77
Rizal , Fathurrahman dan Usman Made aqilhrn.j@gmail.com
1
(Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Dosen Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract
This research conducted in the area of paddy fields Maranatha village, Sigi Sigi Biromaru Sub-district of Central Sulawesi. Held from December 2011 to March 2012. Research objectives get the right soil processing time towards growth and yield of rice plant, get the right planting distance in improving growth and yield of rice plant and get the right planting distance at any time of soil processing. This research is conducted in the form of a field experiment in rows with two separate Grid Design factors. As the main plot a time processing soil (P), which consists of two equal i.e. processing the soil 6 days before the planting (P1), and processing the soil of the 12 days before the planting (P2). As the son of harvesting is the distance (J) consisting of six equal i.e. 20 cm x 10 cm legowo 40 cm (J1), 20 cm x 15 cm legowo 40 cm (J2), 20 cm x 20 cm legowo 40 cm (J3), 20 cm x 15 cm legowo 30 cm (J4), 20 cm x 20 cm legowo 30 cm (J5) and 20 cm x 20 cm. The research results show the processing soil of the 12 days before planting accelerate planting flowering (73.90, off the day after a plant), produce of rice each more (147,46 panicle seeds-1), and dry milled of rice
yield per hectare was higher (6,065 ton ha-1). The implementation of planting distance pattern 20
cm x 15 cm legowo 30 cm produce of rice dry grind higher (6,568 ton ha-1). The implementation of
planting distance pattern 20 cm x 20 cm legowo 40 cm with 12 day processing soil before planting produces tillers (25,90 panicle clump-1), longer panicle (27,06 cm), more productive tiller (14,63 panicle grove-1) and less percentage empty of rice (9,48%).
Keywords: Processing soil, Distance planting, Planting system of legowo
Tanaman padi merupakan tanaman penting di Asiaterutama di Indonesia. Padi menghasilkan beras menjadi makanan pokok menyediakan 35-80 % dari total kalori yang
dibutuhkan oleh manusia ( IRRI, 1997 dalam
Sembiring, 2009).
Beras dikonsumsi sebagian besar
penduduk Indonesia. Jumlah orang yang mengkonsumsi beras masih tinggi (99,9%). Tingkat konsumsi beras yaitu konsumsi rumah tangga, restoran, bahan baku industri
(Mardianto, 2005 dalam Suryana, dkk. 2009).
Di Indonesia yang beriklim tropis, padi ditanam di seluruh daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85% - 90%) dan sebagian kecil (10% - 15%) sebagai padi gogo (Taslim, dkk. 1989).
Bangsa Indonesia sebagai Negara yang wilayahnya luas dan mengandalkan pertanian
sebagai tumpuan kehidupan sebahagian besar penduduknya. Hal ini akan menjadi hambatan
dalam pembangunan, peningkatan
kesejateraan masyarakat.
kondisi tanah (9) Kendalikan hama dan penyakit secara terpad (10) Kendalikan gulma secara tepat (11) Penggunaan bahan organik (12) Tangani proses panen dan pasca panen dengan baik (BBP2TP, 2008).
Pengolahan tanah dimulai paling lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit dan mencegah hilangnya unsur N alami tanah sawah harus digenangi dari pembajakan sampai pemindahan bibit. Pengolahan tanah bertujuan (1) Mengendalikan gulma secara efektif karena selama pengolahan tanah gulma akan hancur dan bercampur dengan tanah
sehingga mengurangi persaingan
pertumbuhan awal dari bibit (2) Memperbaiki tata udara tanah yang penting untuk perkembangan akar padi. Dengan pengolahan tanah, tanah akan menjadi gembur (3) Mencampur bahan organik dengan tanah ; gulma dan sisa tanaman terdahulu akan bercampur dengan tanah (4) Membantu membentuk lapisan padas/lapisan bajak yang berguna untuk mengurangi hilangnya air
karena pelindian (leaching), mencegah
meresapnya air dan unsur hara selama penggenangan dan pertumbuhan padi (5) Mencampur lapisan olah tanah karena dengan membajak lapisan olah tanah sebelah atas dan bawah akan bercampur sehingga akan menyeragamkan kjesuburan tanah. Setelah dibajak, tanah digaruk dapat dilakukan satu atau dua kali (Taslim, dkk. 1989).
Cara tanam padi sistem legowo
merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usahatani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanaman jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa
jawa yang berasal dari lego dan dowo; lego
artinya luas dan dowo artinya memanjang.
Jadi, diantara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memenjang sepanjang barisan (Suriapermana, dkk. 1990)
Melalui perbaikan teknologi budidaya
seperti benih berkualitas, bibit muda umur ≤
21 hari, jumlah bibit 1, 2, 3 bibit/lubang,
pengaturan jarak tanam, pemupukan
berimbang, pengendalian gulma, hama dan
penyakit secara terpadu, produktivitas padi sawah dapat mencapai 6,80 ton/ha gabah
kering panen GKP (Kamandalu, dkk. 2009).
Berbagai teknologi pengembangan
usahatani padi telah dihasilkan dan akan terus ditemukan atau dirakit menyesuaikan dengan kondisi perkembangan agroekosistem dan sosial ekonomi masyarakat. Dengan tujuan
usahatani padi menjadi efisien dan
menguntungkan petani. Jarak tanam
merupakan salah satu komponen teknologi yang diketahui sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas tanaman yang dapat dicapai dengan pengaturan populasi tanaman (Dian, dkk. 2006).
Khususnya di Sulawesi Tengah dalam melakukan pengolahan tanah sangat singkat. Para petani mulai melakukan pengolahan tanah pada saat bibit padi dipersemaian kurang lebih 5 hari sebelum pindah tanam, pengolahan tanah dengan membajak tanah setelah selesai langsung menghancurkan bongkahan tanah atau menganduk tanah dan meratakan permukaan tanah di lahan yang akan ditanami.
Berdasarkan hal tersebut, perlu ada kajian mengenai teknik budidaya tanaman padi sawah melalui pengolahan jauh sebelum pindah tanam dan penerapan jarak tanam berbeda.
Produktivitas padi didaerah ini masih rendah, perlu mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan beras.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di desa
Maranata kecamatan Sigi Biromaru
kabupaten Sigi, Selama empat bulan
(Desember 2011 sampai Maret 2012 ). Setiap
perlakuan ditempatkan pada plot-plot
Terpisah (RPT). Petak utama adalah
Pengamatan yang dilakukan terhadap tinggi tanaman pada saat anakan maksimum dari tanaman sampel yang telah ditetapkan pada setiap plot yang diamati sebanyak 10 rumpun tanaman untuk setiap perlakuan, Tinggi tanaman saat panen, Jumlah anakan gabah tiap malai dihitung dengan mengambil semua seluruh malai, Persentase gabah hampa dihitung dengan mengambil semua gabah hampa seluruh malai, Bobot 1000 butir
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara lama pengolahan tanah dengan jarak tanam teruji tidak nyata dan pengaruh pengolahan tanah secara nyata terhadap tinggi tanaman saat anakan maksimum, sedangkan pada saat panen pengaruh pengolahan tanah, dan pola jarak tanam serta interaksinya teruji sangat nyata. Rata-rata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) saat anakan maksimum
Perlakuan Jarak Tanam
Rata-rata
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 1) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam menghasilkan tanaman lebih tinggi. Meningkatnya tinggi tanaman ini disebabkan karena gulma dan sisa tanaman terdahulu telah mengalami dekomposisi
dengan sempurna, sehingga meningkatkan ketersediaan unsur hara. Sejalan yang dinyatakan Andjarhar dan Khaerani, (2008) bahwa pengolahan tanah dilakukan selambat-lambatnya dua minggu sebelum tanam, sehingga kondisi tanah melumpur sempurna. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman (cm) saat panen
Perlakuan Jarak Tanam BNJ
0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaruh jarak tanam berbeda pada pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam, tetapi tidak berbeda pada pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Pada pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam, penerapan jarak tanam (20 cm x 10 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
menghasilkan tanaman lebih tinggi dan berbeda dengan jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena populasi tanaman paling
tinggi (333.333 rumpun ha-1), sehingga
tanaman tumbuh memanjang untuk
mendapatkan cahaya matahari. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pengaruh pengolahan tanah teruji secara nyata berbeda pada setiap
jarak tanam. Pada setiap jarak tanam, pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan tanaman lebih tinggi dibanding pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini diebabkan karena semakin lama pengolahan tanah, maka peroses dekomposisi gulma dan sisa tanaman terdahulu semakin sempurna, dan segera tersedia bagi tanaman.
Jumlah Anakan Maksimum
Pengaruh lama pengolahan tanah dan pola jarak tanaman berbeda interaksinya teruji Rata-rata jumlah anakan maksimum disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan maksimum
Perlakuan Jarak Tanam BNJ
0,05
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 3) menujukkan bahwa pola jarak tanam berbeda
pada setiap lama pengolahan tanah.
Penerapan jarak tanam (20 cm x 20 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
mengasilkan anakan lebih banyak dan berbeda dengan pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena pada pola jarak tanam ini populasi tanaman paling sedikit
(166.667 rumpun ha-1), sehingga tanaman
memanfaatkan intensitas radiasi matahari secara maksimum. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa lama pengolahan tanah berbeda pada
setiap pola jarak tanaman. Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan anakan lebih banyak pada setiap pola jarak tanam. Hal ini disebabkan karena lahan telah melumpur dengan baik, sehingga permukaan partikel tanah lebih luas antara akar dan tanah. Moenandir (2004)
menyatakan bahwa pengolahan tanah
merupakan tindakan penghancuran
bongkahan tanah menjadi lebih kecil, dan berlumpur sehingga tanaman memperoleh nutrisi lebih dari cukup dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih baik.
Umur Tanaman Saat Keluar Malai
Tabel 4. Rata-rata umur tanaman saat keluar malai (hari)
Perlakuan Jarak Tanam
Rata-rata
Hasil uji nilai tengah (Tabel 4) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata mempercepat tanaman berbunga. Hal ini disebabkan karena sisa-sisa tanaman pada pertanaman sebelumnya dan gulma yang terbenam pada saat pengolahan tanah telah terdekomposisi dengan sempurna sehingga meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Dadan (2009) menyatakan bahwa
pengolahan tanah dapat membantu
pembenaman bahan-bahan organik yang ada
dilahan ke dalam tanah sehingga produktivitas lahan tetap tinggi.
Panjang Malai
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah teruji secara nyata, sedangkan pengaruh pola jarak tanam dan interaksi antara lama pengolahan tanah dengan pola jarak tanam teruji sangat nyata terhadap panjang malai (Tabel Lampiran 5b). Rata-rata panjang malai disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata panjang malai (cm)
Perlakuan Jarak Tanam BNJ
0,05
J1 J2 J3 J4 J5 J6
P1
P2
a
24,34p
a
25,31q
a
24,95p
bc
25,94q
b
25,52p
d
27,06q
a
24,33p
c
26,41q
a
24,94p
cd
26,51q
a
24,68p
ab
25,63q
1,10
Rata-rata 0,62 -
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 5) menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak tanam berbeda pada setiap lama pengolahan tanah. Penerapan jarak tanam (20 cm x 20 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
menghasilkan jumlah malai lebih banyak dibandingkan dengan pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena berkurangnya barisan tanaman yang tidak disertai peyisipan dalam barisan, sehingga populasi berkurang ( 33,33% ) dibanding pola simetris. Berkurangnya populasi tanaman menyebabkan infiltarasi radiasi matahari dalam keadaan maksimum, sehingga tidak terjadi kompetisi antara rumpun tanaman yang satu dengan rumpun yang lain. Tabel 5 juga menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah berbeda pada setiap pola jarak tanam. Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata
menghasilkan malai lebih panjang dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena struktur tanah lebih gembur sehingga akar tanaman berkembang lebih baik dan menyerap unsur hara lebih banyak. Sesuai pernyataan Eko dan Alihamsyah (2009) bahwa pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur atau melumpur, sehingga sesuai perkembangan akar tanaman.
Jumlah Malai Tiap Rumpun
Tabel 6. Rata-rata jumlah malai tiap rumpun
Perlakuan Jarak Tanam BNJ
0,05
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 6) menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak tanam berbeda pada setiap lama pengolahan tanah. Penerapan jarak tanam (20cm x 20 cm
legowo 40 cm) teruji secara nyata
menghasilkan malai tiap rumpun lebih banyak dibandingkan pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan berkurangnya populsi tanaman dari populasi simetrisnya, karena
dilakukan legowo yang tidak disertai
penyisipan pada setiap barisan tanaman, sehingga populasi tanaman berkurang 33,33% dari populasi simetrisnya. Tabel 6 juga
menunjukkan bahwa pengaruh lama
pengolahan tanah berbeda pada setiap pola jarak tanam. pengolahan tanah 12 hari
sebelum tanam teruji secara nyata
menghasilkan malai tiap rumpun lebih banyak dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan tanah
telah gembur atau melumpur dengan baik, dan
dekomposisi sisa-sisa tanaman semakin
sempurna, sehingga meningkatkan kadar unsur hara dalam tanah. Taslim dkk. (1989) menyatakan bahwa pengolahan tanah dimulai paling lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit agar tanah menjadi gembur, dan sisa-sisa tanaman terdaluhu telah terdekomposisi dengan baik.
Jumlah Gabah Tiap Malai
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah teruji nyata, pengaruh pola jarak tanam teruji sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara lama pengolahan tanah dan pola jarak tanam teruji tidak nyata terhadap jumlah gabah tiap malai. Rata-rata jumlah gabah tiap malai disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata jumlah gabah tiap malai
Perlakuan Jarak Tanam
Rata-rata
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 7) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menghasilkan gabah tiap malai lebih banyak dibanding dengan pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena
pengolahan tanah yang lebih lama
menyebabkan tanah menjadi lebih gembur, dan melumpur dengan sempurna. Ardjanhar dan Khaerani (2008) menyatakan bahwa Pengolahan tanah dilakukan selambat - lambatnya 2 minggu sebelum tanam agar tanah melumpur sempurna, dan tanah akan
terdahulu. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa penerapan pola jarak tanam (20 cm x20 cm legowo 40 cm) menghasilkan gabah tiap malai lebih banyak dibanding pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena populasi tanaman kurang dari populasi optimumnya sehingga individu tanaman tumbuh dengan baik, karena tidak terjadi persaingan antara rumpun yang satu dengan rumpun yang lain dalam memperebutkan baik unsur hara maupun ruang tempat tumbuh. Pratiwi, dkk. (2009) menyatakan bahwa populasi tanaman akan menentukan jumlah radiasi matahari yang serap oleh tajuk tanaman, serta besarnya persaingan akar tanaman dalam menyerap unsur hara. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa pada populasi yang rendah, dapat dikatakan hampir tidak ada persaingan antar rumpun tanaman pada proses penyerapan air, unsur hara, dan radiasi matahari, sehingga tanaman akan tumuh sesuai dengan potensinya.
Persentase Gabah Hampa
Pengaruh pola jarak tanam teruji sangat nyata, sedangkan pengaruh lama pengolahan tanah, dan interaksi antara lama pengolahan tanah dengan pola jarak tanam teruji nyata terhadap persentase gabah hampa. Rata-rata persentase gabah hampa disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata persentase gabah hampa
Perlakuan Jarak Tanam BNJ
0,05
J1 J2 J3 J4 J5 J6
P1
P2
b
13,73g
b
11,95p
a
11,70p
ab
11,02p
a
10,71p
a
9,48p
a
11,29p
b
11,12p
a
11,66p
a
10,64p
a
11,56p
b
11,42p
1,48
Rata-rata 1,54 -
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada taraf
uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 8)
menunjukkan bahwa pengaruh lama
pengolahan tanah berbeda pada pola jarak tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm) tetapi tidak berbeda pada pola jarak tanam yang lain. pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata menurunkan persentase gabah hampa. Tabel 8 juga menunjukkan bahwa pengaruh pola jarak tanam berbeda pada setiap lama pengolahan tanah. Penerapan pola jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata
menurunkan persentase gabah hampa
dibanding dengan pola jarak tanam (20 cm x 10 cm legowo 40 cm) pada lama pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam, tetapi teruji tidak nyata dibanding dengan pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 40 cm) dan
pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 30 cm). Hal ini disebabkan karena populasi tanaman sangat kurang sehingga tanaman dapat memanfaatkan ruang tempat tumbuh, dan menyerap unsur hara secara optimum. Karena tidak akan terjadi persaingan, maka pengisian biji lebih sempurna, sehingga menurunkan persetase gabah hampa.
Berat 1000 Biji
Tabel 9. Rata-rata berat 1000 biji (g)
Perlakuan Jarak Tanam
Rata-rata
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 9) menunjukkan bahwa penerapan pola jarak tanam (20 cm x 20 cm legowo 40 cm) teruji secara nyata menghasilkan berat 1000 biji yang lebih tinggi dibanding pola jarak 30 cm). Hal ini disebabkan karena pengisian
biji lebih sempurna, maka gabah- gabah yang dihasilka lebih bernas dan lebih berisi.
Hasil Gabah Per Hektar
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh lama pengolahan tanah, pola jarak tanam teruji sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara lama pengolahan tanah dengan pola jarak tanam teruji tidak nyata terhadap hasil gabah kering tiap hektar. Rata-rata hasil gabah kering tiap hektar disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata hasil gabah per hektar (ton/ha)
Perlakuan Jarak Tanam
Rata-rata
Ket: Rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf uji BNJ α = 0,05
Hasil uji nilai tengah (Tabel 10) menunjukkan bahwa pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam teruji secara nyata mengasilkan gabah kering per hektar lebih tinggi dibanding pengolahan tanah 6 hari sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena
semakin lama pengolahan tanah,
menyebabkan proses dekomposisi gulma dan
sisa tanaman terdahulu sempurna lebih
sempurna, yang dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara dalam tanah bagi pertumbuhan awal tanaman. Pertumbuhan awal tanaman yang baik akan menghasilkan komponen hasil tanaman lebih baik, sehingga hasil gabah lebih tinggi. Tabel 10 juga menunjukkan bahwa penerapan pola jarak tanam (20 cm x 15 cm legowo 30 cm) teruji
secara nyata menghasilkan gabah kering per hektar
lebih tinggi dibanding pola jarak tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan legowo (40 cm menjadi 30 cm), disertai dengan pelebaran jarak tanam dalam barisan (10 cm menjadi 15 cm), sehingga mengurangi persaingan antara rumpun dalam barisan tanaman yang sama. Masdar, 2005.
dalam Sembiring (2009) menyatakan bahwa
jarak tanam akan mempengaruhi populasi tanaman, yang dapat mempengaruhi efisiensi
penggunaan cahaya, persaingan dalam
penyerapan unsur hara, sehingga akan
mempengaruhi hasilnya. Pratiwi, dkk.(2009)
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam
mempercepat tanaman berbunga (73,90 hari setelah semai), menghasilkan gabah tiap malai lebih banyak (147,46 biji malai-1), dan hasil
2. gabah kering giling per hektar lebih tinggi
(6,065 ton ha-1)
3. Penerapan pola jarak tanam 20 cm x 15 cm
legowo 30 cm menghasilkan gabah kering
giling lebih tinggi (6,568 ton ha-1)
4. Penerapan pola jarak tanam 20 cm x 20 cm
legowo 40 cm dengan pengolahan tanah 12 hari sebelum tanam menghasilkan anakan lebih banyak (25,90 anakan
rumpun-1), malai lebih panjang (27,06 cm),
anakan produktif lebih banyak (14,63
malai rumpun-1) dan persentase gabah
hampa lebih sedikit (9,48%).
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh hasil lebih baik
disarankan pengolahan tanah dilakukan 12 hari sebelum tanam.
2. Pada penerapan jajar legowo 2:1
disarankan menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm legowo 30 cm.
3. Inpari 13 agak rentan dengan penyakit
hawar pelepah (busuk leher).
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis ucapkan
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Fathurrahman,
M.P dan Bapak Ir. Usman Made, M.P., Bapak Dr. Ir. Sakka Samudin, M.P., yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam penyusunan dan penyempurnaan artikel ini.
DAFTAR RUJUKAN
Arjanhar, A. dan C. Khaerani, 2008. PTT
Padi Sawah. Dalam Amran Muis, Caya
Khairani, Sukarjo, Yogi P. Rahardjo (Editor). Hal:1-8. Petunjuk Teknis Teknologi Pendukung Pengembangan Agribisnis di Desa p4MI. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sulawesi Tengah: Palu.
BBP2TP, 2008. Teknologi Budidaya Padi.
Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian: Jakarta.
Suriapermana S., I. Syamsul, dan A.M Fagi. 1990. Laporan Pertanaman Penelitian Kerjasama Mina Padi, antara Balittan
Sukamandi-IDRC Canada. Balai
Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. Dian F., S. Yanto, I.G.P. Alit Diratmaja,
2006. Manfaat Tanaman Padi Jajar
Legowo-2. Dalam Nurhasanah Hidayati,
Tatty Syafrianti, Bambang Kushartono (Editor). Hal:467-473. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian: Bogor 7-8 September 2006. Eko A.E. dan T. Alihamsyah, 2009.
Mekanisasi Pertanian dalam Usaha
Tani. Dalam Suyamto, I.N. Widiarta,
Satot (Editor): Hal: 493-529. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi:
Sukamandi 2009.
Kamandalu, Suryawan, Husin M. Toha, 2009.
Produktivitas Beberapa Varietas
Unggul Baru Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya
Terpadu. Dalam Sarlan Abdulrachman,
Husin M. Toha, Anischan Gani
Moenadir H.J., 2004. Prinsip-Prinsip Utama
Menyukseskan Produksi Pertanian.
Dasar-Dasar Budidaya Pertanian.
Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya: Malang.
Pratiwi. G.R., E. Suhartatik, A.K. Makarim,
2009. Produktivitas dan Komponen
Hasil Tanaman Padi Sebagai Fungsi dari Populasi Tanaman. Dalam Sarlan
Abdulrachman, Husin M. Toha,
Anischan Gani (Editor). Buku II hal
443-447. Seminar Nasional Hasil
Penelitian Padi 2009. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pertanian.
Kementerian Pertanian: Sukamandi
2010.
Sembiring S., 2009. Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo pada Jarak Tanam dan Persiapan Tanah yang Berbeda. Tesis Program Agronomi. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara: Medan. Hal: 14.
Suryana, A., S. Mardianto, K. Kariyasa, I.P.
Wardana, 2009. Padi Inovasi Teknologi
dan Ketahanan Pangan. Dalam
Suyamto, I.N. Widiarta, Satot (Editor). Hal:7-31. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
Taslim, H., S. Partohardjono, Djunainah,
1989. Bercocok Tanaman Padi Sawah.
Dalam M. Ismunadji, Mahyuddin Syam, Yuswandi (Editor). Buku: Padi 2. Hal:481-505. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan:
Bogor.