• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ISI PESAN DALAM NOVEL KERUMUNAN TERAKHIR KARYA OKKY MADASARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS ISI PESAN DALAM NOVEL KERUMUNAN TERAKHIR KARYA OKKY MADASARI"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA OKKY MADASARI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya “Almamater Wartawan Surabaya” Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi

Oleh :

MEGA MUSTIKA TRI WULANDARI 14.11.0154

KEKHUSUSAN : BROADCASTING

SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

vii ABSTRAK

Perkembangan teknologi komunikasi memberikan pengaruh kuat pada kehidupan masyarakat. Teknologi juga menciptakan tipe-tipe masyarakat karena ketergantungannya pada teknologi itu sendiri.Novel merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang berperan dalam memberiinformasi dan mempersuasi pembacanya dengan menyampaikan pesan-pesan tertentu.Unsur ekstrinsik merupakan aspek-aspek yang berada di luar estetika sastra, digunakan untuk mengungkapkan kandungan tertentu dalam karya sastra, diantaranya: pesan moral/etika, nilai filosofis, nilai pendidikan, nilai kesejarahan, dan nilai religius.Alasan peneliti memilih novel Kerumunan Terakhir ini karena novel tersebutmengangkat fenomena perkembangan teknologi yang semakin maju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari. Peneliti menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan pendekatan secara objektif berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra (novel) untuk menemukan kandungan unsur ekstrinsik berupa pesan moral/etika dalam novel tersebut.Terdapat beberapa kandungan unsur ekstrinsik berupa pesan moral/etika dalam novel Kerumunan Terakhir, pada bagian dunia pertama terdapat pesan moral berupa kejujuran dan hidup bersosial, pada bagian dunia kedua terdapat pesan untuk berhati-hati dalam memberikan akses internet kepada anak-anak di bawah umur, dan pada bagian dua dunia bermuara terdapat pesan moral/etika tentang keaslian atau akurasi informasi yang beredar pada media sosial.

(6)

ii

Halaman Muka ... i

Daftar Isi ... ii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4 1.3.2 Manfaat Penelitian ... 4 1.3.2.1 Manfaat Teoritis ... 4 1.3.2.2 Manfaat Praktis ... 4 1.4 Kajian Pustaka ... 5 1.4.1 Ilmu Komunikasi ……… 5 1.4.2 Komunikasi Massa …………... 7 1.4.2.1 Buku ... 8 1.4.3 Karya Sastra ………...…………..….. 8 1.4.3.1 Novel………..………...….……… 10 1.4.3.2 Elemen-Elemen Novel………...11

1.4.3.3 Unsur Ekstrinsik dalam Novel …………...………13

1.5 Kerangka Berpikir ... 14

(7)

iii

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ………..………... 16

BAB II ………...……….…………... 17

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ………. 17

2.1 Novel Kerumunan Terakhir Karya Okky Madasari ……..…………. 17

2.2 Tokoh dalam Novel ……….………….………... 18

2.3 Latar Tempat dalam Novel………... 19

2.4 Biografi Penulis………... 20

BAB III ………... 22

ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA ………...…... 22

3.1 Temuan dan Analisis Unsur Ekstrinsik ……….…... 22

3.2 Interpretasi Data …...………….…………...……….…. 45

3.3 Analisis Hasil Penelitian ... 46

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sebagai mahluk sosial manusia tentu perlu berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi diartikan sebagai proses produksi pesan, pesan-pesan ini kemudian dipertukarkan maknanya. Fiske menyatakan bahwa komunikasi sebagai interaksi sosial melalui pesan. Komunikasi sebagai proses produksi pesan dan pertukaran makna fokus dengan bagaimana pesan atau teks, berinteraksi dengan manusia dalam rangka untuk memproduksi makna, artinya pandangan ini sangat memperhatikan peran teks di dalam budaya kita (Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi, 2012: 3).

Dalam kajian ilmu komunikasi, novel merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Menurut De Fleur dan Dennis Mc Quail dalam Genarsih (2006: 33) secara garis besar media komunikasi massa dapat digolongkan ke dalam tiga hal yaitu media cetak atau print buku, majalah, surat kabar, dan film khususmya film komersil serta media broadcasting yaitu radio dan televisi. media cetak

(9)

sebagai salah satu bentuk media komunikasi umumnya memilikifungsi sebagai pemberiinformasi, artikel, majalah yang lebih bersifat mempengaruhi dan novel mempunyai fungsi utama untuk menghibur. Selain itu, novel juga memberiinformasi dan mempersuasi pembacanya (Genarsih, 2006: 33).

Novel turut berperan dalam praktik penyampaian pesan-pesan tertentu. Pesan itu sendiri dikonstruksi oleh komunikator melalui setting, ruang, waktu, dan penokohan yang ada dalam alur cerita yang disajikan. Sebagai bagian dari karya sastra, cerita atau pesan novel mampu melintas ruang dan waktu. Novel juga merupakan salah satu bentuk teks, yang membuka peluang pembaca untuk memaknai teks tersebut secara berbeda (McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, 1997: 19).

Sastra memiliki dua pengertian yaitu ontologi dan etimologis yang menjelaskan bahwa dua hal utama yang terdapat dalam sastra adalah nilai dan keindahan, pada aspek nilai inilah yang kemudian disebut makna. Sastra selalu menyampaikan nilai atau makna kepada pembaca (Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, 2012: 2).

Novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari adalah salah satu bentuk karya sastra yang memiliki pesan tersendiri kepada

(10)

pembacanya. Seperti yang tertulis pada sampul belakang novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari.

“Sepotong kisah tentang kegagapan manusia di tengah zaman yang berubah cepat, yang tidak memberi kesempatan setiap orang untuk diam dan mengenang. Berhenti dan kembali kebelakang.

Dari satu kerumunan ke kerumunan lainnya, dalam

kebisingan dan keasingan, generasi zaman ini

berbondong-bondong meninggalkan masa lalu menuju masa depan.

Tapi di manakah masa depan itu?”

Okky Madasari adalah seorang penulis yang dikenal dengan karya-karya yang menyuarakan kritik sosial. Ia konsisten mempertanyakan hal-hal kekinian yang menjadi kegelisahan utama generasi zaman ini. Beberapa novel yang ia tulis adalah Entrok (2010), 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013), dan Kerumunan Terakhir (2016).

Alasan peneliti memilih novel Kerumunan Terakhir yang diterbitkan tahun 2016 ini karena novel tersebutmengangkat fenomena perkembangan teknologi yang semakin maju dan jika dilihat dengan keadaan sekarang, cerita yang ditulis oleh Okky

(11)

Madasari sangat menggambarkan realita yang sedang terjadi. Karena itu, peneliti ingin mengetahui apa unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari. Unsur ekstrinsik, yaitu aspek-aspek yang berada di luar estetika sastra. Unsur ekstrinsik digunakan guna mengungkapkan kandungan tertentu dalam karya sastra (Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi, 2008: 160).

Istilah determinisme teknologi, dikenalkan oleh Thorntein Veblen (1857-1929) bahwa teknologi itu otonom dan independen atau tidak dipengaruhi oleh hal lain. Meskipun independen, namun dalam perkembangannya memberikan pengaruh kuat pada kehidupan masyarakat. Karena pengaruhnya itu, teknologi menghasilkan sifat khusus masyarakat, yakni mereka yang terpengaruh atau beradaptasi dengan teknologi tersebut. Jadi, teknologi menciptakan tipe-tipe masyarakat karena ketergantungannya pada teknologi itu sendiri (Nurudin, Perkembangan Teknologi Komunikasi, 2017: 9).

(12)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalahnya adalah :

Apa unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat yang sifatnya teoritis atau sifatnya praktis, bagi pembelajar ilmu komunikasi dan bagi pembaca novel.

1.3.2.1Manfaat Teoretis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para peneliti untuk penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan ilmu komunikasi dan sastra.

(13)

1.3.2.2Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman bagi pembaca karya sastra tentang unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel yang dibacanya.

(14)

1.4 Kajian Pustaka

1.4.1Teknologi Komunikasi

Istilah determinisme teknologi, dikenalkan oleh Thorntein Veblen (1857-1929) bahwa teknologi itu otonom dan independen atau tidak dipengaruhi oleh hal lain. Meskipun independen, namun dalam perkembangannya memberikan pengaruh kuat pada kehidupan masyarakat. Karena pengaruhnya itu, teknologi menghasilkan sifat khusus masyarakat, yakni mereka yang terpengaruh atau beradaptasi dengan teknologi tersebut. Jadi, teknolosi menciptakan tipe-tipe masyarakat karena ketergantungannya pada teknologi itu sendiri (Nurudin, Perkembangan Teknologi Komunikasi, 2017: 9).

Berbagai dampak yang ditimbulkan teknologi disebabkan adanya pesan yang dibawa teknologi komunikasi. Menurut Everett M. Rogers (1986), pesan yang dibawa teknologi bisa mendidik penggunannya untuk (1) melakukan demasifikasi; (2) menyesuaikan diri; (3) meningkatkan interaksi (Nurudin, Perkembangan Teknologi Komunikasi, 2017: 14).

(15)

1.4.2 Komunikasi Massa

Joseph A. Devito dalam bukunya Communicology: An Introduction to the Study of Cummunication, mengemukakan definisi mengenai komunikasi massa, yakni sebagai berikut : 1.Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya.

2.Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan visual. Komunikasi massa barang kali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita (Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, 2009: 21).

Pool (1973) mendefinisikan komunikasi massa sebagai, “komunikasi yang berlangsung dalam situasi interposed, ketika

antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, film atau televisi (Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, 2000: 3).

(16)

1.4.2.1 Novel Sebagai Komunikasi Massa

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling popular di dunia, baik berupa fiksi maupun non fiksi. Definisi sastra sendiri adalah hasil karya seni para pengarang atau sastrawan, yang bisa berupa prosa (cerita pendek dan novel), puisi, dan naskah drama. Jenis-jenis seperti ini disebut karya sastra atau sastra kreatif (Sehandi, Mengenal 25 Teori Sastra, 2014: 1).

Istilah novel berasal dari kata latin novellas yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru. Dalam sastra Indonesia, pada angkatan 45 dan seterusnya, jenis prosa fiksi yang disebut roman lazim dinyatakan sebagai novel (Waluyo, Pengkajian Sastra Rekaan, 2002: 2). Novel juga merupakan salah satu bentuk teks, yang membuka peluang pembaca untuk memaknai teks tersebut secara berbeda (McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, 1997: 19).

Novel adalah wacana yang dibangun oleh beberapa unsur. Unsur itu membangun suatu kesatuan, kebulatan, dan regulasi diri atau membangun sebuah struktur. Struktur dalam novel merupakan susunan unsur yang bersistem,

(17)

yang antara anasirnya terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan untuk membangun kesatuan makna. Unsur itu bersifat fungsional, artinya dicipta pengarang untuk mendukung maksud secara keseluruhan dan maknanya ditentukan oleh keseluruhan cerita itu. Menurut Waluyo secara garis besar, unsur novel tersebut dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik (Waluyo, Pengkajian Sastra Rekaan, 2002: 136).

Dalam kajian ilmu komunikasi, novel merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Novel turut berperan dalam praktik penyampaian pesan-pesan tertentu. Pesan itu sendiri dikonstruksi oleh komunikator melalui setting, ruang, waktu, dan penokohan yang ada dalam alur cerita yang disajikan. Sebagai bagian dari karya sastra, cerita atau pesan novel mampu melintas ruang dan waktu (http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/13535

(18)

1.4.3 Karya Sastra

Werren dan Wallek (1956) dalam Kurniawan (2012) mendefinisikan sastra sebagai karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika yang dominan. Imajinasi dan estetika merupakan konsep dasar seni yang sifatnya personal, sedangkan bahasa merupakan ciri khas dari media penyampainya, yang membuat karya sastra berbeda dengan karya-karya lainnya. Penjelasan sastra ini adalah penafsiran pengertian sastra secara ontologi, yaitu dengan melihat hakikat sastra sebagai cabang seni sehingga kita bisa membedakan perbedaan seni sastra dengan seni-seni yang lainnya (Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, 2012: 2).

Definisi sastra juga banyak yang mengarah pada pengertian sastra ditinjau secara etimologi, asal muasal kata. Menurut Teeuw (1988: 2) dalam Kurniawan (2012), dalam bahasa barat kata “sastra” itu sepengertian dengan kata literature (Inggris),

literatur (Jerman), literature (Prancis) yang semua berasal dari bahasa latin litteratura, terjemahan dari kata yunani litteratura dan grammatika, yang umumnya berarti “segala sesuatu yang tertulis”. Ini berarti, sastra adalah pemakaian bahasa dalam

(19)

bentuk tertulis (Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, 2012: 2).

Sastra memiliki dua pengertian yaitu ontologi dan etimologis yang menjelaskan bahwa dua hal utama yang terdapat dalam sastra adalah nilai dan keindahan, Pada aspek nilai inilah yang kemudian disebut makna. Sastra selalu menyampaikan nilai atau makna kepada pembaca (Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, 2012: 2).

1.4.3.1 Buku

Buku adalah salah satu perwujudan atau medium komunikasi massa. Menurut Surahman dalam Skripsi Pengembangan Buku Teks Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah menengah Pertama Fella tahun 2014 secara umum buku dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Buku sumber, yaitu buku yang biasa dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu. Biasanya buku sumber berisi suatu kajian ilmu yang lengkap.

(20)

2. Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja, misalnya cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya.

3. Buku pegangan, yaitu buku yang biasa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran.

4. Buku teks, yaitu yang disusun untuk proses pembelajaran, dan berisi bahan-bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan (Fella, 2014 ).

Penelitian ini mengkaji karya sastra berbentuk novel yang termasuk jenis buku bacaan.

1.4.4 Elemen-Elemen Novel

Karya sastra berupa novel memiliki beberapa elemen yang tidak dapat terlepas, yaitu:

1. Cerita

Cerita seolah-olah memiliki pengertian yang berlawanan dengan sejarah, yang pertama dianggap sebagai memiliki makna yang dibuat-buat, sedangkan yang kedua sebagai kenyataan yang sesungguhnya, sebagai fakta (Ratna, 1.250 Entri Kajian Sastra, Seni, dan Sosial Budaya, 2013: 85).

(21)

2. Latar (Setting)

Menurut Aminuddin (1995: 67) Latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa serta mempunyai fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Latar atau setting tempat, waktu, maupun situasi tertentu dalam karya fiksi tidak semata berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal, melainkan juga menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasan tertentu pula yang dapat menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembaca (Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisa Fiksi, 2010: 46).

3. Penokohan

Penokohan dapat diartikan sebagai cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku dalam cerita yang dikarangnya. Tokoh dalam suatu cerita fiksi dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh tambahan atau pembantu.

a. Tokoh utama, tokoh yang sering muncul dan yang sering diberi komentar.

(22)

b. Tokoh tambahan, tokoh yang mendukung tokoh utama dan hanya diberi komentar alakadarnya (Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisa Fiksi, 2010: 47).

4. Alur (Plot)

Menurut Aminuddin (1995:83) mengartikan alur sebagai rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisa Fiksi 2010: 49).

1.4.5 Unsur Ekstrinsik dalam Novel

Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2010), menjelaskan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, namun secara tidak langsung memengaruhi bangunan sistem organisme karya sastra, meskipun cukup mempengaruhi (Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, 2010: 23).

Pada dasarnya analisis konten dalam bidang sastra tergolong upaya memahami karya dari aspek ekstrinsik. Aspek-aspek yang berada di luar estetika sastra tersebut dibedah, dihayati, dan dibahas mendalam. Unsur ekstrinsik

(23)

sastra yang menarik perhatian analis konten cukup banyak; antara lain (a) pesan moral/etika, (b) nilai pendidikan (didaktis), (c) nilai filosofis, (d) nilai religius, (e) nilai kesejarahan. Dengan kata lain peneliti baru memanfaatkan analisis konten apabila hendak mengungkap kandungan nilai tertentu dalam karya sastra (Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi, 2008: 160).

Untuk penelitian ini, peneliti tertarik meneliti unsur ekstrinsik yang menonjol atau mendominasi konten novel yang

(24)

1.5 Kerangka Berpikir

Buku sebagai medium komunikasi massa yang berfungsi untuk edukasi dan hiburan.

Novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari

1. Teori sastra 2. Teori komunikasi

Unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel Kerumunan Terakhir karya

Okky Madasari

Metode analisis isi

(25)

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Metode dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis isi untuk mengetahui dan menangkap aspek ekstrinsik dalam sebuah karya novel yang diteliti. Secara definisi analisis isi menurut Vredenbreght, 1983 adalah analisis mengenai muatan, pesan, masalah pokok yang terkandung dalam karya (Ratna, 1.250 Entri Kajian Sastra, Seni, dan Sosial Budaya, 2013: 23).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif (analisis karya). Pendekatan subjektif merupakan penelitian yang menggali kehidupan pengarangnya, sedangkan pendekatan objektif merupakan penelitian yang memberi perhatian pada unsur, antarhubungan, dan totalitas. Abrams (dalam Ratna, 2013: 24) menyebut pendekatan objektif berkaitan dengan karya itu sendiri, karya sastra secara otonom, lepas dari latar belakang social dan latar belakang pengarangnya yang ada diluarnya. Pendekatan objektif dominan dalam teori strukturalisme (Ratna, 1.250 Entri Kajian Sastra, Seni, dan Sosial Budaya, 2013:24).

Pendekatan ini bertujuan melihat karya sastra secara objektif berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra (novel). Pendekatan objektif inilah yang digunakan peneliti untuk mengkaji karya sastra novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari.

(26)

1.6.2 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari, khususnya unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel.

1.6.3 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian adalah satuantertentu yang diperhitungkan sebagai subyek atau sasaran penelitian (sasaranyang dijadikan analisis atau fokus yang diteliti).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan elemen-elemen novel berupa cerita, latar dan tokoh sebagai unit analisis.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data yang diteliti dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Membaca novel Kerumunan Terakhir.

2. Menentukan unit analisis, yaitu: cerita, latar, tokoh 3. Mencatat konten novel yang memuat unsur ektrinsik. 4. Menganalisis data yang telah ditemukan sesuai dengan

rumusan masalah.

5. Membuat kesimpulan yang berisi hasil dari permasalahan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian.

(27)

20 BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

2.1 Novel Kerumunan Terakhir Karya Okky Madasari

Gambar 2.1 Sampul Depan dan Belakang

Objek dalam penelitian ini adalah novel berjudul Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari yang diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Novel ini dicetak pertama kali pada tahun 2016 dengan jumlah halaman 360 halaman dan panjang 20 cm. Pada sampul depan novel berwarna oranye, terdapat gambar kerumunan manusia menggunakan penutup kepala dan hanya menyisakan kotak kecil dibagian mata sehingga hanya mampu melihat tanpa bernapas atau mendengar. Manusia-manusia tersebut menggenggam telepon genggam dan saling berebut untuk berada dipuncak.

(28)

Kerumunan Terakhir adalah sebuah novel yang bercerita tentang kegagapan sekumpulan manusia menghadapi kemajuan zaman yang sangat cepat. Tokoh utama novel ini adalah Jayanegara yang menjalani hidup biasa-biasa saja, bahkan cenderung tak beres dalam segala hal. Keluarga yang tak harmonis, Bapak yang suka bermain perempuan, Ibu yang murka, dan kuliah yang tak kunjung sarjana. Sehari-hari Jaya tak pernah memusingkan apa pencapaian atau target hidupnya. Sampai suatu hari ibunya pergi dari rumah meninggalkan Jaya serta adik-adiknya bersama Bapak yang kemudian menikah lagi. Hidup Jaya semakin kacau, rumah tak pernah menjadi tempat yang nyaman baginya. Dan ia memutuskan untuk mengunjungi kekasihnya Maera di Jakarta.

Maera bekerja sebagai wartawan politik disebuah koran kota. Kedatangan Jayanegara tidak terlalu memusingkannya, Maera justru bersemangat memperkenalkan internet kepada Jaya. Setiap Maera pergi ia selalu berpesan kepada Jaya untuk mencari dan melamar pekerjaan secara online. Tetapi setelah berbulan-bulan Jaya mencoba, bukannya pekerjaan yang ia temukan, ia justru asyik menjelajah dunia baru yang ramai dan bising di internet.

(29)

“Matajaya adalah manusia masa depan itu. Ia hadir tanpa sejarah dan ingatan. Tak ku biarkan satu pun orang dari dunia ku sebelumnya mengenalinya, termasuk Maera.” (Hal-94).

Di dalam dunia baru itu ia memperkenalkan dirinya sebagai Matajaya. Berbekal nama baru dan kemampuannya merangkai kata-kata Matajaya menjadi sosok yang terkenal didalam kerumunan dunia yang baru.

2.2 Tokoh dalam Novel

Tokoh Peran

Jayanegara Pemeran Utama

Maera Pacar Jaya

Bapak Orang Tua Jaya

Ibu Orang Tua Jaya

Nura Korban Media Sosial

Kara Penikmat Media Sosial

Simbah Mbah Jayanegara

Juwi Adik Jaya

Shima Adik Jaya

Keken Adik Jaya

Matajaya Pendatang Baru Media Sosial Akardewa Artis Media Sosial

(30)

2.3 Latar Tempat dalam Novel

Latar Tempat Keterangan

Kecamatan Samigaluh Rumah Simbah

Gunung Suroloyo Tempat Semadi, Tempat Jaya dan Maera Menikah

Jakarta Kos Maera, Lokalisasi

Cirebon Rumah Ibu Jayanegara

Media Sosial Facebook, Twitter, dan Blog

Tabel 2.2 Latar Tempat dalam Novel

2.4 Biografi Penulis

Okky Puspa Madasari yang juga dikenal sebagai Okky Madasari adalah seorang novelis asal Magetan, Jawa Tengah, Indonesia. Ia menyandang gelar Sarjana Bidang Ilmu Pengetahuan Politik pada tahun 2005 di Universitas Gadjah Mada, dan pada tahun 2014 ia menyandang gelar Master Sosiologi di Universitas Indonesia. Setelah menyandang gelar Sarjana Bidang Ilmu Pengetahuan Politik di tahun 2005, ia memilih untuk menjadi seorang Jurnalis dan Penulis. Karya pertamanya berjudul Entrok dan diterbitkan pada tahun 2010, kemudian disusul karya lainya, 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013), dan Kerumunan Terakhir (2016). Pada tahun 2012 karyanya yang berjudul Maryam berhasil meraih penghargaan Sastra Khatulistiwa. Pada usia 28

(31)

tahun, ia menjadi orang termuda yang memenangkan penghargaan prestisius tersebut. Perempuan yang lahir pada 30 Oktober 1984 ini dikenal dengan karya-karya yang menyuarakan kritik sosial. Karya-karyanya pun telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing dengan judul: The Years of The Voiceless (Entrok), The Outcast (Maryam), Bound (Pasung Jiwa), dan The Last Crowd (Kerumunan Terakhir).

(32)

25 BAB III

ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

3.1 Analisis Unsur Ekstrinsik

Novel Kerumunan Terakhir terdiri dari tiga bagian berdasarkan cerita, latar (setting), penokohan (karakter), yaitu Dunia Pertama, Dunia Kedua, dan Dua Dunia Bermuara.

1. Dunia Pertama

Pada cerita bagian Dunia Pertama ini diceritakan bahwa Jaya adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ayah Jaya adalah seorang dosen di universitas ternama dan memiliki jabatan, sedangkan Ibu Jaya adalah seorang guru madrasah.

Jaya membenci ayahnya, dia menganggap ayahnya orang yang munafik karena Ayah Jaya memiliki pendidikan tinggi namun tidak memiliki moral yang baik. Ayah Jaya sering bersama banyak perempuan yang sampai pada akhirnya membuat Ibu Jaya pergi meninggalkan rumah. Sejak kepergian Ibu, karena sifat ayahnya, Jaya semakin membenci ayahnya.

Berikut ini tabel yang memuat temuan kalimat yang mengandung unsur ekstrinsik pada bagian Dunia Pertama:

(33)

Tabel 1. Analisis Unsur Ekstrinsik Dunia Pertama

Elemen Novel Unsur Ekstrinsik Keterangan

Cerita 1. Bicara di HP membuat Ibu dan aku sama-sama harus berpura-pura. Sebuah benda kecil yang lahir dari teknologi modern ini membuat jarak antara aku dan Ibu bukan menjadi semakin dekat. Kami justru kian merasa asing. 2. Ditangan orang bodoh, benda ini

hanya jadi racun tak berguna. Lihat saja Bapak yang menyimpan foto-foto dengan selingkuhannya di HP-nya. Ditangan orang yang mampu membuka mata, benda ini bisa menyatukan seluruh dimensi alam.

3. Kadang aku sering tersenyum geli dengan yang kami lakukan ini. Kami saling berkirim surat meski tanpa amplop dan prangko, tapi

1. Dalam kalimat ini secara tersamar penulis menekankan bahwa teknologi hanya membuat jarak antara manusia satu dengan manusia yang lain.

2. Kalimat ini bermaksud menyampaikan bahwa HP memiliki dua fungsi, fungsi yang bersifat positif dan fungsi yang bersifat negatif. Fungsi pertama adalah sebagai alat atau media komunikasi, dan fungsi kedua adalah sebagai media berbagi informasi yang dapat berdampak bagi banyak orang. 3. Pada kalimat ini penulis melalui

Jayanegara menunjukkan kerinduan akan masa surat menyurat. Pada kalimat ini juga

(34)

hanya untuk mengucapkan hal-hal singkat yang sama sekali tak penting dan tak mengesankan. Aku dan Maera adalah generasi yang direkatkan oleh telepon dan SMS. Kami sama sekali tak mengalami masa-masa surat-suratan, mengutarakan rindu dan perasaan dalam sederet kata-kata panjang.

4. Tak bisakah aku menolak ajakan Maera untuk menjadi manusia masa depan?

penulis menyampaikan bahwa zaman sudah lebih maju.

4. Kalimat ini menunjukkan bahwa manusia tidak bisa menolak perkembangan teknologi yang semakin maju.Karena teknologi menjadi

suatu kebutuhan,

perkembangannya menyediakan kebutuhan manusia di zaman sekarang ini.

Latar (setting) 1. Jalan-jalan yang dia maksud adalah jalan-jalan di dalam layar. Mencari tahu apa yang aku mau adalah dengan mengetik apapun di Google. Tentu saja ini jauh

1. Kalimat ini menunjukkan bahwa Google adalah sumber dari banyak informasi.

Dari kalimat ini, “Tentu saja ini jauh lebih aman dan

(35)

lebih aman dan menyenangkan daripada aku harus menyusuri jalanan Jakarta, keluar-masuk kantor orang untuk mencari pekerjaan.

menyenangkan daripada aku harus menyusuri jalanan Jakarta, keluar-masuk kantor orang untuk mencari pekerjaan.” Menunjukkan bahwa internet dapat membuat orang-orang menjadi pemalas.

Penokohan (karakter)

1. “Kamu bilang pekerjaaanku tak penting. Kamu bilang yang aku tulis tak menarik. Apakah kamu tidak tahu banyak hal terjadi hanya karena secuil berita di Koran?

“Kalau tak ada orang yang menulis korupsi seperti yang kulakukan, semua orang bisa jadi koruptor!

“Kalau tak ada yang setiap hari mengingatkan apa yang salah, Negara ini bisa hancur. Semua orang bisa jadi miskin. Anak-anak tak bisa sekolah. Pernahkah kamu mikir hal-hal seperti itu selain hanya mikir rokokmu?”

1. Ini adalah percakapan Maera dan Jayanegara, yang menyampaikan bahwa peran media massa sangat penting dalam kehidupan.

(36)

2. “Pakai nama asli saja. Jangan macam-macam. Kan nanti emailnya untuk nyari kerja.”

2. Perkataan Maera ini menunjukkan bahwa sebuah identitas tetaplah penting meski di dunia maya.

Tabel 3.1Analisis Unsur Ekstrinsik Dunia Pertama

2. Dunia Kedua

Pada bagian Dunia Kedua ini menceritakan banyak tentang Jayanegara. Dimulai dari Jayanegara yang tidak memiliki prestasi apapun dan memilih kabur dari rumah. Pada proses pelariannya ini Jayanegara berusaha menciptakan jati diri baru di dunia baru atau dunia maya.

Pada dunia kedua ini lebih banyak bercerita tentang kehidupan dunia maya. Dimulai dari Jayanegara yang mengganti namanya dari Jayanegara menjadi Matajaya, setelah Matajaya cukup terkenal di dunia maya, Jaya sudah tidak dapat membedakan lagi mana yang nyata dan mana yang khayalan. Jayanegara atau Matajaya semakin haus akan perhatian, ingin memiliki pengaruh, dan ingin berteman dengan orang-orang yang sudah terkenal di dunia maya. Jayanegara atau Matajaya menganggap apapun yang terjadi di dunia maya adalah hal penting yang harus diperhatikan.

Berikut ini adalah tabel yang memuat temuan kalimat yang mengandung unsur ekstrinsik pada bagian Dunia Kedua:

(37)

Tabel 2. Analisis Unsur Ekstrinsik Dunia Kedua

Elemen Novel Unsur Ekstrinsik Keterangan

Cerita 1. Dari satu kerumunan ke kerumunan lainnya: kehidupan dan kematian, kekaguman dan kekecewaan, primadona dan musuh bersama.

2. Ini adalah dunia yang sama sekali tak membutuhkan kita bersetia. Orang bisa datang dan pergi sesuka mereka, masuk ke kerumunan, sekadar mengamati atau berkenalan, lalu pergi begitu saja karena ada kerumunan baru yang suaranya lebih nyaring terdengar.

3. Sementara di dunia baru, orang selalu terburu-buru mengagumi yang sama sekali tak mereka ketahui.

4. Dan memang, dunia baru selalu tak kehabisan cara memendarkan cahaya yang menyilaukan mata.

1. Kerumunan yang dimaksud dalam kalimat ini adalah orang-orang yang tergabung di dunia maya.

2. Dunia yang dimaksud dalam kalimat ini adalah dunia maya atau media sosial. Kalimat ini menunjukkan bahwa media sosial adalah dunia yang sangat bebas.

3. Kalimat ini menunjukkan bahwa identitas tidaklah penting dalam dunia maya.

4. Kalimat ini menunjukkan bahwa media sosial selalu akan menjadi sorotan.

(38)

5. Aku bisa merasakan seluruh telinga sedang diarahkan padaku. Mereka mencibir, tapi mereka juga ingin tahu siapa aku dan apa yang hendak kukatakan hingga tak punya malu lagi untuk mengais perhatian.

6. Sayup-sayup aku mendengar bunyi tepuk tangan. Masih lirih karena hanya dilakukan oleh beberapa orang dengan malu-malu. Salah satu ciri utama dunia baru ini, orang baru akanberani berkata dan melakukan sesuatu jika dilihatnya orang-orang disekelilingnya melakukan hal yang sama. Tak ada yang berani menjadi orang yang berbeda. Semuanya selalu berkerumun, berjalan bersama-sama, dihela bagai kawanan bebek oleh orang-orang seperti Akardewa.

7. Suara-suara berdengung. Semua orang bicara, menebak-nebak dan

5. Dari kalimat ini dapat dilihat bahwa orang-orang pada media sosial adalah orang-orang yang mempunyai keingintahuan tinggi terhadap orang lain.

6. Pada kalimat ini bisa diartikan bahwa orang-orang di media sosial adalah orang-orang yang takut untuk bersuara, dan hanya akan mengikuti orang-orang yang dianggapnya kuat dalam argumentasi berbentuk tulisan.

7. Pada kalimat ini ditegaskan kembali bahwa orang-orang

(39)

saling bertanya. Memang hanya hal seperti ini yang digemari kerumunan: sensasi, nama besar, sesuatu yang mengandung rahasia dan spekulasi.

8. Ceritaku disebarkan ke mana-mana. Kadang diceritakan ulang dengan gaya yang berbeda, dengan mengurangi dan melebih-lebihkan di sana-sini. Aku tak peduli. Yang penting Matajaya telah dianggap ada dan punya makna.

9. Aku tersipu-sipu mendengar omongan semua orang. Dari kejauhan kulihat Akardewa mengangkat dua jempolnya untukku. Tanpa menunggu lama orang-orangpun memberikan jempolnya untukku. Lagi-lagi ceritaku disebarkan ulang, dengan tanda ribuan jempol menghiasainya.

yang berada di media sosial adalah orang-orang yang memiliki rasa penasaran tinggi terhadap orang lain.

8. Kalimat ini menunjukkan bahwa demi ketenaran tidak ada lagi penghargaan pada sebuah karya.

9. Kalimat ini menunjukkan bahwa kepuasan orang-orang pada media sosial didapat dari jumlah orang yang mengikuti dan menyukainya.

(40)

10.Masa lalu dan masa yang baru kini sepenuhnya ada ditanganku. Aku bisa mengubah dan menata ulang semuanya semauku. Aku bisa membuang yang tak perlu dan menambahkan dengan apapun yang aku mau.

11.Apa yang dikatakan Nura terus disebarkan oleh banyak orang. Banyak yang mengulang persis seperti aslinya, tapi seperti biasa lebih banyak lagi yang meramu ulang sesuai seleranya. Di dunia baru ini, menyebarkan belum tentu mempercayai.

12.Dalam kondisi seperti ini, aku tak boleh gegabah. Matajaya adalah tunas baru di tengah lautan kebisingan ini. Sedikit saja aku melakukan kesalahan, tunas itu akan patah, dicampakan, dan lenyap tertimbun tumpukan sampah. Aku juga sama sekali tak bisa melihat apakah kisah Nura

10.Kalimat ini terdapat pesan bahwa media sosial berisi cerita yang dapat dikarang sesuka pemiliknya, cerita nyata atau hanya karangan belaka.

11.Kalimat ini menunjukkan bahwa dalam dunia maya kebohongan atau kebenaran bukanlah yang terpenting.

12.Kalimat ini jelas terlihat bahwa popularitas menjadi prioritas di dunia maya, kebenaran atau kebohongan tidak menjadi bahan pertimbangan yang utama.

(41)

benar ataukah hanya bualan? Sementara Akardewa masih juga belum muncul untuk memberi penjelasan. Di mana dia?

13.Tapi bukankah memang harus seperti ini laku manusia yang hidup di zaman secanggih ini? Kita dekat dan akrab dengan orang-orang asing, orang-orang yang sekalipun tak pernah kita temui. Kita mencaci orang yang tak kita kenal, hanya karena kita lihat semua orang mencacinya. 14.Dunia baru dibangun dengan

kata-kata dan sekarang aku salah satu pemilik kata-kata itu. Sudah pernah kurasakan bagaimana detak jatungku yang bergemuruh setiap ada yang meninggalkan jejak dan komentar untuk cerita-ceritaku.

15.Tapi apa perlunya aku memikirkan apakah Bapak tahu atau tidak tahu? Yang penting apa

13.Kalimat ini menunjukkan bahwa di dunia maya, tata krama atau cara berperilaku terhadap manusia bukan lagi sesuatu yang penting yang harus diperhatikan.

14.Kalimat ini menunjukkan bahwa kepuasan orang-orang pada media sosial didapat dari jumlah orang yang mengikuti dan menyukainya.

15.Kalimat ini menunjukkan bahwa fakta tidak lagi menjadi sesuatu yang penting yang

(42)

yang dipikirkan orang-orang tentang bapakku. Yang penting semua orang percaya pada kata-kataku.

16.Inilah zaman ketika setiap bagian dari hidup kita bisa dipertontonkan, diukur, dan dibandingkan dengan orang lain. 17.Kabar seorang guru menyabet

murid adalah berita besar di zaman sekarang ini. Padahal dulu saat aku SD, sudah biasa guru menghukum murid, entah dengan pukulan, keplakan, tendangan, lemparan, dan lain sebagainya. 18.Dunia baru ini terlalu kejam

untuk anak sepolos Juwi.

19.Orang-orang zaman sekarang memang gayanya saja yang sok maju dan modern, tapi pikirannya

harus dipikirkan saat menulis pada media sosial. Karena informasi apapun akan segera dipercaya oleh pembaca yang juga menggunakan media sosial itu sendiri.

16.Kalimat ini menegaskan bahwa dunia maya tidak memiliki batasan apapun untuk dapat dikenal.

17.Kalimat ini menunjukkan bahwa sesuatu yang wajar bisa menjadi kabar yang berlebihan di media sosial, karena konten yang tulis secara berlebihan.

18.Kalimat ini menunjukkan bahwa media sosial tidak begitu bagus digunakan oleh anak dibawah umur.

19.Dalam kalimat ini dapat dilihat bahwa hanya teknologi yang berkembang, namun pemikiran

(43)

masih tertinggal jauh di zaman purba.

20.Dunia baru membentang tanpa batas, tapi penghuninya justru punya sumbu pikiran pendek, yang mudah sekali terbakar kalau sedikit saja kena gangguan.

penggunanya masih sama dengan zaman saat belum ada internet sebagai teknologi terbaru.

20.Kalimat ini menjelaskan bahwa pengguna internet masih belum bisa mengontrol emosi bila bersinggungan dengan pendapat orang lain yang tidak sepaham atau berbeda pemikiran dengan yang lain. Sehingga dapat menimbulkan pertengkaran. Latar (setting) 1. Kita menatap layar sepanjang

waktu karena tak mau ketinggalan segala sesuatu.

2. Tapi kemudian aku sadar, apa artinya larangan di zaman seperti ini. Dulu, Ibu bisa mengunciku di dalam kamar agar aku tak keluyuran malam-malam. Sekarang, di dunia yang tanpa sekat ini, tak ada lagi tempat untuk mengurung dan mengunci.

1. Kalimat ini menunjukkan bahwa setiap saat banyak hal-hal baru yang akan muncul di dalam dunia maya.

2. Arti dalam kalimat ini adalah dunia maya tidak memberi ruang bebas tanpa batas.

(44)

Penokohan (karakter)

1. Aku ikut bersuara, berteriak-teriak sebagaimana yang dilakukan Akardewa. Aku tahu

semua mata sedang

memandangku dengan heran, bertanya-tanya sekaligus mencibir dan menghina.

“Halah, ada yang mau cari panggung. Ada yang pingin terkenal ya.”

“Ada saja ya yang mau jadi Social Climber. Haha..ada yang mau cari perhatian.”

“Siapa si itu? Ga ada sama sekali di Google.”

Aku mendengar semuanya. 2. “Di sini semua orang bisa berkata

apa saja, bisa menjadi siapa saja. Siapa yang peduli mana yang benar dan mana yang hanya bualan?”

3. “Bualan atau kebenaran tak ada bedanya di dunia kita sekarang!”

1. Kalimat ini terlihat bahwa orang-orang yang selalu menulis di dalam dunia maya adalah orang-orang yang membutuhkan pengakuan dan dianggap ada. popularitas adalah tujuan utama bagi mereka.

2. Dari perkataan Kara tersebut jelas dikatakan bahwa tak ada batasan untuk melakukan apapun. Dan kebenaran atau fakta tidak lagi menjadi prioritas.

3. Dalam perkataan Kara ini menegaskan bahwa kebohongan

(45)

4. “Alamak..di zaman sekarang ini, kau bisa jadi siapa saja asal kau bersuara! Kau kenal aku karena aku menulis. Orang-orang tahu Akardewa dari apa yang dia twit, dari apa yang aku katakan dan ceritakan. Tak ada yang peduli apa yang sehari-hari aku lakukan di rumah.”

5. “Kalian sehari-hari main internet, kenapa tak mengawasi adik kalian yang masih kecil itu?”

dan kebenaran di media sosial sangat sulit untuk dibedakan. 4. Dalam perkataan Akardewa

tersebut jelas dikatakan bahwa semua orang bisa menjadi apa yang mereka inginkan asal bersuara. Bersuara yang dimaksud dalam kalimat ini bukanlah berteriak atau berbicara pada umumnya. Bersuara yang dimaksud dalam kalimat ini adalah berkata-kata melalui tulisan yang disebarkan melalui media sosial.

5. Perkataan Bapak ini memberikan pesan bahwa pengguna internet yang masih di bawah umur patut mendapatkan pengawasan.

(46)

3. Dua Dunia Bermuara

Dua Dunia Bermuara ini menceritakan tentang Jayanegara yang harus menerima kenyataan ketika dunia baru atau dunia maya dan dunia lamanya tidak berbatas lagi. Jayanegara akhirnya sadar bahwa dunia maya tidak seindah yang dibayangkan. Pada bagian dua dunia bermuara ini juga konflik Maera di dunia maya dimulai. Konflik yang dialami Maera membawanya kepada rasa malu dan penyesalan.

Dibawah ini adalah tabel yang memuat data kalimat yang mengandung unsur ekstrinsik dari bagian Dua Dunia Bermuara:

Tabel 3. Analisis Unsur Ekstrinsik Dua Dunia Bermuara

Elemen Novel Unsur Ekstrinsik Keterangan

Cerita 1. Di dunia baru ini, kita tak punya kesempatan untuk menangisi dan merenungi kepergian, karena hal-hal baru selalu berebut minta perhatian.

2. Aku menikmati bercakap-cakap dengan orang tanpa melihat wajah mereka. Sorot mata lawan bicara selalu membuatku menunduk tak berdaya. Itulah salah satu yang

1. Kalimat ini menunjukkan bahwa tak ada yang benar-benar harus diperhatikan di media sosial.

2. Kalimat ini menunjukkan bahwa media sosial adalah media penyampai aspirasi bagi orang-orang yang kurang percaya diri pada kehidupan

(47)

menjadi penyebab kenapa aku selalu tergagap saat bicara dengan orang. Sementara di dunia baru ini, aku bisa menjadi juru bicara andal, bicara banyak hal tanpa ada sedikitpun rasa minder atau takut.

3. Awalnya, dunia baru ini merupakan tempat pelarian untuk orang-orang seperti aku. Tempat untuk bersembunyi dan memisahkan diri dari dunia yang sebenarnya. Tapi ternyata dunia baru, dunia lama, maupun dunia yang masih dalam angan-angan semuanya berbaur menjadi satu, merobohkan sekat-sekat. Yang satu tak bisa dipisahkan dari yang lain, yang satu memengaruhi yang lain.

4. Dunia baru mengabadikan apa yang terjadi di dunia lama. Melalui cerita-cerita yang tercatat, foto-foto yang diunggah,

nyata.

3. Kalimat ini menjelaskan bahwa media sosial dan kenyataan tidak dapat dipisahkan.

4. Kalimat ini menunjukkan bahwa media sosial adalah penggalan cerita di dunia nyata yang diabadikan dalam bentuk

(48)

percakapan-percakapan yang tak bisa diingkari.

5. Sekacau-kacaunya hidupku selama ini, ternyata aku masih takut kepada Gusti Allah. Takut kualat. Secanggih-canggihnya hidup zaman sekarang, perasaan bahwa yang gaib itu ada dan jauh lebih berkuasa ternyata tak pernah bisa dibuang.

6. Menghadap layar adalah caraku bersembunyi. Aku mengendap-endap seorang diri, lalu berbaur di tengah orang-orang asing tanpa perlu membuka topeng yang menutupi wajahku. Kepada semua orang ku perkenalakan nama baru. Tak ada yang peduli apakah itu namaku yang sebenarnya atau bukan. Tak akan ada yang bertanya dari mana aku berasal. Aku bebas melakukan apa saja tanpa harus menjelaskan siapa aku, apa pekerjaanku, dari

foto dan tulisan.

5. Kalimat ini menjelaskan bahwa kecanggihan teknologi tidak berpengaruh kepada sesuatu yang menjadi keyakinan setiap umat manusia.

6. Kalimat ini menjelaskan bahwa yang ada pada media sosial tidak semua benar dan bisa dipercaya, termasuk informasi maupun identitas diri yang diisi oleh penggunanya.

(49)

mana asalku, apa mauku.

Latar (setting) 1. Ada perasaan ganjil berada dalam situasi seperti ini. Selama berbulan-bulan aku hanya hidup di dalam kamar. Menghabiskan waktu di depan layar, bercakap-cakap melalui rangkaian huruf dan tanda. Sekarang aku duduk di sini, menghadap danau, memandang langit yang silau, merasakan rumput-rumput basah dicelanaku. Kuhisap rokokku dalam-dalam.

2. Aku kembali mencicipi rasa yang sama dengan rasa yang kudapat saat aku masih bersama Simbah. Ketika kami naik ke Suroloyo tengah malam, aku menemaninya semadi hingga pagi hari. Aku pikir yang seperti itu tak akan pernah kudapatkan lagi di Jakarta, di zaman secanggih ini.

3. Perasaan ganjil yang menyelubungiku saat masuk

1. Kalimat ini dapat dilihat bahwa pengguna media sosial sesungguhnya lebih banyak mengabaikan kehidupan yang sebenarnya atau nyata.

2. Kalimat ini menunjukkan bahwa kerinduan akan sesuatu pada masa lalu yang tenang disuatu tempat, yang tidak didapatkan di tempat lainnya, terlebih di zaman dengan kemajuan teknologi.

3. Kalimat ini menjelaskan bahwa keberadaan media sosial dapat

(50)

Masjid ini membuatku rindu pada hal-hal gaib, yang hanya bisa kita percaya tanpa harus terlihat. Aku rindu memliki sesuatu yang aku yakini ada. Teknologi, kehidupan yang serba cepat, membuat pikiranku semakin pendek dan terbatas pada apa yang ada dihadapanku.

4. Aku membawa Maera ketempat Simbah. Kami akan membangun dunia baru kami di sana. Tanpa TV, radio, HP, dan internet.

membuat penggunanya lupa akan banyak hal, termasuk keyakinannya sendiri.

4. Kalimat ini penulis melalui Jayanegara menunjukkan keadaan yang tenang tanpa hiruk pikuk elektronik dan internet.

(51)

Penokohan (karakter)

1. “Dunia sudah berubah, Jay. Nggak Cuma di sini, di luar negeri sana, koran-koran tutup. Nggak ada lagi orang yang baca koran. Semua orang kayak kamu sekarang. Pegang HP ke mana-mana, di depan komputer seharian.”

2. “Kamu lihat nggak, orang-orang yang komentar ditulisan ini? Kamu tahu nggak, cerita ini sudah disebarkan ke mana-mana, dan sekarang semua orang kenal yang namanya Maera Sari?” tanyanya. “Jadi kamu mau terkenal karena hal-hal yang memalukan?”. 3. “Tempat ini tak cukup kokoh

untuk bisa menyembunyikanku. Aku tetap harus kembali dan menghadapi semuanya. Mengurusi ibuku yang sakit,

1. Kalimat yang dikatakan Maera ini dapat dilihat kemajuan teknologi yang semakin pesat mempermudah penggunanya memperoleh informasi hanya dengan internet dan perangkat-perangkat yang mendukungnya. Pada masa ini orang-orang telah perlahan meninggalkan media konvensional, salah satunya adalah koran.

2. Percakapan Maera dengan Jaya tersebut menunjukkan bahwa popularitas adalah tujuan utama bagi pengguna media sosial.

3. Perkataan yang disampaikan Kara ini menunjukkan bahwa media sosial hanyalah hiburan dan permainan kata-kata belaka, sementara kenyataan berada

(52)

memikirkan apa yang akan aku makan untuk makan malam, mengunjungi bapak yang masih dipenjara, memikirkan bagaimana aku bertahan hidup selanjutnya. “Pada akhirnya aku harus kembali ke persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Yang nyata dan bukan hanya permainan kata-kata. Rasa lapar dan sepi, rasa sakit yang ditanggung Ibu, penderitaan Bapak dipenjara, semuanya tak bisa selesai hanya dengan berpura-pura dan bersembunyi di dunia baru ini.”.

4. “Aku mau pergi, Jay,” katanya sambil menangis.

“Ya, Mae. Mau pergi kemana kamu, Mae?”

“Ketempat yang tidak ada orangnya. Ketempat yang tidak diketahui orang lain.” Aku diam sambil tetap memeluknya erat. “Ketempat yang tidak ada HP,

diluarnya. Media sosial hanya sesaat memalingkan kesadaran akan kenyataan yang harus dihadapi.

4. Kalimat percakapan Maera dengan Jaya ini, Maera merasa malu karena kejadian yang menimpanya dan ingin menjauhi kehidupan dengan media sosial. Dunia yang ia banggakan sejak awal mengenalnya.

(53)

tidak ada internet, tidak ada TV, tidak ada radio, Jay.”

“Kalau tidak ada lagi tempat yang seperti itu, lebih baik aku mati saja, Jay.”

5. “Wis, le, nduk. Urip sing apik-apik. Ora usah kemrungsung. Ora usah neko-neko. Sing penting ati ayem, tentrem. Sing penting slamet urip ning ndonya.”

6. “Mana tempat yang kamu janjikan itu? Yang katanya gak ada internet, gak ada HP, gak ada orang yang kenal aku? Mana?”

5. Kalimat ini adalah petuah Simbah kepada Jayanegara dan Maera. Yang bila diartikan kedalam bahasa Indonesia berbunyi:

“Sudah, nak. Hidup yang baik-baik. Tidak usah tegesa-gesa menginginkan sesuatu. Tidak usah macam-macam. Yang penting hati damai dan tentram. Yang penting hidup selamat di dunia ini.”

6. Kalimat percakapan ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi tempat yang tidak terjangkau oleh kemajuan teknologi.

(54)

3.3 Intepretasi Hasil Penelitian

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi kualitatif. Peneliti menggunakan indikator kata atau cerita dalam novel pada saat menggunakan gadget atau teknologi komunikasi. Dengan menggunakan analisis isi peneliti bertujuan untuk menemukan, mencatat, dan menganalisis keseluruhan cerita yang mengandung unsur ekstrinsik berupa pesan moral/etika yang terdapat dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari.

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa data kalimat yang merupakan pesan dalam novel Kerumunan Terakhir, yaitu yang bercerita tentang kemajuan teknologi dan kegagapan orang-orang yang menggunakannya.Berbagai dampak yang ditimbulkan teknologi disebabkan adanya pesan yang dibawa teknologi komunikasi. Menurut Everett M. Rogers (1986), pesan yang dibawa teknologi bisa mendidik penggunannya untuk (1) melakukan demasifikasi; (2) menyesuaikan diri; (3) meningkatkan interaksi.

Novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari ini terdiri dari tiga bagian yaitu: Dunia Pertama, Dunia Kedua, dan Dua Dunia Bermuara, guna mempermudah proses penelitian ini peneliti mengelompokkan data dari masing-masing bagian yang ada.

(55)

Pada bagian Dunia Pertama diceritakan bahwa Jayanegara sebagai tokoh utama dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari ini dikisahkan sebagai seorang pemuda yang baru mengenal internet, Maera yang berperan sebagai pacar Jaya yang mengenalkan internet kepada Jaya, karena kebutuhan mencari pekerjaanlah Maera mengenalkan internet kepada Jaya. Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menemukan bahwa teknologi internet yang semakin berkembang ini memiliki tiga fungsi yang berbeda, fungsi itu bisa menjadi sangat menguntungkan dan sangat merugikan bagi penggunanya, persepsi ini diperkuat oleh cerita Jaya, “Di tangan orang bodoh, benda ini hanya jadi racun tak berguna. Lihat saja Bapak yang menyimpan foto-foto dengan selingkuhannya di HP-nya. Ditangan orang yang mampu membuka mata, benda ini bisa menyatukan seluruh dimensi alam.”.

Kemajuan teknologi dan kemunculan media sosial juga berdampak pada kehidupan sosial seseorang secara tidak langsung, pernyataan ini diperkuat oleh cerita Jaya, “Jalan-jalan yang dia maksud adalah jalan-jalan di dalam layar. Mencari tahu apa yang aku mau adalah dengan mengetik apapun di Google. Tentu saja ini jauh lebih aman dan menyenangkan daripada aku harus menyusuri jalanan Jakarta, keluar-masuk kantor orang untuk mencari pekerjaan.”.

(56)

Kemajuan teknologi dan kemunculan media sosial sangat berpengaruh bagi penggunanya, adapun temuan terkait etika dalam menggunakan media sosial, dalam bentuk yang sederhana adalah dalam penggunaan nama atau identitas yang seharusnya dibuat sesuai dengan biodata asli yang dimiliki oleh penggunanya, hal ini terlihat dari percakapan Maera yang ditujukan kepada Jaya “Pakai nama asli saja. Jangan macam-macam. Kan nanti emailnya untuk nyari kerja.”.

Bagian Dunia Kedua adalah bagian yang cukup penting dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari. Bagian ini lebih banyak bercerita tentang Matajaya yang sedang tenar di dunia maya, Matajaya adalah Jayanegara di dunia nyata. Matajaya terkenal karena cerita-cerita hasil karangannya yang ia tulis di dunia maya. Terdapat banyak konflik pada bagian ini, salah satunya adalah kasus yang dialami Juwi yang berperan sebagai adik dari Jayanegara.

Media sosial atau dunia maya adalah dunia yang sangat bebas untuk berbicara apapun, dan konten yang ditulis di media sosial sangat berpengaruh dalam membangun citra dan eksistensi seseorang, sehingga keaslian konten yang dituliskan dan diunggah pun tidak terlalu diperhatikan, pernyataan ini diperkuat oleh perkataan Jayanegara dan Kara, “Ceritaku disebarkan ke mana-mana. Kadang diceritakan ulang dengan gaya yang berbeda, dengan mengurangi dan melebih-lebihkan di sana-sini. “Aku tak

(57)

peduli. Yang penting Matajaya telah dianggap ada dan punya makna.”.

Dan perkataan Akardewa “Alamak..di zaman sekarang ini, kau bisa jadi siapa saja asal kau bersuara! Kau kenal aku karena aku menulis. Orang-orang tahu Akardewa dari apa yang dia twit, dari apa yang aku katakan dan ceritakan. Tak ada yang peduli apa yang sehari-hari aku lakukan di rumah.” dan perkataan Kara, “Di sini semua orang bisa berkata apa saja, bisa menjadi siapa saja. Siapa yang peduli mana yang benar dan mana yang hanya bualan?”. Dunia maya atau dunia tanpa batasan ini tidak pernah memandang usia penggunanya dan pengguna media sosial yang lain pun mengabaikannya, pernyataan ini diperkuat oleh perkataan Jaya dan dialog Ayah Jaya, “Dunia baru ini terlalu kejam untuk anak sepolos Juwi.” dan dialog Ayah Jaya “Kalian sehari-hari main internet, kenapa tak mengawasi adik kalian yang masih kecil itu?”.

Dua Dunia Bermuara adalah bagian terakhir dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari pada bagian ini Jayanegara tersadar dan terpukul oleh keadaan bahwa dunia maya tak seindah yang dia bayangkan. Dunia maya atau media sosial hanyalah hiburan dan pemainan kata-kata semata, tidak akan berpangaruh besar dalam kehidupan sebenarnya, pernyataan ini diperkuat oleh perkataan kara, “Tempat ini tak cukup kokoh untuk bisa menyembunyikanku. Aku tetap harus kembali dan

(58)

menghadapi semuanya. Mengurusi ibuku yang sakit, memikirkan apa yang akan aku makan untuk makan malam, mengunjungi Bapak yang masih dipenjara, memikirkan bagaimana aku bertahan hidup selanjutnya. “Pada akhirnya aku harus kembali ke persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Yang nyata dan bukan hanya permainan kata-kata. Rasa lapar dan sepi, rasa sakit yang ditanggung Ibu, penderitaan Bapak dipenjara, semuanya tak bisa selesai hanya dengan berpura-pura dan bersembunyi di dunia baru ini.”.

Sementara Jaya perlahan meninggalkan media sosial, Maera terus terkenal dengan cerita-cerita yang ditulisnya. Kebutuhan eksistensi dan popularitaslah yang mengajaknya terus membuat cerita-cerita yang mengandung unsur pornografi, tanpa perlu memperhatikan apakah konten yang ia tulis layak atau tidak, “Kamu lihat nggak, orang-orang yang komentar ditulisan ini? Kamu tahu nggak, cerita ini sudah disebarkan ke mana-mana, dan sekarang semua orang kenal yang namanya Maera Sari?” tanyanya “Jadi kamu mau terkenal karena hal-hal yang memalukan?”.

Intepretasi hasil analisis menemukan adanya pesan moral/etika sebagai berikut:

Pada bagian Dunia Pertama terdapat pesan moral/etika mengenai pentingnya kejujuran dan hidup bersosial sebagai mahluk sosial.

(59)

Pada bagian Dunia Kedua terdapat pesan moral/etika tentang kehati-hatian dalam menggunakan teknologi komunikasi terutama dalam memberikan akses internet kepada anak-anak di bawah umur.

Pada bagian Dua Dunia Bermuara terdapat pesan moral/etika tentang keaslian dan keakuratan informasi yang beredar di media sosial.

(60)

53 BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan dan analisis data tentang novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari, peneliti menarik kesimpulan bahwa terdapat kandungan unsur ekstrinsik berupa pesan moral/etika dalam novel tersebut.

Pada bagian Dunia Pertama pesan moral/etikanya adalah kita sebagai manusia tidak dapat menolak perkembangan teknologi yang semakin maju. Karena teknologi menjadi suatu kebutuhan, perkembangannya menyediakan kebutuhan manusia di zaman sekarang ini. Internet adalah salah satu teknologi yang berkembang sangat pesat. Kemunculan internet dalam kehidupan kita dapat mempermudah berbagai urusan kita, termasuk dalam mencari pekerjaan. Di era teknologi internet, untuk mencari pekerjaan tidak perlu keluar masuk perusahaan, cukup melalui internet. Kemajuan teknologi internet juga memiliki dampak negatif bagi kehidupan manusia, diantaranya dapat membuat manusia menjadi malas untuk keluar rumah dan menurunkan rasa sosial antar manusia.

Pada bagian Dunia Kedua terdapat pesan moral/etika bahwa pengguna internet yang masih di bawah umur seharusnya tidak dibiarkan sendirian berinteraksi dengan media

(61)

sosial. Pengguna internet dan media sosial yang masih di bawah umur seharusnya mendapatkan pengawasan orang-orang terdekat mereka karena internet dan media sosial adalah dunia yang sangat bebas.

Bagian Dua Dunia Bermuara terdapat pesan moral/etika bahwa tidak semua informasi yang ada pada media sosial terutama facebook, twitter, dan blog itu benar dan dapat dipercaya termasuk identitas penggunanya. Pengguna media sosial harus lebih berhati-hati dalam menyikapi setiap informasi yang ada di media sosial. Okky Madasari juga menyampaikan bahwa media sosial dapat membuat penggunanya mengabaikan kehidupan yang sebenarnya atau kehidupan nyata, karena lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar tanpa memperdulikan sekitarnya.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi pengarang pada umumnya diharapkan agar tidak hanya membuat karya sastra terutama novel fantasi namun dapat membuat novel yang memiliki pesan dan manfaat untuk pembacanya dalam kehidupan nyata.

(62)

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar lebih banyak melakukan penelitian tentang pesan-pesan yang terkandung dalam karya sastra.

3. Bagi pembaca karya sastra diharapkan tidak hanya menikmati karya sastra, namun juga menghayati makna dan pesan serta nilai-nilai moral yang terkandung dalam karya sastra.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Aziez, Furkqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisa Fiksi, Jakarta: Multi KreasiSatudelapan.

Effendy, Onong. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Fiske, Jhon. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi/Jhon Fiske; Penerjemah Hapsari Dwiningtyas. –Ed. 3-1.-Jakarta: Rajawali Pers.

Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

McQuail, Dennis. 1997. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

(64)

Nurudin. 2017. Perkembangan Teknologi Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik sastra Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Glosarium: 1.250 Entri Kajian Sastra, Seni, dan Sosial Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Ombak.

Waluyo, Herman J. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widyasari Press.

Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT.Grasindo.

NON BUKU

Oktaviana, Fella. 2014. Pengembangan Buku Teks Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Pertama Kurikulum 2013 Kelas VII Semester 1. Skripsi. Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Geografi, Universitas Negeri Semarang.

INTERNET

https://repository.umy.ac.id/handle/123456789/13535(diakses pada tanggal 30 Januari 2018)

http://okkymadasari.net/read/biography (diakses pada tanggal 18 Mei 2018)

(65)

https://text-id.123dok.com/document/wye3mo64q-novel-sebagai-media-komunikasi-massa.html (diakses pada tanggal 21 Mei 2018)

Gambar

Gambar 2.1 Sampul Depan dan Belakang
Tabel 2.1 Tokoh dalam Novel
Tabel 2.2 Latar Tempat dalam Novel
Tabel 1. Analisis Unsur Ekstrinsik Dunia Pertama
+7

Referensi

Dokumen terkait

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA Elviana Yuniar

Penelitian ini diangkat dengan judul “Nilai Sosial Budaya dalam Novel Entrok Karya Okky Madasari (Tinjauan Sosiologi Sastra)”. 1.2 Pembatasan Masalah. Pembatasan masalah

Masalah yang akan digali dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana struktur yang membangun novel Entrok karya Okky Madasari, dan (2) Bagaimana aspek budaya dalam novel

Penulis menggunakan analisis konflik sosial dari teori konflik sosial Soerjono Soekanto untuk menemukan bentuk konflik sosial yang muncul dalam novel Maryam, sedangkan Ahmad Bahtiar

Gaya penyelesaian konflik intrapsikis yang dilakukan oleh tokoh utama Jayanegara dalam novel Kerumunan Terakhir karya Okky Madasari ada tiga macam yaitu

Menurut Nurgiyantoro (1995:2), novel adalah suatu karya sastra yang bersifat imajinasi selalu menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusian,hidup dan

2, December 2017, page 185-194 CHARACTER EDUCATION THROUGH DEPICTION OF LIFE IN THE NOVEL ENTITLED KERUMUNAN TERAKHIR BY OKKY MADASARI PSYCHOLOGYCAL ANALYSIS OF LITERATURE

Klasifikasi Emosi Tokoh Tokoh dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari Kajian 15 Psikologi Sastra David Krech SARAN Pembaca sebagai penikmat sastra dapat mencontoh nilai-nilai