• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mirisnya Kualitas Pendidikan Akibat Kemi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mirisnya Kualitas Pendidikan Akibat Kemi"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Mirisnya Kualitas Pendidikan Akibat Kemiskinan di Provinsi Papua Karunia Putri Saleha(OVP Indonesia Youth for SDG s)

Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Kemisikinan menjadi salah satu indikator dalam menilai apakah negara tersebut termasuk dalam negara maju atau negara berkembang. Bank dunia mendefinisikan kemiskinan pada suatu negara yaitu apabila pendapatan per kapita pada negara tersebut di bawah $ 2,0 per hari. Pendapatan per kapita yang tinggi mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi negara tersebut tergolong baik.

Menurut Report of the Secretary-General dalam "Progress towards the Sustainable Development Goals" pada tahun 2013 diperkirakan bahwa jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan internasional sebesar $ 1,9 per hari, turun dari 1,7 miliar pada tahun 1999 menjadi 767 juta orang. Penurunan jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan yang paling signifikan terjadi pada wilayah Asia Tenggara yaitu 35% pada tahun 1999 turun menjadi 3% pada tahun 2013. Namun pada wilayah sub-Sahara Afrika terdapat 42% orang yang bertahan hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrim di tahun 2013.

Pada tahun 2016 terdapat 10% pekerja dunia yang tinggal pada keluarganya dengan penghasilan kurang dari $ 1,9 per hari dimana hal ini merupakan suatu peningkatan karena pada tahun 2000 masih mencapai 28%. Sistem perlindungan sosial menjadi sangat penting dalam mencegah dan mengurangi kemiskinan serta ketidaksetaraan dalam tatanan kehidupan manusia. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan tunjangan kepada anak-anak, ibu dengan bayi yang baru lahir, orang-orang cacat, orang tua dan orang yang miskin tanpa pekerjaan. Data awal menunjukkan bahwa pada tahun 2016 terdapat 45% populasi dunia yang dilindungi oleh sistem perlindungan sosial dengan cakupan yang bervariasi setiap negara dan wilayahnya.

(2)

Pada bulan Maret 2017 di provinsi Papua, jumlah penduduk miskin terbanyak jika dilihat dari tipe daerahnya terdapat pada daerah pedesaan yaitu sebesar 36,20% sedangkan pada daerah perkotaan hanya 4,46%. Jika dibandingkan dengan dengan periode sebelumnya yaitu pada September 2016 terdapat penurunan pada penduduk miskin di daerah pedesaan sebesar 0,87% sedangkan di daerah perkotaan mengalami kenaikan sebesar 0,25% (BPS Provinsi Papua, 2017).

Dilihat dari kondisinya, Papua merupakan suatu provinsi yang mempunyai kekayaan alam yang berlimpah. Namun pada kenyataannya dengan kekayaan alam yang ada, rakyat Papua masih hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia yang ada di Papua masih belum bisa mengelola sumber daya alam yang ada.

Kemiskinan memang erat kaitannya dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan latar belakang pendidikan yang baik, seseorang mampu menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pada umumunya seseorang yang berpendidikan baik dan mempunyai pendapatan yang lebih tinggi memiliki peluang yang sangat kecil untuk masuk dalam golongan orang miskin. Sayangnya, sebagian besar rumah tangga miskin di Papua berstatus tidak berpendidikan. Dari informasi kolaborasi data kemiskinan provinsi Papua, 263 ribu rumah tangga miskin di Papua, 56,7% belum pernah bersekolah atau tidak tamat SD. Padahal pendidikan merupakan dasar dari seseorang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik (BAPPEDA Provinsi Papua, 2013).

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ribut Nurul Tri Wahyuni mengungkapkan bahwa besarnya pengaruh tingkat pendidikan, tenaga medis, dan topogra wilayah terhadap kemiskinan hampir sama di setiap wilayah Papua. Dengan kata lain, kemiskinan di Papua secara umum disebabkan oleh tiga variabel tersebut sehingga intervensi yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan tingkat pendidikan penduduk miskin dan hampir miskin serta meningkatkan jumlah tenaga medis di semua wilayah (Wahyuni and Damayanti, 2014).

(3)

gedung sekolah, biaya makan sehari-hari, biaya pendidikan dan biaya lainnya. Oleh karena biaya yang dikeluarkan cukup banyak, sehingga orang miskin di Papua lebih memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan mereka, dan memilih untuk berkebun mengikuti jejak orang tuanya.

Masalah lain yang perlu dipehatikan dalam membangun pendidikan di Papua adalah perihal sumber daya manusia sebagai tenaga pendidik untuk para siswa. Minimnya tenaga pendidik mengakibatkan banyak anak-anak yang kurang mengenyam pendidikan dengan baik, sehingga angka melek huruf di Papua rendah dan tingginya angka tuna aksara di wilayah tersebut. Apabila hal ini dibiarkan maka rakyat Papua akan terus mengalami keterbelakangan dari daerah yang lain. Padahal baik buruknya atau berhasil tidaknya suatu pendidikan berada di tangan seorang guru. Hal ini karena seorang guru merupakan fasilitator yang membuat seorang siswa menjadi cerdas, terampil, bermoral dan mampu mengukir sebuah prestasi (Suara Papua, 2016).

Dalam membangun pendidikan di Papua, pemerintah seharusnya tidak melulu membuat gedung dan infrastruktur di wilayah tersebut. Namun lebih memikirkan bagaimana anak-anak Papua bisa mengenyam pendidikan dengan baik. Hal ini bisa dilakukan dengan cara medistribusikan tenaga pendidik secara merata pada seluruh wilayah Papua. Dengan mengalihkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang biasanya untuk membangun gedung sekolah, lebih baik dana tersebut dianggarkan untuk memberikan tunjangan kepada para tenaga pendidik sebagai biaya transportasi untuk bisa sampai ke sekolah yang sulit diakses. Dana tersebut juga dapat dialokasikan untuk memfasilitasi sarana prasarana seluruh sekolah di wilayah Papua. Sarana dan prasarana yang dimaksud seperti buku-buku pelajaran untuk siswa dan buku-buku pegangan untuk tenaga pendidik yang sesuai dengan kurikulum. Selain itu juga, dana tersebut dapat dialokasikan untuk menambah tenaga pendidik dan meningkatkan kemampuan mereka dengan mengadakan pelatihan-pelatihan terkait teknis belajar mengajar.

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2017. Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2017 (No. No. 66/07/Th. XX). Badan Pusat Statistik.

BAPPEDA Provinsi Papua, 2013. Kolaborasi Data Kemiskinan Provins Papua (Kumpulan Data dan Informasi Faktual). Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Povinsi Papua, Papua.

BPS Provinsi Papua, 2017. Berita Resmi Statistik (Keadaan Kemiskinan di Provinsi Papua Maret 2017) (No. No. 38/07/94/Th.IX). Baddan Pusat Statistik Provinsi Papua.

Suara Papua, 2016. Pokok Permasalahan Pendidikan Masa Kini di Papua. Suarapapua.com. Wahyuni, R.N.T., Damayanti, A., 2014. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemiskinan di

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan yang dapat dilihat dari program malaria yang dirancang oleh WHO dan dilaksanakan di negara Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI yaitu eliminasi

3HQJXMLDQLQLGLODNXNDQXQWXNPHOLKDWKDPEDWDQ\DQJWHUMDGLDNLEDWGDUL SURVHV NRQWURO NRQHNVL ,QWHUQHW 3HQJXMLDQ LQL EHUNDLWDQ GHQJDQ SHQJJXQDDQ LQWHUYDO SDGD PHWRGH \DQJ NDPL DMXNDQ

Pelanggaran apa pun terhadap hukum yang berlaku, Pedoman Perilaku ini, atau kebijakan perusahaan dapat dikenai tindakan disipliner, mulai dari teguran hingga pemutusan hubungan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa sebagaimana

Lain daripada itu, dengan memperhatikan keadaan masyarakat Indonesia yang majemuk, baik dari sisi agama, ras, suku, maupun bahasa, wasiat wajibah dalam hukum

(7) Dasar pengeluaran Anggaran Belanja Tidak Terduga yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk mendanai tanggap darurat,

Pembuatan pelet dari ampas tahu sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan cara fermentasi, namun belum pernah dilakukan pembuatan pakan untuk lele organik,

Hakim menyatakan bahwa memperhatikan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini, telah ternyata dalam fakta-fakta dipersidangan, pengadilan memandang