• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Dampelas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Pokok Bahasan Sistem Periodik Unsur Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Dampelas"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

*Sitti Rahmi, Irwan Said, dan Solfarina

Pendidikan Kimia/FKIP - Universitas Tadulako, Palu 94118 - Indonesia 94118

Abstract

Keywords: Cooperative learning, Type Two Stay Two Stray; learning outcomes; periodic table. Pendahuluan

Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan peserta didik berusaha mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik, dan terampil di bidangnya (Indriyani, 2011). Menurut Lie dalam Susanto (2012, sistem pendidikan di Indonesia bertujuan menggali potensi dan memperhatikan perkembangan moral dan sosial untuk mempersiapkannya

terjun dalam masyarakat. Sedangkan menurut Suryana dan Sunarti (2013), Pendidikan dalam kehidupan merupakan hal penting untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sehingga perlu diadakan berbagai tindakan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, salah satunya dengan mengadakan perbaikan dalam proses pembelajaran. Namun pada dasarnya guru tetap merupakan unsur kunci utama yang paling menentukan, sebab menurut Samtono (2010), guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan, dan berada di titik sentral dari setiap usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan

Hasil observasi dan wawancara dengan salah seorang guru kimia di SMA Negeri I Dampelas Learning is teacher centered learning chemistry, causing the interest and creativity of the students do not develop. This condition contributes to the low state of students learning outcomes. Students learning outcomes will be better is students experience for themselves what really happened. Therefore we need a method of teaching which is one oriented to students. This study uses a model of cooperative learning TSTS which is one method of teaching. The purpose of this study is to determine the effect of the application of the positive cooperative learning model TSTS on the subject of the periodic system of elements of the learning outcomes of students of class X SMA Negeri 1 Dampelas. The study population was all students in the class X SMA Negeri 1 Dampelas Academic Year 2012/2013 consisting of six classes. The study sample consisted of two classes, namely class XA 32 people as the experimental class and the class XF 32 people as the class control are determined by purposive sampling. Results of analysis of data obtained for the mean score on the experiment class X1 = 76,50 with a standard deviation = 12,18 and the control class X2 = 57,81 with a standard deviation = 16,26. Based on the hypothesis testing results obtained tcounting = 5,21 and ttable = 2,00 at α = 0,05. In this case H1 is accepted and Ho is rejected, because tcounting is in the rejection of Ho. It can be concluded that the application of cooperative learning model TSTS on the subject of periodic system of elements had a positive effect on learning outcomes of students of class X SMA Negeri 1 Dampelas

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TWO STAY TWO STRAY PADA POKOK BAHASAN SISTEM

PERIODIK UNSUR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X

SMA NEGERI 1 DAMPELAS

Effect of Cooperatife Learning Model Type Two Stay Two Stray To the Periodic

System of Elements of the Learning Outcome of Student of Class X

SMA Negeri 1 Dampelas

Received 06 January 2014, Revised 14 February 2014, Accepted 17 February 2014

*Correspondence: S. Rahmi

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako,

email: rahmi_sitti@gmail.com Published by Universitas Tadulako 2014

(2)

mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA, khususnya kimia yang berlangsung di SMA Negeri I Dampelas menggunakan model pembelajaran konvensional. Guru memberikan penjelasan secara lisan dan langsung tentang materi yang akan diajarkan. Kegiatan pembelajaran dimulai dari uraian untuk memperjelas bahan ajar yang disertai contoh-contoh, siswa mencatat, bertanya, kemudian guru menjawab dan diakhiri dengan latihan sebagai umpan balik. Melalui penerapan metode tersebut, keaktifan siswa sangat kurang. Siswa tidak terdorong untuk mencari tetapi hanya menerima apa yang diberikan. Peranan siswa untuk turut menentukan apa yang diberikan kepadanya tidak ada, kalaupun ada, peranan itu sangat kecil karena semuanya guru yang memilih pengalaman belajar untuknya. Selain itu dengan metode konvensional (ceramah) minat dan kreativitas siswa tidak berkembang. Hal ini dikarenakan model pembelajaran konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran bersifat Teacher centered learning.

Rendahnya motivasi belajar membuat proses pembelajaran menjadi kurang efektif, sehingga siswa tidak akan mengerti materi-materi yang diajarkan guru (Rusman, 2012). Menurut Junaryadi (2010), pembelajaran yang efektif menekankan pada bagaimana agar peserta didik mampu ‘belajar cara belajar’, dan melalui kreaktivitas guru, pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan. Proses pembelajaran yang efektif merupa kan harapan semua pihak terkait dengan pendi-dikan.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang menyenangkan dan dapat mengaktifkan siswa. Salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan mudah diterapkan adalah tipe two stay two stray (TSTS) (Dewi, 2009). Teknik-teknik dalam TSTS sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran karena teknik ini dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, menuntut siswa untuk berkomunikasi. Kecenderungan belajar siswa dalam pembelajaran ini menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompok karena setiap siswa mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa, kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan, saling membelajarkan (Peer Tutoring), karena selama ini siswa cenderung belajar dengan hapalan daripada

secara aktif mencari tahu untuk membangun pemahaman mereka sendiri, terhadap konsep kimia bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep kunci atau hubungan antar konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut dan membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar (Lie, 2008). Berdasarkan hal di atas, maka peneliti merasa terdorong untuk melakukan kegiatan penelitian eksperimen dengan judul “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada pokok bahasan sistem periodik unsur terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri I Dampelas”

Hasil Belajar

Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik individual maupun kelompok, baik mandiri maupun dibimbing. Belajar merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang, mulai dari buaian sampai ke liang lahat tidak terkecuali baik pria maupun wanita. Keinginan belajar untuk setiap orang berbeda bergantung pada ada tidaknya dorongan pada diri setiap individu. Dorongan untuk belajar ini biasa datang dari dirinya sendiri yang disebut motivasi instrinsik, biasa juga datang dari luar dirinya yang disebut motivasi ekstrinsik. Dorongan untuk belajar ini kadarnya berbeda untuk setiap individu bergantung pada perkembangan kognitif anak/siswa. Pada siswa sekolah dasar kadar dorongan belajarnya masih kecil, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin kuat dorongan belajarnya (Suprayekti, 2003).

Konsep belajar telah banyak dideskripsikan oleh pakar psikologi, antara lain oleh Masitoh (2011) :

1.

Belajar adalah perubahan berkenaan dengan disposisi atau kapabilitas individu.

2.

Belajar merupakan perubahan yang terus-menerus dalam kinerja atau potensi kinerja manusia.

3.

Belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menulusuri, dan memperoleh sendiri.

4.

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui melalui pengalaman dan latihan-latihan baru.

5.

Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai suatu fungsi praktis atau pengalaman.

Berdasarkan uraian tentang konsep belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang relatif permanen yang merupakan hasil dari praktek

(3)

atau pengalaman. Prinsip-prinsip belajar meliputi:

1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

•Setiap siswa dalam belajar harus diusahakan

berpartisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

•Belajar dapat menimbulkan reinforcement

dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

2. Sesuai hakikat belajar

•Belajar merupakan proses kontinu,

maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.

•Belajar adalah proses organisasi, adaptasi,

eksplorasi dan discovery.

•Belajar adalah proses kontinuitas

(hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.

3. Sesuai materi yang harus dipelajari

•Belajar bersifat keseluruhan dan materi

itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

•Belajar harus dapat mengembangkan

kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4. Syarat keberhasilan belajar

•Belajar memerlukan sarana yang cukup,

sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

•Repetisi dalam proses belajar perlu ulangan

berkali-kali agar pengertian/ ketrampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.

Hamalik (2004), menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan pernyataan kemampuan siswa yang diharapkan dalam menguasai sebagian atau seluruh kompetensi yang dimaksud. Hasil belajar yang dimaksud Hamalik tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pembelajaran dan dampak pengiring. Dampak pembelajaran adalah suatu hasil yang tertuang dalam nilai rapor dan angka dalam ijazah yang dapat diukur. Sedangkan yang dimaksud dengan dampak pengiring yaitu terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain.

Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ismail dalam Ratnasari (2012), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Ismawati dan Hindarto (2011), pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok - kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Setiap anggota dalam menyelesaikan tugas kelompok, saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran .

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur, yang termasuk dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson dan Johnson, 2002), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Menurut Amin, dkk. (2012), pembelajaran dengan model TSTS memberi kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dalam dan antar kelompok, sehingga pembelajaran dengan model ini cocok digunakan pada kelas yang mempunyai prestasi belajar rendah. Model pembelajaran TSTS dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan dipandang tepat dalam proses belajar dikelas karena dapat melatih siswa berfikir kritis, kreatif dan efektif serta saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi dalam kelompoknya dan kelompok lain (Zulirfan, 2009).

Lie (2008), mengemukakan bahwa model TSTS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan kesempatan kepada anggota kelompok yang berdiskusi untuk membagi hasil dan informasi kepada kelompok lain. Saat diskusi siswa diharapkan lebih aktif, baik sebagai penerima tamu yang menyampaikan hasil diskusi maupun sebagai tamu yang bertanya informasi kepada kelompok lain. Model TSTS merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama siswa dalam kelompok berkaitan dengan

(4)

kehidupan nyata bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain. Model pembelajaran ini dipandang tepat dalam proses belajar dikelas karena dapat melatih siswa berfikir kritis, kreatif dan efektif serta saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi dalam kelompoknya dan kelompok lain (Zulirfan, 2009).

Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif TSTS memperhatikan kemampuan akademis siswa. Guru membuat kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaah kelas karena masing-masing kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok.

Metode

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September Tahun 2013. Waktu penelitian ini bertempat di SMA Negeri 1 Dampelas.

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Sedangkan Menurut Margono dalam Muhammad (2011), populasi adalah keseluruhan data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X semester ganjil SMA Negeri 1 Dampelas. Sampel yang digunakan pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling atau sampling pertimbangan yaitu kelas yang mempunyai hasil belajar siswa relatif sama dalam proses belajar kimia sehingga dapat dianggap kedua kelas ini mempunyai kemampuan awal yang sama. Sampel tersebut diambil dua kelas yaitu kelas XAdengan jumlah siswa sebanyak 32 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas XF dengan jumlah siswa 32 orang juga sebagai kelas kontrol.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes hasil belajar kimia. Tes hasil belajar siswa disusun dengan maksud untuk memperoleh data hasil belajar siswa kelas X dalam pembelajaran kimia di SMA Negeri 1 Dampelas..

Tes ini dibuat dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice) sebanyak 25 item yang telah di validasi, dimana pemberian skor untuk

tiap item akan didasarkan pada benar atau salahnya jawaban. Jawaban yang benar akan memperoleh skor 1 (satu) dan jawaban yang salah akan memperoleh skor 0 (nol). Tes ini digunakan sebagai tes akhir untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kelompok kontrol dan eksperimen. Melalui alat ini diharapkan dapat mengungkapkan data penguasaan siswa terhadap pelajaran kimia pada pokok bahasan sistem periodik unsur.

Hasil dan Pembahasan Deskripsi Data Hasil Penelitian

Setelah kedua sampel kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diberi perlakuan, maka kedua sampel tersebut diberikan post test, distribusi frekuensi hasil

post test kelompok eksperimen secara lengkap dapat dlihat pada Tabel 1:

Sementara distibusi frekuensi hasil post test kelompok kontrol secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2:

Hasil Pengujian Prasyarat Pengujian Normalitas

Berdasarkan hasil post test tersebut akan diuji

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Skor Post test

Kimia Kelas Eksperimen

Interval f i xi fi . xi xi2 fi . xi2 Kelas 56 – 62 6 59 3481 354 20886 63 – 69 4 66 4356 264 17424 70 – 76 6 73 5329 438 31974 77 – 83 5 80 6400 400 32000 84 – 90 91 – 97 65 8794 75698836 522470 4541444180 Jumlah 32 459 35971 2448 191878

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Skor Post Test

Kimia Kelas Kontrol

Interval fi xi fi . xi xi2 fi . xi2 kelas 28 - 37 5 32,5 1056,25 162,5 5281,25 38 - 47 4 42,5 1806,25 170 7225 48 - 57 6 52,5 2756,25 315 16537,5 58 - 67 7 62,5 3906,25 437,5 27343,75 68 - 77 6 72,5 5256,25 435 31537,5 78 - 87 4 82,5 6806,25 330 27225 Jumlah 32 345 21587,5 1850 115150

(5)

normalitas data. Uji normalitas menggunakan rumus chi-kuadrat. (Sudjana, 2005)

=

=

k i i i i hit

E

E

O

1 2 2

(

)

χ

Hasil uji normalitas yang diperoleh dari data hasil post test yaitu pada kelompok eksperimen diperoleh X2

hitung sebesar 6,61 dan X2tabel sebesar

7,81. Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh X2

hitung sebesar 6,43 dan X2tabel sebesar

7,81. Data tersebut menunjukkan kelompok eksperimen dan kontrol berdistribusi normal, karena X2

hitung < X2tabel.

Pengujian Homogenitas

Penentuan homogenitas kedua kelas yang di jadikan sebagai sampel menggunakan rumus uji F (kesamaan dua varians). (Sudjana, 2005)

F =VariansVariansTerbesarTerkecil

Pada pengujian kesamaan dua varians data hasil post test diperoleh varians untuk kelompok eksperimen sebesar 148,58 sedangkan varians untuk kelompok kontrol sebesar 264,41, sehingga harga Fhitung = 1,77.Berdasarkan nilai

F-tabel, untuk taraf signifikan (α) 5% dengan

dk pembilang 31 dan penyebut 31 diketahui harga F (0,025)(31,31) = 1,82. Karena harga Fhitung

< Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa kedua

kelompok mempunyai varians yang sama (homogen).

Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hipotesis dalam penelitian ini yaitu antara pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan konvensional, maka pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji “t” pihak kanan. Analisis menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat memberikan pengaruh positif pada pokok bahasan sistem periodik unsur terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Dampelas penelitian

Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pembelajaran konvensional dapat diketahui berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan sistem periodik unsur dengan menggunakan uji “t” pihak kanan. Data yang digunakan untuk menganalis adalah data nilai post test pada pokok bahasan sistem periodik unsur yang diberikan pada akhir pembelajaran. Rumus yang digunakan adalah uji “t” pihak kanan. Hal ini disebabkan

karena kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai data yang berdistribusi normal dan varians yang sama. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh harga thitungsebesar

5,21 sedangkan harga t(0,975),(62) sebesar 2,00.

Oleh karena thitungtidak berada direntang -2,00

dan 2,00, ini berarti bahwa thitung berada di

daerah penolakan H0. Hasil uji hipotesis ini

diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada pokok bahasan sistem periodik unsur memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Dampelas.

Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah salah satu upaya yang baik yang dilakukan dalam proses pembelajaran kimia khususnya pada pokok bahasan sistem periodik unsur. Setelah dilakukan pembuktian antara dua sampel dengan uji “t” pihak kanan dapat diketahui bahwa pengujian hipotesis penelitian ini ada pengaruh antara yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan konvensional. Ini berarti, hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dari hasil belajar siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, dengan rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 76,50 dan kelas kontrol sebesar 57,81. Ini juga dapat dilihat pada hasil analisa data, berdasarkan data hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t, dimana diperoleh nilai thitungberada di daerah penolakan

H0 atau dengan kata lain ada pengaruh positif

dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap hasil belajar kimia siswa kelas X. Hasil belajar kimia siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

Pembelajaran kooperatif tipe TSTS yaitu merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan kesempatan kepada anggota kelompok yang berdiskusi untuk membagi hasil dan informasi kepada kelompok lain. Saat diskusi siswa diharapkan lebih aktif, baik sebagai penerima tamu yang menyampaikan hasil diskusi maupun sebagai tamu yang bertanya informasi kepada kelompok lain. Model TSTS merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama siswa dalam kelompok berkaitan dengan kehidupan nyata bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain (Lie, 2008).

(6)

Nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa pada kelas eksperimen yang lebih tinggi daripada kelas kontrol, karena siswa tertarik dengan kegiatan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran TSTS. Pada saat diskusi kelompok, siswa memperhatikan intruksi dari guru, mampu memanfaatkan kerjasama kelompok dalam menjawab soal, saling bertukar informasi antar kelompok, mampu mempresentasekan hasil diskusi mereka, dan mampu memanfaatkan sumber belajar yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

Menurut Stahl dalam Anggraeni (2011), menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Melalui pembelajaran ini siswa bersama kelompok belajar secara gotongroyong, setiap anggota kelompok saling membantu yang lemah. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok dan keberhasilan individu adalah keberhasilan kelompok.

Pada pembelajaran konvensional yang dilakukan pada kelas kontrol, keseluruhan proses belajar-mengajar lebih didominasi oleh guru yang biasa disebut dengan teacher centered learning. Guru dalam hal ini sepenuhnya memberikan informasi dan ilmu pengetahuan pada siswa, peran aktif siswa hanya sekedar mendengarkan dan memperoleh langsung hasil dari tugas atau persoalan dari guru. Pada umumnya siswa mendapat penuturan secara lisan dan bersifat pasif, yakni menerima apa yang dijelaskan oleh guru tanpa berbuat semaksimal mungkin. Pembelajaran konvensional, guru memberikan penjelasan secara lisan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran langsung tentang materi yang akan diajarkan. Kegiatan pembelajaran dimulai dari uraian untuk memperjelas bahan ajar yang disertai contoh-contoh, siswa mencatat, bertanya, kemudian guru menjawab dan diakhiri dengan latihan sebagai umpan balik.

Lebih lanjut, rendahnya nilai rata-rata siswa pada kelas dengan pembelajaran konvensional disebabkan karena dalam proses pembelajaran interaksi yang terjadi antara siswa dengan pengajar masih sangat kurang. Hal ini terjadi karena kurangnya rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran sendiri, misalnya dalam pengerjaan soal-soal latihan yang diberikan oleh pengajar lebih banyak dikerjakan oleh siswa yang memiliki kemampuan hasil belajar yang baik, sedangkan yang memiliki kemampuan hasil belajar yang rendah terkesan pasif untuk

menyelesaikan soal-soal latihan pada saat proses belajar-mengajar.

Pentingnya proses pembelajaran yang menuntut kemandirian siswa untuk menentukan sendiri pemecahan dari suatu masalah atau konsep, sehingga siswa tidak lagi hanya mengharapkan informasi maupun pengetahuan dari gurunya melainkan dari dirinya sendiri. Meskipun demikian, seorang guru juga harus bisa menyesuaikan antara metode pembelajaran dengan materi pelajaran, karena tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dengan metode yang sama.

Hasil penelitian Purmiati (2012), menyimpulkan bahwa penerapan metode Kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Indikator peningkatan hasil belajar siswa terlihat dari bertambahnya semangat dan antusias siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Yusuf (2012), menyimpulkan bahwa hasil dari penerapan metode pembelajaran model TSTS ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prestasi belajar siswa. Qomariyah dan Badriyah (2010), menunjukkan bahwa penerapan metode TSTS termasuk kategori cukup dan telah sesuai dengan teori yang ada. Hal tersebut dikarenakan metode TSTS menjadikan siswa sebagai subyek dalam proses pembelajaran, sehingga teknik ini menuntut siswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung.

Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada pokok bahasan sistem periodik unsur memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada: Ilham selaku Kepala sekolah SMA Negeri 1 Dampelas, Wayan selaku Guru Kimia di SMA Negeri 1 Dampelas dan adik-adik siswa-siswa XA dan XF SMA Negeri 1 Dampelas.

(7)

Referensi

Amin, D. N., Antonius, T. W., & Sudarmin. (2012). Pengembangan perangkat pembelajaran ekonomi pada materi konsumsi dan investasi berbasis humanistik model kooperatif two stay two stray (tsts). Journal Innovatife of Curriculum and Educational Technology, 1(2).

Anggraeni, D. (2011). Inproving social instructional quality by cooperative model, course review horay type at fourth SDN Sekaran 1 Semarang. Jurnal Kependidikan Dasar, 1(2), 196-197.

Dewi, P. (2009). Remediasi miskonsepsi siswa SMA kelas X pada bahan kajian struktur atom melalui penggunaan software multimedia interaktif. (Skripsi Tidak Diterbitkan). FPMIPA UPI, Bandung

Hamalik, O. (2004). Psikologi belajar dan mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensinda. Indriyani, C. (2011). Peningkatan kualitas

pembelajaran IPS dengan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray (tsts) pada siswa kelas IV SD Tambakaji 5 Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Jurnal Kependidikan Dasar, 1(2). Ismawati, N., & Hindarto. (2011). Penerapan

model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural two stay two stray (tsts) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Boja. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 38-41.

Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (2002). Penilaian bermakna sebuah proses kooperatif. Boston: Allyn & Bacon.

Junaryadi, B. (2012). Pengembangan perangkat pembelajaran matematika model kooperatif tipe two stay two stray (tsts) dengan pendekatan konstruktivisme untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Jurnal of Elementary education, 1(1).

Lie, A. (2008). Cooperative learning. Jakarta : PT. Grasindo.

Masitoh. (2011). Strategi pembelajaran. Diunduh kembali dari http:// f i l e . u p i . e d u / Di re k t o r i / F I P / J U R . _

K U R I K U L U M _ D A N _ T E K . _ PENDIDIKAN/194806261980112-MASITOH/Strategi_Pembelajaran-Dra._ Masitoh,_M.Pd.pdf.

Muhammad, I. (2011). Hasil belajar siswa pada materi bangun ruang melalui pendekatan realistik (suatu penelitian pada anak kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Malaka Aceh Besar). Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 10(1), 6.

Purmiati, R. (2012). Penerapan metode kooperatif tipe two stay two stray (tsts) untuk peningkatan aktivitas belajar IPA siswa di SMP Negeri Purworejo. Jurnal Pendidikan Fisika, 1(1).

Qomariyah, I. & Badriyah, L. (2010). Upaya peningkatan keterampilan berargumentasi pendidikan agama islam dengan metode two stay two stray (tsts) pada siswa kelas XI di SMA Al-Muniroh Ujung Pangkah Gresik. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Agama Islam, 1(1), 37–52.

Ratnasari. (2012). Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray (tsts) ditinjau dari hasil belajar matematika siswa. Jurnal Pendidikan Matematika,1(2).

Rusman, S. (2012). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (student teams achievement division) dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi fungsi di kelas VIII Amtsn Kertapati Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Ilmiah Manajemen Pendidikan, 6(1).

Samtono. (2010). Guru sebagai key person dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah. Among Makarti, 3(6), 95. Sudjana. (2005). Metode statistika. Bandung:

Tarsito.

Suryana, F, A., & Sunarti, T. (2013). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe stad pada materi ipa terpadu bunyi dan sistem pendengaran pada manusia di kelas VIII SMPN 1 Pacet Mojokerto. Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, 1(1), 77-80 Suprayekti, (2003). Interaksi belajar mengajar.

(8)

Departemen Pendidikan Nasional.

Susanto, J. (2012). Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis lesson study dengan kooperatif tipe numbered heads together untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA di SD. Journal of Primary Educational, 1(2), 71-77.

Yusuf. (2012). Penerapan pembelajaran

kooperatif model two stay two stray (tsts) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata diklat kewirausahaan (studi pada kelas X SMK Ardjuna 2 Malang). Jurnal Diklat Kewirausahaan.

Zulirfan. (2009). Hasil belajar keterampilan psikomotor fisika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tps dan tsts pada siswa kelas X Ma Dar El Hikmah Pekanbaru. Jurnal Geliga Sains, 3(1), 43-47.

Gambar

Tabel 2.  Distribusi Frekuensi Skor Post Test  Kimia Kelas Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kegiatan melipat kertas dengan kreativitas anak terbukti adanya peningkatan dari minggu pertama sampai minggu keenam dalam semua aspek

Dalam penelitian ini, metode WebQual yang digunakan adalah WebQual versi 4.0 yang telah dimodifikasi dengan menambahkan dimensi kualitas antarmuka pengguna (user

kata menjadi kata “pisang goreng” dengan bantuan guru Anak mampu melihat video proses pertumbuhan pisang dan menyusun kartu. kata menjadi kata “pisang goreng” tanpa

Judul : perubahan perilaku seksual beresiko di kalangan pengguna NAP2A melalui model pemberdayaan pendidik komunitas (studi eksperimen penanggulangan penyalahgunaan NAP2A

The objective of this research is to find out if there is any significant difference of English speaking ability between boarding and non-boarding school of the

mengakibatkan kerugian perusahaan, oleh karena itu perlu dikaji sistem eksploitasi sesuai dengan tipelogi klon sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Garis besar ajaran positivisme berisi sebagai berikut: pertama , hanya ilmu yang bebas nilai yang dapat memberikan pengetahuan yang sah; kedua , hanya fakta

pipa di dalamnya, fluida tersebut mengalir melalui cincin yang berbentuk silinder pipa, maupun silinder dalam dan silinder luar.Karena kedua aliran fluida melintas