BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, DAU adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari
sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu
dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk
suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada
aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang formula dan perhitungan DAU-nya ditetapkan sesuai
Undang-Undang.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Dana Alokasi
Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar
terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek
pembangunan menjadi sangat berkurang.
DAU sebagai salah satu bagian dari dana perimbangan yang ditujukan
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar Pemda. Menurut Mardiasmo
(2002:142) mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat memberikan dana
mendorong terciptanya keadilan antar wilayah, (2) Untuk meningkatkan
akuntabilitas, (3) Untuk meningkatkan sistem pajak yang progresif, dan (4) Untuk
meningkatkan keberterimaan pajak daerah
DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat sebagai alat
pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat
dan daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan tersebut, khususnya dari
DAU akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber
pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung
jawabnya.
Menurut UU No. 25 Tahun 1999, alokasi DAU ke suatu daerah ditetapkan
berdasarkan dua faktor, yaitu potensi perekonomian dan kebutuhan daerah.
Kebutuhan daerah (fiscal need) dicerminkan oleh jumlah penduduk, luas wilayah,
keadaan geografis, dan tingkat pendapatan masyarakat. Potensi perekonomian
antara lain dicerminkan oleh potensi penerimaan pemerintah daerah (fiscal capacity), seperti dari hasil industri dan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan PDRB.
Hal tersebut diatas sesuai dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yang sejalan/
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu
potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi
penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih
kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini beberapa
daerah, khususnya daerah yang kaya sumber daya alam dapat memperoleh DAU
yang negatif.
Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai
dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat
block grant yang berarti penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pembangunan kepada
masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Hasil perhitungan DAU
per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan keputusan presiden (Kepres).
DAU terdiri dari: Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi dan Dana
Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten /Kota. DAU dialokasikan untuk daerah
provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26%
dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN.
Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan
sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota
Berdasarkan Undang-undang No.33 tahun 2004 pengalokasian DAU
ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang
ekonomi yang besar tetapi kebutuhan fiscal kecil maka akan memperoleh alokasi
DAU yang relative kecil. Sebaliknya untuk daerah yang potensi fiskalnya kecil
dan pertumbuhan ekonomi yang kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka
akan memperoleh alokasi DAU yang relative besar (Subchan dan Sudarman,
2007)
Dana Alokasi Umum merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat
dalam pemerataan pembangunan di Indonesia yang tujuannya untuk mengurangi
ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat
dan daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah.
2.1.2. Belanja Langsung
Menurut Hamil (2002:72), belanja modal merupakan pengeluaran
pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja
yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal dibagi
menjadi dua yaitu belanja publik dan belanja aparatur.
Belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang
menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal
dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan,
bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk
memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan
pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau
membeli
Menurut Halim (2001), belanja modal merupakan belanja yang
manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya
pemeliharaan. Munir (2003:36) juga menyatakan hal senada, bahwa belanja
modal memiliki karakteristik spesifik dan menunjukkan adanya berbagai
pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki
konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada masa yang akan
datang (Bland & Nunn, 1992)
Dewi (2006) dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa belanja modal
adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap / inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja
Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja
yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi
umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah
seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya
modal merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan publik. Untuk
menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk
anggaran belanja modal dalam APBD. Setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap
oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan public
yang memberikan dampak jangka panjang secara financial (Nugroho, 2012).
Menurut Erlina dan Rasdianto (2013), Belanja modal adalah pengeluaran
anggaran untuk perolehan asset tetap berwujud yang memberikan manfaat lebih
dari satu periode akuntansi. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya
menambah asset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu
periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
rneningkatkan kapasitas dan kualitas asset
2.1.3. Sumber Daya Manusia
Alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan
ekonomi. Serta ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan
untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain alokasi sumber daya
manusia yang efektif merupakan syarat perlu (Necessary Condition) bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam modal pembangunan manusia terdapat keterkaitan
antar pembangunan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia.
Pembangunan ekonomi atau lebih tepatnya disebut dengan pertumbuhan ekonomi
merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena dengan
pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan manusia juga bersifat timbal balik. Pembangunan
manusia juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena tanpa
pembangunan manusia yang berkelanjutan tidak akan dapat dicapai pembangunan
ekonomi yang cukup memadai.
Sumber daya manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan
ekonomi. Semakin banyak jumlah sumber daya manusia yang dimiliki dalam
proses pembangunan, berarti cenderung akan mempertinggi tingkat produksi
secara keseluruhan yang selanjutnya juga akan mempertinggi laju pertumbuhan
ekonomi.
2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Budiono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output perkapita dalam jangka panjang, perhatian tekanannya pada tiga aspek,
yaitu: proses, output perkapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah
suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek
dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian
berkembang atau berubah dari waktu ke waktu, tekanannya pada perubahan atau
perkembangan itu sendiri.
Brodjonegoro (2003) juga mengatakan pertumbuhan ekonomi merupakan
salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan
dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk
dengan sendirinya menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman,
merupakan fenomena penting yang dialami dunia dalam dua abad belakangan ini,
dalam periode tersebut dunia telah mengalami perubahan yang sangat nyata jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Menurut penelitan Setiyawati (2007), pertumbuhan ekonomi dapat
diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan
kemakmuran masyarakat meningkat. Menurut Arsyad (1999:11), pertumbuhan
ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestik Product (GDP)
atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih
besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan
struktur ekonomi terjadi atau tidak. Menurut Pandangan ekonom klasik (Adam
Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan Jhon Stuart Mill) ada 4
(empat) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1) Jumlah
penduduk, 2) Jumlah stok barang-barang modal, 3) Luas tanah dan kekayaan
alam, dan 4) tingkat teknologi yang digunakan
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan disuatu perekonomian. Kesejahteraan dan kemajuan suatu
perekonomian ditentukan oleh besarnya pertumbuhan yang ditunjukkan oleh
perubahan output nasional. Adanya perubahan output dalam perekonomian
merupakan analisis ekonomi jarak pendek (Ma’ruf dan Wihastuti, 2007).
Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam
mengukur prestasi dan perkembangan suatu perekonomian. Pertumbuhan
ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP)
atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih
besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan
struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999)
Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkutan dengan proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat,
sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan
mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan
(alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi,
perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai
golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kembagaan dalam kehidupan
masyarakat secara menyeluruh (Brodjonegoro, 2003).
Pertumbuhan ekonomi juga menerangkan atau mengukur prestasi dari
perkembangan suatu ekonomi. Dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya
pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang
berlaku di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang
industry, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan
produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal. Tetapi dengan
menggunakan berbagai jenis data produksi adalah sangat sukar untuk memberi
gambaran tentang pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Oleh sebab itu untuk
suatu negara, ukuran yang selalu digunakan adalah tingkat pertumbuhan
pendapatan nasional riil yang dicapai
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan hasil reduplikasi penelitian terdahulu, yang
mungkin dengan variabel penelitian yang sama tetapi dengan skala waktu dan
tempat penelitian yang berbeda.
Halim (2004) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum dan belanja
langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Bali). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa secara terpisah, Dana Alokasi Umum dan belanja langsung Pendapatan
Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi .
Sulistiawan (2005) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah dan menemukan bahwa
Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan
terhadap Belanja Daerah.
Maulida (2007) meneliti pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Asli Daerah terhadap prediksi Belanja Daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara terpisah dan
serentak berpengaruh terhadap prediksi Belanja Daerah.
Bawono (2008) yang meneliti tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja pemerintah daerah (Studi pada
Kabupaten/ Kota di Jawa Barat dan Banten). Hasil dari penelitian ini
secara serentak dan baik dengan lag ataupun tanpa lag mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Belanja Daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspita Sari (2009) menguji Pengaruh
Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap
Belanja Langsung Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau. Ada tiga
simpulan yang merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu: Pertama,
Dana Alokasi Umum mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
Belanja Langsung. Kedua, Pendapatan Asli Daerah secara parsial tidak
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung
secara parsial. Ketiga, Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung.
Rahmawati (2010), Dalam Penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, terhadap Alokasi Belanja Daerah
(studi pada pemerintah kab/kota di Jawa Tengah). Hasil penelitian mendapatkan
bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap Alokasi Belanja Daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat
ketergantungan Alokasi Belanja Daerah lebih dominan terhadap Pendapatan Asli
Daerah daripada Dana Alokasi Umum.
Setiawan (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Dana
Alokasi Umum, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah (studi
kasus pada Provinsi Jawa Tengah). Hasil penelitiannya mendapatkan Bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Ginting (2013) yang meneliti tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dengan Desentralisasi Fiskal sebagai Variable Moderating di Kabupaten
dan Kota Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
secara simultan DAU, DAK, LLPDYS berpengaruh signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi. DAU dan DAK secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi tapi LLPDYS tidak berpengaruh signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Desentralisasi Fiskal bukan merupakan Variabel
Moderating yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh antara DAU,
DAK, LLPDYS terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Secara ringkas, hasil penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu dapat
disajikan dalam Tabel 2.2. berikut :
Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitan
Variabel yang
digunakan Hasil
1. Halim (2004) Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kab/Kota di Jawa dan Bali)
-Dana Alokasi Umum -Pendapatan
Asli Daerah -Belanja Daerah
2. Prakosa (2004) Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY)
-Dana Alokasi
3. Sulistiawan (2005)
Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah
Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum
dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/ Kota di Sumatera Belanja daerah
dan ada
5. Maulida (2007) Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli secara terpish dan serentak berpengaruh terhadap Belanja Daerah
6. Bawono (2008) Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi pada Kab/Kota di Jawa Barat dan Banten
7. Sari (2009) Pengaruh Dana Langsung Pada Pemerintah Daerah secara simultan terhadap alokasi belanja daerah (studi pada pemerintah kab/kota di Jawa Tengah) 9. Setiawan (2010) Pengaruh Dana
10 Ginting (2013) Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Desentralisasi Fiskal sebagai Variable Moderating di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera
2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan masalah penelitian dan landasan teori, maka kerangka
konseptual penelitian ini terlihat pada Gambar 2.1. sebagai berikut:
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah digambarkan dan diuraikan
diatas maka hipotesis penelitian ini adalah :
1. Dana Alokasi Umum, Belanja Langsung dan Sumber Daya Manusia
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi
2. Kemiskinan merupakan variabel moderating yang memperkuat atau
memperlemah pengaruh antara Dana Alokasi Umum, sumber daya