• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA BAJA CANAI DINGIN UNTUK PEJALAN KAKI ( Studi Kasus Pada Model Jembatan KJI 2017 Parang Kusumo Bridge )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA BAJA CANAI DINGIN UNTUK PEJALAN KAKI ( Studi Kasus Pada Model Jembatan KJI 2017 Parang Kusumo Bridge )"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

6

LANDASAN TEORI

2.1 Jembatan Rangka Batang

Jembatan dengan rangka yang tersusun yang dihubungkan dengan sendi pada titik hubung dan diletakkan pada bidang merupakan pengertian dari jembatan (Schodek, 1979). Susunan dari gabungan bentuk segitiga yang seimbang serta tidak terjadinya pergerakan pada struktur bagian luar akibat dari perubahan bentuk merupakan dasar dari jembatan rangka.

Struktur dengan segitiga yang tersusun akan stabil dan jika ada beban tidak akan mengalami perubahan bentuk. Dalam struktur yang stabil perubahan bentuk yang terjadi jumlahnya sedikit. Adapun yang terjadi ialah panjang batang yang berubah karena adanya gaya batang akibat beban luar. Rangka batang tidak ada momen lentur, tetapi berupa gaya normal tarik dan tekan.

Jembatan rangka memiliki kelebihan yaitu perbagian dapat dirakit karena mempunyai berat yang ringan, biaya pembangunan yang ekonomis untuk jembatan bentang sedang, dan strukturnya yang kaku.

2.1.1 Prinsip Dasar Triangulasi

Elemen yang tersusun menjadi konfigurasi segitiga merupakan prinsip utama dari rangka batang sehingga menjadi struktur yang stabil. Susunan segitiga inilah yang membuat struktur menjadi stabil, bentuk selain susunan segitiga memiliki perubahan sudut yang besar sehingga tidak stabil.

Jika diletakkan pembebanan pada bentuk bujursangkar maka akan terjadi patah atau deformasi, ini menyebabkan struktur menjadi tidak stabil dan berujung runtuh. Sistem struktur segitiga tidak akan runtuh maupun perubahan dalam bentuk, sehingga dapat disebut sebagai struktur yang stabil. Konfigurasi rangka batang yang stabil dan tidak stabil ditunjukkan pada Gambar 2.1

(2)

Gambar 2.1 Konfigurasi rangka batang yang stabil dan tidak stabil (Schodek,1999)

2.1.2 Konfigurasi Segitiga

Gaya yang terjadi berupa gaya tari dan tekan pada komponen rangka batang dimana akan membuat struktur menjadi stabil disebut gaya luar atau gaya eksternal. Untuk gaya lentur sendiri hal tersebut tidak akan terjadi jika gaya luar tetap pada titik pertemuan diantara dua batang. Konfigurasi rangka batang dengan konfigurasi segitiga disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Bentuk umum rangka batang dengan konfigurasi segitiga (Schodek,1999)

Gaya tekan pada rangka batang terjadi di batang tepi atas dimana berfungsi untuk menahan beban vertikal. Gaya tarik sendiri terjadi pada batang tepi bawah. Menurut Schodek, 1999 gaya tekan dan tarik akan terjadi pada setiap batang dan akan membetuk pola yang berubah antara gaya tekan dan tarik.

Pada struktur yang tidak stabil akan terjadi keruntuhan jika beban diberikan secara langsung. Karena itu, untuk menentukan kestabilan sebuah struktur digunakan persamaan sebagi berikut :

(3)

Dimana:

J = Joint (titik / nodal) M = Member (batang)

2.1.3 Gaya Batang

Gaya batang merupakan prinsip dalam analisa struktur yang harus membuat suatu struktur dalam keadaan yang seimbang. Gaya batang merupakan gaya yang terjadi di dalam batang yang diakibatkan oleh adanya gaya luar dan garis kerja berhimpit dengan sumbu batangnya. Sehingga hal ini gaya batang merupakan gaya normal terpusat yang dapat berupa gaya tarik (-) ataupun gaya tekan (+) yang tidak disertai oleh momen dan gaya lintang. Gaya tarik merupakan gaya batang yang menjauh titik simpul, sedangkan gaya tekan merupakan gaya batang yang menuju titik simpul. Gaya tekan dan gaya tarik yang tersaji pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Gaya Tekan dan Gaya Tarik

2.1.4 Komponen Jembatan Rangka Batang

Terdapat dua bagian utama pada struktur jembatan yakni struktur atas dan struktur bawah. Beban lalu lintas yang melewati jembatan akan diterima oleh struktur atas, kemudian beban dari struktur atas akan diteruskan ke struktur bawah dan yang terakhir akan diteruskan ke pondasi. Struktur atas jembatan terdiri dari jembatan itu sendiri, yang selanjutnya terdapat komponen jembatan, sedangkan struktur bawah terdiri atas abutment, pilar, dan pondasi. Adapun struktur jembatan rangka batang tersaji pada Gambar 2.4.

(4)

Gambar 2.4 Struktur Jembatan Rangka Batang (Truss) (Chen Wai-Fah dan Lian Duan, 2000).

Struktur jembatan rangka batang ditunjukkan pada Gambar 2.4 sebagai berikut :

Slab yang dibantu balok lantai dan balok silang akan bertugas untuk menahan beban hidup yang terjadi di atas jembatan. Beban tersebut kemudian diteruskan pada rangka batang utama pada setiap titik join jembatan.

• Penguat lateral, yaitu bagian yang berbentuk rangka batang yang berfungsi untuk mengkaitkan bagian atas dan bagian bawah jembatan. Penguat lateral ini berfungsi sebagai penahan dari beban horisontal, contohnya beban angin dan beban gempa.

• Rangka portal yang terdapat pada pintu masuk jembatan berfungsi sebagai media transisi beban horisontal dari bagian atas ke bagian bawah jembatan.

(5)

2.1.5 Jenis Rangka Batang

Terdapat beberapa tipe atau jenis rangka batang jembatan yang tersaji pada Gambar 2.5.

a. Warren truss, yaitu tipe yang memiliki bentuk segitiga yang samakaki. Tipe ini menerima tekan maupun tarik.

b. Pratt truss, tipe ini hanya menerima tarik pada komponen miring. Pada komponen tegak menerima tekan.

c. Howe truss, tipe ini berbeda dengan pratt truss yaitu komponen tegak menerima tarik sedangkan komponen miring menerima tekan.

d. K-truss, tipe rangka ini merupakan yang sering digunakan dalam jembatan. Rangkanya akan membentuk huruf K dimana komponennya nisbi tidak panjang sehingga mengurangi risiko patah.

Gambar 2.5 Berbagai tipe rangka batang/truss Jembatan. (a) Warren truss (dengan batang atas rangka lurus); (b) Warren Truss (dengan batang atas rangka

lengkung); (c) Warren Truss dengan batang vertikal; (d) Prutt truss; (e) Howe truss; dan (f) K-truss (Chen Wai-Fah dan Lian Duan, 2000)

2.2 Jenis Baja Struktural

Proses yang digunakan dalam pembentukan baja akan mempengaruhi hasil dari bentuk elemen baja tersebut. Dalam proses pembentukannya ada dua cara yaitu proses hot-rolling atau proses pembuatan baja dilakukan dengan cara penggilingan kemudian dipanaskan dan cold-forming atau proses pembentukan baja dilakukan dengan cara didinginkan. Proses cold-forming dan hot-rolling ini akan menghasillkan penampang baja dengan karakteristik yang sama. Perbedaannya

(6)

pada proses cold-forming elemen-elemen penampang yang dihasilkan mempunyai ketebalan logam yang berkurang sehingga hal ini yang membuat baja tersebut menjadi ringan (mac, 2008). Adapun bentuk baja canai dingin (cold-forming) dan canai panas (hot-rolling) disajikan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Jenis Baja Struktural. (a) Bentuk Baja Canai Dingin (cold-forming); (b) Bentuk Baja Canai Panas (hot-rolling) (lubisald, 2002)

2.3 Material Baja Canai Dingin

Material yang terbuat dari lembaran baja dengan metode didinginkan disebut canai dingin. Pembentukannya harus pada suhu kamar dengan memakai teknis seperti press brakes. Canai dingin sendiri menjadi material baru di dunia konstruksi dan semakin diminati oleh konsumen. Penggunaan baja ini sendiri sudah diaplikasikan pada bangunan misalnya untuk balok maupun rangka atap. Pengaplikasian baja ini pun dapat dikembangkan lagi misalkan untuk badan pesawat maupun box-girder jembatan.

Baja canai dingin termasuk dalam kategori baja ringan yang masih relatif baru berkembang di Indonesia. Baja canai dingin yang ringan dapat menjadi salah satu alternatif material penyusun struktur jembatan. Dalam perkembangannya para engineer menerapkan tolak ukur perhitungan kekuatan profil berdasarkan standar peraturan berlaku di negara yang sudah mengembangkan baja ringan. Adapun

(7)

keunggulan dalam penggunaan baja canai dingin (cold formed steel) sebagai berikut :

1. Material dengan dimensi yang tetap stabil untuk bertahan terhadap perubahan bentuk karena suhu ruang atau cuaca.

2. Pemasangan yang lebih mudah, cepat, dan efisien.

3. Berat komponen baja canai dingin lebih ringan dibandingkan dengan kayu pada kekuatan yang sama.

4. Material yang tahan lama. Karena adanya lapisan galvanis yang terdapat pada baja canai dingin menyebabkan material ini lebih tahan terhadap korosi dibandingkan dengan baja biasa.

5. Material yang bersifat tidak membesarkan api.

6. Baja canai dingin memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan baja konvensional sehingga lebih ringan, mudah diangkut, dan mudah dalam pengerjaan.

2.3.1 Sifat Mekanis Baja Canai Dingin

Bahan canai dingin memiliki kelebihan dalam hal kemudahan pelaksanaan karena beratnya ringan dan sistem penyambungannya relatif mudah. Dalam SNI 7971:2013 tentang Struktur Baja Canai Dingin diatur bahwa tegangan kuat tarik, tegangan leleh dan daktilitas menjadi karakteristik material yang penting dalam perencanaan desain struktur baja canai dingin. Pengertian daktilitas itu sendiri yaitu kekuatan yang dimiliki material baja dalam menahan regangan plastis atau permanen sebelum terjadi fraktur atau patah. Pengecekan ini dapat dilakukan dengan cara mengukur panjangnya penguluran baja canai dingin sampai dengan 50 mm satuan panjang. Hasil dari proses penguluran material baja canai dingin ini mempunyai ketentuan tidak boleh kurang dari 10% untuk panjang gauge 50 mm atau 7% untuk panjang gauge 200 mm. Kekuatan minimum baja canai dingin tercantum dalam SNI 7971:2013 sesuai dengan AS 1397.

(8)

Tabel 2.1 Kekuatan Minimum Baja Sesuai dengan AS 1397 Mutu Tegangan Leleh (fy)

Mpa

Kekuatan Tarik (fu) Mpa G250 250 320 G300 300 340 G350 350 420 G450 450 480 G500+ 500 520 G550++ 550 550

Keterangan : Modulus elastisitas (E) : 200.000 Mpa Modulus geser (G) : 80.000 Mpa

Koefisien pemuaian (α) : 12 x 106

per

C Angka poisson () : 0,3

2.3.2 Tegangan Regangan Baja Canai Dingin

Dalam fabrikasi baja canai dingin, dilakukan pembentukan lembaran baja menjadi bentuk yang diinginkan. Proses pembentukan ini dilakukan hingga menghasilkan regangan pada kisaran strain hardening. Fenomena ini dikenal sebagai strain-aging yang memiliki efek untuk meningkatkan kekuatan tarik namun sekaligus mengurangi daktilitas. Peningkatan kekuatan tarik disajikan pada Gambar 2.7.

(9)

Gambar 2.7. Efek Strain Hardening dan Straing Aging pada Karakteristik Tegangan Regangan.( Wei-Wen Yu dan Laloube, 2010)

2.4 Jembatan Pejalan Kaki

Pada umumnya perencanaan jembatan pejalan kaki digunakan untuk melintasi jalan raya ataupun jalan kereta api khusus untuk lalu lintas para pejalan kaki. Namun banyak juga dibangun jembatan yang khusus diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk melintasi sungai, lembah, dan rintangan lain. Sehingga perlu adanya perhatian khusus dalam perencanaan jembatan pejalan kaki mengingat pentingnya keselamatan dan rasa nyaman para pejalan kaki dalam melintasi rintangan dan lain sebagainya.

Berdasarkan dari Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Teknik Jembatan Gantung untuk Pejalan Kaki pada Tahun 2010 menyebutkan bahwa dalam proses perencanaan harus dilakukan pengecekan terlebih dahulu secara jelas terhadap pengguna jembatan dan tingkat lalu lintas, karena hal ini akan berpengaruh dalam penentuan lebar jembatan dan beban hidup jembatan. Sehingga pada akhirnya hal ini akan menekan biaya kontruksi pembangunan jembatan pejalan kaki tersebut. Ada dua jenis lebar standar jembatan yang diatur dalam pedoman tersebut yaitu sebagai berikut:

a) Lebar 1,0 – 1,4 m untuk kapasitas jembatan pejalan kaki dua orang yang berjalan berlawanan arah (jembatan pejalan kaki kelas II).

(10)

b) Lebar 1,4 – 1,8 m untuk kapasitas jembatan pejalan kaki 3 orang berjalan beriringan (jembatan pejalan kaki kelas I).

Sedangkan berdasarkan Footbridges Manual for Construction at Community and District Level (2004), lebar jembatan pejalan kaki yang disarankan adalah sebagai berikut:

a) Lebar 1,4 m diperuntukkan bagi pejalan kaki dan selain itu juga dapat digunakan untuk hewan ternak, sepeda dan hewan pembawa barang. b) Lebar 2,1 m diperuntukkan bagi pejalan kaki, kereta yang ditarik oleh

hewan dan kendaraan ringan lainnya.

Pedoman ini juga menyebutkan bahwa hanya satu kendaraan yang diperbolehkan melintas agar jembatan tetap aman. Berikut disajikan gambar agar lebih mudah dipahami. Standar lebar jembatan yang disesuaikan dengan tipe pengguna disajikan pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.

Gambar 2.8. Standar Lebar Jembatan yang Disesuaikan dengan Tipe Pengguna (Footbridges Manual for Construction at Community and District Level, 2004)

(11)

Gambar 2.9. Standar Lebar Jembatan yang Direkomendasikan (Footbridges Manual for Construction at Community and District Level, 2004) 2.5 Jembatan Rangka Baja Canai Dingin Pejalan Kaki

Pengertian jembatan sistem rangka (truss bridge) adalah sistem struktur jembatan tersusun dari batang–batang profil yang dihubungkan satu sama lain. Batang-batang tersebut disusun sedemikian rupa sehingga akan terjadi gaya aksial tekan ataupun tarik.

Dengan meminimalisir momen, maka sistem jembatan rangka ini merupakan sistem struktur yang sangat ideal untuk material canai dingin mengingat material canai dingin sangat mudah mengalami tekuk atau buckling. Hal ini diakibatkan karena baja canai dingin memiliki berat yang ringan dan penampang yang tipis. Jenis-jenis sistem struktur rangka batang yang pada umumnya digunakan pada jembatan yaitu tipe Warren truss, Howe truss, Pratt truss dan K-truss (Refani dkk, 2017).

Jembatan rangka canai dingin adalah jembatan yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip kekuatan dari struktur rangka dan ilmu mengenai kekuatan dari bahan penyusun utama pada struktur rangka tersebut berupa material canai dingin. Jembatan ini pun ditujukkan khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan ringan.

(12)

Kendaraan roda empat maupun kendaraan berat tidak diperbolehkan menggunakan jembatan ini.

2.5.1 Komponen Jembatan Rangka Baja Canai Dingin

Menurut Ariestadi (2008), terdapat dua macam komponen struktur jembatan yaitu komponen bagian atas yang dinamakan superstuktur dan bagian bawah yang dinamakan sub struktur. Komponen atas jembatan terdiri dari plat lantai, deck atau geladak serta rangka utama yang berupa gelagar atau girder. Pada komponen bawah jembatan terdiri dari pier atau pendukung pada bagian tegah jembatan, abutmen, tiang pondasi dan kaki pondasi.

Pada umunnya komponen dan bentuk pada suatu struktur jembatan dapat dibagi dalam dua bagian utama, meliputi struktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah jembatan meliputi kepala jembatan (abutment) dan pilar jembatan sedangkan struktur atas meliputi struktur utama yaitu rangka jembatan, sistem lantai, sistem perletakan, dan perlengkapan lainnya. Komponen jembatan rangka baja canai dingin tersaji pada Gambar 2.10.

(13)

2.5.2 Pembebanan Jembatan Rangka Baja Canai Dingin Pejalan Kaki Suatu gaya yang timbul karena adanya tekana dari luar dan bekerja pada suatu sistem struktur disbut dengan beban. Pada proses perencanaan jembatan, menentukan besarnya beban yang nantinya akan bekerja dilakukan dengan cara estimasi dan dalam menentukan distribusi gaya dilakukan dengan cara pendekatan dan asumsi. Setelah proses perhitungan pembebanan selesai maka dilanjutkan dengan menentukan kombinasi beban yang nantinya akan bekerja pada struktur tersebut dan diambil yang paling besar.

Penentuan pembebanan pada proses perencanaan disesuaikan dengan peraturan SNI 1726-2016 mengenai Standar Pembebanan Untuk Jembatan, dan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 02/SE/M/2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Jembatan Gantung Untuk Pejalan Kaki, dimana tentunya beban-beban yang tertera pada peraturan tersebut akan dipilah mana yang akan digunakan kemudian akan di analisa dengan menggunakan program bantu Staad Pro V8i.

Jembatan yang dibangun harus mampu menahan gaya-gaya beban luar yang bekerja. Secara garis besar, pembebanan pada jembatan dibagi menjadi empat, yakni beban tetap atau beban mati, beban lalu lintas atau beban hidup dan aksi lingkungan seperti beban angin dan beban gempa serta beban khusus.

1. Beban Tetap

a. Beban mati akibat berat sendiri struktur jembatan berdasarkan berat isi bahan.

b. Beban mati tambahan akibat berat sendiri elemen non struktural yang nilainya dihitung berdasarkan berat isi bahan yang digunakan. c. Gaya akibat susut dan rangkak beton. Beban ini tidak diperhitungkan karena material utama yang digunakan dalam Perencanaan jembatan rangka pejalan kaki ini adalah baja canai dingin.

d. Tekanan tanah. Beban ini tidak diperhitungkan karena Perencanaan dibatasi pada struktur atas jembatan.

(14)

2. Beban Lalu Lintas

a. Beban lajur “D”. Beban ini tidak diperhitungkan karena jembatan direncanakan hanya untuk pejalan kaki.

b. Beban truk “T”. Beban ini tidak diperhitungkan karena jembatan direncanakan hanya untuk pejalan kaki.

c. Gaya rem. Beban ini tidak diperhitungkan karena tidak ada dalam perencanaan jembatan pejalan kaki.

d. Beban pejalan kaki. e. Beban kendaraan ringan.

3. Aksi Lingkungan a. Beban angin.

b. Beban gempa. Beban ini tidak diperhitungkan.

c. Gaya akibat suhu. Beban ini tidak diperhitungkan, namun untuk mengantisipasi pemuaian dan penyusutan akibat suhu, elemen tumpuan di desain menggunakan tumpuan sendi dan rol.

4. Beban Khusus

a. Gaya prategang. Beban ini tidak diperhitungkan karena struktur bukan termasuk struktur prategang.

b. Gaya tumbukan. Beban ini tidak diperhitungkan karena jembatan diasumsikan terletak pada posisi yang aman terbebas dari tumbukan. Adapun pengelompokan beban pada jembatan pejalan kaki tersaji pada Gambar 2.11.

(15)

Gambar 2.11. Pengelompokan Beban pada Jembatan

2.5.3 Beban Tetap

Beban tetap yang digunakan dalam jembatan baja canai dingin ini yaitu berat sendiri dari jembatan tersebut atau beban mati dan beban mati tambahan seperti ralling jembatan yang berfungsi sebagai pengaman.

a. Beban Mati

Beban mati jembatan baja canai dingin terdiri atas berat struktur rangka, berat sambungan mur-baut, dan berat sambungan pelat. Beban ini didasarkan berdasar berat jenis bahan, yakni bahan baja canai dingin dengan berat jenis 7850 kg/m3. Adapun faktor beban yang digunakan disesuaikan denganTabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2. Faktor Beban Mati

b. Beban Mati Tambahan

Beban mati tambahan terdiri atas berat railing sebesar 100 kg/m’ dan deck jembatan yang direncanakan menggunakan kayu merbau dengan berat jenis 800 kg/m3. Adapun faktor beban yang digunakan disesuaikan dengan Tabel 2.3.

(16)

2.5.4 Beban Lalu Lintas atau Beban Hidup

Beban lalu lintas rencana yang berupa beban pejalan kaki sebesar 500 kg/m dan beban kendaraan ringan sebesar 2000 kg. Faktor beban lalu lintas yang digunakan disajikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Faktor Beban Lalu Lintas

2.5.4.1 Pembebanan untuk Pejalan Kaki

Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja secara bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada kemungkinan trotoar berubah fungsi menjadi lajur kendaraan, maka beban hidup kendaraan harus ditetapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu dipertimbangkan.

2.6 Properti Penampang

Penampang canai dingin dibagi menjadi beberapa elemen sederhana diantaranya elemen rata, bengkok, lengkung, dan lain sebagainya sebagaiamana tersaji pada Gambar 2.12.

(17)

Gambar 2.12. Elemen pada Penampang Canai Dingin.

Properti penampang dapat menggunakan properti dari tabel yang disediakan oleh produsen baja canai dingin, namun apabila properti yang digunakan tidak ada tabel maka properti penampang harus dihitung sendiri. Penampang baja canai dingin dapat dikombinasikan menjadi gabungan dari penampang tunggal seperti yang tersaji pada Gambar 2.13.

(18)

Gambar 2.13. Contoh Simetri Penampang

2.6.1 Batasan Dimensi

Penampang canai dingin harus dikontrol dengan batasan dimensi untuk masing-masing elemen sebagai batasan terhadap tekuk lokal elemen. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi tekuk lokal elemen dan sebagai cek kontrol telah memenuhi batasan yang diijinkan apa belum. Batasan dimensi disajikan dengan rumus sebagai berikut:

A. Perbandingan maksimal antara lebar dengan tebal (b/t)

• Untuk elemen sayap → b/t < 60

• Untuk elemen badan → b/t < 500

• Untuk elemen lip → b/t < 60

B. Perbandingan maksimal antara tinggi dan tebal (d/tw)

• Untuk pelat badan dengan pengaku tumpu dan pengaku antara → d11/tw< 300

• Apabila terdapat plat badan terdiri dari dua lembaran atau lebih, maka perbandingan antara d11/tw dihitung pada setiap lembaran.

(19)

Gambar 2.14. Pengaku baja canai dingin. (a) Elemen tekan dengan pengaku; (b) Elemen tekan tanpa pengaku; (c) Elemen dengan banyak pengaku; (d) Elemen

tekan lengkung 2.7 Analisa Struktur Rangka Baja Canai Dingin

Dalam menganalisa struktur rangka baja canai dingin digunakan peraturan SNI 7971 Tahun 2013 mengenai Struktur Baja Canai Dingin, dimana peraturan ini mengadopsi dari code AS/NZS 4600:2005 yang merupakan Australian/New Zealand Standard Cold Formed Steel Structures. Elemen struktur yang dirancang meliputi elemen batang berupa gaya aksial tarik dan gaya aksial tekan.

2.7.1 Batang Tarik

Gaya yang memiliki kecenderungan untuk menarik elemen hingga megalami fraktur atau putus disebut dengan gaya tarik (Ariestadi, 2008). Pada komponen struktur yang mendapatkan gaya aksial tarik maka perhitungan desain komponen harus memenuhi persamaan berikut:

(20)

N*≤ɸtNt (2.2)

Dimana:

N* Gaya aksial tarik desain

Øt Faktor reduksi kapasitas. Komponen Struktur Tarik = 0,9

Nt Kapasitas penampang nominal dari komponen struktur tarik

1. Kapasitas Penampang Nominal Struktur Tarik (Nt)

Kapasitas penampang nominal dari struktur tarik harus diambil nilai terkecil dari:

Nt = Ag fy ; dan (2.3(1))

Nt = 0,85 kt Ag fy (2.3(2))

Dimana:

Ag Luas bruto penampang

fy Tegangan leleh yang digunakan dalam desain

kt Faktor koreksi untuk distribusi gaya

An Luas netto penampang

fu Tegangan tarik yang digunakan dalam desain

Faktor Koreksi untuk Distribusi Gaya (kt)

Nilai kt harus sesuai dengan Pasal 3.2.3 halaman 51 pada SNI 7971:2013.

(21)

Tabel 2.6. Faktor Koreksi untuk Elemen yang Diarsir

2. Diagram Perencanaan Batang Tarik

Alur perencanaan batang tarik dijelaskan melalui diagram alir yang tersaji pada Gambar 2.15.

(22)

Gambar 2.15. Diagram Alir Perencanaan Batang Tarik

2.7.2 Batang Tekan

Batang tekan merupakan komponen struktur yang berupa beban tekan dari hasil keseluruhan beban yang bekerja dan memiliki titik berat penampang efektif yang dihitung pada tegangan kritis (fn). Gaya yang memiliki kecenderungan untuk

menghancurkan sistem struktur ata mengakibatkan terjadinya tekuk pada elemen disebut dengan gaya tekan. Pada proses perencanaan nilai gaya aksial tekan harus dihitung dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut ini:

(23)

N* ≤ ɸc Ns (2.4(1))

N* ≤ ɸc Nc (2.4(2))

Dimana:

N* Gaya aksial tekan desain

ɸc Faktor reduksi kapasitas. Komponen struktur tekan = 0,85

Ns Kapasitas penampang nominal dari komponen struktur tekan

Nc Kapasitas komponen struktur nominal dari komponen tekan

1. Kapasitas Penampang Nominal Struktur Tekan (Ns)

Kapasitas penampang nominal dari struktur tekan diambil dari persamaan:

Ns = Ae fy (2.5)

Dimana:

Ae Luas efektif saat tegangan leleh (fy)

fy Tegangan leleh yang digunakan dalam desain

2. Kapasitas Komponen Struktur Nominal Struktur Tekan (Nc)

Kapasitas komponen struktur nominal dari komponen tekan diambil dari persamaan:

Nc = Ae fn (2.6)

Dimana:

Ae Luas efektif saat tegangan leleh (fy)

fn Tegangan kritis

(24)

Dengan nilai λc = √

𝑓𝑦

𝑓𝑜𝑐

Dimana:

λc Nilai kelangsingan foc Tegangan tekuk lentur

Ditentukan dari nilai terkecil tegangan tekuk lentur, torsi dan lentur - torsi elastis

Catatan:

a) Rasio kelangsingan (lc/rmin) dari komponen tekan tidak boleh melebihi 200

b) Untuk penampang simetris ganda, penampang tertutup dan penampang lain yang dapat ditunjukkan tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, tegangan tekuk lentur elastis (foc) ditentukan dengan,

foc = ( 𝝅²𝑬

(𝒍𝒆/ 𝒓𝒎𝒊𝒏)𝟐) (2.7)

dimana le adalah panjang efektif penampang r adalah radius girasi

c) Untuk baja G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm, digunakan radius girasi tereduksi γr jika nilai panjang efektif kurang dari 1,1 lo, dimana :

lo = 𝝅. 𝒓 √𝒇𝒄𝒓𝑬 (2.8)

γ = 𝟎, 𝟔𝟓 + 𝟎,𝟑𝟓.𝒍𝒆

𝟏,𝟏.𝒍𝒐 (2.9)

d) Tegangan tekuk elastis pelat (fcr) dihitung melalui rumus (SNI halaman

35)

fcr = ( 𝒌𝝅²𝑬

𝟏𝟐 (𝟏−𝒗𝟐)) 𝒙 (

𝒕

𝒃) ² (2.10)

(25)

3. Diagram Perencanaan Batang Tekan

Alur perencanaan batang tekan dijelaskan melalui diagram alir berikut:

Gambar 2.16. Diagram Alir Perencanaan Batang Tekan

(26)

2.8 Sambungan Baja Canai Dingin

Semua sistem pengencangan yang sesuai seperti mur baut, sekrup dapat digunakan untuk menghubungan bagian – bagian komponen struktur. Elemen sambungan terdiri dari komponen struktur, komponen struktur sambungan, dan alat penyambung. Sambungan pada struktur harus didesain agar konsisten dengan asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam analisis struktur dan sesuai dengan bab ini. Sambungan harus mampu mentransfer efek-efek desain yang dihitung dari analisis ini.

2.8.1 Sambungan Sekrup

Elemen sambungan merupakan elemen struktur yang terdiri atas komponen sambungan dan penghubung. Fungsi sambungan ialah memindahkan reaksi gaya ke elemen lain. Hal tersebut untuk membuat beban yang bekerja diteruskan ke struktur bawah. Oleh sebab itu, sambungan pada suatu struktur harus direncanakan sekuat mungkin dengan analisa yang sesuai peraturan.

Pada perakitan canai dingin dipakai sambungan antar elemen dengan sekrup. Dalam merencanakan sambungan rangka baja jembatan baja canai dingin tidak diperkenankan menggunakan sambungan berupa pelat buhul dan material lain selain material baja canai dingin, sehingga digunakan sambungan dengan material baja canai dingin yang dimodifikasi dari profil batang itu sendiri dengan diasumsikan sebagai pelat sambung. Selain itu, sambungan antar batang pada rangka baja canai dingin menggunakan self drilling screw tipe 12-14x20 (Panduan KJI 2017).

(27)

Gambar 2.17. Komponen dan notasi sekrup

Perhitungan sambungan sekrup baja canai dingin mengacu pada SNI 7971:2013 pasal 5.4 tentang sambungan sekrup baja canai dingin untuk keamanan penyambungan.

1. Sambungan sekrup dalam geser A. Pemeriksaan Jarak

Sambungan sekrup harus memenuhi syarat,

3,0 mm  df  7,0 mm (2.12(1))

Jarak pusat ke tepi > 3df (2.12(2)) Jarak pusat ke pusat > 3df (2.12(3)) Dimana df adalah diameter nominal

B. Tarik pada Bagian Tersambung

Gaya tarik desain (Nt*) pada penampang netto harus memenuhi,

Nt*= ∅ . 𝑵𝒕 (2.13)

Dimana :

Nt* Gaya tarik desain sekrup Ø Faktor reduksi 0,65

𝑁𝑡 Kapasitas tarik nominal penampang netto tersambung

Kapasitas tarik nominal (Nt)

Nilai Nt ditentukan dari persamaan berikut,

Sekrup tunggal atau satu baris sekrup lurus gaya yaitu :

Nt = (2,5df / Sf ) An fu An fu (2.14(1))

(28)

Nt = An fu (2.14(2))

Dimana :

df Diameter sekrup nominal

Sf Jarak sekrup tegak lurus gaya

An Luas netto tersambung

C. Jungkit (tilting) dan tumpu lubang

Gaya tumpu desain (Vb*) pada satu sekrup harus memenuhi,

Vb*= ∅ . 𝑽𝒃 (2.15)

Dimana :

Vb* Gaya tumpu desain sekrup

∅ Faktor reduksi kapasitas = 0,50

𝑉𝑏 Kapasitas tumpu nominal bagian tersambung

Kapasitas tumpu nominal bagian tersambung (Vb) Nilai Vb ditentukan dalam persamaan berikut,

- Untuk t2/t1 1,0, Vb harus diambil dari nilai terkecil dari :

Vb = 𝟒, 𝟐 √(𝒕𝟐𝟑𝒅𝒇)𝒇𝒖𝟐 (2.16(1))

Vb = 𝑪𝒕𝟏 𝒅𝒇 𝒇𝒖𝟏 (2.16(2))

Vb = 𝑪𝒕𝟐 𝒅𝒇 𝒇𝒖𝟐 (2.16(3))

- Untuk t2/t1 2,5, Vb harus diambil dari nilai terkecil dari :

Vb = 𝑪𝒕𝟏 𝒅𝒇 𝒇𝒖𝟏 (2.17(1))

Vb = 𝑪𝒕𝟐 𝒅𝒇 𝒇𝒖𝟐 (2.17(2))

- Untuk 1,0  t2 /t1  2,5, Vb harus ditentukan secara interpolasi linier

antara nilai terkecil dari persamaan 2.14 dan 2.15.

Dimana :

t2 Tebal lembaran yang tidak kontak dengan kepala sekrup

(29)

𝑑𝑓 Diameter sekrup nominal

𝑓𝑢2 Kekuatan tarik lembaran yang tidak kontak dengan kepala

sekrup

𝑓𝑢1 Kekuatan tarik lembaran yang kontak dengan kepala sekrup

C Faktor tumpu

Tabel 2.9. Nilai Faktor Tumpu

Geser Sambungan yang dibatasi Jarak Ujung

Gaya geser desain (V*fv) yang dibatasi jarak ujung harus memenuhi,

Vb*fv= ∅ . 𝑽𝒇𝒗 (2.18(1))

Jika fu / fy  1,08 maka ∅ = 0,7 ; fu / fy  1,08, ∅ = 0,6

Jika jarak ke suatu tepi bagian tersmbung sejajar dengan garis gaya yang bekerja, gaya geser nominal harus dihitung sebagai berikut :

Vfv= 𝒕. 𝒆 . 𝒇𝒖 (2.18(2))

Dimana :

t Tebal bagian yang jarak ujungnya diukur

𝒆 Jarak yang diukur pada garis gaya dari pusat lubang standar ke ujung terdekat bagian tersambung

Kapasitas Sekrup dalam Geser

Kapasitas geser nominal sekrup tidak boleh kurang dari 1,25Vb.

2. Sambungan sekrup dalam Tarik A. Pemeriksaan Jarak

Jarak dari pusat sekrup dalam tarik ke setiap bagian tepi tidak boleh kurang dari 3df.

(30)

B. Cabut (Pull Out) dan Tembus (Pull-Through)

Gaya tarik desain (Nt*) pada penampang netto harus memenuhi,

Nt*= ∅ . 𝑵𝒕 (2.19)

Dimana :

Nt* Gaya tarik desain sekrup Ø Faktor reduksi 0,5

𝑁𝑡 Kapasitas tarik nominal penampang netto tersambung

Kapasitas nominal sambungan dalam tarik (Nt) Nilai Nt diambil dari nilai terkecil berikut,

- Untuk t2 > 0,9 mm, dengan persamaan :

Nt =𝟎, 𝟖𝟓 𝒕𝟏 𝒅𝒇 𝒇𝒖𝟐 (2.20(1))

- Untuk 0,5  t1  1,5 mm, dengan persamaan :

Nt =𝟏, 𝟓𝒕𝟏 𝒅𝒘 𝒇𝒖𝟏 (2.20(2))

dw adalah diameter kepala baut dan diameter ring yang lebih besar, tetapi tidak lebih besar dari 12, tetapi tidak lebih besar dari 12,5 mm.

C. Sekrup dalam Tarik

Kapasitas tarik nominal sekrup tidak boleh kurang dari 1,25Nt.

2.8.2 Geser Eksentris pada Sambungan

Apabila gaya yang bekerja pada garis kerja yang tidak melewati titik berat kelompok baut atau sekrup maka akan timbul efek akibat gaya eksentris tersebut. Beban P yang mempunyai eksentrisitas sebesar e, adalah ekuivalen statis dengan momen P dikali e ditambah gaya kosentris P yang bekerja pada sambungan. Karena baik momen maupun beban kosentris tersebut memberi efek geser pada kelompok baut, kondisi ini disebut sebagai geser eksentris.

(31)

Gambar 2.18. Sambungan dengan beban momen

Dalam mendesain sambungan seperti ini dapat digunakan dua macam pendekatan yaitu :

a. Analisa elastik

Analisa ini dengan mengasumsikan tidak ada gesekan antara pelat yang kaku dan alat pengencang yang elastik. Prosedur analisa ini didasarkan pada konsep mekanika bahan sederhana, dan digunakan sebagai prosedur konservatif.

b. Analisa Plastis

Cara ini dianggap lebih rasional dibandingkan dengan cara elastik. Beban P yang bekerja dapat menimbulkan translasi dan rotasi pada kelompok baut/ Translasi dan rotasi ini dapat direduksi menjadi rotasi murni terhadap rotasi besar.

Gambar

Gambar 2.1 Konfigurasi rangka batang yang stabil dan tidak stabil (Schodek,1999)  2.1.2  Konfigurasi Segitiga
Gambar 2.3 Gaya Tekan dan Gaya Tarik  2.1.4  Komponen Jembatan Rangka Batang
Gambar 2.4 Struktur Jembatan Rangka Batang (Truss) (Chen Wai-Fah dan Lian  Duan, 2000).
Gambar 2.5 Berbagai tipe rangka batang/truss Jembatan. (a) Warren truss  (dengan batang atas rangka lurus); (b) Warren Truss (dengan batang atas rangka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui metode penanggulangan yang dilakukan sebagai solusi bagi pejalan kaki untuk menyeberang di tengah padatnya arus kendaraan maka akan sangat tepat bila dibangun

Karena jembatan hanya direncanakan untuk kendaraan roda dua dan pejalan kaki, maka beban Truk “T” yang digunakan pada perencanaan jembataan ini digunakan beban terpusat