• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA KOMERSIALISASI KARMIC CLEANSING DALAM BUDAYA PARIWISATADI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FENOMENA KOMERSIALISASI KARMIC CLEANSING DALAM BUDAYA PARIWISATADI BALI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA KOMERSIALISASI “KARMIC CLEANSING” DALAM

BUDAYA PARIWISATADI BALI

Oleh

IDA AYU KOMANG ARNIATI Email: idaayuarniati@gmail.com

ABSTRAK

Karmic Cleansing merupakan sesuatu pekerjaan untuk melepaskan sesuatu yang melekat dan dinilai kurang baik yang ada dalam diri manusia. Dengan mengadakan upacara pembersihan atau menyucikan pikiran dan jiwa secara spiritual, yang di komersialisasikan oleh para industry pariwisata baik melalui situs elektronik atau yang lainnya. Apa yang

dikatakan oleh Bourdeu dengan adanya karmic cleansing bahwa keterlibatan industry

pariwisata sebagai pencipta, pelaku dan penjaga budaya dengan usaha untuk di konstruksi dan dimanfaatkan atau di komersialisasikan untuk mendapatkan capital, karena globalisasi dan ideology pasar.

Kata Kunci:Komersialisasi, Karmic Cleansing, Pariwisata.

I PENDAHULUAN

Pariwisata budaya merupakan jenis kepariwisataan yang dalam perkembangannya dan pengembangannya menggunakan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu. Kebudayaan Bali merupakan bagian dari kebudayaan nasional yang paling dominan atau terkenal di seluruh dunia. Dikatakan dominan atau terkenal karena baru-baru ini Pariwisata Bali menduduki peringkat pertama atau dinobatkan sebagai destinasi terbaik dunia oleh

organisasi Trip Advisor lewat Travellers Choice Awardstahun 2017. Bali menempati

peringkat pertama dari 25 destinasi terbaik di dunia dengan mengalahkan Eropa, Amerika hingga Timur Tengah. Peringkat kedua ditempati oleh London (Inggris), ketiga oleh Paris (Prancis), keempat oleh Roma (Italia), kelima oleh New York (Amerika Serikat) dan seterusnya Yunani sampai ke Asia Tenggara untuk nomor –nomor selanjutnya (Tribun Bali, 16 April 2017, hal 1).

(2)

Trip Advisor merupakan perusahan situs perjalanan yang berpusat di Amerika Serikat. Situs ini menyediakan konten berupa penilaian segala hal terkait dengan perjalanan dalam

pariwisata.Trip Advisor didirikan tahun 2000 dan bermakas di Needham, Massachusetts

(Amerika Serikat) dengan keanggotaannya 365 juta dan pada tahun ini di nilai oleh sebanyak 465 juta orang pengunjung. Adapun penilaiannya, tentang hotel, restoran, atraksi wisata, kehidupan masyarakat yang dituju, tentang alam dan kenyamananserta hal lain yang terkait dengan bisnis perjalanan dalam pariwisata di seluruh dunia.

Salah satu bisnis perjalan yang di komersialisasikan dalam budaya pariwisata di Bali

adalah “Karmic Cleansing”(pembersihan karma).Kata Karmaberasal dari bahasa Sansekerta

dari suku kata “kri” yang berarti “berbuat, bertindak, dan mengerjakan”. Secara teknis kata

karma juga berarti akibat perbuatan, tindakan dan kerja. Dalam ilmu metaphisika, juga dapat diartikan akibat dari perbuatan-perbuatan masa lampau yang merupakan sebab musababnya.

Jadi kata Pembersihan Karmaartinya membersihkan diri dengan cara berbuat, bertindak,

mengerjakan tindakan.Berbuat dan bertindak dalam ajaran agama Hindu disebut Tri Kaya Parisudha, yakni (a) Manacika, berpikir yang baik dan suci, artinya tidak berpikir yang buruk terhadap sesame manusia atau mahluk hidup, yakin dan percaya dengan hokum karama; (b) Wacika, berkata yang baik dan benar, artinya jangan mencaci maki orang lain, dan tidak berkata kasar kepada orang lain; (c) Kayika, berbuat yang baik dan jujur, artinya tidak menyiksa, menyakiti dan membunuh orang lain. Kalau Tri Kaya Parisudha diimplikasi dalam diri manusia akan menjadi baik, namun beberapa manusia tidak menyadari kekuatan yang ada dalam dirinya. Untuk itu dengan segala cara pariwisata di Bali di komersialisasikan oleh para pelaku industry pariwisata untuk menarik minat wisatawan untuk datang ke Bali. Pariwisata yang ada di Bali berdasarkan agama dan budaya, seolah-olah tidak memiliki nilai atau rasa karena segala yang berbahu agama dan budaya semuanya di komersialisasikan. Komersialisasi dalam pariwisata misalnya, kesenian, seni patung, tempat ibadah (pura), dan

upacara agama (perkawinan, dan karmic cleansing).

Berdasarkan uarian di depan maka penulis ingin mengetahui apa yang menyebabkan

upacara Karmic Cleansing di komersialisasikan oleh industry pariwisata yang ada di Baliini

?. Untuk mendapatkan pemahaman atau interpretasi atau memahami masalah ini,akandibahas dengan menggunakan teori Antropologi Sastra. Antropologi Sastra berarti studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia. Antropologi Sastra Diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu antropologi fisik dan antropologi kultural. Antropologi Sastra dibicarakan

(3)

dalam kaitannya dengan antropologi kultural, yaitu karya-karya yang dihasilkan oleh manusia seperti bahasa, relegi, mitos, sejarah, hokum, adat istiadat dan karya seni (khususnya sastra). Berkaitan dengan tiga macam bentuk kebudayaan yang dihasilkan manusia, yaitu kompleks ide, komplek aktivitas, dan konflek benda-benda, antropoli sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide (Ratna, 2004: 351).

Kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, moral, hokum, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku. Dengan demikian sastra dan kebudayaan berbagi wilayah yang sama, aktivitas manusia, tetapi dengan cara yang berbeda. Sastra melalui kemampuan imajinasi dan kreativitas (sebagai kemampuan emosional), sedangkan kebudayaan lebih banyak melalui kemampuan akal sebagai kemampuan intelektualitas. Kebudayaan mengolah alam hasilnya adalah perumahan, pertanian, hutan dan sebagainya (Ratna, 2011:7).

Hal utama dalam kajian antropologi sastra adalah mengamati tindakan bermasyarakat yang menitikberatkan pada aspek yang terjadi dalam masyarakat (Ratna, 2011;11). Dalam penelitian ini aspek yang terjadi dalam masyarakat pariwisata yakni adanya komersialisasi

Karmic Cleansing dalam dunia pariwisata.

II PEMBAHASAN

Sebab-sebab terjadinya komersialisasi Karmic Cleansing oleh industry pariwisata di

Bali, yakni: Globalisasi dan ideology pasar.

Globalisasi, menurut Brunsvik dan Danzin (dalam Bawa Atmaja, 2010:18) menyebutkan suatu gelombang yang melanda dunia dalam hal interaksi yang menghubungkan seluruh aktivitas manusia. Interaksi manusia satu dengan yang lain melalui kegiatan atau aktivitas yang dilakukan manusia, di seluruh belahan dunia ini. Gerak globalisasi membawa perubahan-perubahan baik individu maupun social, tetapi dalam konteks budaya pariwisata. Perubahan yang dimaksud dimulai munculnya pandangan-pandangan yang berbeda terutama dalam hal nilai, sebagaimana dikemukakan oleh Soelaeman (2007:50) menyebutkan cara berpikir dan sikap hidup modernitas yang cendrung menekankan pada dunia objektif yang rasional materialistis, dibandingkan tradisional Timur yang cendrung berorientasi pada subyektivitas rasa yang lebih banyak mencari sandaran pada sumber-sumber spiritualitas atau religiusitas agama.

(4)

Perubahan menurut Putranto (2005) menyebutkan bahwa perubahan yang terjadi pada masyarakat, tidak saja perubahan teknologi informasi namun juga (a) pengaruh budaya dan media massa; (b) berorientasi ekonomi yakni pada materi, dengan menggeser orientasi nilai non materi (immaterial) dan atau spriritual ke arah material; (c) menghargai

kebebasan, termasuk dalam hal menentukan pilihan untuk komersialisasi upacara Karmic

Cleansing dalam industry pariwisata tanpa memperhatikan akibatnya; (d) berkepribadian individualistic.

Perubahan tersebut semakin memperjelas bahwa pengaruh globalisasi dalam konteks industry pariwisata sangat kuat polanya. Industri pariwisata juga menginginkan atau menonjolkan pemanfaatan materi dalam bentuk uang sebagai pengendali berjalannya industry pariwisata. Uang adalah suara di dunia ini atau dengan kata lain uang adalah menyuarakan nilai-nilai yang dimiliki oleh industry pariwisata.

Segala nilai atau ideoligi seperti upacara karmic cleansing dijadikan uang untuk

berjalannya industry pariwisata tanpa melihat apakah itu termasuk agama atau budaya. Antara agama dan budaya jadinya kabur karena ingin menjalankan roda industry pariwisata dan meningkatakan para wisatawan berlomba-lomba datang ke Bali. Dengan segala cara digunakan oleh para industry pariwisata untuk menjual atau komersialisasi nilai-nilai atau ideology baik yang seharusnya disacralkanataupun dijadikan profane oleh produksi pariwisata. Agama dan budaya jadinya kabur artinya yang mana agama yang asli dalam artian tidak boleh di komersialisasikan demikian juga budaya yang mana sebaiknya di komersialisasikan, maka pihak lembaga umat Hindu yakni Parisada berani memberikan batasan upacara agama yang mana sebaiknya di komersialisasikan. Apa yang disebutkan oleh Sztompka (2004:91-92) bahwa jaman globalisasi atau jaman posmodernisme mempunyai kecendrungan meningkatkan keadaan atau kehilangan daya pengikatnya terhadap agama terutama praktek atau upacara agama yang banyak mengalami penyimpangan karena itu diperlukan perhatian terus menerus untuk melestarikan atau memulihkannya. Untuk melestarikan dan memulihkan diperlukan kerja sama anatara masyarakat, Lembaga umat Hindu dan industry pariwisata yang ada di Bali.

Kedua, ideologi pasar, menurut Noorman (2003), apa pun yang disampaikan dalam industry pariwisata melalui media komunikasi kebudayaan pada dasarnya mengandung ideology, yakni kepentingan untuk memperoleh keuntungan atau pun kekuasaan. Gejala ini tampak melalui gambar yang ditampilkan melalui iklan atau melalui situs elektronik yang

(5)

dapat diakses dengan mudah dan bermakna, seperti Karmic Cleansing. Maksudnya Karmic Cleansing bermakna untuk membujuk dan menanamkan gagasan bahwa pasar adalah penyelamat kehidupan manusia, dan mengonsumsi barang atau jasa yang ditawarkan adalah

keharusan. Semakin banyak yang membeli Karmic Cleansing yang diiklankan, berarti

kepentingan mereka untuk meningkatkan produksi terutama untuk memperluas ruang pemasaran terpenuhi. Ini berarti niat mendapatkan keuntungan semakin tinggi, bahkan

kekuasaan atas negara atau masyarakat yang menggunakankarmic cleansing secara otomatis

juga tersalurkan.

Akan tetapi, apa pun yang dijual baik melalui situs atau iklan yang lainnya Karmic

Cleansing tetap menggunakan desain untuk menarik para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Desain menurut Aldin (2004), mengandung ideology yang melekat di dalamnya. Bukti

menunjukkan bahwa conten situs tentang promosi Karmic Cleansing memberikan

kenikmatan kepada pengunjung situs, untuk berduyun-duyun datang ke Bali, untuk membersihkan diri atau menyucikan diri. Tujuan wisatawan ke Bali lebih banyak memahami, melihaqt dan ikut mempraktekkan agama dan budaya di masing-masing objek wisata yang dijual atau di komersialisasikan.

Karmic Cleansing dimaknai menghilangkan perbuatan yang jelek dalam diri manusia. Setiap manusia di dalam dirinya diikat oleh sifat Tri Guna, apakah manusia itu kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak berpendidikan, tua atau muda dan sebagainya. Dalam ajaran agama Hindu Tri Guna yang mengikat manusia, tergantung bagaimanacaranya manusia untuk mendominasikan atau menonjolkannya. Apakah manusia berkeinginan untuk

mendominasikanatau menonjolkan sifat tenang (Sattwam), sifat dinamis (Rajas), dan sifat

diam atau malas (Tamas), semuanya ada dalam diri manusia dan ada di dalam ajaran agama

Hindu.

Pierre Bourdieu(dalam Bagus Takwin, 2003: 163-175) tentang praktek social bahwa keterlibatan Pariwisata Bali adalah sebagai pencipta, sebagai pelaku, dan sebagai penjaga budaya dalam usaha mengkonstruksi budaya yang kemudian dimanfaatkan sebagai industry pariwisata. Industri pariwisata sebagai pencipta, pelaku dan penjaga seperti adanya upacara

karmic cleansing.

Karmic cleansing merupakan upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia. Upacara ini sebenarnya sudah ada di Bali yang disebut “Melukat” yang artinya

(6)

menghilangkan pengaruh jelek atau klesa yang ada dalam diri manusia. Namun industry

pariwisata mengkomersialisasikan dengan namakarmic cleansing, sebenarnya untuk umat

Hindu karena yang dilakukannya dengan kepercayaan sesuai dengan percaya adanya Panca

Sradha. Namun karmic cleansing di komersialisasi oleh industry pariwisata sesuai dengan pendapat Bourdiu sehingga wisatawan ikut-ikutan untuk mempraktekkan atau mengimplikasi pada diri masing-masing wisatawan tersebut.

Menurut Pemangku Suija, Karmic cleansingmemiliki beberapa jenis yakni: (1)

Pembersihan Astupungku, artinya membersihkan dan menyucikan malapetaka seseorang yang diakibatkan oleh pengaruh hari kelahiran dan Tri Guna (satattwam, Rajas, dan Tamas) yang tidak seimbang dalam diri; (2) Pembersihan Gai Ngelayang, artinya untuk membersihkan dan menyucikan orang yang menggunaan pengobatan terhadap seseorang yang ditimpa penyakit;(3) Pembersihan Gomana, artinya untukmembersihkan dan menyucikan dalam hal penebusan oton (hari kelahiran) yang diakibatkan oleh pengaruh buruk dari Wewaran dan Wuku., seperti lahir di Tumpek Wayang; (4) Pembersihan Surya Gomana, artinya membersihkan dan menyucikan noa dan kotoran dalam diri seorang bayi; (5) Pembersihan Semarebeda, artinya membersihkan dan menyucikan Sang Kama Jaya dan Sang Kama Ratih dari segala noda dan mala pada upacara pewiwahan; (6) Pembersihan Prabu, artinyamembersihkan dan menyucikan atau permohonan para pemimpin, agar dalam menjalankan tugasnya mendapat kejayaan dan kemakmuran; (7) Pembersih Nawa Ratna, artinya permohonan para pemimpin dalam menjalankan tugas memiliki kewibawaan dan

ketenaran. Dari ketujuh jenis karmic cleansing yang paling sering dilakukan oleh wisatawan

adalah pembersihan Astupungku, artinya membersihkan dan menyucikan malapetaka diakibatkan oleh pengaruh hari kelahiran dan Tri Guna yang tidak seimbang dalam diri, seperti yang disebutkan oleh Pemangku I Wayan Sudarma di Ubud berikut:

Tyang deriki melaksanakan upacara karmic cleansing paket wisata yang dijual oleh hotel baik yang ada di Ubud maupun yang ada di Payangan. Tyang di sini menyediakan perlengkapan upakara dan tempatnya. Kalau wisatawan meminta di pekarang rumah tyang akan laksanakan, kalau wisatawan meminta di Pura tirta Empul Tampak Siring Gianyar tyang akan laksanakan. Namun sebelumnya ada perjanjian di antara wisatawan dan Tyang. Proses upacara adalah sebelum melukat atau mandi diadakan upacara dulu yakni sembahyang untuk minta pembersihan atau menyucikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar diberikan jalan yang baik. Namun ada beberapa wisatawan untuk menolaknya dengan diadakan persembahyangan hanya mengikuti karmic Clenasing saja. Tapi tyang

(7)

sarankan agar bersembahyang kepada kepercayaan masing-masing diterima atau tidak oleh kepercayaan masing-masing terserah kepada wisatawan. Setelah ada kesepakatan baru tyang akan melakukan karmic cleansing seseuai permintaannya (wawancara, 16 April 2017).

Hal yang sama disebutkan oleh pemangku I Ketut Gergita di Hotel Uma Ubud berikut:

Tyang di sini melaksanakan saja yang menjual paket karmic cleansing adalah

pihak hotel. Hotel-hotel yang berada di Ubud, Payangan atau di Kota Gianyar

kebanyakan menjual paketan karmic cleansing melalui sarana elektronik, baik

melalui situs, instagram dan yang lainnya. Karena paket sudah dijual oleh hotel dan dibeli oleh wisatawan baru menyusun jadwal kapan akan dilaksanakan. Setelah ada kesepakatan tyang di rumah sudah membuat alat-alat upakaranya untuk karmic cleansing. Setelah waktunya disepakati, diadakan pengelukatan atau karmic cleansing ada yang di laksanakan di halaman Pura hotel da nada yang melaksanakan di Pura Tirta Empul atau ura yang lainnya. Tyang Cuma menjalankannya, setelah itu ya sudah selesai (wawancara, 18 April 2017).

Berdasarkan wawancara kepada kedua Pemangku di depan, dapat dipahami bahwa Para

pemangku hanya menjalankan tugasnya, Upacara karmic cleansing ini apakah ada dampak

positif dan negative bagi para wisatawan yang penting sudah dilaksanakan, dan dibayar oleh pihak hotel maupun oleh pemandu wisatawan, seperti gambar satu dan dua (lampiran 1). Apakah ini termasuk melecehkan agama atau budaya para pemangku tidak memahaminya yang penting mendapat capital. Seperti yang disebutkan oleh Sztompka (2004:92) bahwa kesadaran menuju ketidaksadaran atau Ambiguitas. Di satu sisi pemangku itu menunaikan

kewajibannya yakni melaksanakan upacarakarmic cleansing, kenyataannya para industry

pariwisatalah yang mencampuradukkan kegiatan relegi yakni karmic cleansing yang

sebenarnya untuk menyucikan atau membersihkan pikiran yang negative yang ada dalam diri manusia serta disaksikan di anugrahi oleh Ida Hyang Widhi, tetapi diganti dengan di komersialisasi.

III SIMPULAN

Karmic Cleansing (pembersihan perbuatan atau tindakan) menggunakan upakara yang memiliki kepercayaan terhadap Ida Hyang Widhi. Namun karena adanya globalisasi dan

ideology pasar upacara karmic cleansing banyak di komersialisasikan oleh industry

pariwisata baik dari pihak hotel, perorangan atau pemandu wisata dan yang lainnya yang di komersialisasikan melalui situs elektronik.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Bawa Atmadja, Nengah, 2010. Ajeg Bali: Gerakan Identitas Kultural, danGlobalisasi.

Yogyakarta: LKiS

Brunsvick, Y. dan A Danzin,2005. Lahirnya sebuah Peradaban Goncangan Globalisasi.

Yogyakarta: Kanisius.

Bagus Takwin, 2003, Akar-akar Ideologi, Pengantar Kajian Konsep Ideologi dari Plato

Hingga Bourdieu. Yogyakarta: Jala Sutra.

H. Putranto. 2005. “Analisis Budaya dari Pascamodernisme dan Pascamodernitas”. M

Sutrisno dan Hender Putanto (rds). Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Pidartha, Made. 2000. Hindu untuk Jaman Pasca Modern. Surabaya: Paramita.

Ratna, Nyoman Kutha .2004. Teori, Metode, dan teknik Penelitian sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

___________. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-Unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial (penerjemah: Alimandan). Jakarta:

Prenada.

S Pendit, Nyoman. 1996, Hindu Dharma Abad XXI: Kesejahtraan Global Bagi Umat

Manusia. Denpasar: Bali Post.

Tribun Bali, 2017. Koran Harian Pagi, Tanggal 16 April halaman 1. Denpasar: Gramedia Bali Plant.

Referensi

Dokumen terkait