IMPLEMENTASI ASPEK PENDIDIKAN DALAM QUR’AN SURAT AL-AHZAB 21 BAGI PENDIDIK ERA MILLENIAL
Nurdin
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementrian Agama Provinsi Aceh Email: [email protected]
com
Diterima tgl, 24-02-2019, disetujui tgl 14-04-2019
Abstract: Today, very few educators adopt and apply educational methods as mentioned in the Quran. They seem to appreciate Western education theory more. Lack of understanding of the Quran is believed to contribute to this shift. The Quran offer many concepts related to education such as methods, techniques, strategies, and other aspects of teaching and learning that are crucial in instilling religious values to the youth. This qualitative study seeks to explore aspects of education especially those mentioned in the Surah Al-Ahzab verse 21 and how educators can apply values in their teaching to the youth. The findings show that the
Surah Al-Ahzab:21 talks about one of the educational aspects referred to as uswatun hasanah, aspects of role models practiced by the Prophet Muhammad PBUH. This includes honesty, trustworthy, wise and smart, and conveying which everybody needs to implement in all aspects of their daily life.
Abstrak: Dewasa ini para pendidik sedikit sekali mengadopsi dan menerapkan metode pendidikan seperti yang disebutkan dalam Al-Quran. Mereka tampaknya lebih menghargai teori pendidikan Barat. Hal ini diyakini sebagai akibat kurangnya pemahaman atas Al-Quran Faktanya, kita dapat menemukan banyak hal yang berkaitan dengan pendidikan dalam Al-Quran yang mencakup metode, teknik, strategi, dan aspek pengajaran dan pembelajaran lainnya yang penting dalam proses mendidik generasi muda yang religius. Penelitian kualitatif ini berusaha menggali aspek pendidikan terutama yang disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab ayat 21 dan bagaimana pendidik dapat menerapkan nilai-nilai dalam pengajaran mereka tentang generasi muda. Temuan menunjukkan bahwa terdapat aspek pendidikan yang terkandung dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 yang dikenal sebagai 'uswatun hasanah' atau aspek model peran seperti yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad saw. Ini mencakup pemodelan sikap' (jujur), 'amanah' (dapat dipercaya), sikap 'fathanah' (menjadi bijaksana dan pintar), dan sikap 'tabligh' (menjadi komunikatif) yang perlu diimplementasikan dalam semua aspek kehidupan sehari-hari seseorang.
Kata Kunci: nilai pendidikan, Al-Ahzab ayat 21, era guru millenial
A. Pendahuluan
Salah satu keistimewaan Al-qur’an sebagai kitab suci yang telah di turunkan oleh Allah Swt dan mukjizat Rasulullah Saw yaitu berisikan berbagai ajaran dan nilai-nilai pendidikan bagi manusia. Dengan adanya berbagai ajaran pendidikan tersebut, Allah SWT
membuktikan kepada manusia bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw adalah benar merupakan wahyu darinya”.1
Dalam konteks ini, kitab suci Al-Qur’an mengandung berbagai informasi dan sumber informasi bagi manusia yang apabila dikaji dan diteliti secara mendalam. Proses pengkajian Al-Qur’anulkarim tentunya dibutuhkan metode dan ilmu yang luas yang harus dimiliki oleh seseorang agar diperoleh gambaran yang jelas dalam Al-Qur’an itu, termasuk dalam hal ini adalah ilmu mendidik. Dengan demikian, diantara 6666 ayat yang ada di dalam al-Qur’an, terdapat beberapa ayat yang membicarakan tentang metode mendidik ala Al-Qur’ani.
Problematika yang terjadi dewasa ini adalah minimnya para pendidik milenial mengimplementasikan nilai-nilai ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an bahkan lebih cenderung mengadopsi atau memakai teori-teori yang dikemukakan oleh para pakar barat. Sebagai salah satu contoh kecil adalah dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah atau madrasah, maka metode yang sering digunakan oleh guru adalah metode pemberian tugas, strategi teaching and learning dan masih banyak metode-metode lain yang diadopsi dari barat walaupun sifatnya boleh. Padahal masih banyak teori-teori yang sumbernya dari Islam.
Begitu juga dalam hal yang lain, yakni sangat jarang para pendidik milenial dewasa mengimplementasikan sifat keteladanan dalam kehidupannya. Kadang-kadang keteledanan tersebut hanya sering diucapkan dengan kata-kata saja tetapi sangat jarang dipraktekkan oleh pendidik sendiri dalam kehidupannya sehingga melahirkan sikap peserta didik yang tidak diinginkan oleh ajaran Islam. Realita dilapangan juga menunjukkan bahwa banyak terjadinya sikap pelanggaran yang dilakukan oleh pendidik maupun oleh peserta didik, seperti baru-baru ini terjadinya pesta sek berjama’an yang dilakukan oleh 3 orang guru, para pelajar memposting kegiatan sek dengan sesama temannya, dan bahkan banyak kasus-kasus pelanggaran moral lain yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik.
Kondisi demikian telah menunjukkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Realita yang terjadi saat ini tentunya sangat tidak baik terjadi dalam dunia pendidikan, harus ada upaya yang kuat, tegas, efektif dan praktis oleh semua pihak. Baik oleh pendidik milenial itu sendiri kearah yang lebih, maupun dari semua pihak termasuk pemerintah.
Sebagai salah satu solusinya adalah hendaknya para pendidik milenial harus mengimplementasikan pengamalan hidupnya yang sumbernya dari al-Qur’an sebagaiman yang telah dipraktekkan oleh rasulullah Saw dalam kehidupannya yaitu menerapkan sifat
uswatun hasanah. Salah satu nilai subtansial yang dapat dikembangkan oleh guru era milenial adalah menerapkan strategi dan metode mengajar dengan mengadopsi dan mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan yang ditampilkan dalam Al-Qur’an. Walaupan pada kenyataannya para pendidik yang kelahiran era milenial masih jauh dari pengimplementasian dari teori-teori Al-Qur’an dalam hal mendidik. Padahal generasi yang didik juga umumnya kelahiran di era milenial, sehingga menutut seorang guru itu memiliki kompetensi yang maksimal.
Pola atau metode mendidik ala rasulullah yang tertuang dalam surat Al-Ahzab ayat 21 di era milenial sangat relevan untuk diterapkan oleh pendidik era milenial. Karena
konteks ayat tersebut salah satunya adalah lebih menekankan pada menginternalisasi dan mengimplementasi sikap keteladanan dalam diri si pendidik. Oleh karna demikian, ayat tersebut banyak sekali nilai-nilai keteladanan yang dapat dicontohi oleh guru era milenial untuk diimplementasikan dalam dunia pendidikan sehingga akan melahirkan generasi ala Qur’ani.
Artikel ini mencoba mendeskripsikan dua hal penting dari hasil penelitian, yaitu mendeskripsikan aspek pendidikan yang terdapat pada surat Al-Ahzab ayat 21, dan mendeskripsikan cara mengimplementasikan nilai pendidikan dalam surat Al-Ahzab bagi guru era milenial dalam mendidik.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap guru atau pendidik milenial. Namun untuk mendapat datanya, penulis tidak melakukan suatu wawancara melainkan hasil informasinya melalui observasi fenomena yang terjadi pada pendidik milenial saat ini dengan menyandingkan yang ada dalam literatur ayat al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21. Sementara pendekatan yang digunakan dalam penelitian ilmiah ini adalah Library research (penelitian perpustakaan). Yang maksudnya sesuatu penelitian yang dilakukan diruang perpustakaan untuk menghimpun segala data atau bahan serta menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan tersebut, baik berupa buku-buku, periodical-periodikal seperti majalah-majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah sejarah, dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah. 2
Dalam menyajikan penulisan ini, penulis memperoleh data dari beberapa pendapat pakar yang diformulasikan dalam buku-buku, yang disebut dengan penelitian perpustakaan atau library research yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir dan pendidikan, yang terdiri dari sumber primer dan sekunder. Data primer dalam dalam penelitian ini adalah tafsir al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21; Tafsir al-Misbah, Tafsir Jalalian, Tafsir Wadhih, Tafsir Fathul Qadir dan Tafsir Al-Azhar. Sedangkan sumber data sekundernya ialah yang berasal dari beberapa buku pendidikan yang identic dengan penelitian ini. Sementara teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan cara menelaah Al-Qur’an serta terjemahannya, tafsir Al-Qur’an, kitab-kitab tafsir. Untuk memudahkan dalam menganalisis dan mengolah data, tentu saja diorganisasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana.
Kajian Teori
Hakikat Pendidik Era Milenial
Berbicara tentang generasi milenial, dikalangan pemerhati pendidikan topik ini menjadi hal yang sangat urgen, menarik dan hangat diperbincangkan lebih-lebih era saat ini. Hal ini dikarenakan generasi milenial ini rata-rata kisaran kelahirannya yaitu tahun 1980 sampai dengan tahun 2000, kalau diasumsikan untuk generasi saat ini telah mencapai usia
2Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), h. 95.
sekitar 15-34 tahun usia mereka. Esensinya, generasi millenial hidup di era digital dan memanfaatkan media teknologi informasi dalam kehidupannya. Generasi millenial menghabiskan 6,5 jam setiap hari untuk membaca media cetak, elektronik, digital, broadcast
dan berita. Mereka mendengarkan dan merekam musik; melihat, membuat, dan mempublikasikan konten Internet serta tidak ketinggalan menggunakan smartphone.4
Sedangkan guru era milenia adalah guru yang kehidupannya berada pada masa perkembangan era digital saat ini yang kehidupannya serba teknologi informasi sehingga sangat menuntut mereka dalam hal mengasosiasikan teknologi tersebut dalam kehidupan mereka. Mereka dihadapkan dengan derasnya informasi dari berbagai hal, sementara secara kepribadian mereka belum memiliki filter untuk memilah dan memilih informasi. Intinya adalah mereka sangat membutuhkan bimbingan dari seorang guru senior di atasnya.5
Menghadapi masa serba digital saat ini, maka keberadaan guru kelahiran era milenial kompetensinya tidak hanya memadai pada empat saja yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan social bahkan mereka dituntut memiliki kompetensi yang lebih dari itu. Yakni menuntut mereka untuk menguasai teknologi informasi, memiliki kemapuan kritis, mampu memanfaatkan teknologi IT, serta dapat mengkolaborasikan teknologi modern dengan manual dalam setiap kegiatan pembelajaran. Seandainya ada generasi di era X atau genereasi tradisional, mereka diupayakan dapat mengejar ketertinggalan mereka dengan perkembangan teknologi yang serba canggih saat ini. Apabila hal ini tidak dilakukan oleh mereka maka dipastikan mereka akan tertinggal dengan generasi millenial. Hal ini sebagaimana di jelaskan oleh Muhajir Effendi yang bahwa “guru professional di zaman milenial harus memenuhi kompetensi inti (expertise), tanggung jawab sosial (responsibility), dan kesejawatan (esprit de corps).6
Dalam kontek yang lain, untuk menyelesaikan tugas dan segala tanggungjawabnya di sekolah, guru milenial harus melakukannya dengan mekanisme terbaru dan kreatif yakni dengan menggunakan teknologi informasi yang serba digital. Kebutuhan mereka terhadap teknologi merupakan sebagai kebutuhan pokok yang setiap harinya berhadapan dengan anak didik yang besar kemungkinan terlebih dahulu telah mereka ketahui. Dalam kondisi demikian, suatu kewajaran bagi guru milenial untuk lebih update terhadap perkembangan zaman sehingga mereka tidak tertinggal dengan peserta didiknya. Hal ini mengingat keadaan peserta didiknya mampu menjangkau segala hal dan sangat lihai dalam bidang informasi dan teknologi (IT) yang kapanpun dan dimanapun mereka dapat menggunakannya.
Melihat kondisi yang serba canggih saat ini, sehingga menuntut kehadiran guru yang mampu mengarah, membimbing dan menuntun anak didiknya agar dapat memanfaatkan IT
4Teguh Wiyono, tantangan guru generasi milenial tantangan guru generasi milenial dosen di universitas terbuka purwokerto pada fakultas pendidikan, https://satelitpost.com/redaksiana/opini/tantangan-guru-generasi-milenial.
5Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin, Edukasia Islamika : Volume 2, Nomor 2, Desember 2017/1438, Desember 2017/1438, P-ISSN : 723X; E-ISSN : 2548-5822, h. 201
6Nasin, Guru Profesional di Zaman
Milenial,https://www.kompasiana.com/nasin/5beb9ccd6ddcae33ab612202/guru-profesional-di-zaman-milenial?page=all
tersebut pada hal-hal yang positif. Pada tahapan yang demikian pesatnya perkembangan teknologi, maka tugas, peran dan tanggungjawab guru milenial tidak hannya sebatas pada aspek koginitifnya saja bahkan lebih dari itu yaitu mampu membentuk karakter keaarah yang lebih baik. Di samping juga menuntut mereka tidak hanya kemampuan profesional guru yang melek teknologi yang dipersiapkan tetapi juga harus memiliki nilai-nilai yang mampu membentuk watak dan pribadi peserta didiknya dalam menghadapi dunianya7.
Untuk menjaga marwah dan tatanan kedaulatan seorang guru, maka profil guru zaman era milenial harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman yang serba canggih. Hakikat kemampuan yang harus ditingkatkan oleh guru era millenial adalah melek digital. Kehadiran guru di dalam kegiatan pembelajaran yang tampilkan materinya dengan alat teknologi atau laptop dan media infokus dapat menciptkan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan bagi peserta didik. Hal ini sangat beralasan bahwa apabila proses pembelajaran yang apabila materinya disampaikan dengan tampilan Power Point maka maka memunculkan daya Tarik bagi siswa.
Dalam kondisi perkembangan teknologi saat ini, guru milenial harus memiliki kemampuan dibidang IT tersebut walaupun tidak sehebat pakar IT, namun kecakapan prilaku dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi saat ini sangat dituntut bagi guru milenial. Kemampuan menggunakan komputer dan laptop harus dikuasai oleh seorang guru, yang pada intinya adalah dapat memudahkan mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi profesinya di sekolah terutama dalam menyusun RP dan membuat raport digital. Tidak hanya bisa menyusun RPP dan raport digital, bahkan sosok guru milenial harus mampu menembus dunia maya lewat ketrampilan IT-nya hal ini bertujuan dapat memantau gerak-gerik peserta didiknya. Namun pada realitanya, tidak semua guru melaksanakannya sehingga segala aktifitas negatif yang dilakukan oleh peserta didiknya tidak dapat terbendungi lagi saat ini.
Upaya Pendidik Milenial Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Sehubungan dengan pesatnya teknologi informasi yang serba canggih, maka suatu tantangan besar yang menjadi tanggungjawab seorang pendidik milenial dalam menghadapi peserta didik agar pembelajaran di kelas lebih baik, maka beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:
a) Kegiatan Pembelajaran harus direlevansi dengan Perkembangan Zaman dan menyenangkan
Proses pembelajaran akan lebih baik dan menarik apabila materinya disuguhkan dengan model terbaru dan modern. Mengingat generasi millenal merupakan generasi yang haus terhadap informasi terbaru maka mereka mencarinya sendiri apabila dalam proses pembelajarannya tidak disajikan dengan menarik oleh guru. Melalui teknologi IT tersebut tentunya terdapat berabgai informasi yang menarik dan terupdate, sehingga mereka tidak merasa perlu belajar setiap hal dalam waktu yang bersamaan. Dalam kondisi yang serba
7Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin, Edukasia Islamika : Volume 2, Nomor 2, Desember 2017/1438, Desember 2017/1438, P-ISSN : 2548-723X; E-ISSN : 2548-5822, h. 204.
canggih saat ini, sebenarnya mereka menginginkan untuk diarahkan dan diajari bagaimana dan di mana mereka dapat menemukan informasi yang sangat mereka hajatkan. Melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan dan penuh makna (Joyful And Meaningful), pserta didik generasi now tdiak relevan digunakan metode ceramah. Proses pembelajaran pada generasi milenial lebih ditekankan pada bagaimana memanfaatkan fasilitas IT pada arah yang lebih baik.
b). Menyikapi perkembangan IT dengan bijak
Perkembangan informasi dan teknologi dapat berdampak lain bagi generasi milenial. Hal ini dapat dilihat dari realita yang terjadi di lapangan bahwa sebagian generasi milenial setelah lulus pendidikan di tingkat sekolah menengah, mereka lebih cenderung beralih ke skil IT-nya dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan di sekolah formal. Saat pendidikan di sekolah dirasa kurang menarik dan menjanjikan perkembangan mereka masa depan, kaum milenial ini lebih berminat ke bagian kariernya dengan anggapan bahwa di bagian inilah hal sangat menjanjikan karier mereka di masa yang akan datang.
Melihat fenonema yang terjadi saat ini, maka suatu keharusan bagi pendidik era milenial dapat menyikapinya dengan bijak. Salah satunya adalah menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan keinginan peserta didik di era milenial. Untuk itu guru milenial harus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya di bidang teknologi dan informasi sehingga mampu menunjukkan skil dan kreatifitasnya bagi peserta didik sehingga mereka tetap melanjutkan pendidikannya di sekolah.
c) Menjadikan jadi diri pendidik milenial sebagai role model
Umumnya dapat dipahami bahwa era digital merupakan era yang tidak terlepas dari Informasi dan teknologi, hal ini tidak dapat dipisahan dari dunia pendidikan. Inovasi dan revolusi dunia pendidikan mengharuskan peran dan fungsi guru untuk selalu
mengupdate informasinya. Dengan demikian dapat mengarkan peserta didiknya untuk siap bersaing dan menghantarkan mereka dalam dunia kerja setelah mereka lulus di sekolah. Dalam hal ini pendidik milenial dapat memposisikan dirinya sebagai pendidik yang roll model bagi peserta didiknya. Salah satu hal yang dapat dilakukannya adalah dengan menunjukkan dan mengajarkan mereka tentang kemampuan teknologi. Apabila hal
tersebut tidak diterapkan maka mereka akan kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan gurunya.
d) Menjadi Pendidik Milenial yang Paripurna
Menjadi pendidik paripurna bukanlah hal sangat mudah bagi guru dewasa ini. Sosok pendidik paripurna harus mengimplementasikan uswatun hasanah yang dimiliki oleh rasulullah. Namun kenyataannya, nilai-nilai uswatun ini sangat jarang dimiliki oleh pendidik saat ini, bahkan mereka lebih banyak menampilkan perilaku yang tidak sesuai dengan karakteristik seorang guru. Menghadapi peserta didik milenial ini, guru harus mengimplementasikan nilai uswatun hasanah tersebut dan juga harus meningkatkan kemampuan dan teknik mengajarnya yang lebih baik. guru harus memantapkan skilnya agar mampu mengakses berbagai informasi dan men-download aplikasi keperluan guru supaya tidak tertinggal dengan peserta didiknya.
e) Menuntun generasi milennial melakukan transaksi secara cashless dengan positif Istilah cashless secara bahasa mengandung makan“tanpa uang tunai”. Sistem cashless ini dapat dimaknai sebagai suatu sistem di mana segala transaksi tidak lagi menggunakan uang tunai/fisik, tapi melalui media elektronik seperti kartu debit dan dompet virtual. Walau sistem ini mulai digerakkan dengan harapan membawa manfaat, nyatanya terdapat hal yang merugikan juga. (https://www.amalan.com/id/blog/sistem-cashless-di-indonesia.-apa-kelebihan-dan-kekurangannya)
Dewasa ini dapat dapastikan segalanya semakin memudahkan dalam kehidupan manusia termasuk dalam bertransaksi, sehingga generasi millennial pun telah banyak melakukan proses transaksi pembelian yang sudah tidak menggunakan uang tunai lagi alias
cashless. Generasi ini lebih suka tidak repot membawa uang, karena sekarang hampir semua pembelian bisa dibayar menggunakan kartu, sehingga lebih praktis, hanya perlu gesek atau
tapping. Mulai dari transportasi umum, hingga berbelanja baju dengan kartu kredit dan kegiatan jual beli lainnya.8
Melihat kondisi manusia yang hidup di era milenial semakin berkembang dalam hal teknologi dan informasi, maka menuntut guru era milenial dapat mengarahkan peserta didiknya sesuai dengan perkembangan zaman. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini tentunya dapat membawa dampak posistif apabila generasi milenial mampu beradaptasi dengannya. Guru era milenialpun diharapkan dapat mengarahkan peserta didiknya melalui kebijakan-kebijakan konkret dengan memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Dalam hal ini, peserta didik dapat memanfaatkan nilai-nilai edukatif yang terdapat terhadap perkembangan teknologi. Untuk mendapatkan hal yang positif tersebut diperlukan control bersama antara guru dengan orangtua peserta didik.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Aspek Pendidikan yang terdapat pada surat Al-Ahzab ayat 21 a). Surat al-Ahzab ayat 21 dan Asbabun Nuzulnya
َهللَّا َرَكَذَو َريخ ْلْا َمْوَ يْلاَو َهللَّا وُجْرَ ي َناَك ْنَميل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ يهللَّا يلوُسَر يفِ ْمُكَل َناَك ْدَقَل
ًيريثَك
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(Q. S. Al-Ahzab : 21).
Banyak pendapat para mufassir tentang surat al-ahzab ayat 21. Dalam sebuah redaksi dijelaskan bahwa, surat ini terdiri dari 73 ayat, surat ini termasuk golongan surat Makkiyah, yang di turunkan sesudah surat Ali-Imran. Penamaan surat ini dengan surat al-Ahzab (golongan yang bersekutu) karena di dalamnya terdapat beberapa ayat, yaitu mulai ayat 9 sampai dengan ayat 27 yaitu ada topik yang berkaitan dengan peperangan al-Ahzab, yaitu
8Agnes Winastiti, https://student.cnnindonesia.com/ edukasi/ 20160823145217-445-153268/generasi millenial-dan-karakteristiknya/ diakses tanggal 18 Maret 2019)
suatu peperangan yang di lakukan oleh orang yahudi, kaum munafiq dan orang-orang musyrikin terhadap orang – orang mukmin di Madinah.9
Dalam redaksi lain terkait dengan surat al-ahzab ayat 21 ini dapat dijabarkan secara singkat tentang bahwa, as-Babul Nuzul Surah Al-Ahzab (bahasa Arab:بازح ألْا) dapat diketahui bahwa surah ini merupakan surat yang ke-33 sebagaiman terdapat dalam Al-Qur'anulkarim. Jumlah ayat dalam surat ini yaitu 73 ayat, selain itu surat dapat dikatagorikan sebagai surah Madaniyah, yang diturunkan sesudah surah Ali Imran. Penamaan surat ini sebagai surat Al-Ahzab yang dapat dipahami dengan “golongan-golongan yang bersekutu”, mulai ayat 9 sampai dengan ayat 27 ayat ini semuanya berkaitan dengan peperangan Al-Ahzab, yakni peperangan yang dilancarkan oleh kaum Yahudi dimana mereka bersekutu dengan kaum munafik serta orang-orang musyrik terhadap orang-orang mukmin di Madinah. Dalam kaitan ini, Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya menyatakan bahwa: Surat al-Ahzah adalah surah Madaniah, sehingga para ulama muawafaqah tentang hal itu. Karena surah ini diturunkan tepatnya pada akhir tahun ke 4 Hijriah, yakni tahun terjadinya perang al-ahzab atau Gazwat. Selain ini ada juga dinamakan dengan perang khandaq hal ini dikarena berdasarkan adanya usulan dari salah satu sahabat Rasulullah Saw yaitu Salman Al-Farisi, bersama juga dengan para sahabat beliau menggali parit (Khandaq) menuju arah utara kota Madinah, tempat tersebut yang besar kemungkinan menjadi arah serangan musuh (musyrikin). peristiwa ini terjadi pada bulan syawal tahun ke V Hijriah10.
Dalam redaksi lain, Muhammad Qaraish Shihab yang menyatakan bahwa ”kasus pemilihan lokasi dalam peperangan Badar, merupakan salah satu contoh yang sering diketengahkan walaupun hadistnya zhaif, yakni ketika sahabat Nabi saw. al-Khubbab Ibnu al-Munzir, mengusulkan kepada nabi agar memilih lokasi selain beliau tetapkan, setelah sahabat tadi mengetahui dari nabi sendiri bahwa pemiliohan tersebut berdasarkan pertimbangan nalar beliaudan strategi perang. Usul tersebut diterima baik oleh nabi saw. karena memang ternyata lebih benar11.
Jadi, tujuan dari diturunkannya surat al-ahzab khususnya ayat 21 adalah untuk memberikan kabar gembira dan hiburan kepada Rasulullah Saw beserta kaum mu’minin saat menghadapi berbagai rintangan, siksaan dan celaan yang dilancarkan oleh musuh Allah, dimana ujian tersebut tidak hanya menimpa mereka saja namun juga para Rasul dan nabi sebelum mereka. Sebagaimana surat ini juga untuk meneguhkan dan memperkuat dalil akan kebenaran risalah yang diemban oleh Rasulullah saw.
b). Aspek Pendidikan dalam Surat Al-Ahzab Ayat 21
Kitab suci Al-Qur’anulkarim sangat sebagai ajaran murni bagai ummat muslim sedunia yang di dalamnya mengandung petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Apabila umat Islam menafikannya dan tidak mengamalkan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya berarti umat manusia maka dengan sendirinya mereka mengudang datangnya
9Al-Qur’an dan Terjemahan, ( Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al – Qur’an, 1971 ), h. 665
10M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, Volume-11, (Jakarta: Lantera Hati, 2002), h. 213.
kehancuran dalam kehidupannya. Begitu juga sebaliknya apabila mereka kepada kitab suci Al-Qur’an ini dengan sendirinya mereka mengharapkan kebahagian hidupnya lahir dan batin, dikarenakan segala sesuatu yang ditampilkan dalam Al-Qur’an adalah aspek kebenaran dan ketenagan hidup umat manusia. Dalam hal ini Imam al-Ghazali yang dalam sebuah bukunya tentang Berdialog dengan al-Qur’an menjelaskan bahwa:
Ketika umat Islam menjauhi al-Qur’an atau sekedar menjadikan al-Qur’an hanya sebagai bacaan keagamaan maka sudah pasti al-Qur’an akan kehilangan relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya orang-orang di luar Islamlah yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga mereka dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa lain, padahal umat Islamlah yang seharusnya memegang semangat al-Qur’an.12
Memperhatikan redaksi Imam Al-Ghazali di atas sanga jelas bahwa begitu besar efek kehancuran ummat Islam apabila menjauhi Al-Qur’an. Sebagaiman fenomena yang terjadi saat ini bahwa kehidupan umat manusia sudah menjauhi segala tatanan kehidupannya dari dari nilai-nilai Al-Qur’an sehingga mengakibatkan banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, apakah penyimpangan-penyimpangan tersebut dilakukan oleh para pendidik maupun peserta didik. Fenomena dapat diamati dari berbagai kasus penyimpangan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Dangkalnya pengetahuan seseoarang terhadap al-Qur’an, akan berdampak pada maraknya terjadi penyimpangan moral dan pelanggaran lainnya.
Dengan demikian, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan bagi pendidik milenial adalah dengan memurnikan dan mengimplementasikan segala aspek yang terkandung dalam al-Qur’an yang salah satunya adalah surat Ahzab ayat 21. Diatara aspek pendidilkan yang terkandung dalam surat al-Ahzab ayat 21 berdasarkan hasil kajian para mufassir, sebagai berikut:
Pendidikan Akhlak
Salah satu aspek pendidik yang sangat menonjol ditampilkan dalam surat al-ahzab ayat 21 adalah akhlak atau budi pekerti. Dalam konteks ini, Akhlak dapat dipahami sebagai perilaku atau tabiat terpuji yang diwujudkan oleh seseorang dalam kehidupannya. Akhlak memiliki peran yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, karena hanya dengan akhlak seseorang dapat mencapai derajat yang tinggi baik disisi Allah maupun dihadapan manusia. Seseorang yang memiliki akhlakul karimah maka ia akan selalu disukai dan dikenang oleh siapapun terlebih di era milenial saat ini.
Saking pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia, seorang penyair besar yang bernama Syauqi pernah menulis dalam sebuah redaksinya yaitu ”sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya selagi mereka berakhlak/berbudi perangai utama, jika pada mereka telah hilang akhlaknya, maka jatuhlah umat (bangsa) ini”.13
Berdasarkan syair tersebut menunjukkan bahwa akhlak memegang peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia bahkan akhlak itu dapat dijadikan sebagai salah
12Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan al-Qur’an, Cet. IV, (Bandung: Mizan, 1999), h. 21 13Umar Bin Ahmad Baraja, Akhlak lil Banin, Juz II, (Surabaya: Ahmad Nabhan, tt), h. 2
satu tolak ukur tinggi rendahnya moralitas suatu bangsa dan negara. Bagusnya seseorang bukan karena banyak hartanya dan jabatannya, cantik dan ketampanan rupanya akan tetapi Allah Swt akan menilai hamba-Nya berdasarkan tingkat sejauh mana ketaqwaan-Nya kepada Allah Swt.
Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang dapat dicontohi oleh orang lain. Hal ini senada dengan pendapat Muhammad Nasib Ar-Rifa’ dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu. Hal ini mengandung pengertian bahwa mengapa kamu tidak mengikuti dan meneladani perilaku Rasulullah. Karena itu, Allah SWT berfirman, “yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan hari kiamat. Dan dia banyak mengingat Allah.”14
Dalam redaksi lain Muhammad Quraish Shihab sebagaimana disebutkan dalam Tafsir al-Mishbahnya, beliau memahami ayat ini bahwa kehadiran rasulullah Saw dimuka bumi ini sebagai rahmat buat sekalian aklam, kehaditrannya tidak hanya membawa seruannya, bahkan beliau sebagai suri keteladanan bagi manusia yang telah dianugerahkan Allah Swt kepada beliau. Ayat ini tidak menyatakan bahwa Kami tidak mengurus engkau untuk membawa rahmat, tetapi sebagai rahmat atau agar engkau menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sosok rasulullah dapat menjadi tuntunan bagi manusia yang meneladaninya dan mengimplementasikan kepribadian beliau dalam kehidupan manusia.15
Apabila menyibak sirah dakwahnya Rasulullah Saw mulai dari periode Makkah dan periode Madinah, maka dapat ditemukan proses mendidik beliau yang dilakukan dan diimplementasikannya dengan nilai-nilai keteladanan. Dalam hal ini, Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa “pribadi Rasul itu adalah interpretasi Alquran secara nyata. Tidak hanya caranya beribadah, tetapi cara beliau berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh berkehidupan Islami.16
Dengan demikiaan sangat jelas bahwa keteladanan Rasulullah saw dalam mendidik umat pada masa beliau mengisyarahkan kepada pendidik milenial dewasa ini agar dalam mendidik tidak hanya mahir dalam aspek komunikasi, dan hebat dalam penyampaian tetapi harus sesuai antar perkataan dan perbuatan. Karena Allah Swt sangat membenci hamba-Nya yang hanya pandai berbicara tanpa ada aksi nyata. "Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan?. Allah sangat membenci kalian yang hanya mengatakan sesuatu yang tidak pernah kalian kerjakan." (QS. Ash Shaff: 2-3, Depag RI, 1992:928).
Adapun mengenai masalah suri teladan ini mencakup beberapa hal yang terkandung di dalamnya antara lain:
a. Kriteria keteladanan.
14Muhammad Nasib Ar-Rifa’, Kemudahan Dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Penrjm, Syihabuddin., Cet-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 841..
15Quraish Shihab, Tafsir Almisbahh, (Jakarta: Menara Ilmu, 2009), h. 159
Adapun mengenai sosok kriteria keteladanan seorang muslim menurut komentar Al-Ustaz Musthafa Masyhur dalam sebuah bukunya dapat penulis jelaskan secara ringkas sebagai berikut:
1) Kriteria pertama yang terpenting adalah bahwa seorang akh muslim teladan harus mempunyai aqidah yang lurus. Aqidah tauhid yang ada pada dirinya harus bersih dan tidak terkotori oleh noda-noda yang mencemarkan kebersihan dan kesuciannya.
2) Seorang akh muslim harus melaksanakan amal ibadah yang fardhu dengan pelaksanaan yang shahih dan lurus.
3) Al-Akh muslim harus menjadikan seluruh hidupnya untuk ibadah.
4) Dia harus menyibukkan dirinya dengan Al-Qur’an sertaberusaha untuk menghafal yang sekiranya mudah untuk di baca ketika Qiyamullail.
5) Di harus tafaquh fiddin (mendalami agama) dan berusaha untuk menambah pengetahuan dalam bidang itu serta memahami permasalahan Islam dan kaum muslimin.17
b. Fungsi keteladanan.
Fungsi dan tujuan pokok keteladanan adalah meraih derajat takwa dan mulia di hadapan Sang Khaliq-Nya. Mulai dari fungsi moral-etis, fungsi keagamaan, fungsi sosial, hingga fungsi yang lainnya. Salah satu fungsi keteladanan adalah yang bersifat internal, fungsi moral, dan etis. Kejujuran, keteladanan, kedisiplinan, rendah hati, pengendalian hawa nafsu, saling menghargai, sebagian dari perwujudan dari fungsi moral dan etis dalam keteladanan.
Dengan demikian, keteladanan itu dapat berupa dalam bentuk disengaja. Dalam hal ini, Heri Jauhari menyatakan bahwa “peneladanan kadangkala diupayakan dengan cara disengaja, yaitu pendidik sengaja menunjukkan nilai-nilai uswatun hasanah kepada peserta didiknya supaya dapat menirunya”18.
Mengharap Rahmat Allah
Mengharap rahmat Allah yang dalam lughah arab disebut dengan Raja’, memiliki makna ”mengharap atau berharap. Yang dimaksud dengan mengharap rahmat Allah ( ar-raja) menurut penulis adalah memiliki persangkaan dan ’i’tiqad yang lurus kepada Zat
Pencipta. Sebagai salah satu ciri orang yang husnud dhan kepada Allah adalah selalu mendambakan rahmat dan karunia dari Allah, meminta kemudahannya, meminta keampunan-Nya, serta selalu meminta rahmah ’inayah dari-Nya. Sedangkan pengertian mengharap rahmat Allah (raja’) menurut A. Mustagfirin, dkk adalah ”berharap kepada Allah dengan selalu mempunyai harapan atas rahmat dan karunia-Nya”19.
Dalam konteks ini seluruh nabi dan rasul selalu menginterpretasikan dan mengamalkan nilaiini dengan selalu mengharapkan rahmat dan kasih Sayang dari Allah. Mereka hanya putus harapan dari keimanan kaumnya. Diantara bentuk-bentuk mengharap rahmat dari Allah dapat dijelaskaman sebagai berikut :
17Al-Ustaz Musthafa Masyhur, Teladan Di Medan Dakwah,Cet-3, (Surakarta: Era Intermedia, 2000), h. 27.
18Heri Jauhari Muchatar, Fiqih Pendidikan, Cet.1., (Bandung: Remaja RosdaKarya, 2005), h. 224. 19A. Mustagfirin, dkk, Aqidah Akhlak 1, Cet-1., (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), h. 37.
1) Menerima pemberian Allah.
Menerima pemberian Allah atau Qana’ah menurut Zahruddin Ar dan Hasanuddin Sinaga adalah “merasa cukup dan rela dengan pemberian yang di anugerahkan oleh Allah SWT”20. Karena itu, salah satu bagian daripada bentuk manusia teladan ialah manusia itu harus memiliki sifat Qana’ah, dalam artian bahwa ia rela dan merasa cukup terhadap apa yang telah dianugerahi Allah. Rohadi dan Sudarsono, mengemukakan bahwa ”seseorang yang tidak serakah (Qana’ah-Zuhud), mereka memiliki keuntungan ganda, yakni vertikal
dan horizontal. Keuntungan vertikal adalah seseorang akan dicintai Allah SWT, sedangkan keuntungan horizontal adalah seseorang akan dicintai sesama manusia baik secara individual maupun secara kemasyarakatan”.21
2) Mempergunakan rahmat Allah
Mempergunakan rahmat Allah berarti menggunakan segala rizki yang telah dianugerakan oleh Allah kepada hamba-Nya pada jalan yang lurus dan yang sangat penting lagi adalah mendapat keridhaan dari-Nya sehingga rahmat yang telah didapati tersebut memperoleh keberkatan dalam kehidupannya.
3) Menyakini Hari Kiamat
Hari kiamat (hari akhirat) merupakan hari berakhirnya alam semesta dan hari berakhirnya kehidupan yang fana di atas permukaan bumi ini menuju hari akhir. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Alwisrar Imam Zaidillah menyatakan bahwa “hari kiamat merupakan peristiwa yang sangat dahsyat yang pasti akan terjadi. Sebagai seorang mukmin wajib menyakini datangnya hari kiamat”.22
Selalu Berzikir Menyebut Asma Allah
Menyebut nama Allah adalah mengucap atau mengingat nama Allah SWT dalam setiap kesempatan, baik dengan lisan maupun dengan perkatan ataupun dengan hati untuk lebih mendekat diri dengan-Nya. Heri Jauhari, menyebutkan bahwa Asma Allah atau berzikir adalah “mengingat Allah. Berzikir bisa dilakukan dengan mengingat Allah dalam hati, dan atau menyebutnya (berupa ucapan-ucapan zikrullah) dengan lisan, atau bisa juga dengan mendatadabburi atau mentafakkuri (memikirkan kekuasaan Allah) yang terdapat pada alam semesta”.23
Menyebut Asma Allah merupakan suatu sifat yang mulia yang harus dilakukan oleh orang mukmin dalam dimanapun ia berada. Dengan menyebut Asma Allah manusia itu akan mendapatkan hikmah yang sangat tinggi nilainya disisi Allah Swt, yaitu manusia itu akan memperoleh ketentraman di dalam hatinya, hal ini sesuai dengan surat Ar-Ra’du ayat 28 yang berbunyi :
20Zahruddin Ar dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 160.
21Rohadi dan Sudarsono, Ilmu Dan teknologi Dalam Islam, (Jakarta: Depag, DIRJEN Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 119.
22Alwisrar Imam Zaidillah, 100 Khutbah Jum’at Kontemporer, Cet-4., (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 264.
:دعرلا(.ُبوُلُقْلا ُّنيئَمْطَت يهللَّا يرْكيذيب َلََأ يهللَّا يرْكيذيب ْمُهُ بوُلُ ق ُّنيئَمْطَتَو اوُنَماَء َنييذهلا
28
)
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(Q. S. Ar-Ra’du : 28).
Menyikapi dari ayat di atas dapat dipahami bahwa menyebut Asma (nama) Allah itu akan mendapat hikmah yang sangat besar yaitu dapat menentramkan hati kita dari perasaan yang tidak baik. Disamping hikmah tersebut, juga ada hikmah lain yakni manusia akan memperoleh pahala atau balasan disisi Allah yaitu dimasukkan kedalam syurga, akan dihimpun dengan orang shalih, dapat selamat dari mara bahaya dan siksa Allah baik di dunia maupun di akhirat, di saat ajal kita dapat menyebutkan asma Allah dengan fasih dan hikmah-hikmah lainnya.
Cara Pendidik Milenial Mengimplementasikan Aspek Pendidikan Pada Surat al-Ahzab ayat 21
Al-Qur’anul karim sebagai pedoman hidup manusia, dapat dijadikan petunjuk dan landasan dasar bagi ummat manusia. Di dalam al-Qur’an tersebut terdapat banyak sekali ayat yang menuntun umatnya mengembangkan startegi, teknik dan metode pembeajaran bagi peserta didik. Dalam hal ini salah satu ayat yang dapat dijadikan tuntunan bagi ummat Nabi Muhammad terutama bagi guru era milenial adalah menginternalisasi dan mengimplementasikan aspek keislaman dalam kehidupannya terutama bagi peserta didik.
Generasi millennial sebagaimana dikemukakan di atas, adalah generasi yang harus mampu bersaing dan dalam persaingan tersebut ia harus keluar sebagai pemenang. Untuk itu, generasi milenneial adalah generasi yang unggul baik dari aspek hard skill, maupun soft skill (moral, mental, intellektual, emosional dan spiritual). Generasi yang unggul itu hanya akan dapat dilihirkan oleh pendidikan yang unggul, sebagaimaana yang diperlihatkan oleh bangsa-bangsa yang maju di dunia ini. Hasil kajian para ahli telah memperlihatkan, bahwa antara kemajuan suatu bangsa memiliki korelasi yang positif dengan keunggulan suatu bangsa; dan keunggulan suatu bangsa memiliki korelasi yang positif dengaan keunggulan pendidikan.
Beberapa aspek pendidikan pada surat al-Ahzab ayat 21 untuk diimplementasikan oleh guru era milenial dalam kehidupannya untuk dieteladani oleh peserta didik adalah, sebagai berikut:
1. Implementasi Nilai Keteladanan
Aspek yang sangat utama ditampilkan dalam surat al-Ahzab ayat 21 adalah nilai keteladanan atau yang disebut dengan uswatun hasanah. Sifat uswatun hasanah ini identik dengan keteladanan atau menampilkan sifat keteladanan yang baik dalam kehidupan pendidik agar jejaknya dapat ditiru dan diikuti oleh peserta didiknya. Implementasi keteladanan pendidik milenial dewasa ini hampir sama sekali tidak ada, hal ini dapat dilihat dari berbagai kejadian yang terjadi, sebagai salah satunya adalah adanya guru yang tega mencabuli muridnya, ada guru yang memukul muridnya. Padahal hal tersebut sangat tidak diinginkan terjadi dalam dunia pendidikan.
Semua tingkah laku pendidik akan diikuti dan ditiru oleh peserta didik. Makanya dalam sebuah pepatah dikatakan bahwa “guru itu akan digugu dan ditiru”. Oleh karena demikian sosok keteladanan yang baik sebagai cerminan bagi pendidik milenial adalah mengamplikasikan keteladanan yang dimiliki oleh rasulullah dalam kehidupannya. Hebatnya suri teladan rasulullah sehingga Allah Swt melabelkan kepada beliau sebagai rasul yang uswatun hasanah sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 21.
2. Aplikasi Keteladanan dalam Kejujuran (sidiq)
Sidiq yang diambil dari bahasa arab dapat bermakna kejujuran. Kejujuran yang dimaksudkan disini merupakan sifat keteladanan yang dimiliki oleh Rasululah sebagaimana terdapat pada surat al-Ahzab ayat 21. Pengaplikasian sifat sidiq dalam kehidupan guru milenial sangat penting mengingat pendidik yang dihadapinya juga kebanyak dari kaum era milenial. Peran guru milenial dalam membangun tradisi kejujuran akademik ada tiga aspek24, yaitu:
a) Membangun kejujuran harus dimulai dari dirinya sendiri sebagai seorang guru milenial, yakni antara perkataan, perbuatan dan tindakan harus sesuai dengan norma-norama yang berlaku.
b) Guru sebagai pendidik profesional diharapkan mampu menunjukkan prilaku uswatun hasanah, serta dapat mengarahkan peserta didiknya mampu mengaplikasikan nilai-nilai karakter dalam kehidupan mereka.
c) Secara akademik pendidik milenial juga memiliki beban tanggungjawab memajukan kelembagaannya yaitu sekolah atau madrasah. Sehingga dalam konteks ini, guru harus mampu menunjukkan uswatun hasanah terutama pada diri sendiri agar dapat ditonjolkan oleh teman-temannya dan peserta didik.
Dengan demikian sangat jelas bahwa adanya budaya kejujuran bagi pihak penyelennggaraan pendididikan, terutama guru era milenial, pihak akademik, dan lembaga pendidikan tentunya berdampak baik dan nilai edukatif yang sangat baik bagi peserta didik. Hal ini sangat jelaslah bahwa apabila nilai kejujuran ini tidak dimikiliki oleh guru milenial maka akan berpengaruh buruk juga terhadap kelangsungan hidup peserta didik baik sekarang maupun masa depannya.
3. Aplikasi Keteladanan dalam Menjalankan Amanah
Semua orang telah paham tentang hakikat amanah. Dalam hal ini, amanah merupakan internalisasi nilai yang dapat dipercaya. Implementasi sifat amanah bagi guru era milenial dapat sangat mudah dilaksanakan dalam kehidupan peserta didiknya. Dewasa ini sifat amanah hanya mudah diucapkan tetapi susah dalam apilikasinya. Dalam kontek ini, ada beberapa bentuk sifat amanah yang harus diimplementasikan oleh guru milenial dalam kehidupannya, sebagai berikut:
a) Menunaikan amanah dalam jabatan
24Lilik Firdayanti, Menerapkna Nilai Kejujuran Dalam Pendidikan, diakses dari: https://www.kompasiana.com/lilikfirdayati.com/56210d460e9373bc0b8b4567/menerapkan-nilai-kejujuran-dalam-pendidikan.
Jabatan guru merupakan sebuah tanggungjawab yang sangat besar yang harus dipertanggung jawabkan oleh guru dihadapan Allah Swt. Di samping itu juga jabatan tersebut akan dipertanggungjawabkan dengan Pemerintah apabila mereka menyalahi amanah yang telah dipercayakan kepadanya. Terlebih guru milenia yang menyandang jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN), yang telah disumpahkan oleh pemerintah dengan menyebut “Demi Allah”, maka hal tersebut akan melekat sumpah tersebut dihapan Allah. b) Menunaikan amanah dalam proses pembelajaran
Karena jabatan seorang guru adalah amanah, maka seyogyanya amanah tersebut harus dipraktekkan dalam kehidupannya yaitu dengan melaksanakan proses belajar mengajar yang baik dengan peserta didik. Dalam melaksanakan proses pembelajaran yang baik tentunya mencakup: menyiapkan perangkat pembelajaran, menyiapkan media pembelajaran yang tepat, menggunakan metode, strategi, dan teknik mengajar yang baik, melaksanakan evaluasi pembelajaran, memberikan nilai secara adil sesuai dengan kemampuan peserta didik, masuk kelas tepat waktu dan selalu disipiln dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
c) Menunaikan amanah dalam kehidupan bermasyarakat
Tugas utama pendidik milenial tidak hanya sebatas dengan peserta didik di sekolah bahkan lebih dari itu yakni melaksanakan kegiatan social dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu bentuk kegiatan bermasyarakat yaitu : menyampaikan dan memberikan wejengan kepada mereka apabila diminta, melaksanakan kegiatan gotong royong, menjalin hubungan silaturrahmi dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
d) Menunaikan amanah dalam setiap perkataan dan perbuatannya
Setiap perkataan dan perbuatan yang diucapkan akan dicatat oleh malaikat, maka seyogyanya cerminan dari guru yang uswatun hasanah adalah ketika berbicara baik dengan temannya, dengan atasannya, dengan peserta didiknya dan dengan masyarakat harus mengandung kata yang ma’idhah hasanah yaitu perkataan yang lemah lembut tanpa menyakiti hati dan perasaan orang lain. Peserta didik akan selalu mendengar dan mengikuti apa yang diucapkan oleh gurunya.
Dengan demikian, pendidik milenial yang profesional tentunya akan mampu melaksanakan amanah keprofesiannya sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai guru. Apabila nilai-nilai kebajikan mampu diimplementasikan dalam kehidupannya, maka inilah sosok pendidik milenial yang diharapkan oleh masyarakat secara umum yang ujungnya mendapat keridhaan dari Allah Swt. Hal ini dikarenakan bahwa jabatan seorang pendidik dalam masyarakat manapun menjadi hal yang sangat dihormati dan jabatan ini menempati posisi yang istimewa dan terhormat dan selalu disandarkan harapan-harapan yang tinggi terhadapnya. Walaupun demikian, jabatan pendidik dalam menjalankan amanah keprofesiannya sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang, bukan berarti tidak mengalami halangan dan rintangan. Bahkan problematika yang dihadapinya sangat beragam dan bahkan mereka kadang-kadang selalu berhadapan dengan hukum hal ini dikarenakan memberikan sanksi yang tidak sesuai kepada peserta didiknya dan juga masalah lainnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Begitu juga dalam proses pembelajaran, tidak tepatnya metode yang dijalankan oleh pendidik itu, juga merupakan suatu masalah sendiri. Hal ini menyebabkan minat belajar peserta didiknya akan menurun begitu juga dengan prestasinya. Untuk itu, menjadi suatu kewajiban bagi pendidik milenial dapat melaksanakan amanhnya dengan baik dalam proses pembelajaran supaya menghasilkan peserta didik yang berkualitas.
4. Aplikasi Keteladanan dalam Fathanah
Sifat fathanah merupakan salah salah sifat yang dimiliki oleh nabi dan rasul. Sifat fathanah dapat dimaknai sebagai orang yang memiliki kecerdasan dalam berpikir dan mengolah sesuatu kearah yang lebih baik. Pendidik yang memiliki sifat fathanah berarti ia cerdas dan bijak dalam melakukan perbuatan terutama dalam mengelola kegiatan pembelajaran dan menjadikan peserta didiknya menjadi anak yang cerdas. Pendidik milenial selalu dituntut memiliki sifat cerdas ini agar peserta didiknya menjadi insan yang cerdas. Sifat fathanah yang perlu diimplementasikan oleh pendidik milenial tidak hanya pada aspek kualitas ilmunya saja tetapi mampu diprkatekka dalam proses pembelajaran. Pendidik milenial yang hanya selalu menggunakan metode konvensional dapat dikatakan sebagai pendidik yang belum mengimplementasikan sifat amanahnya dalam kehidupan peserta didik.
Untuk meningkatkan dan mengembangkan sifat fathanah ini, guru milenial perlu belajar terus menerus dan melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Agar kemampuan dasar yang dimilikinya dapat bertambah dan berkembang untuk ditularkan kepada peserta didiknya. Disamping melanjutkan studinya yang lebih tinggi, pendidik milenial yang fathanah selalu mendekatkan diiri Allah, mendekatkan dengan majlis ilmu agama dan pengetahuan lainya baik pada bidang sains dan bidang teknologi intelegensi dan wawasannya dapat terubdate. Implementasi sifat fathanah ini merupakan sifat rasulullah Saw, sehingga seluruh ajaran dan ajakan beliau dapat diterima oleh masyarakat arab waktu itu. Begitu juga dalam kontek kekinian khususnya pendidik milenial harus memiliki sifat ini agar apa yang disampaikan kepada peserta didiknya menarik dan diterima oleh mereka.
5. Aplikasi Keteladanan dalam Menyampaikan (Tabliqh)
Tabligh dapat dimaknai sebagai budaya menyampaikannya kepada masyarakat. Selain itu, tablig mengandung arti mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat tabligh
merupakan teknik hidup seorang muslim dalam menyampaikan ajaran kebaikan kepada orang lain, karena setiap muslim memiliki beban kewajibannya untuk diserukan kepada orang lain, yakni mengajak dan memberitahu mereka untuk berbuat baik dan meninggalkan yang munkar.
Guru selaku murabbi harus mengimplementasikan terus menerus sifat tablignya dengan peserta didik dan masyarakat. Dalam kontek ini juga, pendidik milenial tidak boleh bakhil dalam menyampaikan ilmu yang diketahuinya kepada peserta didik dan masyarakat. Implementasi sifat tablig ini meruapakan manifestasi dari tablignya rasulullah saw kepada ummatnya. Begitu pula pendidi milenial dapat mengaplikasikan sifat tablig ini dalam kehidupan peserta didik tanpa harus menyembunyikan ilmuya.
Dengan demikian, dalam hubungannya dengan profesi pendidik milenial, sifat
tabligh dapat dimaknai dengan menyampaikan informasi ilmu pengetahuan dengan benar yakni berkualitas dan dengan tutur kata yang tepat (bil hikmah). Jadi intinya sifat tabligh
adalah sifat yang selalu menyampaikan informasi kepada siapa saja termasuk juga kepada masyarakat. Sebagai salah bentuk implementasi sifat tablig dalam kehidupan pendidik milenial adalah menyampaikan dan mengingatkan peserta didiknya untuk selalu berbuat kebajikan dan terus menerus belajar sampai ajal menjemputnya.
6. Mengembangkan pendidikan
Guru milenial hendaknya selalu mengembangkan pendidikannya. Implementasi pengembangan pendidikan tersebut tentunya dengan memperkaya diri mereka dengan berbagai dimensi ilmu pengetahuan. Perlunya guru milenial mengembangkan pendidikannya mengingat peseta didik yang dihadapinya adalah orang-orang yang hidup di era digital yang menutut pendidik itu dapat terus menerus mengembangkan pendidikannya dengan cara mengikuti pelatihan dan training diluar jam mengajar agar wawasannya dapat terasah lagi.
7. Meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif
Merubah paradigma pembelajaran dengan cara memadukan kegiatan belajar yang berpusat pada guru dengan pendekatan yang berpusat pada peserta dikik. Dalam konteks ini hendaknya pendidik milenial mampu mengkolaborasikan hal tersebut dalam proses pembelajaran di kelas dengan memadukan metode ceramah, eksplorasi, keteladanan dan bimbingan dengan metode penyeleasaian problematika belajar (problem solving), penemuan ilmiah (discovery learning), contextual teaching learning (CTL), dan interactive learning25,
yang diarahkan pada kesadaran intelektual dan spiritual serta berbasis pada memuaskan pelanggan: berbasis teknologi canggih (high technology), kerjasama (net working) dengan berbagai perguruan tinggi terkemuka dan lembaga lainnya yang relevan, serta memberikan penguatan pada pembinaan karakter yang efektif. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka merubah tantangan globalisasi menjadi peluang.
8. Meningkatkan Kualitas Berbahasa
Perkembangan zaman yang semakin deras menuntut guru milenial dapat memperkaya dirinya dengan kemampuan berbahasa asing, apakah bahasa Inggris maupun bahasa Arab. Bahasa Arab diperlukan untuk menggali khazanah warisan berbagai bidang ilmu agama Islam abad klasik, pertengahan dan modern; sedangkan bahasa Inggris diperlukan untuk menggali berbagai konsep dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan modern. Kemampuan bahasa Asing ini juga diperlukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri, serta dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan berbagai bangsa di
25Abuddin Nata, Islam rahmatan lil alamin sebagai model pendidikan Islam memasuki ASEAC Community, Makalah disampaikan pada acara Kuliah Tamu Jurusan PAI FITK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Senin, 7 Maret 2016
kawasan Asia dan dunia global, sehingga akan dapat saling tukar menukar informasi, saling memberikan akses dan kemudahan dalam kerangka Islam rahmatan lil alamin.26
Kemampuan berbahasa asing dapat dilakukan guru era milenial dengan cara mengikuti kursus-kursus bahasa dan penataran lainnya. Apabila hal ini tidak dilakukan oleh guru tersebut maka dikhawatirkan mereka akan tertinggal terus dengan peserta didiknya, dimana mereka terkadang sudah terlebih dahulu belajar bahasa dibandingkan dengan gurunya.
Kesimpulan
Aspek pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 adalah
uswah hasanah yang merupakan sifat yang sangat mulia yang diperankan oleh Rasulullah Saw dalam kehidupannya, sifat tersebut telah beliau diimplementasikan dalam berbagai hal yang salah satunya adalah ketika pristiwa al-Ahzab atau dikenal dengan perang Khandak.
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pendidik milenial dalam mengimplementasikan nilai pendidikan dalam al-qur’an surat al-ahzab ayat 21 antara lain: implementasi sifat keteladanan dalam kehidupan sehari-hari, implementasi sifat keteladanan kejujuran (siddiq) dalam kontek nyata, implementasi sifat keteladanan dalam sifat menjalankan amanah dalam segala hal, implementasi keteladanan dalam tabligh, implementasi sifat keteladanan dalam fathanah, implementasi sifat keteladanan dalam mengembangkan pendidikannya, implementasi sifat keteladanan dalam meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif dan implementasi sifat keteladanan dalam meningkatkan kemampuan berbahasa.
Dari deskripsi di atas direkomendasikan sebagai berikut: Pertama, seluruh umat muslim khususnya pendidik era milenial direkomendasikan dapat mengimplementasikan aspek pendidikan yang terkandung dalam surat al-ahzab ayat 21 khususnya nilai keteladanan dalam kehidupannya, selalu mengharap rahmat Allah swt dengan rela terhadap apa yang telah diberikan kepadanya dan sanggup mempergunakan rahmat tersebut pada jalan yang diridhai oleh-Nya. Kedua, kepada lembaga pendidikan baik Balai Diklat Keagamaan selaku pihak yang terlibat langsung mendidik dan melatih peserta diklat, begitu perguruan tinggi dan Madrasah direkomendasikan untuk mengarahkan tenaga yang terlibat di dalamnya dapat mengimplementasikan prilaku keteladanan dalam budaya kerja dan sikap kesehariannya.
Ketiga, kepada peserta didik era milenial direkomendasikan dapat mengikuti perilaku keteladanan rasulullah Saw dalam kehidupannya.
26Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin, Edukasia Islamika : Volume 2, Nomor 2, Desember 2017/1438, Desember 2017/1438, P-ISSN : 723X; E-ISSN : 2548-5822, hal. 216
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alquran Dan Terjemahannya, Departemen Agama Islam Republik Indonesia, (Jakarta, Amani, 2004)
Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006)
Al-Ustaz Musthafa Masyhur, Teladan Di Medan Dakwah, cet-3, (Surakarta: Era Intermedia, 2000)
Mustagfirin, dkk, Aqidah Akhlak 1, cet-1., (Semarang: Aneka Ilmu, 2004)
Alwisrar Imam Zaidillah, 100 Khutbah Jum’at Kontemporer, cet-4., (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Abuddin Nata, Islam rahmatan lil alamin sebagai model pendidikan Islam memasuki ASEAC Community, Makalah disampaikan pada acara Kuliah Tamu Jurusan PAI FITK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Senin, 7 Maret 2016
Agnes Winastiti, https://student.cnnindonesia.com/ edukasi/ 20160823145217-445-153268/generasi millenial-dan-karakteristiknya/ diakses tanggal 18 Maret 2019. Ellysabeth Ratih Dwi Hapsari W., Literasi Media Generasi Millenial di Era
Media Sosial, 12 Maret 2017
Fauzi S, Aspek-Aspek Hukum Dalam Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Ilmu, 2000)
Heri Jauhari Muchatar, Fiqih Pendidikan, Cet.1. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005) Lilik Firdayanti, Menerapkna Nilai Kejujuran Dalam Pendidikan, diakses dari:
https://www.kompasiana.com/lilikfirdayati.com/56210d460e9373bc0b8b4567/men erapkan-nilai-kejujuran-dalam-pendidikan
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, Volume-11, (Jakarta: Lantera Hati, 2002)
Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin, Edukasia Islamika : Volume 2, Nomor 2, Desember 2017/1438, Desember 2017/1438, P-ISSN : 2548-723X; E-P-ISSN : 2548-5822.
Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin, Edukasia Islamika : Volume 2, Nomor 2, Desember 2017/1438, Desember 2017/1438, P-ISSN : 2548-723X; E-ISSN : 2548-5822.
Miftah Mucharomah, Guru di Era Milenia dalam Bingkai Rahmatan Lil Alamin, Edukasia Islamika : Volume 2, Nomor 2, Desember 2017/1438, Desember 2017/1438, P-ISSN : 2548-723X; E-ISSN : 2548-5822
Muhammad Nasib Ar-Rifa’, Kemudahan Dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Penrjm, Syihabuddin., Cet-1, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Nan Pratman, Metodelogi Karya Ilmiah, (Surabaya : Bineka Ilmu, 2005) Nasin, Guru Profesional di Zaman
Milenial,https://www.kompasiana.com/nasin/5beb9ccd6ddcae33ab612202/guru-profesional-di-zaman-milenial?page=all
Rohadi dan Sudarsono, Ilmu Dan teknologi Dalam Islam, (Jakarta: Depag, DIRJEN Kelembagaan Agama Islam, 2005)
Teguh Wiyono, tantangan guru generasi milenial tantangan guru generasi milenial dosen di universitas terbuka purwokerto pada fakultas pendidikan, https://satelitpost.com/redaksiana/opini/tantangan-guru-generasi-milenial.
Zahruddin Ar dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004)