PENGEMBANGAN MODUL MATEMATIKA BERILUSTRASI
KOMIK PADA MATERI SKALA DAN PERBANDINGAN
KELAS VII SMP/MTs
Endah Ariastutik1, Tri Atmojo Kusmayadi2, Imam Sujadi3
1,2,3 Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract: This study aims at: 1) investigating elegibility of comic-illustrated mathematics module on the materials of scale and comparison for grade VII students of SMP/MTs, 2) investigating the effectiveness of comic-illustrated mathematics module on the materials of scale and comparison for grade VII students of SMP/MTs. This study was a research and development (R & D) in mathematics learning at SMP/MTs. The applied development model was a development model postulated by Borg and Gall modified by Sukmadinata, which consists of three stages, including: 1) preliminary research, 2) development, and 3) field testing, each of which contains several steps. The product validation process was carried out by material experts, media experts, and respondents. The effectiveness testing for the module carried out in MTs Negeri Ngawi. The data collecting instrument used was the mathematics performance test. The content validity was measured by validators. The reliability test for measuring the test instrument applied KR-20 formula and the discriminatory power used product-moment correlation formula by Karl Pearson. The balance test was carried out by using t-test. The prerequisite tests covered normality test using Lilliefors testing method and homogeneity test using Barttlet method. The experimental design for this research was randomized post-test-only control group design. On the basis of the research findings and development, the research is concluded: 1) the comic-illustrated mathematics module was feasible to be used in learning process, the comic-illustrated mathematics module is considered feasible when the evaluation result from retriever is “good”, 2) the average students learning achievement in experiment class is better than that in control class, this conclusion is in accordance with the hypotheses proposed, namely learning with comic-illustrated mathematics module on the materials of scale and comparison for grade VII of SMP/MTs is more effective than direct learning without comic-illustrated mathematics module.
Keywords: Learning Module, Mathematics Comic, Scale and Comparison.
PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana terjadi interaksi antara guru
dengan siswa sehingga pesan dapat disampaikan dengan baik. Seiring dengan
perkembangan kurikulum, paradigma pembelajaran turut berkembang dari Teacher
Centered Learning (TCL) menuju Student Centered Learning (SCL). Pada Kurikulum
2013 posisi guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator. Pendekatan yang diterapkan
pada proses pembelajaran menuntut siswa untuk dapat berpikir kritis dan mencari sendiri
solusi dari permasalahan serta materi yang sedang dipelajari.
Penerapan proses pembelajaran yang dikehendaki Kurikulum 2013 berpusat pada
siswa dan meminimalkan metode ceramah. Rasa ingin tahu dalam diri siswa perlu
ditumbuhkan dan proses pembelajaran yang diterapkan harus melatih siswa untuk dapat
belajar secara mandiri. Tujuan tersebut bisa tercapai salah satunya jika minat membaca
siswa tinggi. Menurut Tiemensma (2009) bahwa membaca adalah komponen terpenting
Hasil wawancara dengan guru matematika dibeberapa SMP/MTs di Kabupaten
Ngawi, Kurikulum 2013 menuntut guru untuk lebih kreatif dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Kendala yang dialami disebabkan kurangnya bahan ajar di sekolah. Buku
yang diperoleh dari Dinas Pendidikan khususnya mata pelajaran matematika memuat
materi yang sangat terbatas dan masih belum cukup untuk dijadikan bahan dalam
kegiatan pembelajaran. Bahan ajar yang tersedia sangat terbatas. Sumbangan dan
masukan untuk bahan ajar sangat dibutuhkan agar dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Berdasarkan observasi yang dilakukan, sebagian besar proses pembelajaran yang
diterapkan pada mata pelajaran matematika masih berpusat pada guru. Posisi siswa pada
proses pembelajaran sebagai communican tanpa memberikan feedback. Oleh karena
siswa hanya berperan sebagai penerima informasi, maka pemahaman siswa terbatas pada
materi yang disampaikan dan kurang memahami makna dan tujuan dari materi yang
dipelajari. Fasilitas dan bahan ajar masih sangat terbatas, guru hanya memanfaatkan
whiteboard selama proses pembelajaran.
Hambatan lain yang dialami selama proses pembelajaran adalah kemampuan
siswa yang berbeda. Kemampuan siswa yang berbeda maka proses pembelajaran sulit
dilakukan secara serempak. Siswa dengan kemampuan berpikir yang relatif rendah
dibandingkan dengan teman sekelasnya akan sulit mencerna materi yang disampaikan
dengan metode ceramah. Dengan demikian, siswa dituntut untuk dapat mengikuti proses
pembelajaran dan mempelajari materi yang belum dipahami secara mandiri.
Kesulitan lain yang dialami siswa adalah kebosanan siswa terhadap bahan ajar
yang monoton, sehingga siswa kurang tertarik dalam mengkaji bahan ajar. Siswa kurang
memahami alur riil dari materi yang diajarkan. Siswa mampu menyelesaikan soal tetapi
mayoritas pemahaman siswa masih bersifat abstrak. Akibatnya apabila tipe soal berbeda
maka siswa kesulitan dalam mengerjakannya. Dengan demikian, alur kegiatan riil perlu
digambarkan secara kronologis agar siswa dapat memahami materi dan tujuan dari
pembelajaran.
Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia
dan juga mendasari perkembangan teknologi modern, serta mempunyai peran penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di
bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika
diskrit. Senada dengan Zakaria (2010) “At present mathematics is widely used in various
fields and covering a wide range of activities”. Artinya, sekarang ini matematika sering
Selain itu, berdasarkan data Ujian Nasional tahun 2013/2014 untuk siswa
SMP/MTs di Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa nilai rerata matematika hanya 4,68.
Masih rendah dibandingkan tingkat provinsi dengan nilai rerata matematika 6,38 dan
nasional dengan nilai rerata 6,10. (Sumber: PAMER)
Salah satu materi yang diujikan pada Ujian Nasional adalah skala dan
perbandingan, dimana materi tersebut diberikan pada siswa kelas VII SMP/MTs pada
Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil analisis daya serap materi skala dan perbandingan
menunjukkan bahwa penguasaan materi tentang skala dan perbandingan oleh siswa
SMP/MTs di Kabupaten Ngawi masih belum optimal. Persentase penguasaan matematika
oleh siswa SMP/MTs di Kabupaten Ngawi pada materi skala dan perbandingan hasilnya
masih sangat rendah yaitu 45,62%. Jika persentase tersebut diurutkan dari tertinggi ke
terendah, maka persentase 45,62% pada kota/kabupaten menempati urutan ke-12.
Persentase penguasaan matematika pada materi skala dan perbandingan di Kabupaten
Ngawi juga masih rendah jika dibandingkan dengan propinsi yang berpresentase 62,32%
dan nasional yang berpresentase 60,18%. (Sumber: PAMER)
Berdasarkan hasil observasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa
SMP/MTs di Kabupaten Ngawi dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan
materi skala dan perbandingan karena siswa belum menguasai materi ini dengan baik.
Sebagian besar siswa hanya menghafal materi skala dan perbandingan tanpa tahu
konsepnya dengan baik. Karena sebagian besar modul pembelajaran yang ada hanya
berisi materi dan soal-soal yang harus dikerjakan siswa tanpa ilustrasi yang menarik.
Menurut Ginting (2005: 54) minat timbul jika siswa tertarik akan sesuatu yang
dibutuhkan atau yang dipelajari bermakna baginya.
Untuk mengatasi hambatan siswa dalam memahami penjelasan guru perlu adanya
bahan ajar yang menarik, mudah dipahami, dan dapat dipelajari secara mandiri. Karena
bahan ajar merupakan sumber dari materi pembelajaran yang diajarkan sehingga
ketiadaan bahan ajar yang memadai menghambat proses pembelajaran yang berlangsung.
Supaya bahan ajar dimanfaatkan dengan optimal maka bahan ajar perlu disusun sesuai
kebutuhan. Yaitu, bahan ajar yang menarik untuk dipelajari siswa secara mandiri, dan
dapat menumbuhkan pemahaman yang konkrit melalui ilustrasi kejadian riil dalam
materi.
Bahan ajar merupakan materi pelajaran yang disusun secara lengkap dan
sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan oleh guru dan siswa
dalam proses pembelajaran (Sungkono, 2009: 2). Menurut Kurniawati (2013: 9-10),
bahan ajar terdiri dari 2 jenis yaitu cetak dan non cetak. Bahan ajar cetak merupakan
belajar, dan handout. Bahan ajar non cetak merupakan bahan ajar yang bukan dalam
bentuk printout sehingga diperlukan perangkat dalam pengoperasiannya seperti
komputer, proyektor, LCD dan internet. Bahan ajar non cetak dapat berupa audio
pembelajaran, video pembelajaran dan multimedia interaktif. Agar bahan ajar dapat
dimanfaatkan secara optimal, maka bahan ajar yang dikembangkan disesuaikan dengan
karakteristik sekolah yang dituju.
Dari kedua jenis bahan ajar yang telah disebutkan, maka perlu dipilih bahan ajar
yang mendukung tujuan materi pembelajaran serta dapat diterapkan di sekolah. Bahan
ajar non cetak memerlukan fasilitas yang mendukung seperti computer, laptop, proyektor,
LCD, dan internet. Fasilitas tersebut masih belum didukung sebagian besar SMP/MTs di
Kabupaten Ngawi. Dengan demikian jenis bahan ajar yang dipilih adalah bahan ajar
dalam bentuk cetak. Bahan ajar cetak yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan.
Bahan ajar yang dibutuhkan adalah bahan ajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar
mandiri sehingga pembelajaran dapat berpusat kepada siswa. Kemampuan siswa yang
berbeda memerlukan bahan ajar yang dapat dipelajari secara mandiri sesuai dengan
kecepatan belajar masing-masing. Bahan ajar cetak didesain agar siswa dapat belajar
secara mandiri adalah modul. Menurut Kurniawati (2013: 10), modul merupakan bahan
ajar yang dapat dipelajari oleh siswa dengan kemampuan dan waktu yang berbeda-beda.
Salah satu karakteristik modul adalah self instructional yang merupakan salah satu ciri
modul yaitu dapat dipelajari secara mandiri (Depdiknas, 2008: 4).
Kesulitan siswa yang disebabkan oleh persepsi siswa yang menganggap bahwa
matematika merupakan pelajaran yang sulit dapat diatasi dengan bahasa bahan ajar yang
sederhana dan mudah dipahami. Untuk mengatasi kebosanan siswa terhadap bahan ajar
yang monoton maka perlu dikembangkan bahan ajar yang berbeda dan menarik untuk
dipelajari. Kesulitan lain disebabkan karena pemahaman siswa masih bersifat abstrak
sehingga perlu diilustrasikan kejadian riil untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih
konkrit.
Pengembangan terhadap modul yang dipilih adalah pengilustrasian materi
melalui komik. Pengembangan berupa pemberian ilustrasi komik berpijak pada teori
kontekstual. Teori kontekstual menyatakan bahwa pembelajaran lebih bermakna apabila
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Ilustrasi kejadian sehari-hari dapat berupa contoh
narasi, gambar atau komik. Ilustrasi dalam bentuk narasi cenderung monoton sehingga
kurang menarik dan menimbulkan kebosanan. Dalam penelitian ilustrasi yang dipilih
adalah komik karena komik lebih berkesan, memberikan pemahaman yang lebih konkrit
dan meningkatkan minat baca (Sadiman, 2012: 46). Apabila dibandingkan dengan
kemudian memberikan pemahaman pada siswa tetang alur kejadiaan yang sedang dibahas
dalam materi skala dan perbandingan. Sedangkan berdasarkan sifatnya komik
pembelajaran mempunyai sifat sederhana, jelas, mudah untuk dipahami oleh siswa
(Novianti dan Syaichudin, 2010). Selain itu, komik merupakan media yang potensial
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi pada siswa
melalui alur cerita pada gambar (Tatalovic, 2009: 17).
Tujuan penelitian dan pengembangan ini adalah: 1) mengetahui kelayakan modul
matematika berilustrasi komik pada materi skala dan perbandingan kelas VII SMP/MTs,
2) mengetahui efektivitas modul matematika berilustrasi komik pada materi skala dan
perbandingan kelas VII SMP/MTs.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri Ngawi pada semester ganjil tahun
pelajaran 2015/2016. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai Februari
2016.Kegiatan penelitian selama sepuluh bulan tersebut meliputi penelitian pendahuluan,
penyusunan proposal, seminar proposal, penyusunan produk awal, validasi ahli, revisi
produk tahap I, uji coba terbatas, revisi produk tahap II, uji efektivitas produk, analisa
data, penyusunan laporan penelitian, seminar hasil penelitian, penyempurnaan akhir
laporan penelitian, dan penggandaan.
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development).
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengembangan
Borg dan Gall yang sudah dimodifikasi oleh Sukmadinata (2013: 164). Terdiri dari tiga
tahapan, yaitu: 1) tahap studi pendahuluan, 2) tahap pengembangan, dan 3) tahap
pengujian produk. Tahapan dan langkah-langkah model pengembangan dirangkum
seperti pada Gambar 1 di bawah ini.
Produk yang dihasilkan berupa modul matematika berilustrasi komik. Kerangka
modul yang digunakan adalah kerangka modul menurut Depdiknas (2008: 3) yang terdiri
dari: 1) kata pengantar, 2) daftar isi, 3) peta konsep), 4) pendahuluan, 5) pembelajaran, 6)
evaluasi, 7) kunci jawaban, dan 8) daftar pustaka. Secara lengkap kerangka modul dapat
dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Kerangka Modul
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data kualitatif dan kuantitatif.
Data yang diperoleh dari hasil uji coba produk pengembangan modul pembelajaran
adalah kualitatif. Data kualitatif berupa data yang diperoleh dari hasil angket dari validasi
ahli materi, ahli media, dan responden. Sedangkan data yang diperoleh dari hasil uji
efektivitas produk adalah kuantitatif. Data kuantitatif berupa prestasi belajar siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian pengembangan
modul matematika berilustrasi komik ini adalah sebagai berikut: 1) wawancara, 2)
angket, 3) dokumentasi, dan 4) tes. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi
lapangan dan kebutuhan lapangan saat ini. Angket digunakan untuk mengumpulkan data
penilaian modul oleh ahli materi, ahli media, dan responden. Dokumentasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan jumlah dan daftar
nama siswa yang menjadi sampel. Selain itu dokumen yang dibutuhkan adalah data
kemampuan awal prestasi belajar matematika siswa yang diperoleh dari nilai Mid
Semester kelas VII E dan VII F MTs Negeri Ngawi tahun pelajaran 2015/2016 dari
sampel kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data kemampuan awal digunakan untuk uji
keseimbangan rata-rata. Namun, sebelum dilakukan uji keseimbangan, perlu dilakukan
uji normalitas dan uji homogenitas pada masing-masing kelas.
Penyimpulan dari keberhasilan penelitian pengembangan modul matematika
berilustrasi komik dikatakan layak apabila minimum mendapat penilaian “baik” dari
reviewer. Sedangkan pada uji efektivitas modul, desain penelitian dilakukan dengan
membandingkan prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain
eksperimen yang digunakan adalah randomized posttest only control group design.
Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat statistik
parametrik meliputi uji keseimbangan, uji normalitas, dan uji homogenitas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pengembangan dari Borg dan Gall yang sudah dimodifikasi oleh Sukmadinata (2013:
164). Langkah-langkah pengembangan produk dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1) tahap
studi pendahuluan, 2) tahap pengembangan, dan 3) tahap pengujian produk dimana setiap
tahapan terdiri dari beberapa langkah.
Tahap studi pendahuluan terdiri dari beberapa langkah yaitu: 1) studi pustaka, 2)
survei lapangan, dan 3) perencanaan. Studi pustaka dilaksanakan di MTs Negeri Ngawi.
Studi pustaka berupa analisis kurikulum, kurikulum yang digunakan kelas VII MTs
Negeri Ngawi adalah kurikulum 2013. Survei lapangan dilaksanakan melalui observasi,
wawancara, dan angket untuk mengetahui kebutuhan siswa dan guru serta bahan ajar
yang sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. Perencanaan meliputi pemilihan bahan ajar
dan format bahan ajar. Hasil dari tahap pendahuluan adalah konsep materi dalam
storyboard yang akan dikembangkan menjadi modul matematika berilustrasi komik.
Tahap pengembangan terdiri dari beberapa langkah yaitu: 1) penyusunan draf, 2)
validasi, dan 3) revisi produk tahap I. Berdasarkan storyboard yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya kemudian disusun menjadi draf modul lengkap sesuai dengan kerangka
modul yang disebut modul 1. Validasi terhadap modul dilakukan oleh ahli materi, ahli
media, dan responden (guru matematika dan siswa). Hasil validasi berupa kelemahan dan
saran dijadikan bahan evaluasi untuk revisi produk tahap I. Hasil dari tahap
pengembangan adalah modul 2.
Tahap pengujian terdiri dari beberapa langkah yaitu: 1) uji coba terbatas, 2) revisi
produk tahap II, 3) produk akhir. Uji coba terbatas dilaksanakan terhadap tiga guru
matematika dan 20 siswa kelas VII MTs Negeri Ngawi. Dari hasil uji coba terbatas dan
pengamatan dijadikan bahan evaluasi untuk revisi produk tahap II. Hasil dari tahap
pengujian produk adalah produk akhir berupa modul matematika berilustrasi komik.
Berdasarkan hasil pengembangan yang sudah dilaksanakan diperoleh modul
matematika berilustrasi komik yang valid/layak digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
“sangat baik”, skor hasil penilaian ahli media rata-rata sebesar 81,11% dengan kategori “baik”, dan skor hasil penilaian responden rata-rata sebesar 86,23% dengan kategori “sangat baik”. Modul matematika berilustrasi komik dikatakan layak karena mendapat penilaian “baik” dari reviewer. Hal ini sesuai dengan pendapat Beard dan Rhodes (2002) bahwa penggunaan komik dalam proses pembelajaran dapat merangsang motivasi dan
ketertarikan siswa terhadap suatu pokok bahasan yang dianggap sulit untuk dimengerti,
merangsang aktivitas diskusi, membangun pemahaman, dan memperpanjang daya ingat.
Uji efektivitas modul dilakukan dengan membandingkan prestasi belajar siswa
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini adalah Tabel 1 berisi rangkuman
data prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 1. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Kelas Pembelajaran N Rata-Rata Nilai Maks Nilai Min Standar Deviasi
Kelas Eksperimen 41 86,2439 100 64 8,9016
Kelas Kontrol 39 78,8718 96 56 11,6420
Sebelum dilakukan uji hipotesis perlu dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu
yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas pada penelitian ini
menggunakan metode Lilliefors. Sedangkan uji homogenitas pada penelitian ini
menggunakan metode Bartlett. Hasil uji prasyarat menyimpulkan bahwa semua sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang sama. Uji
keseimbangan dilakukan terhadap data kemampuan awal dengan tujuan untuk
mengetahui apakah populasi siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam
keadaan seimbang.
Berdasarkan uji hipotesis efektivitas modul pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol, diperoleh nilai ℎ� � sebesar 3,1922 dengan sebesar 1,1590, DK =
> 1,1590 dan ℎ� � � yang artinya �0 ditolak. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa efektivitas modul baru lebih baik daripada modul lama. Hal ini berarti
pembelajaran dengan menggunakan modul matematika berilustrasi komik memberikan
efektivitas yang lebih baik daripada pembelajaran langsung yang tidak menggunakan
modul matematika berilustrasi komik.
Selanjutnya, dengan melihat Tabel 1 rerata prestasi belajar siswa pada kelas
eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Pembelajaran dengan menggunakan
modul matematika berilustrasi komik sebagai kelas eksperimen dengan rata-rata sebesar
86,24 lebih baik daripada pembelajaran yang tidak menggunakan modul matematika
berilustrasi komik sebagai kelas kontrol dengan rata-rata sebesar 78,87.
Dengan demikian, kesimpulan ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu
perbandingan kelas VII SMP/MTs lebih efektif daripada pembelajaran langsung yang
tidak menggunakan modul matematika berilustrasi komik dilihat dari prestasi belajar.
Pembelajaran dengan menggunakan modul matematika berilustrasi komik lebih
memotivasi siswa untuk belajar mandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiningsih
(2009) bahwa penggunaan media komik apabila disajikan dengan baik akan merangsang
minat dan perhatian siswa, karena sifatnya yang dapat membuat rasa senang. Selain itu.
Menurut Joseph Le Doux ilmuwan saraf terkemuka (De Porter, 2000:23) bahwa komik
merupakan media alternatif yang tepat untuk pembelajaran, karena keterlibatan emosi
pembacanya akan sangat mempengaruhi memori dan daya ingat akan materi pelajaran
yang didapat.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian dan pengembangan ini
dapat disimpulkan bahwa. 1) Modul matematika berilustrasi komik layak digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Terbukti dengan skor hasil penilaian ahli materi rata-rata sebesar 84,90% dengan kategori “sangat baik”, skor hasil penilaian ahli media rata-rata sebesar 81,11% dengan kategori “baik”, dan skor hasil penilaian responden rata-rata sebesar 86,23% dengan kategori “sangat baik”. Modul matematika berilustrasi komik dikatakan layak karena mendapat penilaian “baik” dari reviewer. 2) Rerata prestasi
belajar siswa pada kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Pembelajaran
dengan menggunakan modul matematika berilustrasi komik pada kelas eksperimen
dengan rata-rata nilai sebesar 86,24 lebih baik daripada pembelajaran yang tidak
menggunakan modul matematika berilustrasi komik pada kelas kontrol dengan rata-rata
nilai sebesar 78,87. Kesimpulan ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu
pembelajaran dengan modul matematika berilustrasi komik pada materi skala dan
perbandingan kelas VII SMP/MTs lebih efektif daripada pembelajaran langsung yang
tidak menggunakan modul matematika berilustrasi komik dilihat dari prestasi belajar.
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka penelitian
ini memberikan implikasi sebagai berikut. 1) Implikasi teoritis: pembelajaran dengan
menggunakan modul matematika berilustrasi komik dapat diterapkan pada materi skala
dan perbandingan kelas VII SMP/MTs, pembelajaran dengan menggunakan modul
matematika berilustrasi komik efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. 2)
Implikasi praktis: modul matematika berilustrasi komik dapat dijadikan alternatif dalam
pengembangan bahan ajar selanjutnya, pengembangan modul pembelajaran perlu menjadi
perhatian khusus bagi para guru agar proses pembelajaran tidak membosankan dan siswa
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian dan pengembangan maka
penulis bisa memberikan saran sebagai berikut. 1) Saran bagi guru; modul matematika
berilustrasi komik ini dapat digunakan untuk materi skala dan perbandingan dan
dijadikan salah satu contoh pengembangan modul pembelajaran bagi guru karena telah
mengimplementasikan Kurikulum 2013, modul matematika berilustari komik dapat
dijadikan sebagai rujukan dalam mengembangkan modul pembelajaran bagi guru
sehingga guru akan lebih termotivasi dan kreatif dalam mengembangkan modul
pembelajaran, modul matematika berilustrasi komik dapat dikembangkan untuk materi
lain yang sesuai. 2) Saran bagi siswa: setiap siswa mempunyai motivasi belajar yang
berbeda yang dapat dikembangkan, sebaiknya siswa memahami tujuan yang hendak
dicapai pada setiap proses pembelajaran. 3) Saran bagi peneliti lain: hasil dari penelitian
dan pengembangan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang sejenis
dengan materi yang berbeda, penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas VII MTs
Negeri Ngawi, sehingga perlu dilakukan penelitian di sekolah lain agar mendapatkan
hasil yang lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Beard, C. and Rhodes, T. 2002. Experiential Learning: Using Comic Strips as’Reflective Tools’ in Adult Learning. Australian Journal of Outdoor Education, vol. 6, no. 1, pp. 19-27.
Depdiknas. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: BSNP.
De Porter, B. 2000. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Ginting, V. 2005. Penguatan Membaca, Fasilitas Lingkungan Sekolah, dan Keterampilan Dasar Membaca Bahasa Indonesia serta Minat Baca Murid. Jurnal Pendidikan Penabur, vol. 4, no. 4, hlm. 17 – 34.
Kurniawati, I. 2013. Pengembangan Bahan Ajar, (Online). (www.kemendikbud.go.id).
Mardiningsih, D. 2009. Efektivitas Media Cetak Dalam Usaha Meningkatkan Pengetahuan Peternak Ayam Buras Tentang Flu Burung. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Novianti, R. D. dan Syaichudin, M. 2010. Pengembangan Media Komik Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Bentuk Soal Cerita Bab Pecahan pada Siswa Kelas V SDN Ngembung. Jurnal Teknologi Pendidikan, vol. 10, no. 1, hlm. 74-85.
Sadiman. 2012. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sungkono. 2009. Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Ajar Modul dalam Proses Pembelajaran, (Online). (http://uny.ac.id).
Tatalovic, M. 2009. Visual Literacy to Comics or Not Comics. World Library and Information Congress 75th IFLA General Conference and Council. Midrand Graduate Institute.