• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANGUAGE GAME SYI’IR TANPO WATON : STUDI KASUS DI PESANTREN AHLUS SHOFA WAL WAFA KABUPATEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LANGUAGE GAME SYI’IR TANPO WATON : STUDI KASUS DI PESANTREN AHLUS SHOFA WAL WAFA KABUPATEN SIDOARJO."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Srata Satu (S1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

M. ABDULLOH SALIM

NIM. E81211040

PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA

JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

8

ABSTRAK

M. Abdulloh Salim, 2015.“ LANGUAGE GAMESYI’IRTANPO WATON” (Studi Kasus di Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa Kabupaten Sidoarjo). Jurusan Filsafat Agama. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing ; Drs. Loekisno Choiril Warsito, M. Ag.

Kata kunci : Language Game, makna,Syi’irTanpo Waton

Penelitian Syair Tanpo Wathon ini didasari pada ketertarikan peneliti untuk lebih mengetahui kandungan makna yang terkandung dalam syair serta kepopulerannya di masyarakat. Pada penelitian ini, peneliti berkesempatan untuk bertemu langsung dengan pencipta dan pelantun syair, yaitu, KH. Muhammad Nizam As Shofa, Lc, pengasuh pondok pesantren As-Shofa wal Wafa di Wonoayu – Sidoarjo. Syair ini juga mengandung sebuah nasihat dan ajakan untuk dapat memahami agama Islam secara mendalam dan memiliki sikap toleransi. Syi’ir ini diciptakan dari hasil khalwat beliau selama dua minggu di kamar.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Apa syi’ir tanpo waton ?, 2) Bagaimana analisis makna syi’ir tanpo waton dalam perspektif language game dan pengaruhnya di masyarakat ?.

Penelitian ini bersifat kualitatif, yang mana pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan dari sumber data primer maupun sekunder. Dan model pemaparan data menggunakan metode deskriptif analisis. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumen.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang ... 1

b. Rumusan Masalah ... 5

c. Tujuan Masalah ... 6

d. Kegunaan Penelitian... 6

e. Tinjauan Pustaka ... 7

f. Metode Penelitian... 8

g. Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

h. Sumber Data ... 10

i. Teknik Pengumpulan Data ... 13

BAB II LANDASAN TEORI a. Syi’ir... 15

(9)

xii

1) Letak Geografis Desa Simoketawang ... 24

2) Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa ... 31

3) Kekhasan Pesantren... 34

Paparan Data ... 39

1) Biografi Gus Nizam As Shofa... 39

2) Syi’irTanpo Waton ... 41

3) Pengaruh Syi’ir tanpo Waton bagi masyarakat ... 46

BAB III LOKASI DAN PAPARAN DATA a. Monografi... 24

b. BAB IV ANALISIS a. Struktur KebahasaanSyi’irTanpo Waton ... 48

b. MaknaSyi’irTanpo Waton dalam Perspektif Language game... 49

c. MaknaSyi’irTanpo Waton bagi Kehidupan Masyarakat ... 65

BAB V PENUTUP a. Kesimpulan... 68

b. Saran ... 69

c. Daftar Pustaka ... 71

d. Lampiran ... 74

e. Riwayat Hidup ... 82

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama yang rohmatan lil’alamin. Agama Islam

berkembang di Nusantara, sehingga membuat Negara Indonesia menjadi

penduduk Islam tertinggi di dunia. Berawal dari itu, banyak pula aliran yang

mulai bermunculan di masa sekarang ini. Di mana mulai banyak orang yang

melihat kelemahan dan kekurangan agama orang lain, yang kemudian

membenarkan dirinya sendiri, tanpa melihat kekurangannya. Dari sinilah

yang kemudian seseorang dapat menyalahkan, menganggap sesat dan

mengkafirkan orang lain. Ini dikarenakan sedikitnya pemahaman seseorang

tentang agama Islam itu sendiri, dan mudah di provokasi oleh pemikiran

orang lain. Dengan adanya masalah tersebut, KH. Muhammad Nizam

As-Shofa, Lc mulai merintis sebuah syi’ir yang sering disebut dengan syi’ir

tanpo waton. Syi’ir ini bertujuan untuk mengajak orang-orang agar lebih

mengenali agama Allah SWT, dan lebih berfikir positif sebagaimana sifat

Rasulullah SAW.

Syi’ir tanpa waton ini adalah salah satu contoh syi’ir yang

menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Arab. Meskipun syi’ir ini terlihat

sederhana, namun syi’ir ini mempunyai makna yang sangat dalam dan

mengandung nilai tasawuf dan filosofis. Syi’ir ini sangat cepat menyebar di

(11)

diresapi maknanya akan menyentuh di hati. Dan jika syi’ir ini dipahami dari

awal hingga akhir, maka akan menemukan berbagai macam ajakan, nasehat

dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Mulai dari ajaran yang bersifat

mendasar hingga ajaran yang lebih tinggi.

Pada awalnya, syi’ir ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat,

yaitu tentang asal mula, pencipta dan pelantun syi’ir tanpo waton tersebut.

Dimana masyarakat mengira bahwa pencipta dan pelantun syi’ir tersebut

adalah KH. Abdurrahman Wachid atau yang biasa disapa Gus Dur. Ini

dikarenakan suara khas dari syi’ir tersebut seperti suara Gus Dur. Namun,

setelah diteliti kebenarannya ternyata syi’ir tanpo waton adalah karya dari

KH. Muhammad Nizam As-Shofa, Lc yang biasa di panggil Gus Nizam. Gus

Nizam adalah orang yang mengarang dan melantunkan syi’ir tanpo waton

tersebut.

Beliau menciptakan syi’ir ini pada tahun 2004, dan yang melatar

belakangi beliau untuk membuat syi’ir ini adalah karena semakin banyaknya

golongan garis keras yang mengatasnamakan Islam dan kepekaan membaca

kondisi umat Islam saat ini tidak sesuai dengan kualitas umat Islam pada

jaman dulu. Bukan hanya itu, namun beliau juga senang akan budaya Jawa

dan beliau menginginkan ada satu lagu yang bisa dilantunkan bersama, maka

terciptalah syi’ir tanpo waton tersebut yang terdiri 17 bait, yang sekarang

menjadi 13 bait.

Berdasarkan beberapa hal diatas maka peneliti melihat bahwa syi’ir

(12)

mana syi’ir tanpo waton menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan

bahasa Jawa. Dalam hal ini bahasa merupakan suatu ungkapan realitas dunia

manusia, yang memiliki kualifikasi sebagai ilmu yang bersifat empiris dan

ilmiah. Di mana bahasa yang ilmiah hakikatnya bersumber pada makna.

Apabila dikaji lebih dalam tentang makna bahasa yang terkandung

dalam syi’ir tanpo waton, akan menemukan berbagai macam pesan yang

disampaikan oleh Gus Nizam. Yang mana syi’ir ini mengajak untuk

mempelajari agama Islam secara menyeluruh, yaitu syari’at, thariqah,

makrifat dan hakikat. Bukan hanya itu, pesan lain yang tersirat adalah

mengajak seseorang untuk menjadi orang sholih, yang arif dan bijaksana

karena ilmu agamanya yang mendalam.

Lebih jelasnya penulis meneliti sebuah language game yang terdapat

pada syi’ir tanpo waton. Di mana seorang pencipta syi’ir, mampu

memberikan makna pada lirik syi’ir tersebut dan bagaimana struktur bahasa

yang digunakan oleh Gus Nizam. Karena makna sebuah bahasa dan strukturnya

akan mempengaruhi sebuah kehidupan, karena adanya pesan yang tersurat atau tersirat pada syi’ir tersebut. Untuk mengetahui makna dibalik bahasa-bahasa tersebut, maka dari itu syi’ir tanpo waton akan dikaji menggunakan teori language game menurut Wittgeinstein. Di mana syi’ir tanpo waton ini, memiliki

suatu permainan bahasa atau struktur bahasa tersendiri, dan dari struktur bahasa tersebutlah yang akan menjelaskan makna yang terkandung dalam syi’ir tanpo waton.

Istilah language game (tata permainan bahasa) dipakai oleh

(13)

sebagian dari suatu kegiatan atau merupakan suatu bentuk kehidupan. Karena

bahasa digunakan untuk berinteraksi atau komunikasi dengan orang lain,

dapat pula digunakan dalam menyampaikan suatu perasaan seseorang. Setiap

ragam permainan bahasa mengandung aturan permainan bahasa tertentu yang

mencerminkan ciri atau corak khas dari permainan bahasa itu sendiri. Oleh

karena itu perhatian dalam masalah ini diarahkan untuk membandingkan

keanekaragaman alat-alat dalam bahasa dan cara penggunaannya yang

meliputi jenis-jenis kata dan kalimat.

Makna sebuah kata sangat tergantung penggunaannya dalam suatu

kalimat, demikian pula makna sebuah kalimat pada hakikatnya sangat

tergantung penggunaannya dalam bahasa, dan pada akhirnya makna bahasa

itu sangat tergantung pada penggunaannya dalam hidup manusia.1

Permainan bahasa dalam sebuah karya sastra adalah suatu elemen

yang memiliki peranan penting untuk mendapatkan sebuah makna yang

terkandung di dalam syi’ir tersebut. Dengan permainan bahasa yang indah

dapat menjadikan sebuah karya sastra sangat menarik dan mudah dikenal

orang. Namun dalam language game, kekacauan akan timbul ketika

menerapkan aturan permainan bahasa yang satu ke dalam bentuk permainan

bahasa yang lain.

Dengan demikian apabila mengerti struktur dan permainan bahasa

yang digunakan, seseorang akan mengerti maksud dan tujuan yang

disampaikan oleh pencipta serta pelantun syi’ir tersebut. Dengan begitu

(14)

ajaran-ajaran yang terkandung di dalam syi’ir tersebut, dapat

diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini lebih mengarah

pada teori language game, karena pengkajian suatu bahasa tidak hanya

berdasarkan pada sistem tanda. Karena sistem tanda tidak akan

mengungkapkan apa-apa, selain hanya mendapatkan perbedaan tanda-tanda.

Jika tanda-tanda itu ingin dianggap sebagai sesuatu yang bermakna (memiliki

kehidupan), maka tanda-tanda itu harus digunakan. Dan pengkajian bahasa

yang tepat adalah dengan mendeskripsikan penggunaan tanda - tanda yang

terdapat di dalam suatu ungkapan bahasa.

Syi’ir ini menarik untuk diteliti dengan menggunakan teori language

game, karena syi’ir ini memiliki keistimewaan tersendiri. Di mana syi’ir ini

banyak mengandung ajakan dalam memahami Islam secara menyeluruh.

Dengan mengetahui makna dari syi’ir tersebut, maka masyarakat dapat

mengertiapa gunanya mempelajari Al-Qur’an dan Hadist. Bukan hanya

mengerti arti tapi juga melaksanakan apa yang di ajarkan dalam Al-Qur’an

dan Hadist itu sendiri. Hal inilah yang menjadi motivasi utama penulis untuk

melakukan penelitian lebih lanjut tentang nilai-nilai Islam dalam sebuah

karya sastra.

B. Rumusan Masalah

Pada dasarnya perumusan masalah dimaksudkan untuk membatasi

masalah yang akan dibahas, sehingga dapat tersusun secara sistematis.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam

(15)

1. Apa syi’ir tanpo waton ?

2. Bagaimana analisis makna syi’ir tanpo waton dalam perspektif language

game dan pengaruhnya di masyarakat ?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian antara

lain adalah :

1. Untuk mengetahui syi’ir tanpo waton.

2. Untuk menjelaskan analisis makna syi’ir tanpo waton dalam perspektif

language game dalam kehidupan masyarakat

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dikatakan penting, karena diharapkan dapat

menghasilkan informasi yang akan memberikan jawaban permasalahan, baik

secara teoritis maupun secara praktis. Yang mana kegunaan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan nilai - nilai tasawuf dan

filosofi yang terkandung dalam syi’ir tanpo waton dengan menggunakan teori

language game. Dengan memahami setiap struktur bahasa yang digunakan

oleh sebuah syi’ir, maka dapat dikenali pula arti dan makna yang terkandung

di dalamnya, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat dalam

menjalani hidup di jaman modern seperti sekarang ini. Yang mana seseorang

dapat memahami agama Islam secara menyeluruh, dan dapat toleransi

terhadap aliran lain. Hasil pemahasan ini dapat dijadikan sebagai sumbangan

untuk menambah pengetahuan mahasiswa ataupun masyarakat dalam

(16)

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini, terlebih dahulu penulis memaparkan hasil

laporan penelitian yang telah ada. Penelitian ini penulis lakukan untuk

menghindari adanya kesamaan-kesamaan dari laporan penelitian sebelumnya.

Adapun hasil penelitian yang telah ditemukan oleh penulis, sebagaimana

berikut :

1. Skripsi yang disusun oleh Nikken Derek Saputri Prodi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Jawa, Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas

Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang tahun 2013 yang

berjudul Syi’ir Tanpo Waton (Kajian Semiotik). Skripsi ini membahas

dan mengungkap simbol dan makna yang terdapat dalam Syi’ir Tanpo

Waton berdasarkan kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya.

Dimana didasarkan pada tokoh Teeuw dengan teori Semiotik.

2. Skripsi yang disusun oleh Ridwan Nur Kholis Jurusan Pendidikan

Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga

yang berjudul Nilai – Nilai Karakter dalam Syi’ir Tanpo Waton ( Studi

terhadap teks Syi’ir Tanpo Waton) tahun 2013. Skripsi ini membahas

nilai – nilai karakter yang terdapat pada Syi’ir Tanpo Waton dalam

upaya pengembangan keilmuan Agama islam serta mengaplikasikan

nilai-nilai karakter baik dalam lingkup pendidikan maupun

masyarakat luas.

Dari beberapa penelitian sebelumnya, kesamaan yang terdapat pada

(17)

waton. Namun perbedaannya terdapat pada objek formalnya. Dalam skripsi

ini membahas tentang analisis bahasa dimana menggunakan language game

dari Wittgeinstein. Skripsi ini menjelaskan makna yang terkandung dalam

syi’ir tersebut.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian itu penting, dalam meneliti suatu objek untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Sehingga peneiliti dituntut untuk memilih

metode yang tepat, dalam melakukan penelitian. Metode penelitian adalah

suatu peraturan dan tata cara dalam memperoleh informasi atau bahan materi

suatu pengetahuan ilmiah, dengan tujuan menemukan sebuah prinsip-prinsip

baru dan proses pemecahan masalah.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan kualitatif. Sedangkan model pemaparan data menggunakan

metode deskriptif analisis. Peneliti memilih pendekatan kualitatif karena

pendekatan kualitatif membahas secara mendalam untuk lebih mengetahui

fenomena-fenomena tentang aspek kejiwaan, perilaku, sikap, tanggapan,

opini, perasaan, keinginan dan kemauan seseorang atau kelompok.2

Menurut Bogdan dan Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J.

Moleong, “Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati.”3 Sementara itu, penelitian deskriptif adalah suatu

2 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2000), 6.

(18)

bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah

maupun rekayasa manusia. Data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata dan

gambar, bukan angka-angka.4 Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah

untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai

fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.

Metode analisis adalah untuk mendiskripsikan, membahas, dan

menjelaskan secara objektif konsep-konsep Wittgeinstein berdasarkan

ciri-ciri, kategori serta kekhususannya. Sedangkan penelitian bahasa adalah

penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap objek

sasaran yang berupa bunyi tutur (bahasa).5

G. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Pesantren Darul Shofa Wal Wafa Desa

Simoketawang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Pertimbangan

ilmiah yang mendasari adalah nilai-nilai tasawuf dan filosofi yang

terkandung dalam syi’ir tanpo waton karya KH. Nizam As-Shofa Lc.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga bulan.

4Ibid, 11.

5 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa “Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya”,

(19)

H. Sumber Data

Dalam suatu penelitian data harus dikumpulkan dari jenis sumber

data yang relevan, di mana bersifat tidak kaku, dan menggunakan

ketepatan kepustakaan atau keterbatasan kuesioner. Menurut Lofland dan

Lofland sebagaimana yang telah dikutip oleh Lexy. J. Moleong bahwa,

“Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan

tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.”

Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jelas datanya dibagi ke dalam

kata -kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistic.6

Sumber-sumber data yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Data Primer

Informan merupakan individu yang dapat memberikan data

untukkeperluan penelitian yang bersifat lisan, kemudian dicatat secara

tertulis. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang yang

bersangkutan yang menciptakan dan melantunkan syi’ir tanpo waton

tersebut, dan tokoh masyarakat, yaitu kepala desa dan katua yayasan

pesantren ahlus shofa wal wafa. Ketiga informan ini merupakan bagian

terpenting yang dapat memberikan informasi karena terlibat langsung

dalam lingkungan pesantren.dimana dapat menjelaskan tentang asal mula

syi’ir tanpo waton, kegiatan yang ada di pesantren dan pengaruh syi’ir

tanpo waton. Sebagaimana berikut informan pada penelitian ini :

(20)

a) Pencipta dan pelantun syi’ir tanpo waton

Salah satu informan yang dapat memberikan informasi yang

lebih factual adalah KH. Nizam As-Shofa Lc. Karena beliau adalah

pencipta dan pelantun syi’ir tanpo waton, serta pengasuh Pesantren

Darul Shofa Wal Wafa.Beliau merupakan sumber utama dalam

penelitian ini.

b) Ketua Yayasan Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa

Informan kedua adalah dari ketua yayasan Pesantren Ahlus

Shofa Wal Wafa. Ketua yayasan adalah wakil dari Gus Nizam

dalam melaksanakan kegiatan Pesantren.Yang mana beliau

bernama H. Adul Wahab Machfudz, S. E. Ust. Wahab adalah orang

yang mengatur, mengelolah dan membuat jadwal kegiatan dari

Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa.

c) Kepala Desa Simoketawang

Salah satu infroman yang dapat memberikan informasi

adalah Kepala Desa Simoketawang. Seorang Kepala Desa dapat

memberikan informasi tentang data monografi desa, data warga

yang mengikuti kegiatan pesantren, dan pengaruh syi’ir tanpo

waton terhadap kehidupan yang terjadi pada warga masyarakat

Simoketawang. Karena pesantren Darul Shofa Wal Wafa terletak di

(21)

2. Data Sekunder

Dokumen merupakan sumber data di luar manusia, yang

mempunyai kegunaan sama besar dengan sumber data lainnya. Menurut

H. B. Sutopo, “Keduanya dapat dinyatakan sebagai rekaman atau sesuatu

yang berkaitan dengan suatu peristiwa tertentu, dan dapat

dimanfaatkan secara baik sebagai sumber data dalam penelitian.”7

Melalui dokumen dan arsip, peneliti mencatat, menggali dan

menangkap makna yang tersirat. Dokumen berguna untuk memahami

aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok manusia tertentu, yang

faktanya tersimpan di dalam berbagai dokumen, seperti foto, sarana

prasarana, arsip dan lainnya. Dalam penelitian ini mengambil dua

dokumen yaitu yang berasal dari data monografi desa dan administrasi

pesantren. Sebagaimana berikut :

a) Monografi Desa

Salah satu data sekunder yang dapat menunjang penelitian

ini adalah data dari desa Simoketawang. Di mana data ini

menjelaskan tentang keadaan sosial, geografis, pendidikan,

perekonomian, pekerjaan, dan agama warga. Dari data tersebut

dapat disimpulkan tentang kondisi warga Simoketawang dan

hubungan warga terhadap Pesantren.

7H. B. Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Surakarta: Sebelas Maret University

(22)

b) Profil Pesantren Darul Sofa Wal Wafa

Profil pesantren sebagai pelengkap data dalam menunjang

keadaan sosial yang terjadi dalam pesantren itu sendiri. Bukan

hanya itu kegiatan santri dalam mengikuti aktifitas Gus Nizam.

Dan ketertarikan santri terhadap pesantren yang didirikan Gus

Nizam.

I. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto, pengertian teknik pengumpulan data adalah

cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, di

mana cara tersebut menunjukan pada suatu yang abstrak, tidak dapat di

wujudkan dalam benda yang kasat mata, tetapi dapat dipertontonkan

penggunaannya.8 Dalam hal ini teknik pengumpulan data yang

dipergunakan dalam penelitian ini berupa:

1. Wawancara

Sumber data yang sangat diperlukan dalam suatu penelitian

adalah manusia sebagai informan. Yang mana wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak,

yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyasan.9

8Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : PT.

Rineka Cipta, 2002, Cet.XII), 134.

(23)

2. Observasi

Observasi adalah mengikuti kegiatan keseharian manusia dengan

menggunakan panca indera mata, telinga, penciuman, mulut, dan

kulit. Observasi menjadi salah satu cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Sebagaimana dikatakan oleh seorang ahli,

bahwa “Observasi atau pengamatan adalah kemampuan seseorang untuk

menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata

serta dibantu dengan pancaindera lainnya.”10 Teknik observasi

digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa,

tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar.

3. Dokumen

Dokumen yang dimaksud disini mengenai dokumen syi’ir tanpo

waton yang telah diarsipkan dan hak cipta dari syi’ir tersebut. Yang

kedua adalah data monografi dari desa Simoketawang serta profil

Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa.

10 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis ke Arah

(24)

BAB II

LANDASAN TEORITIS A. Syi’ir

Menurut etimologi kata syi’ir berasal dari bahasa Arab, yaitu sya’ara

atau sya’ura, yang artinya mengetahui dan merasakannya. Sedangkan secara

terminologi, Ali Badri mengatakan bahwa “syi’ir adalah suatu kalimat yang

sengaja disusun dengan menggunakan irama atau wazan Arab”.1 Dan

menurut Ahmad Asy-Syayib, syi’ír atau puisi Arab adalah ucapan atau tulisan

yang memiliki wazan atau bahr (mengikuti prosodi atau ritme gaya lama) dan

qafiyah (rima akhir atau kesesuaian akhir baris/satr) serta unsur ekspresi rasa

dan imajinasi yang harus dominan disbanding prosa.

Dalam kesusastraan Arab, syi’ír adalah satu bentuk puisi yang telah

muncul sejak zaman pra-Islam yang kemudian berkembang menjadi satu

bentuk puisi yang popular bagi orang Arab. Syi’ir Arab mempunyai

persamaan irama pada ujung tiap-tiap baris. Unsur-unsur pokok yang

terkandung dalam syi’ir Arab ada lima macam yaitu ; kalimat / bahasa syi’ir,

irama / wazan syi’ir, sajak / qafiyah syi’ir, kesengajaan syi’ir, dan khayalan

atau Imajinasi. Syi’ir mencatat berbagai hal tentang tata karma, adat istiadat,

agama dan peribadatan serta keilmuan dan penampilannya itu dapat

mempengaruhi perasaannya, serta keberadaan syi’ir itu merupakan

1 Ali Badri, Muhaadlaraatun Fi ‘Ilmai Al-Aruudl Wal-Qafiyah, (Cairo : Jaami’ah Al-Azhar, 1984), 4.

(25)

peninggalan dari peradaban yang erat pada kebiasaan yang ada dalam suatu

masyarakat.2

Puisi lama atau syi’ir biasanya dibagi dan dikategorikan berdasarkan

bentuk dan isi dari syi’ir tersebut. Menurut bentuknya, puisi Arab dibagi

menjadi empat bagian yaitu ; puisi tradisional, puisi mursal, muwasysyahat,

dan puisi bebas (hurr). Dalam literature Arab, puisi tradisional sering disebut

dengan puisi klasik (qadim), atau puisi lazim / multazim (biasa/konvensional

atau terikat aturan lama). Puisi tradisional ini terikat prosodi / matra gaya

lama atau arud (wazan / bahr) dan qafiyah, yang secara enjambemen

(susunan baris) umunya dalam qasidah (dua baris sejajar).3

Dalam hal ini arud adalah ilmu yang membahas benar dan tidaknya

bahr (wazan) dan perubahannya (varian) yang dipakai dalam suatu syi’ir

(puisi Arab konvensional). Sedangkan bahr adalah prosodi atau ritme /matra

gaya yang jumlahnya banyak. Yang terkenal di antaranya adalah matra atau

bahr basit, tawil, rajz, kamil, madid, khafif, wafer, mutadarik, hazaj,

mutaqarib, dan lain-lain.4 Dan qafiyah adalah kesesuaian akhir baris dalm

setiap bait puisi.

Para ahli mendefisikan bahwa penggunaan puisi terbagi menjadi dua,

yaitu ; menitik beratkan pada stuktur luar (bentuk) dan ada juga yang

2 Ridwan Nur Kholis, Nilai – Nilai Karakter dalam Syi’ir Tanpa Waton ( Studi terhadap

teks Syi’ir Tanpa Waton ), Skripsi : 2013, 28.

3 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab : Klasik Dan Modern, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada : 2012), 12 - 13

(26)

menitikberatkan pada struktur dalam (isi). Namun struktur luar puisi harus

memperhatikan diksi (pemilihan kata) untuk dapat melahirkan efek estetika

bahasa dan makna.Sedangkan yang dimaksud dengan struktur dalam puisi

adalah pesan atau makna imajinatif, maka emosional (perasaan), dan makna

logisnya.Dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab modern, puisi pada

umumnya menggunakan kata konotatif dan simbolik.

Banyak perbedaan pendapat yang mengemukakan tentang asal-usul

syair Indonesia.Ini dikarenakan kekurangan bahan untuk dijadikan referensi

dalam membuktikan asal-usul syair Indonesia. Ada kemiripan pendapat

antara Hooykaas dan Marrison, bahwa asal-usul syair Indonesia berasal dari

satu tulisan tua, yang terpahat pada batu nisan karya Minye Tujuh di Aceh

pada tahun 1380 M. Tulisan dalam batu nisan tersebut menggunakan bahasa

sansekerta yang sudah dikenali dalam kesusastraan Jawa. Namun berbeda

dengan Teeuw, Winsted, Brakel dan S. M. Naguib, bahwa asal-usul syair

Indonesia berasal dari puisi yang dikarang oleh Hamzah Fansuri pada abad ke

enam belas Masehi, dan beliau adalah seorang penulis syair yang pertama

dalam kesusastraan Indonesia. Melalui tulisan Hamzah Fansuri, unsur-unsur

pemikiran dan seni sastra dari Arab dan Persia telah diperkenalkan dalam

kesusastraan Indonesia. Dari kesusastraan sufi Arab dan Parsi inilah yang

(27)

Indonesia yang kemudian disebut dengan syair.5 Syair dalam kesustraan

Indonesia memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1. Satu bait terdiri dari empat baris

2. Setiap baris terdiri dari empat kata dan mempunyai 8 sampai 12 suku

kata

3. Memiliki kesamaan huruf di akhir masing – masing bait atau bersajak

a-a-a-a.6

Syair dalam kesusastraan Indonesia memiliki beberapa jenis

diantaranya :

1. Syair Agama

Syair agama merupakan syair yang mengandung tema ajaran

ilmu tasawuf seperti yang telah diciptakan oleh Hamzah Fasuri pada

abad ke enam belas.

2. Syair Romantis

Syair ini berbentuk naratif yang mengisahkan tentang cerita

percintaan biasanya syair ini sering dibacakan dengan berlagu

sehingga dapat memberi kesan yang menarik kepada pendengarnya.

3. Syair Sejarah

Syair ini banyak mengandung unsur-unsur cerita sejarah dan

berisi tentang peperangan.

5IKAPI, Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam, (Jakarta,Pustaka Al-Husna : 1989), 150

(28)

4. Syair Kiasan

Syair kiasan adalah sejenis puisi yang mengandung kiasan

bercorak simbolik yang menggunakan perwatakan binatang yang

bertujuan sebagai sindiran atau kritikan dalam suatu peristiwa tertentu.

B. Language Game

Dalam hal ini, bahasa telah menjadi pusat perhatian para filsuf, karena

adanya pengaruh perkembangan masalah – masalah filsafat pada zaman

tertentu. Para ahli filsafat juga sependapat bahwa antara bahasa dan filsafat

memiliki hubungan yang sangat erat. Yang mana tugas filsafat adalah

membuat konsep-konsep, yang kemudian konsep tersebut dianalisa dan

dijelaskan oleh bahasa yang sesuai dengan makna tertentu.7 Sebuah bahasa

dapat dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat

dikaidahkan. Wittgeinstein menekankan pada aspek pragmatik bahasa yaitu

sebagai alat komunikasi dalam hidup manusia. Bahasa tidak hanya memiliki

satu struktur logis saja, melainkan segi penggunaannya dalam hidup manusia

yang bersifat komplek dalam berbagai kehidupan. Dan bahasa bukan hanya

sebagai alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan

oleh alat ucap. Namun sebuah bahasa akan memiliki makna tertentu, apabila

bahasa digunakan sesuai dengan penggunaannya.

Ludwig Wittgenstein lahir pada tanggal 26 April 1889 di Wina,

Austria.8 Dan istilah language game mulai dikenalkan oleh Ludwig

7 Kaelan, Pembahasan Filsafat Bahasa, (Yogyakarta : Paradigma, 2013), 1.

8 Samuel Enoch Stumpf, Socrates Socrates to Sartre and Beyond: A History of

(29)

Wittgenstein, pada karya keduanya yang berjudul Philosophical

Invesetigation. Wittgenstein pada periode ini lebih memperhatikan bahasa

biasa (Ordinary Language) yang dipakai manusia dalam kehidupan sehari-hari,

yang tentusaja bersifat beraneka ragam, dan bukan lagi pada bahasa logika.

Sebelumnya Wittgeinstein telah sukses dengan karya pertamanya yang

berjudul Tractacus Logico-Philosophicus, namun ia menyadari bahwa logika

ternyata mengandung kelemahan, yaitu tidak mampu menyentuh seluruh

realitas yang tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ia

mengalihkan perhatian pada keanekaragaman bahasa biasa dan cara

penggunaannya.9

Kedua karya ini adalah disertasi Wittgeinstein pada saat beliau

menyelesaikan gelar doktornya di Inggris, yaitu di Akademi Trinity dan

Universitas Cambridge.10 Karya keduanya ini diterbitkan pada tahun 1953

setelah kematiannya, dalam teks bahasa Inggris, dan teks aslinya bahasa

Jerman, Philosophiesce Untersuhungen. Banyak perbedaan antara karya

pertama dan kedua Wittgeinstein, namun karya yang kedua menggambarkan

kontinuitas dengan karya pertamanya.11

Dalam Tractatus, Wittgeinstein mendasarkan setiap hal pada gagasan

bahwa hubungan formal dimana sebuah proposisi menghadapi realitas.

Namun apabila Investigations, makna dipahami dengan sebuah fungsi

9 Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik (Sejarah perkembangan dan Peranan para

Tokohnya), (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada : 1995), 80

10 Wahyu Wibowo, Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta, PT. Bumi Aksara : 2010), 4

11 Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik (Sejarah perkembangan dan Peranan para

(30)

bagaimana menggunakan kata, maksud-maksud manusia dan bentuk-bentuk

kehidupan yang manusia terlibat di dalamnya adalah sesuatu yang

memberikan makna pada bahasa.12 Tidak ada analisa final mengenai

proposisi ke dalam nama-nama yang secara logis tepat yaitu nama-nama

obyek sederhana di dunia. Sebaliknya, bahasa dilihat sebagai fenomena

manusia alamiah dan tugas filsafat yaitu tugas untuk menggabungkan

sejumlah surat peringatan atau tanda mata penggunaan aktual terhadap bahasa

untuk menghilangkan teka-teki yang terkadang diciptakan.

Bahasa tidak memiliki satu struktur yang logis saja namun bahasa

akan berkembang secara terus – menerus hingga mempunyai jenis-jenis

bahasa baru. Dan bahasa juga melambangkan sesuatu yang memiliki sebuah

makna atau konsep tertentu. Maka dari itu Wittgenstein, mengemukakan

sebuah istilah language game (tata permainan bahasa), yang mana bahasa

merupakan sebagian dari suatu kegiatan atau suatu bentuk kehidupan.

Kata language game (tata permainan bahasa) dipakai oleh

Wittgeinstein, karena dalam kenyataan penggunaannya, bahasa merupakan

sebagian dari suatu kegiatan atau merupakan suatu bentuk kehidupan. Jadi

dapat dilihat jamak atau majemuknya permainan bahasa itu dalam kehidupan

sehari-hari.13 Setiap bentuk permainan bahasa akan memiliki aturan

permainan sendiri dan tidak dapat dicampuradukkan. Karena kekacauan

dalam pemakaian bahasa, menurut Wittgenstein, disebabkan oleh

12 Diane Collinson, Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada : 2001), 219

(31)

ketidaktepatan (kekeliruan) penerapan aturan (tata permainan bahasa) dalam

sebuah konteks tertentu. Hal ini dapat dianalogikan dengan berbagai bentuk

permainan (game) yang masing-masing memiliki aturan (rule)

masing-masing. Dari sinilah kekacauan bahasa itu muncul, ketika seseorang

menerapkan aturan bahasa yang tidak pada tempat dan kegunaannya.

Seperti halnya penggunaan bahasa ilmiah, hanya dapat dimengerti oleh

orang-orang ilmiah. Begitupun dengan penggunaan bahasa santai, hanya

dapat digunakan pada kehidupan sehari-hari dan tidak dapat diterapkan di

bahasa ilmiah. Dalam sebuah bahasa terkadang terdapat ungkapan yang sama

namun maknanya tetap sangat tergantung pada penggunaan dalam situasi atau

konteks yang bersangkutan yang memiliki aturan masing-masing. Contohnya

dalam penggunaan kata deiksis yaitu kata “aku”, yang dalam bahasa

Indonesia menyatakan diri sendiri. Tetapi kata “aku” dalam ruang lingkup

pembicaraan dengan orang yang lebih tua umurnya ataupun tingkatannya,

terkesan kurang sopan. Namun apabila kata “aku” digunakan untuk

percakapan dengan teman sebaya tidak menimbulkan kurang sopan.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebuah pembicaraan atau

percakapan terdapat pula permainan bahasa, yaitu dengan orang yang lebih

tua dan dengan teman sendiri. Permainan ini yang disebut juga serupa tapi

tidak sama, artinya bahwa kata “aku” memiliki sifat umum yang serupa yang

menyatakan diri sendiri, tapi makna kata tidak sama, tergantung pada ruang

lingkup penggunaannya. Maka dari itu tidak bisa seseorang menentukan suatu

(32)

konteks kehidupan manusia. Sebagaimana yang dikatakan Wittgeinstein

sebagai berikut :14

“Makna sebuah kata adalah tergantung penggunaannya dalam suatu

kalimat, adapun makna kalimat tergantung penggunaannya dalam

bahasa.Sedangkan makna bahasa adalah tergantung penggunaannya

dalam hidup.”

Kekacauan dalam proses penerjemahan adalah kurang menguasai tata

permainan bahasa, baik yang terdapat di dalam bahasa sumber maupun

bahasa sasaran. Jadi apabila terdapat ungkapan yang sama namun maknanya

tetap sangat tergantung pada penggunaan dalam situasi atau konteks yang

bersangkutan yang memiliki aturan masing-masing.

(33)

BAB III

LOKASI DAN PAPARAN DATA

A. Monografi

1. Letak Geografis Desa Simoketawang

Desa Simoketawang berkedudukan di Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Desa ini berjarak 3 km dari pusat pemerintahan kecamatan Wonoayu, dan 15 km dari pusat pemerintahan kabupaten Sidoarjo. Desa ini merupakan dataran rendah dan mempunyai luas wilayah sekitar 116 ha, serta memiliki curah hujan antara 1000 - 2000 mm/tahun. Adapun batas-batas wilayah desa Simoketawang sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Simo Angin-angin Sebelah Selatan : Desa Jedong Cangkring Sebelah Barat : Desa Simo Girang Sebelah Timur : Desa Popoh1

Desa Simoketawang terdiri dari tiga dusun yaitu dusun Jarakan, dusun Tawangsari, dusun Simokidul, dan memiliki 3 rukun warga (RW) sertatujuh rukun tetangga (RT), dan dibantu oleh juga lembaga kemasyarakatan desa seperti BPD, LPMD serta organisasi kemasyarakatan seperti Karang Taruna dan PKK. Badan Perwakilan Desa (BPD) di Desa Simoketawang bertugas untuk mengontrol dan mengkoordinasikan jalannya pemerintahan. Sedangkan PKK merupakan

1 Monografi Desa Simoketawang

(34)

lembaga perkumpulan wanita yang beranggotakan ibu-ibu rumah tangga. PKK di desa Simoketawang ini beranggotakan 112 orang. Dan LPMD Karang Taruna merupakan lembaga yang didirikan untuk para remaja. Karang Taruna di Desa Simoketawang ini tidak mempunyai struktur yang jelas namun hanya melakukan kegiatan (aktif) pada bulan Agustus dan peringatan hari-hari besar.

Desa Simoketawang merupakan daerah yang memiliki kesuburan tanah tinggi dan dekat dengan saluran irigasi. Desa ini memiliki luas tanah 116 ha, dan di gunakan untuk pembangunan warga sebagai berikut:

a. Pemukiman atau perumahan : 24,275 b. Bangunan Umum : 0,475

c. Makam : 0,300

d. Irigasi tehnis : 66,640 e. Pekarangan : 24,275 f. Perkebunan Rakyat : 9,000

Desa simoketawang memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Sehingga mayoritas penduduk desa Simoketawang bermata pencaharian sebagai petani. Karena tanahnya sangat cocok untuk ditanami tanaman

(35)
[image:35.612.148.513.222.602.2]

Pertambahan penduduk di desa Simoketawang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dan apabila dilihat dari demografinya (kependudukannya) jumlah keseluruhan penduduk desa Simoketawang sebanyak 1.494 jiwa, dan terdiri dari 408 Kepala Keluarga. Penduduk merupakan salah satu faktor yang penting dari obyek penelitian, baik dalam ruang yang relatif kecil misalnya desa, maupun ruang yang relative besar seperti sebuah Negara. Keadaan penduduk adalah keadaan yang menyangkut jumlah dan kepadatan penduduk, penyebaran, mobilitas dan dinamika penduduk serta sosial ekonomi penduduk. Berikut adalah data kependudukan desa Simoketawang :

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Desa Simoketawang

No Nama Dusun Jumlah Penduduk akhir bulan Juni Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 Jarakan 308 298 606

2 Tawangsari 210 215 425

3 Simokidul 220 243 463

Jumlah 738 756 1.494

Sumber : Data Monografi Desa Simoketawang

(36)

untuk menghitung rasio jenis kelamin yang ada di suatu wilayah. Rasio jenis kelamin ini merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Untuk lebih jelasnya komposisi penduduk desa Simoketawang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1) Kelompok usia / umur

[image:36.612.146.513.183.617.2]

Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat menunjukkan jumlah penduduk produktif dan non produktif. Pengelompokkan penduduk dalam usia produktif dan non produktif dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan (ABT) yang merupakan indikator ekonomi di suatu daerah.

Tabel 1.2

Komposisi Penduduk Desa Simoketawang Berdasarkan Usia

No. Usia / Umur Jumlah

1 00 – 03 tahun 47

2 04 – 06 tahun 50

3 07 – 12 tahun 150

4 13 - 15 tahun 73

5 16 – 18 tahun 72

6 19- keatas 1.102

Sumber : Data Monografi Desa Simoketawang

2) Kelompok Pendidikan

(37)

pendidikan merupakan sarana untuk membentuk sumber daya manusia yang terampil dan produktif yang secara tidak langsung akan mempercepat tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat mengetahui tingkat pendidikan masyarakat desa Simoketawang dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 1.3

Komposisi Penduduk desa Simoketawang Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Taman Kanak-Kanak 31

2 Sekolah Dasar 160

3 SMP / SLTP 95

4 SMA / SLTA 60

5 Akademi D1- D3 3

6 Sarjana (S1 – S3) 1

Sumber : Data Monografi Desa Simoketawang

[image:37.612.145.491.205.500.2]
(38)

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk desa Simoketawang masih dibawah standart pendidikan, karena masih banyak yang belum mencapai tingkat Akademi (D1-D3) atau Perguruan Tinggi (S1-S2). Namun menurut data tingkat pendidikan pada setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan dan semakin meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat.

3) Agama

Menurut data yang diperoleh bahwa penduduk desa Simoketawang mayoritas beragama Islam, sehingga memiliki tempat untuk beribadah yaitu satu masjid serta digunakan untuk pusat keagamaan seperti halnya pengajian akbar. Selain terdapat masjid, desa Simoketawang juga memiliki tujuh musholla yang berada pada setiap RT yang digunakan untuk membantu penduduk dalam melakukan sholat berjamaáh.Selain itu desa ini tidak memiliki tempat beribadah selain agama Islam.

4) Kelompok Mata Pencaharian Penduduk

(39)
[image:39.612.145.504.165.513.2]

Tabel 1.4

Komposisi Penduduk desa Simoketawang Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Karyawan :

a. Pegawai Negeri Sipil b. ABRI

c. Swasta

29 6 511

2 Pedagang 104

3 Tani 110

4 Pertukangan 6

5 Buruh Tani 15

6 Pensiunan 3

7 Pemulung 2

8 Jasa 4

Sumber : Data Monografi Desa Simoketawang

Adapula yang berprofesi sebagai peternak, yang memiliki 1.300 ekor ayam, 150 ekor itik dan 21 ekor kambing. Dan ada 14 toko, 1 warung dan 5 pedangang kaki lima. Ini semua untuk memenuhi kehidupan Desa Simoketawang.

5) Kesehatan Masyarakat

(40)

6) Sarana Prasarana

Desa simoketawang juga memperhatikan dalam bidang olahraga seperti halnya volly memiliki satu lapangan dan satu lapangan bulutangkis.

Dalam bidang pengairan desa Simoketawang memiliki tiga saluran irigas, tiga gorong-gorong, tiga pompa air, dan tiga pembagi air.

2. Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa

Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa ini adalah sebuah pesantren yang didirikan oleh Gus Nizam pada awal tahun 2003. Pesantren ini awalnya berdiri di desa Tanggul Kecamatan Wonoayu, namun sekarang berada di Jl. Darmo No. 1 dusun Jarakan Desa Simoketawang Kecamatan Wonoayu.Pesantren ini pindah pada tanggal 07 September 2009, dikarenakan pada saat itu pesantren tidak dapat menampung jama’ah yang mengikuti pengajian Gus Nizam, hingga dua ribu jama’ah. Bukan hanya itu seperti tempat parkir jg mempengaruhi pindah dan pesantren ini dulunya bekas kandang ayam, dan dulu pesantren ini seperti kandang ayam, serta lantainya masih berbentuk tanah.2 Berikut adalah profil

Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa :3

1. Nama PondokPesantren : Ahlus Shofa Wal Wafa 2. Jenis Pondok Pesantren : As Salafi

3. Nomor Statistic Pondok : 512351509034

(41)

4. Yayasan Penyelenggara : YPP. Ahlus Shofa Wal Wafa 5. Status Tanah : Hak milik Yayasan

a. Luas tanah : 8400 m2

b. Luas bangunan : 1910 m2 – Kantor Sekretariat

– Aula

– Gedung Santri lantai 2 – Gedung TPQ

– Gedung Madrasah Diniyah – MCK

6. NPWP : 31.445.769.8-603.000 7. Rekening : 1214092912710002

(42)

Santri yang tinggal di pesantren ini tidak banyak kurang lebih 30 anak. Santri dari pesantren ini banyak yang dari luar kota Sidoarjo, seperti Malang, Yogyakarta, Tuban, Ponorogo, Madiun, Lamongan dan Probolinggo. Pesantren ini memiliki salah satu Lembaga yaitu Lembaga Kerohanian Islam yang bergerak dalam jalur tarekat. Kegiatan rutin dari lembaga ini dilakukan didalam pesantren ataupun diluar pesantren. Kegiatan ini disebut dengan Tawajuhan Akbar yaitu proses talqin dzikir dan suluk sebagai pembaiatan dalam tarekat. Kadang majelis ini disebut sebagai melingkar kecil atau melingkar besar. Kalau melingkar kecil itu dilakukan di setiap wilayah kecamatan yang dilaksanakan setiap Jum’at Legi.Ini dilakukan selama sepuluh hari, apabila ada keperluan kerja dpat mengikuti selama tujuh hari atau tiga hari, yang dilakukan setiap pukul 00.00 sampai dengan setelah shubuh jam 06.00.4

Dan yang melingkar besar biasanya dilakukan suluk, dan dilaksanakan pada 1 Muharram dan 1 Rajab tempatnya terpusat yaitu di Pesantern Ahlus Shofa Wal Wafa sendiri. Dan kegiatan rutin yang dilakukan setiap minggunya adalah pengajian Reboan, yang dilakukan setiap hari rabu malam pukul 21.30 sampai dengan pukul 23.00 yang

diikuti kurang lebih dua ribu orang, baik dari kalangan anak muda, orang dewasa, tua maupun wanita dan ibu-ibu. Jama’ah ini juga dari berbagai kota yang ada di Jawa Timur dan Madura. Kitab yang dikaji adalah Kitab Jami’ul Ushul Fil Auliya’ karya dari Syaikh Ahmad Dhiya’uddin

(43)

Musthofa Al-Kamisy khonawy dan kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidlur Rahmany karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Selain dari itu lembaga ini juga memiliki kegiatan sosial keagamaan, yaitu berbagi kasih.Isi dari kegiatan ini adalah menyantuni anak-anak yatim dan duafa, dilakukan pada bulan Ramadhan, 10 Muharram dan Isra’ Mi’raj. Agenda terdekat dalam bulan Idhul Adha ini adalah menyelenggarakan khitanan massal.

3. Kekhasan Pesantren

a) Thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujadadiyah

Guz Nizam adalah seseorang yang ahli tarekat, dalam hal ini beliau merupakan guru dari Thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujadadiyah yang dipimpinya di Pesantren Darul Shofa Wal Wafa.Beliau juga membuka pengajian rutin tentang tasawuf setiap Rabu malam yang diikuti oleh ribuan jamaah putra dan putri.

Menurut istilah thariqah adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fiqh dan Tasawuf. Sedangkan Naqsabandiyah menurut Syekh Najmuddin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya “Tanwirul Qulub”

[image:43.612.151.508.202.479.2]
(44)

seperti tertera pada sebuah bendera atau spanduk besar. dan dinamakan Naqsabandiah karena Syekh Bahauddin senantiasa berdzikir mengingat Allah berkepanjangan, sehingga lafadz Allah itu terukir melekat dalam kalbu.5

Dalam kitabnya Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif (1276 H – 1334 H) di Al-Ayaatul Baiyinaat halaman 23, menyatakan bahwa thariqah Naqsabandiah ialah thariqat Nabi Muhammad SAW yang diajarkan dan diasuh Bahauddin, dan dengan mengamalkan ilmu yang tiga, yaitu tauhid, fiqh dan tasawuf.

Gus Nizam mulai belajar tarekat di Pondok Bekasi, dan kemudian berkembang pesat ketika beliau belajar di Mesir.Ini dikarenakan beliau sering mengunjungi Ulama dan Syekh disana.

Tarekat Naqsabadiyah mempunyai dua macam dzikir : 1. Dzikir Islm al-dzat, artinya mengingat nama Yang Haqiqi

dengan mengucapkan nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali, sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata. 2. Dzikir tauhid, artinya mengingat keesaan Allah. Yang mana

dalam dzikir ini sering menggunakan kalimah La ilaha illa allah.6

Ajaran tarekat ini sebagaimana ajaran tarekat pada umumnya yang mengajarkan tentang zuhud, mensucikan hati dan mendekatkan

5 H. A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsabandiah, ( Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1994), 7 6 Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Terekat-tarekat Muktabarah di Indonesia,

(45)

diri untuk makrifat kepada Allah. Tarekat ini lebih menekankan pada amalan salat dan wirid. Berbeda dengan ajaran tarekat lain, Tarekat ini hanya mengijazahkan amalan pada waktu tertentu yang dikenal dengan istilah “lelebon” artinya para jamaah akan berkhalwat selama 40 hari terhitung sejak memasuki tanggal 1 bulan Selo (Zulqo’dah) sampa pada tanggal 10 Zulhijjah. Khalwat dilakukan dengan melakukan salat malam dan membaca beberapa wirid yang diijazahkan oleh leluhur tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah.7

Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah di pesantren ini selalu mengadakan kegiatan rutin yang disebut dengan Tawajuhan Akbar yaitu proses talqin dzikir dan suluk sebagai pembaiatan dalam tarekat. Kegiatan ini dilakukan di setiap wilayah kecamatan yang dilaksanakan setiap Jum’at Legi. Ini dilakukan selama sepuluh hari, apabila ada keperluan kerja dpat mengikuti selama tujuh hari atau tiga hari, yang dilakukan setiap pukul 00.00 sampai dengan setelah shubuh jam 06.00.8 Dan untuk kegiatan suluk dilakukan pada 1

Muharram dan 1 Rajab tempatnya terpusat yaitu di Pesantern Ahlus Shofa Wal Wafa.

(46)

b) Kajian Kitab

1) Kitab Jami’ul Ushul Fil Auliya’

Kitab Jami’ul Ushul Fil Auliya’ dikarang oleh Syaikh Ahmad Dhiya’uddin Musthofa Al-Kamisy khonawy. Kitab ini dijadikan pedoman sebagai Gus Nizam dalam melakukan dan mempraktikkan ilmu tarekat. Karena kitab ini membahas tentang semua kehidupan tasawuf. Dalam kitab ini menjelaskan pengertian wali kutub dan wali wali lainnya. Para ahli tarekat berkata, “Sesungguhnya wali kutub itu banyak, karena setiap pemimpin sebuah kelompok para wali adalah wali kutub bagi mereka. Namun wali kutub tunggal yang menjadi penolong (Al Quthb Al Ghauts Al Fard Al Jami’) jumlahnya hanya satu karena para pemimpin (nuqaba’) mereka berjumlah tiga ratus.

Golongan inilah yang bisa mengeluarkan sifat-sifat buruk yang tersimpan dalam hati.Mereka mempunyai sepuluh amal, empat berbentuk amal lahir dan enam berbentuk amal batin. Empat amal lahir tersebut adalah:

 banyak beribadah,

 tidak menyukai dunia,

 meninggalkan kemauan untuk memperoleh dunia,

(47)

 taubat,

 kembali kepada Allah,

 menghitung dan meneliti amal perbuatan,

 merenung,

 mencari perlindungan kepada Allah,

 melatih hawa nafsu untuk mau berbuat baik.9

Adapun dalam kitab ini membahas tentang hubungan antara seorang murid dan seorang guru mursyidnya dalam berthariqah. Dalam kitab ini dibahas tuntas tentang kriteria – kriteria dan adab serta tata krama seorang murid kepada mursyidnya. Dan masih banyak pula yang dibahas dalam kitab ini seperti halnya tentang uzlah, suluk, amal wa aurod, tawadu, wiraimuroqobah, karomah, syari’ah, thoriqoh, haqiqoh, ma'rifat, pembagian tasawuf, macam macam wali, thariqah Naqsabandi, Tasfiyatul qulub dan lain sebagainya.

2) Kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidlur Rahmany

Kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidlur Rahmanya dalah sebuah karya milik Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Dan kitab ini dipakai dalam pengajian Gus Nizam adalah supaya orang – orang dapat melaksanakan dan mengamalkan ajaran tasawuf dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, bukan hanya mengenal

beliau dari sisi kharomahnya saja. Kitab ini berisi tentang petuah

(48)

atau nasihat - nasihat dari Syaikh Abdul Qadir Jailani.Kitab ini dibuat untukmemberi petuah dan nasihat para penempuh jalan ruhani (salik) yang selalu mengharapkan kerindhaan Allah. Petuah-petuah dalam buku ini bisa dijadikan sebagai bimbingan yang sangat berharga dalam menapak jalan sufi, mencapai kebeningan hati, dan menata pengetahuan tentang Ilahi.

B. Paparan Data

1) Biografi Gus Nizam As Shofa

KH.Muhammad Nizam As-Shofa, Lc, atau yang biasa dipanggil Gus Nizam lahir di Sidoarjo pada tanggal 23 Oktober 1973.Beliau tinggal di Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa Desa Simoketawang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Beliau terlahir dari seorang ayah yang bernama H. Ahmad Syaiful Huda dan Hj. Siti Maryam. Apabila diliat dari garis keturunannya, Gus Nizam adalah cucu dari Mursyid Tarekat (Alm) Hadratus As Syaikh Al-Mukarram KH. Sahlan Thalib dari Krian Kabupaten Sidoarjo. KH. Sahlan adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Sidorangu, Krian Sidoarjo.Beliau merupakan seorang guru yang mencetak murid seperti

halnya KH.Mas’ud Pagerwojo, dan KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al Mahbub Rahmad Alam Desa Sananrejo, Turen Malang.10

Pendidikan Gus Nizam berawal di MI Bahrul Ulum di Krian Sidoarjo, dan nyantri di Kyai Iskandar Umar Abdul Latif di Pondok

(49)

Pesantren Darul Falah Krian. Kemudian di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Dan setelah itu beliau kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir mengambil jurusan sastra Arab. Dalam hal ini beliau mendapatkan beasiswa dari PBNU pada tahun 1995 hingga tahun 2000. Dari kuliahnya tersebut beliau mendapatkan gelar LC (Lisence). Disela-sela kuliahnya beliau juga berkholwat atau suluk ke Syekh Tantowi salah satu Ulama tarekat di Mesir. Dalam kuliahnya beliau mendalami ilmu sharaf, Balaghah dan kitab Alfiyah.

Sepulannya beliau dari Mesir, beliau mengamalkan ilmunya di masjid dan di majelis ta’lim di lingkungannya. Pada masa mudanya beliau mendalami tarekat sebagai bagian dari perjalanan spiritual dalam mencari jalan ridha Allah. Hingga keagungannya beliau pada saat ini, itu semua tidak terlepas dari doa dan wirid yang sering dibacakan oleh kedua orang tuanya.

Gus Nizam mengenal ilmu tarekat bukan hanya dari keluarga dan guru beliau di Mesir saja. Namun beliau juga mendapatkan ilmu dan jug baiat dari Mursyid Syekh Khodirun Yahya, seorang pemimpin tarekat di Jakarta pada tahun 2007 silam. Hingga pada saat ini beliau

telah menjadi seseorang yang ahli tarekat, dan menjadi guru dari tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Mujadadiyah.

2) Syi’ir Tanpo Waton

(50)

hanya sekedar tulisan tangan beliau, namun syi’ir ini dibuat dan diciptakan dari hasil khalwat beliau selama dua minggu di kamar. Syi’ir tanpo waton ini saya ciptakan saat saya bermunajat kepada Allah, di

dalam kamar. Khalwat itu sendiri sudah menjadi sebuah kebiasaan dalam keluarga saya. Dan masa khalwat itu paling lama 40 hari, namun ada yang melaksanakan 20 hari, 10 hari dan yang paling pendek adalah 3 hari.” kata Gus Nizam.11

Syi’ir ini diawali dan di akhiri dengan bahasa Arab, dan yang lainnya menggunakan bahasa Jawa. Dan syi’ir tanpo waton ini tersusun pada akhir tahun 2004, terdiri dari 17 bait dan sekarang menjadi 13 bait, karena ada beberapa pertimbangan. Kata syi’ir berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti syair, dan tanpo waton dari bahasa Jawa yang memiliki arti tanpa batas. Maka syi’ir tanpo waton maksudnya adalah syair tanpa batas. Beliau menginginkan bahwa syair ini tidak dibatasi pemaknaannya secara sempit. Jadi bebas orang lain ingin memberi makna seperti apa. Ibarat lautan tiada bertepi serta kedalamannya pun tak terukir. Begitu juga dalam memberikan makna kepada syi’ir tanpo waton tergantung dari ilmu yang dimiliki orang tersebut.12

Beliau menciptakan syi’ir ini supaya setiap umat muslim dapat memahami agama Islam secara komprehensif dan tidak mudah di profokasi oleh orang lain. Bukan hanya itu, namun beliau menciptakan syi’ir ini juga terinspirasi dari firman Allah SWT dan sabda Rosulullah

(51)

SAW. Secara garis besar syi’ir ini berawal karena adanya berbagai persoalan yang membelit dalam kehidupan seperti masa sekarang ini. Seperti halnya iri hati kepada orang lain, dan mulai banyak golongan Islam keras yang mulai bermunculan dan memandang Islam dari sudut pandang yang berbeda dan fanatik terhadap golongannya serta menyalahkan golongan yang lainnya.

Asbabul wurud dari penyebaran syi’ir tanpo waton ini adalah pada saat pemilihan DPR di Sidoarjo. Ada salah satu dari kandidat yaitu Imam Nahrawi yang akan mencalonkan sebagai DPR Pusat, datang ke Gus Nizam untuk silaturrahim dan minta do’a restu. Karena pada saat itu sedang berlangsungannya pengajian, maka bapak Imam Nahrawi mengikuti pengajian tersebut, setelah pengajian telah usai, jama’ah membacakan syi’ir tanpo waton. Dan ketika beliau mendengarkan syi’ir ini, beliau tersentuh hatinya dan sempat menangis saat mendengarkan dan memaknai syi’ir tersebut. Setelah beliau menyampaikan maksud tujuannya, beliau meminta ijin untuk menyebar luaskan foto copy syi’ir tanpo waton di Jakarta.13

Bukan hanya dari Imam Nahrawi, tapi penyebaran ini juga

dilakukan oleh Ketua PCNU Kota Malang KH. Marzuqi Mustamar. Suatu hari seusai memberi pengajian di Masjid Jami’ Malang, Beliau menghimbau kepada para jamaah untuk menggandakan VCD yang berisi Syi’ir Tanpo Waton dengan judul Gus Dur Bersyair.Menurut

13 Cerita Gus Nizam dalam sebuah pengajian Maulid Nabi Muhaammad SAW di Ponpes

(52)

beliau VCD tersebut didapatkan dari salah seorang anggota DPR RI saat bertandang ke Malang.14 Dari sanalah opini masyarakat terbentuk,

sehingga dalam tempo singkat, syi’ir tersebut tersebar ke seluruh penjuru Malang. Tidak lama kemudian, lagu syi’ir tanpo waton ini diterima olehAnis Busroni seorang Ketua Yayasan Radio Yasmara Kembang Kuning Surabaya. Pada awalnya syi’ir tanpo waton ini dikumandangkan setelah adzan sambil menunggu iqomah. Karena maknannya begitu dalam, akhirnya Anis mempunyai pemikiran untuk menyebarluaskan syi’ir tanpo waton ini melalui siaran radio setiap menjelang adzan shalat lima waktu. Karena pembacaan ayat suci Qur’an adalah tujuh menit, dengan tidak mengurangi pembacaan Al-Qur’an maka syi’ir tanpo waton ini dikumandangkan sebelum adzan.Dari sinilah yang membuat masyarakat Jawa Timur menjadi akrab dengan syi’ir tersebut yang diatas namakan dengan karya Gus Dur (Abdurrahman Wahid).15

Dengan berjalannya waktu syi’ir tanpo waton ini beredar atas namasyi’ir Gus Dur. Meskipun syi’ir ini tersebar atas nama syi’ir Gus Dur, Gus Nizam tidak marah, namun beliau sangat senang karena syi’ir

yang diciptakannya ini diatas namakan oleh orang yang memiliki kharomah di Indonesia dan Gus Dur merupakan sosok yang dikagumi beliau. Beliau tidak mempersoalkan syi’ir tersebut yang dinisbatkan atas nama Gus Dur. Dengan tersebarnya syi’ir ini, beliau hanya

(53)

menginginkan agar orang-orang dapat mengamalkan makna yang terkandung dalam syi’ir tanpo waton tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

KH. Said Agil Siraj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ketika dikonfirmasi atas perdebatan mengenai syi’ir tanpo waton, beliau mengatakan bahwa dalam syi’ir ini Gus Dur hanya menyumbangkan dua bait Istighfar pada awal syi’ir tanpo waton tersebut. Dan bait yang lainnya adalah karya dari Gus Nizam.16 Hingga

pada suatu hari, dengan sengaja syi’ir ini didaftarkan oleh pengurus dan jama’ah beliau, ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen HKI Kemenkum HAM). Ini berguna agar syi’ir tanpo waton jelas pengesahannya oleh Indonesia dan tidak diakui oleh siapapun juga,17 dengan nomor

pendaftar 062947.18

Syi’ir ini banyak mengandung makna dan pesan yang disampaikan oleh Gus Nizam. Dimana syi’ir ini berisi tentang ajakan kepada orang-orang agar lebih mengenali agama Allah SWT lebih mendalam, dan sifat-sifat Rasulullah SAW. Bukan hanya itu, pesan

moral lain yang tersirat adalah mengajak seseorang untuk menjadi orang sholih, yang arif dan bijaksana karena ilmu agamanya yang mendalam. Dimana apabila seseorang sudah mengerti tentang syari’at,

16 Koran Posmo, Agustus 2011, 18

(54)

maka seseorang dapat mempelajari tentang thariqah, makrifat dan hakikat, untuk menjadi insan kamil yang dekat dengan Allah SWT.

Ajakan kebaikan lainnya dalam syi’ir tersebut adalah ajakan mengaji. Namun yang dimaksud dalam syi’ir ini mengaji bukan hanya sekadar membaca Al Qur’an, namun sekaligus memahami aturan-aturan yang ada di dalamnya, dan mempraktikkannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Syi’ir ini sering dilantunkan di radio, musholla dan masjid-masjid besar menjelang sholat fardhu, dan banyak nilai-nilai agama Islam yang ditanamkan dalam syi’ir ini dalam membentuk pribadi muslim yang baik dalam mempertebal Iman, Islam dan Ihsan.

C. Pengaruhnya syi’ir tanpo waton bagi masyarakat

Syi’ir tanpo waton ini adalah sebuah syair yang mengandung makna dan nasihat untuk melakukan kebaikan. Syi’ir ini memberikan pembelajaran dalam hidup, agar masyarakat tidak terpengaruh oleh keindahan dunia. Syi’ir banyak mengandung pesan moral untuk dapat bersikap toleransi terhadap sesama. Syi’ir ini mengandung makna yang dalam tentang pemahaman diri, pemahaman agama Islam, dan sosial.

Pengaruh terhadap diri sendiri seperti yang dialami oleh bapak H.

(55)

bahwa syi’ir ini banyak mengandung nasihat untuk menuju kebaikan dan dapat memahami Isalm secara menyeluruh. Dari sinilah beliau menginginkan untuk menyebarluaskan syi’ir tersebut agar masyarakat dapat menjadi lebih baik lagi.19

Setelah tersebarnya syi’ir ini melalui radio Yasmara yang dikumandangkan sebelum adzan sholat lima waktu, mulai banyak banyak masyarakat yang mengikuti ngaji Gus Nizam pada hari rabu malam. Mereka bukan hanya berasal dari Kabupaten Sidoarjo saja, namun hampir semua kota yang ada di Jawa Timur mengikuti pengajian beliau. Ini dikarena adanya sebuah motivasi yang terkandung dalam syair tersebut untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang agama Islam. Bukan hanya itu nasihat – nasihat yang ada dalam syair tersebut seakan membawa masyarakat untuk berbuat baik antar sesama, serta menambah pengabdiannya kepada Allah SWT. Syair ini mampu menuntun masyarakat untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Kholiq, ini dibuktikan dengan adanya kegiatan talqin, dzikir dan suluk atas permintaan masyarakat yang diadakan di setiap wilayah kecamatan.20

Syi’ir ini cukup berperan dan berpengaruh, yang mana mampu

menciptakan sikap toleransi antar aliran umat beragama. Semua ini dirasakan karena pesan dan nasihat akan sikap toleransi untuk bersama – sama memahami Islam secara menyeluruh. Aliran – aliran yang dianut masyarakat adalah sebagai penuntun untuk mempelajari Islam. Dengan terciptanya syi’ir

(56)
(57)

BAB IV

ANALISIS

A.

Struktur Kebahasaan

Syi’ir Tanpo Waton

Syi’ir tanpo waton

dalam perspektif

languange game

banyak

mengandung unsur - unsur kebahasaan, yang berupa tata bahasa dan

kosakata, urutan kata dan struktur kalimat. Seperti halnya beberapa kata

yang memiliki istilah dalam bahasa Arab antara lain

syi’ir, rohmat, syari’at,

Qur’an, hadist, kafir, tauhid, sholeh, tahriqot, haqiqot, qadim, mu’jizat,

rosul, riyadloh, suluk,

dan

dzikir.

Penggunaan kata yang digunakan untuk

mengganti kata Tuhan yaitu kata

Pengeran

sebagai sinonim bahasa Jawa.

Syi’ir tanpa waton

ini memiliki pemilihan kata dan aturan bahasa

yang sama dengan bentuk syair pada umumnya.

Syi’ir tanpa waton

dapat

dikatakan sebagai syair karena dalam tiap baitnya terdiri atas empat

baris. Setiap barisnya terdiri atas 8 hingga 12 suku kata. Tidak mengenal

sistem sampiran atau sindiran. Serta bersajak atau rima akhir a-a-a-a. Pada

syi’ir tanpo waton

ini tidak ditemukan jenis-jenis majas. Kemungkinan

pencipta sengaja tidak menggunakan majas, dan karena pencipta

menginginkan agar orang-orang dapat memahami karya sastranya dengan

mudah.

Syi’ir tanpo waton

ini menggunakan bahasa Jawa krama. Dan alur

yang digunakan pada

syi’ir tanpo waton

adalah alur maju. Kata “aku” sebagai

(58)

pelaku utama menceritakan bagaimana kehidupan di dunia ini sampai

kematian yang mulia setelah menjalankan amalan yang sudah di tentukan

oleh Allah.Bukan hanya itu s

yi’ir tanpo waton

adalah salah satu bentuk syair

yang cara membacanya dilantunkan dengan irama tertentu. Irama ini

cenderung lambat namun tegas untuk memberikan suasana khidmat dan

khusuk dalam membacanya.

Secara kebahasaan

syi’ir tanpo waton

ini memiliki makna dan

kandungan yang sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat. Setiap bait

mengandung ajakan untuk menuju kebaikan. Mempunyai nilai keagamaan

atau religious, ketakwaan, kasih sayang, cinta damai, toleransi,

bertanggungjawab, kedisiplinan, kesholihan, amanah dan saling menghargai.

B.

Makna

Syi’ir Tanpo Waton

dalam Perspektif

Language Game

Sebagaimana yang telah dibahas di atas bahwa

syi’ir tanpo waton

memiliki banyak kandungan makna dan ajakan dalam memahami agama

Islam secara mendalam. Penelitian ini menggunakan

language game

karena

untuk mengungkap sebuah makna yang terkandu

Gambar

Tabel 1.1
  Tabel 1.2
   Tabel 1.3  Komposisi Penduduk desa Simoketawang Berdasarkan
Tabel 1.4
+2

Referensi

Dokumen terkait