• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang kaki lima yang menempati ruang publik berupa jalur pejalan kaki atau trotoar di berbagai bagian kota.

Terdapat dua pemikiran yang berkembang dalam memahami keterkaitan antara pembangunan dan sektor formal (Effendi 1995:73), yaitu pertama pemikiran yang menyatakan bahwa kehadiran sektor informal sebagai gejala transisi dalam proses pembangunan di negara sedang berkembang, merupakan keniscayaan yang dijumpai pada beberapa keadaan. Pandangan ini berpendapat bahwa sektor informal berangsur-angsur akan berkembang menjadi sektor formal seiring dengan meningkatnya pembangunan.

Pemikiran kedua berpendapat bahwa kehadiran sektor informal merupakan gejala adanya ketidakseimbangan pembangunan. Kehadiran sektor informal dipandang sebagai akibat kebijaksanaan pembangunan yang dalam banyak hal lebih menitikberatkan pada sektor modern (perkotaan) atau industri, dari pada sektor tradisional (pertanian). Ketidakseimbangan pembangunan desa dan kota ini, menyebabkan terjadinya arus migrasi dari desa ke kota. Di kota segalanya serba ada

(2)

dan tersedia, menjadi daya tarik bagi orang untuk datang ke kota dengan harapan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Berkurangnya kesempatan kerja di desa, dan pada saat yang sama tertarik oleh harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan berpenghasilan tinggi menjadikan terjadinya arus urbanisasi yang terus berlangsung sehingga menyebabkan pesatnya pertumbuhan penduduk kota. Rendahnya tingkat pendidikan dan tidak adanya keahlian yang mendukung menyebabkan hanya sebagian kecil dari pencari kerja yang dapat diterima pada sektor formal. Pada situasi inilah ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang bagi pencari kerja.

Sektor informal di bidang ekonomi yang muncul dan menjadi fenomena di perkotaan adalah pedagang kaki lima. Kurang matangnya perencanaan dan pengawasan pembangunan pada seluruh bagian kota, menyebabkan sektor ini berkembang sendiri secara spontan, dalam arti tidak terencana dan liar. Selain itu dalam proses perencanaan tata ruang kota keberadaan dan peruntukkan ruang bagi sektor informal dalam hal ini pedagang kaki lima tidak direncanakan secara tegas seperti layaknya sektor formal. Pada akhirnya pedagang kaki lima tumbuh dengan memanfaatkan ruang publik kota yang dianggap strategis seperti trotoar dan bahu jalan di kawasan perdagangan, dan mengakibatkan gangguan bagi pengguna yang lain seperti pembeli, pemilik toko dan pejalan kaki yang sekedar ingin menikmati kawasan tersebut.

(3)

Fenomena pedagang kaki lima melanda hampir semua kota-kota besar di Indonesia, tidak terkecuali Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Baru. Kecamatan Medan Baru mempunyai karekteristik yang unik untuk dikaji karena wilayahnya mempunyai beberapa fungsi ruang yang kompleks. Selain beberapa ruas jalannya berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa, sebagai pusat pemerintahan, ada juga yang mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan.

Hal ini memeberikan keterwakilan fungsi yang beragam untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pedagang kaki lima terhadap lingkungan sekitar tentang kehadiran pedagang kaki lima itu sendiri. Di Kecamatan Medan Baru pedagang kaki lima dapat terlihat di jalan-jalan dan di lokasi pusat aktivitas masyarakat lainnya khususnya pada kawasan perdagangan dan jasa seperti pada Jalan Iskandar Muda. Dalam beraktivitas pedagang menempati ruang-ruang publik seperti trotoar, emperan toko dan pelataran parkir.

Keberadaan pedagang kaki lima di sepanjang Jalan Iskandar Muda tersebut tidak hanya karena adanya tarikan oleh kawasan perdagangan seperti Pringgan Plaza, namun juga perkembangan kawasan lainnya di sekitar Jalan Iskandar Muda seperti kawasan pendidikan dengan adanya perguruan tinggi, perkantoran dan permukiman.

Dalam pelaksanaannya, Peraturan Daerah tidak dapat mengatasi problematika yang dihadapi dalam penanganan dan penataan pedagang kaki lima karena didalamnya tidak memuat acuan-acuan atau arahan-arahan ruang dan lokasi serta daya tampung atau kawasan secara teknis dan terperinci bahkan sering terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaannya. Diantaranya adalah penyalahgunaan dengan

(4)

merubah sarana fisik yang diperbolehkan yaitu bangunan semi permanen menjadi bangunan permanen. Pada akhirnya, legalitas lokasi aktivitas PKL yang biasanya ditempatkan di dalam ruang-ruang publik seperti di atas trotoar, di atas saluran drainase dan ruang publik lainnya patut dipertanyakan, karena ketidakberdayaannya peraturan tersebut dalam menangani PKL.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu aktivitas pedagang kaki lima yang tidak diakomodir dalam rencana tata ruang akan selalu menempati ruang-ruang publik kota seperti trotoar dan bahu jalan di kawasan perdagangan yang berada di Jalan Iskandar Muda Medan. Aktivitas tersebut selain mengakibatkan kesemrawutan kawasan juga membentuk interaksi yang belum dikenali bentuknya. Selain itu permasalahan lainnya yaitu belum berhasilnya Pemerintah Kota Medan dalam menata dan mengatur kawasan perdagangan di Jalan Iskandar Muda Medan mengakibatkan kesemrawutan kawasan.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh keberadaan pedagang kaki lima terhadap jalur pejalan kaki di Jalan Iskandar Muda, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan sebagai salah satu unsur dalam penataan dan pengelolaan secara menyeluruh. Oleh karena itu research question yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

(5)

”Bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan pedagang kaki lima terhadap kenyamanan jalur pejalan kaki di Jalan Iskandar Muda Kecamatan

Medan Baru Kota Medan?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh yang ditimbulkan oleh kerberadaan pedagang kaki lima terhadap jalur pejalan kaki di Jalan Iskandar Muda Medan berdasarkan aktivitas yang terjadi.

1.4 Manfaat Penelitian

Studi ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang pembangunan kota, khususnya dalam pendekatan terhadap masalah pedagang kaki lima di kawasan perdagangan. Kemudian hasil studi ini diharapkan pula dapat menjadi salah satu masukan sebagai arahan dalam penataan kawasan perdagangan secara menyeluruh, sehingga akan terwujud kawasan perdagangan Jalan Iskandar Muda yang tertib, bersih dan indah serta semua stakeholder kota akan merasa nyaman berada di kawasan perdagangan tersebut.

(6)

1.5 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka Berfikir

LATAR BELAKANG

Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar melahirkan sektor informal yaitu PKL yang menempati ruang publik seperti trotoar diberbagai bagian kota

PERMASALAHAN

Tidak adanya peruntukan lahan bagi PKL, sehingga PKL menempati ruang – ruang kota termasuk ruang publik sehingga terjadi distorsi fungsi dari ruang tersebut

RESEARCH QUESTION

Bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh keberdaan PKL terhadap kenyamanan jalur pejalan kaki

TUJUAN

Melakukan kajian terhadap PKL yang beraktivitas untuk mengetahui pengaruh keberadaan PKL terhadap kenyamanan jalur pejalan kaki di Jalan Iskandar Muda, Kecamatan Medan Baru.

KARAKTERISTIK AKTIVITAS PKL • Jenis dagangan

• Sarana Usaha fisik aktivitas

IDENTIFIKASI JALUR PEJALAN KAKI DI JALAN ISKANDAR MUDA MEDAN

ANALISIS

• Hubungan karekteristik PKL terhadap kenyamnan jalur pejalan kaki (analisi Chi-square)

• Hubungan karekteristik PKL terhadap kenyamnan jalur pejalan kaki (Deskriptif kualitatif)

KAJIAN TEORI Kebijakan aturan– aturan yang mengikat

(7)

1.6 Struktur Penulisan Tesis

Dalam penelitian ini, sistematika pembahasan yang dipergunakan adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, kerangka pemikiran , dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai tinjauan teori kepustakaan dan hal–hal yang berkaitan dengan aspek pedagang kaki lima, dan aspek pedestrian ways.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai tahap-tahap dalam pengerjaan penelitian ini yang meliputi waktu dan lokasi studi, metode-metode penelitian yang dipergunakan untuk melakukan analisis-analisis permasalahan-permasalahan yang dijumpai dalam penelitian.

BAB IV TINJAUAN KAWASAN

Bab ini membahas mengenai gambaran umum wilayah studi, yaitu meliputi aspek fisik dasar, aspek sosial kependudukan, aspek guna lahan, kondisi pedagang kaki lima dan kondisi pedestrian ways di lokasi studi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan analisa terhadap hasil amatan pada lokasi penelitian dan teori-teori yang mendukungnya. Hasil amatan di buat

(8)

dalam bentuk tabulasi atas semua informasi yang dikumpulkan baik di lapangan maupun studi literatur. Kemudian dilakukan pengolahan data menuju kesimpulan akhir tesis ini.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berisikan kesimpulan serta rekomendasi yang dapat diusulkan untuk menangani masalah di wilayah studi.

Gambar

Gambar 1.1  Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut disebabkan karena (A) semakin banyak perumahan semakin sedikit air yang terserap tanah.. (B) semakin banyak perumahan semakin sedikit orang yang

Dengan kata lain, pada zaman kemerdekaan (sampai sekarang), Cipageran tetap berkedudukan sebagai kabuyutan. Akan tetapi kedudukan dan fungsi kabuyutan itu

Kondisi awal model adalah elevasi muka air bendung berdinding lingkar, debit aliran atau kecepatan pada kondisi awal yaitu diambil sebesar 1,0 m/det, yang dapat

Analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan fitokimia tepung daun katuk dalam ransum berbasis pakan lokal tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi

Persentase kadar glukosa pada Tabel 1 ternyata menunjukkan bahwa dosis ekstrak daun kelor 30% memiliki ke- mampuan untuk menurunkan kadar glukosa yang paling

Sebagaimana penjelasan dari Jogiyanto (2003: 327), definisi DSS atau sistem penunjang keputusan adalah suatu sistem informasi untuk membantu manajer level menengah

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada