahan, dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 2010:36). Fungsi dan tujuan karya sastra bersifat menyenangkan dan bermanfaat atau yang disebut dulce et utile yang merupakan dua sifat yang hingga kini tetap menjadi tolok ukur sastra (Teeuw, 2003:7-8).

Menurut Sumardjo dan Saini (1994:17-18) sastra digolongkan menjadi dua jenis penggolongan, yaitu sastra imajinatif dan sastra non-imajinatif. Sastra imajinatif terbagi menjadi tiga bagian, yaitu prosa, puisi, dan drama. Sastra

(2)

imajinatif terbagi menjadi delapan bagian, yaitu esai, kritik, biografi, otobiografi, sejarah, memoir, catatan harian, dan surat-surat. Menurut Farhud (1981:122) jenis sastra Arab terbagi dalam an-naṡr ‘prosa’, asy-syi’r ‘puisi’, dan ad-darāmā ‘drama’. Menurut Nurgiyantoro (2010:2) prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi. Istilah fiksi dapat berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Sementara itu Sumardjo dan Saini (1994:18) mengatakan bahwa salah satu hasil dari cerita rekaan atau cerita khayalan adalah cerita pendek.

Cerpen adalah cerita yang panjangnya kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap, padat, lengkap, ada kesatuan, mengandung satu efek, dan selesai (Santosa, 2010:2-3). Menurut Stanton (2007:88) cerpen memiliki efek mikrokosmis karena mampu mengungkap satu makna yang demikian besar melalui sepotong kejadian saja.

Menurut Abidin (1987:206-207) cerpen mulai berkembang di Arab di salah satu negara yang memiliki peradaban adiluhung di sepanjang sejarah, yaitu Mesir, pada sekitar abad ke-19. Pada awal mulanya, cerpen yang berkembang adalah cerpen terjemahan dari bahasa Perancis. Cerpen-cerpen tersebut diterbitkan sebagai salah satu kolom dalam sebuah majalah. Adapun tema-temanya adalah seputar hubungan antara laki-laki dan perempuan serta penyelesaian problem-problem keluarga. Cerpen terjemahan tersebut terus-menerus mengalami perkembangan sampai setelah perang dunia pertama, kemudian mulai menemukan bentuk barunya. Orang pertama yang mempelopori cerpen di Mesir adalah Maḥmud Taimūr. Dalam karyanya, khususnya dalam bidang cerpen, Maḥmud Taimūr banyak mengangkat tentang realita kehidupan masyarakat dengan segala

(3)

problematika, dan mampu melihat masalah-masalah sosial, serta lebih condong pada masyarakat kalangan bawah. Di samping itu, cerpen tersebut juga tetap menjaga unsur-unsur seni yang ada di dalamnya.

Di antara cerpennya adalah cerpen “Qublatun Marhūnatun” dalam antologi Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā. Cerpen ini menceritakan realitas kehidupan dalam masyarakat Arab secara umum yang memperlihatkan konflik dan masalah sosial di dalamnya, yaitu tentang tokoh Gadis yang memiliki impian menggebu untuk berciuman dengan tokoh Dokter yang pernah merawatnya di rumah sakit. Pada saat yang sama, tokoh Pemuda yaitu adik sepupu laki-lakinya, meminta tokoh Gadis untuk memberinya sebuah ciuman. Akhirnya, tokoh Gadis memberi tokoh Pemuda sebuah janji, yaitu akan menciumnya setelah impian tokoh Gadis terwujud. Akan tetapi, tokoh Pemuda tidak mengetahui impian tokoh Gadis. Impian tokoh Gadis terwujud di depan mata tokoh Pemuda, tanpa tokoh Gadis sadari bahwa tokoh Pemuda telah menyaksikannya. Tokoh Gadis memamerkan kepada tokoh Pemuda bahwa impiannya telah terwujud, kemudian berkata kepada tokoh Pemuda bahwa ia akan menepati janji kepadanya karena impiannya telah terwujud, tetapi tokoh Pemuda menolaknya.

Cerpen “Qublatun Marhūnatun” dalam antalogi Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā merupakan karya sastra yang memiliki sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur. Untuk memahami cerita dalam cerpen ini dengan baik diperlukan analisis struktural sebagai sebuah langkah untuk menganalisis dan memahami penggalan unsur-unsur dan keterkaitan antarunsur

(4)

tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Teeuw (1984:120) bahwa analisis struktural merupakan analisis prioritas sebelum dilanjutkan analisis lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik cerpen “Qublatun Marhūnatun” dalam antologi Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā, serta keterkaitan antarunsur.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan unsur-unsur intrinsik cerpen “Qublatun Marhūnatun” dalam antologi Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā karya Maḥmūd Taimūr dan keterkaitan antarunsur-unsur.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai cerita pendek “Qublatun Marhūnatun” dalam antologi Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā karya Maḥmūd Taimūr ini belum pernah dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dengan teori apapun. Akan tetapi, telah banyak mahasiswa di Jurusan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada yang meneliti cerpen dalam antologi Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā karya Maḥmūd Taimūr. Di antaranya ialah cerpen “Ṣirā’ fī Aẓ-ẓalām” dalam antologi cerpen Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā (2009) oleh Nurcahyo Dwi Haryanto, “Waraqatun-Nasīb” dalam antologi cerpen Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā (2009) oleh Wahid Burhanudin, “Majnūn” dalam

(5)

antologi cerpen Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā (2009) oleh Isna Saufiyatil. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya, yaitu pada objek penelitiannya. Dengan demikian, penelitian “Analisis Struktural Cerpen “Qublatun Marhūnatun” dalam antologi Kullu ‘Āmin wa Antum bi Khairin wa Qaṣaṣun Ukhrā karya Maḥmūd Taimūr” layak untuk dilakukan.

1.5 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Menurut Teeuw (1984:135) teori struktural adalah teori yang memandang karya sastra sebagai sebuah struktur yang bulat dan utuh. Sebagai suatu struktur, unsur-unsurnya dapat dibongkar dan dipaparkan secermat dan semendalam mungkin, dan dapat dicari keterkaitan antarunsurnya, yang dapat menghasilkan makna secara menyeluruh.

Teori struktural bertujuan untuk memaparkan sedetail mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra secara bersama yang kemudian menghasilkan sebuah keseluruhan, yang dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010:37).

Tiga unsur pembangun sebuah fiksi adalah fakta cerita (facts) yang berupa tokoh dan penokohan, alur, serta latar, kemudian tema (theme), dan sarana-sarana sastra (literature devices) yang meliputi judul, dan sudut pandang (Stanton, 2007:20). Selain itu, dalam analisis ini juga dicari keterkaitan antarunsurnya. Nurgiyantoro (2010:36) mengatakan bahwa analisis struktural dapat dipandang

(6)

sebagai sebuah pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan.

Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Tokoh dan penokohan, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kegiatan imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan “struktur faktual” atau “tingkatan faktual” cerita (Stanton, 2007:22).

Karakter adalah individu-individu dan penokohan adalah karakter yang muncul dalam cerita. Karakter dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter mengacu pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter mengacu pada percampuran dari berbagai kepentingan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu yang mengacu pada watak atau penokohan (Stanton, 2007:33).

Menurut Stanton (2007:26-28) alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Akan tetapi, Stanton tidak menjelaskan secara terperinci. Untuk mengetahui urutan peristiwa itu akan digunakan konsep lain yang mendukung konsep Stanton, yaitu Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2010:149-150) yang membedakan tahapan alur menjadi lima bagian, yaitu tahap pertama, penyituasian ialah pembukaan cerita, pemberian informasi awal berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya. Tahap kedua, pemuculan konflik, yaitu ketika masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Tahap ketiga, peningkatan konflik, yakni

(7)

dalam tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang. Tahap keempat, klimaks ialah pertentangan pertentangan yang dilakui para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Tahap kelima adalah tahap penyelesaian yang dalam tahap ini ketegangan dikendorkan dan cerita diakhiri.

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa- peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton, 2007:35). Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu pertama latar tempat adalah latar yang menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Kedua latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Ketiga latar sosial adalah latar yang menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2010:227). Akan tetapi, cerita yang diteliti dalam cerpen ini menggambarkan latar yang terbatas sehingga latar yang akan diteliti dalam penelitian cerpen ini hanya latar tempat dan latar waktu.

Tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam cerita dengan cara yang paling sederhana. Cara yang paling efektif mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Setiap aspek cerita turut mendukung kehadiran tema. Oleh karena itu, pengamatan harus dilakukan pada semua hal seperti peristiwa-peristiwa,

(8)

karakter-karakter, atau bahkan objek-objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama (Stanton, 2007:41-43).

Sarana sastra dapat diartikan sebagaimana metode pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola bermakna. Judul dan sudut pandang merupakan sarana-sarana sastra. Metode semacam ini perlu karena dengannya, pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman dapat dibagi (Stanton, 2007:46-47).

Judul selalu relevan terhadap karya sastra yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan ketika judul mengacu pada tokoh utama, latar, dan tema (Stanton, 2007:51). Sudut pandang adalah posisi pusat kesadaran tempat kita dapat memahami sesuatu (Stanton, 2007:53).

Keterkaitan antarunsur merupakan keterkaitan yang membuktikan bahwa setiap unsur intrinsik dalam cerita saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri. Analisis struktural tersusun dari unsur-unsur, unsur-unsur tersebut berbentuk satu kesatuan yang utuh, dalam sebuah cerpen unsur-unsur tersebut berupa tokoh dan penokohan, latar, kemudian sarana sastra. Tokoh memainkan sebuah cerita menggunakan latar dengan sarana-sarana sastra. Hal ini ditujukan untuk menyimpulkan tema.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode struktural, yaitu membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti, detail, dan semendalam

(9)

mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur, dan aspek karya sastra yang menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135).

Cerpen ini akan diidentifikasi dan dideskripsikan unsur-unsur intristiknya yang terdiri atas fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Fakta cerita yang akan dideskripsikan terdiri atas karakter, alur, dan latar, sedangkan sarana sastra yang akan dideskripsikan terdiri atas sudut judul dan pandang pengarang. Selain itu juga akan dideskripsikan hubungan antarunsur-unsur tersebut. Dalam penulisan argumen suatu ungkapan pada penelitian ini akan dituliskan beberapa kali, hal itu dilakukan untuk menghindari hilangnya nuansa cerita.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi Arab-Latin. Bab II mencakup biografi Maḥmūd Taimūr dan sinopsis cerpen “Qublatun Marhūnatun”. Bab III memuat analisis strukural yang meliputi tema, fakta cerita (tokoh dan penokohan, alur, latar), dan sarana sastra (judul dan sudut pandang) serta keterkaitan antarunsur yang terdapat dalam cerpen “Qublatun Marhūnatun”. Bab IV menjelaskan kesimpulan.

1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Transliterasi huruf Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini dikutip dari buku pedoman transliterasi Arab-Latin yang diterbitkan berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no: 158 Th 1987 dan no: 0543b/U/1987.

(10)

1. Konsonan

Fonem kosonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini, sebagian dilambangkan dengan huruf, sebagian dengan tanda, dan sebagian dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan trasliterasinya dengan huruf latin.

(11)

Huruf Nama Huruf Latin Nama

Alif Tidak

dilambangkan Tidak dilambangkan

Ba B Be

Ta’ T Te

Sa ṡ Es (dengan titik di atas)

Jim J Je

A ḥ Ha (Dengan titik di bawah)

Kha Kh Ka dan Ha

Dal D De

Zal Ż Zet (dengan titik di atas)

Ra R Er

Zai Z Zet

Sin S Es

Syin Sy Es dn Ye

Sad ṣ Es (dengan titik di bawah)

Ad ḍ De (dengan titik di bawah)

Ta ṭ Te (dengan titik di bawah)

Za ẓ Zet (dengan titik di bawah)

Ain ‘ Koma terbalik di atas

Gain G Ge Fa F Ef Qaf Q Ki Kaf K Ka Lam L El Mim M Em Nun N En Wau W We Ha H Ha

Hamzah ` Apostrof (koma di atas)

(12)

2. Vokal

Vokal bahasa Arab seperti vokal Indonesia. Vokal terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya adalah:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

_ Fatah a A Kasrah i I Ḍammah u U Contoh: = kataba = żukira

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya sebagai berikut.

Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf Nama

Fatah dan Ya Ai a dan i

Fatah dan Wau Au a dan u

Contoh: = kaifa = qaulun

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan huruf Nama Huruf dan Tanda Nama

(13)

Kasrah dan ya ī i dengan garis atas

ḍammah dan wau ū u dengan garis atas

Contoh: = qāla = qīla

= yaqūlu

4. Ta’ Marbūṭah

Transliterasi ta’ marbūtah ada dua, ta’ marbūtah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah transliterasinya adalah /t/ dan marbūtah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/. Apabila ada kata yang berakhir dengan ta’ marbūtah dikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata tersebut terpisah maka ta’ marbūtah tersebut ditransliterasikan /h/. contoh:

-rauḍah al-aṭfāl

- al-Madīnah al-Munawwarah - ṭalḥah

5. Syaddah

Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah atau tasydid. Dalam transliterasinya, tanda syaddah itu dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh:

rabbanā al-ḥajju

(14)

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al. Kata sandang tersebut dalam transliterasi dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah dan huruf qamariyah.

Kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya yaitu /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut.

Contoh:

ar-rajulu asy-syamsu

Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda simpang (-).

Contoh:

al-qalamu al-kitābu

7. Hamzah

Hamzah yang ditransliterasikan dengan apostrof hanya berlaku untuk hamzah yang terletak di tengah dan belakang. Hamzah yang terletak di depan tidak dilambangkan dengan koma di atas karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:

syai’un inna

(15)

8. Penulisan Kata

Pada dasarnya, setiap kata, baik fi’il, isim, maupun harf, ditulis terpisah. Bagi kata-kata tertentu yag penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini, penulisan kata tersebut bisa dilakukan dengan dua penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh:

– Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīna

9. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab, huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini, huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti yang berlaku dalam EYD, di antaranya adalah huruf kapital digunakan untuk menulis huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Jika nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Referensi

Dokumen terkait

Jika dibandingkan dengan yogurt tanpa substitusi sebagai kontrol maka yogurt dengan substitusi Mocaf mempunyai nilai kesukaan terhadap warna tidak berbeda nyata secara

Skema proses ekstraksi dan dehidrasi osmosis simultan ini diharapkan dapat memberikan sedikitnya lima keuntungan, yaitu (i) enzim gaultherase mengalami unfolding,

Objek dalam penelitian merupakan radio komunitas dengan tipologi radio komunitas yang didirikan komunitas yang menempati wilayah Kauman sehingga basisnya adalah

Permasalahan yang dialami saat ini adalah belum membudayanya mengkonsumsi olahan susu sapi seperti yoghurt karena belum ada tahap pengenalan atau promosi sebelumnya

Dari pemahaman ‘urf dan adat kebiasaan sebagaimana yang telah dijelaskan dari beberapa definisi yang telah dirumuskan oleh beberapa ulama ushul fiqh terlihat

Sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track) adalah: • MDG 1

Pada penelitian ini digunakan pelarut yang diperkirakan dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol supaya reaksi gliserolisis bisa dilakukan pada suhu

Berdasarkan hasil peneltian maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: dalam menerapkan metode Struktur Analitik Sintetik (SAS) pembelajaran membaca permulaan dengan