• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI YANG BERKELANJUTAN DESI INDRIANI"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

YANG BERKELANJUTAN

DESI INDRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Desi Indriani E353100175

(4)

ABSTRACT

DESI INDRIANI. Implementation of Public Service Agency and Its Implications to Sustainable Self-Financed National Park Management. Under supervision of SAMBAS BASUNI and BAMBANG SUPRIYANTO.

The Strategic Plan of the Ministry of Forestry for the period of 2010-2014 has mandated the revitalization of 12 national parks to become Public Service Agencies. It would allow national parks to be self-financed. Unfortunately, efforts which have been made have not shown an encouraging progress yet. This research aims : (1) to identify the elaboration of main tasks and functions of national park, (2) to analyze the accuracy of the implementation of the Public Service Agency to the national park management, and (3) to formulate implications for the implementation of Public Service Agency to the Sustainable Self-Financed National Parks management. The result shows that the elaboration of 8 out of 10 main tasks and functions of national park provide goods and services to the public and its performance can be promoted through Public Service Agency, while the other 2 are identified as government liabilities. The implementation of Public Service Agency models for Self-Financed National Park Management both at KNPO and BTS NGPO meets the requirement substantially and technically. Furthermore, the KNPO Cost Benefit Analysis projection of 6 main tasks and functions for the coming 5 years shows the feasibility. This research concluded that national park can be self-financed through the implementation of Public Service Agency scheme. Therefore, it is suggested that in order to implement self-financed national park through Public Service Agency scheme, business development must be included as one of the main tasks and functions and its organization structure and management must be adjusted.

Keywords : self-financed national park, public service agency, bromo tengger

(5)

Pengelolaan Taman Nasional Mandiri Yang Berkelanjutan. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan BAMBANG SUPRIYANTO.

Kawasan konservasi memiliki sumber pendanaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat sedikit. Manfaat langsung taman nasional (TN) ditinjau dari sisi ekonomi sungguh sangat memprihatinkan. Pada tahun 2010 jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh seluruh TN di Indonesia dengan luas + 16 juta ha hanya 16 milyar, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a). Pemerintah telah melakukan berbagai rencana kebijakan dalam upaya mengoptimalkan potensi kawasan konservasi pada umumnya dan TN pada khususnya dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Rencana Strategis Kementerian Kehutanan periode 2010-2014 memberikan mandat untuk merevitalisasi 12 Taman Nasional menjadi Badan Layanan Umum yang memungkinkan TN untuk menjadi mandiri, perlu didukung oleh data dan informasi yang penting bagi pelaksanaannya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penjabaran tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Taman Nasional, menganalisis ketepatan penerapan model Badan Layanan Umum dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dan merumuskan implikasi penerapan Badan Layanan Umum menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai Juni 2012. Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Balai TN Komodo (BTNK) dan Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS). BTNK dan BBTN BTS dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional dan merupakan TN yang menjadi target untuk diterapkannya Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA). Analisis data dilakukan dengan analisis deskiptif, analisis isi dan analisis manfaat biaya. Identifikasi penjabaran tupoksi TN dilakukan untuk kurun waktu lima tahun terakhir yaitu periode 2007 sampai 2011 dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Penjabaran tupoksi TN kemudian diidentifikasi barang dan/atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri dilaksanakan melalui analisis deskriptif dan analisis isi terhadap pelaksanaan penjabaran tupoksi TN dan membandingkannya dengan persyaratan substantif dan teknis BLU sesuai dengan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Analisis Manfaat Biaya (Cost Benefit

Analysis) ditambahkan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan

keputusan yaitu dengan membandingkan akumulasi perolehan pendapatan (Benefit) dengan besarnya akumulasi biaya (Cost) untuk kegiatan pengelolaan.

(6)

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat delapan tupoksi dari 10 tupoksi TN yang penjabaran pelaksanaannya berupa pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan barang dan/atau jasa dan kinerjanya dapat ditingkatkan melalui BLU yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN, (2) Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN, (3) Pengendalian kebakaran hutan, (4) Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (5) Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (6) Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, (7) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN, (8) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Dua tupoksi lainnya merupakan pelayanan sipil yang merupakan kewajiban pemerintah yaitu tupoksi (1) Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN dan (2) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Hasil kajian terhadap persyaratan substantif dan teknis menunjukkan BTNK dan BBTN BTS memenuhi kelayakan untuk dikelola dengan model BLU. Enam tupoksi diantara delapan tupoksi ysng menghasilkan barang dan/atau jasa, tercantum dalam Renstra Bisnis dan dirancang dapat menghasilkan PNBP pada periode 2012 sampai 2016 yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN, (2) Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (3) Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (4) Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, (5) Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN, (6) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam, di mana pada saat ini dua tupoksi telah menghasilkan PNBP yaitu tupoksi (1) Pengelolaan kawasan TN dan (2) Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. Penjabaran enam tupoksi tersebut memiliki 17 kegiatan berbasis daratan dan tujuh kegiatan yang berbasis perairan dan laut serta 10 kegiatan berbasis darat dan/atau perairan/laut.

Penelitian juga menemukan bahwa dengan dua tupoksi saja pendapatan rata-rata TN dalam lima tahun terakhir meningkat. Lebih daripada itu, hasil proyeksi Analisis Manfaat Biaya terhadap enam tupoksi pada BTNK dalam lima tahun ke depan menunjukkan kelayakan. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa TN sangat mungkin dapat mandiri secara finansial melalui skema BLU. Untuk merealisasikan TN Mandiri dengan skema BLU disarankan agar pengembangan bisnis ditetapkan sebagai tupoksi TN dan penyesuaian struktur organisasi dan tata kelolanya.

Kata Kunci : taman nasional mandiri, badan layanan umum, taman nasional bromo tengger semeru, taman nasional komodo.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(8)
(9)

YANG BERKELANJUTAN

DESI INDRIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(10)
(11)

Nama Mahasiswa : Desi Indriani

NRP : E353100175

Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr,

(12)
(13)

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi, Mayor Konservasi Keanekaragaman Hayati, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan” yang dilaksanakan pada bulan April 2012 hingga bulan Juni 2012.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. selaku ketua komisi pembimbing

penelitian yang telah memberikan arahan serta masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. selaku anggota komosi pembimbing

yang telah memberikan arahan serta masukan terhadap penyusunan karya ilmiah ini dan telah memfasilitasi penulis selama penelitian.

3. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S. selaku penguji luar komisi pada saat ujian tesis yang telah memberikan arahan dan masukan terhadap penyempurnaan karya ilmiah ini.

4. Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.S. selaku Ketua Program Studi Konservasi

Keanekaragaman Hayati dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA yang telah banyak memberi masukan kepada penulis.

5. Suamiku Heru Tri Widarto, dan anak-anakku Rudi, Hani dan Naafila atas kasih sayang, dorongan, semangat dan kesabarannya selama ini.

6. Mama dan Papa di Medan serta Ibu dan Bapak di Jepara atas doa dan

dukungannya.

7. Rekan-rekan seperjuangan Program Magister Profesi Konservasi

Keanekaragaman Hayati angkatan 2010 atas kebersamaan dan kerja samanya.

8. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 Januari 1976 dari ayah Amir Husni Siregar, BBA dan ibu Dra. Rusminah Kasma, M.Pd. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan lulus pada tahun 1998. Penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Medan pada tahun 1994. Pada tahun 1991 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3 Medan dan pada tahun 1988 menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 99 Medan. Pada tahun 2010 atas biaya dari Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, penulis berkesempatan melanjutkan studi pada Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati, Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis bekerja pada Bagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang. Sebelumnya penulis bekerja pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumareta Utara II pada tahun 2001 sampai 2007 dan pada Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1999 sampai 2001.

(15)

i

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2.. Kerangka Pemikiran ... 2 1.3. Perumusan Masalah ... 4 1.4. Tujuan ... 5 1.5. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Konsep Taman Nasional ... 7

2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Taman Nasional ... 8

2.3. Permasalahan Pengelolaan ... 9

2.4. Perubahan Paradigma Pengelolaan ... 10

2.5. Pemanfaatan Taman Nasional ... 10

2.6. Tipologi Barang dan Jasa ... 11

2.7. Taman Nasional Mandiri ... 13

2.8. Badan Layanan Umum ... 14

2.8.1. Definisi Badan Layanan Umum ... 14

2.8.2. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum ... 14

2.8.3. Mengapa Badan Layanan Umum ... 15

2.8.4. Syarat Menjadi Badan Layanan Umum... 15

2.9. Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) ... 16

2.10. Pelayanan Publik ... 16

2.11. Beberapa Contoh BLU ... 17

2.11.1. Pendidikan dan Pelatihan ... 17

2.11.2. Penelitian ... 18

2.11.3. Kesehatan ... 18

2.12. Kesatuan Bisnis Mandiri Perum Perhutani ... 18

III. METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 21

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 21

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4. Metode Analisis Data ... 22

3.4.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN ... 22

3.4.2. Analisis Ketetapan Penerapan Model BLU ... 24

3.4.2.1. Persyaratan Substantif ... 24

3.4.2.2. Persyaratan Teknis ... 24

(16)

ii

3.4.3. Analisis Implikasi Penerapan BLU ... 26

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1. Taman Nasional Komodo ... 27

4.1.1. Sejarah Kawasan... 27

4.1.2. Luas, Lokasi dan Batas ... 28

4.1.3. Zonasi ... 29

4.1.4. Terestrial ... 29

4.1.5. Perairan ... 29

4.1.6. Organisasi BTNK ... 30

4.2. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ... 30

4.2.1. Sejarah Kawasan ... 30

4.2.2. Luas, Lokasi dan Batas ... 31

4.2.3. Zonasi ... 32

4.2.4. Terestrial ... 32

4.2.5. Perairan ... 34

4.2.6. Organisasi BBTN BTS ... 34

4.2.7. Objek Wisata Alam ... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN ... 37

5.1.1. Tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN ... 37

5.1.2. Tupoksi Pengelolaan Kawasan TN ... 38

5.1.3. Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan 42 5.1.4. Tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan... 43

5.1.5. Tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ... 44

5.1.6. Tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ... 45

5.1.7. Tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan 46 5.1.8. Tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN ... 48

5.1.9. Tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam ... 49

5.1.10. Tupoksi Pelaksanaan Urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga 51 5.2. Analisis Ketepatan Penerapan Model BLU ... 53

5.2.1. Persyaratan Substantif ... 53

5.2.1.1. Kriteria Substantif Penyediaan Barang dan/atau Jasa Layanan Umum ... 53

5.2.1.2 Kriteria Substantif Pengelolaan wilayah/Kawasan Tertentu Untuk Tujuan Meningkatkan Perekonomian Masyarakat atau Layanan Umum ... 58

5.2.2. Persyaratan Teknis ... 58

5.2.2.1. Identifikasi Tupoksi yang Kinerja Pelayanan di Bidang Tupoksinya Layak Dikelola dan Ditingkatkan Pencapaiannya Melalui BLU ... 58

(17)

iii

Usulan Penetapan BLU ... 61

5.2.2.2.1. Analisis Biaya ... 62

5.2.2.2.2. Pendapatan ... 64

5.3. Analisis Implikasi Penerapan BLU ... 73

5.3.1. Beberapa Permasalahan yang Ditemukan ... 73

5.3.2. Langkah-langkah Penerapan PK-BLU dan Implikasinya ... 76

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 79

6.1. Kesimpulan ... 79 6.2. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN ... 85

(18)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tipologi barang dan jasa... 11

2. Tipologi barang dan jasa... 12

3. Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data ... 22

4. Zonasi TNK ... 29

5. Zonasi BBTN BTS ... 32

6. Penjabaran tupoksi Penataan Zonasi, Penyusunan Rencana Kegiatan, Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN ... 38

7. Penjabaran tupoksi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional ... 39

8. Penjabaran Tupoksi Penyidikan, Perlindungan, dan Pengamanan Kawasan Taman Nasional ... 42

9. Jumlah pengunjung BBTN BTS dan BTNK periode 2007-2011 ... 43

10. Penjabaran tupoksi Pengendalian Kebakaran Hutan ... 44

11. Penjabaran tupoksi Promosi, Informasi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya ... 45

12. Penjabaran tupoksi Pengembangan Bina Cinta Alam serta Penyuluhan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya ... 46

13. Penjabaran tupoksi Kerjasama Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Pengembangan Kemitraan ... 47

14. Penjabaran tupoksi Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan TN ... 48

15. Penjabaran tupoksi Pengembangan dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Pariwisata Alam ... 50

16. Sumber PNBP tupoksi pengembangan pemanfaatan jasling dan PWA .... 51

17. Variasi barang dan/atau jasa yang dijual dengan kriteria quasi public goods per tupoksi TN ... 54

18. Karakteristik dan kategori barang dan jasa lingkungan ... 55

19. Manfaat indikatif TN ... 57

20. Rencana barang dan/atau jasa yang dijual periode 2012-2016... 59

21. Tupoksi BTNK dan BBTN BTS yang layak ditingkatkan kinerjanya selama periode 2012-2016 ... 60

22. Realisasi PNBP BTNK dan BBTN BTS periode 2007-2011 ... 62

23. Realisasi Anggaran BTNK tahun 2007-2011 ... 63

24. Proyeksi Biaya BTNK tahun 2012-2016 ... 63

(19)

v

serta perhitungan B/C ... 70 28. Proyeksi Pendapatan dan biaya BTNK tahun 2012-2016 dengan PK-BLU dan menggunakan WTP serta perhitungan B/C ... 71 29. Proyeksi Pendapatan dan biaya tahun 2012-2016 dengan PK-BLU BBTN

BTS serta perhitungan B/C ... 72 30. Realisasi PNBP BTNK berdasarkan jenis pungutan tahun 2011 ... 74 31. Strategi peningkatan kinerja keuangan TN dengan PPK-BLU ... 78

(20)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Peta kawasan Taman Nasional Komodo ... 28 2. Peta administratif kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ... 31

(21)

vii

1. Struktur organisasi kantor pusat Perum Perhutani ... 85 2. Struktur organisasi Kantor Unit Perum Perhutani ... 86 3. Visi, misi dan sasaran strategis Ditjen PHKA, BTN Komodo dan BBTN Bromo Tengger Semeru Tahun 2010-2014... 87 4. Penjabaran tugas pokok dan fungsi Bala Taman Nasional Komodo tahun 2007-2011 ... 89 5. Penjabaran tudas pokok dan fungsi Balai Besar Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru tahun 2007-2011 ... 101 6. Visi, misi dan sasaran strategis Direktorat Konservasi Kawasan dan Bina Hutan Lindung, Direktorat Konservasi Keanekargaman Hayati, dan Direktorat Penyidikan dan Pengamanan Hutan Ditjen PHKA tahun

2010-2014 ... 121 7. Visi, misi dan sasaran strategis Direktorat Pengendalian Kebakaran

Hutan dan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Kawasan

Konservasi dan Hutan Lindung Ditjen PHKA tahun 2010-2014... 123 8. Biaya pengembangan pariwisata alam Balai Taman Nasional Komodo ... 124 9. Proyeksi pendapatan BTN Komodo sebagai BLU tahun 2012-2016 ... 128 10. Proyeksi pendapatan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru sebagai BLU tahun 2012-2016 ... 130 11. Proyeksi pendapatan BNTK sebagai BLU tahun 2012-2016 dengan WTP 138

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK merupakan sebagian dari kawasan konservasi di Indonesia. Penunjukan dan penetapan kawasan konservasi di Indonesia saat ini telah mencapai 521 unit dengan luas + 27,206 juta hektar. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, Taman Nasional (TN) merupakan KPA yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Nasional di Indonesia yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan sebanyak 50 unit dengan luas total + 16,327 juta hektar yang terdiri dari 43 TN darat dan tujuh TN laut (Kemenhut 2010).

Kawasan konservasi memainkan peranan penting dalam pola keseluruhan penggunaan lahan dan pembangunan ekonomi (McNeely 1995). Fungsi pokok kawasan konservasi adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Potensi ekonomi kawasan konservasi diantaranya adalah berupa jasa wisata alam, jasa penyimpanan/penyerapan karbon, air, panas bumi serta sumber plasma nutfah yang berguna bagi pemuliaan tumbuhan/hewan dan industri kesehatan. Potensi TN dari sisi bio-ekologis sudah banyak diteliti, sementara dari sisi ekonomi belum banyak diungkap. Keseluruhan potensi kawasan konservasi sampai saat ini belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal (Kemenhut 2011a).

Perubahan paradigma pembangunan TN dicoba digagas dalam Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional dari berbasis perlindungan dan pengawetan menjadi berbasis pemanfaatan lestari bagi penguatan fungsi perlindungan dan pengawetan melalui pembangunan TN Mandiri. Berbagai program dan kegiatan pembangunan direncanakan untuk mencapai TN Mandiri salah satunya adalah melalui penguatan kapasitas kelembagaan dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) (Kemenhut 2011a).

(23)

Kementerian Kehutanan merencanakan program pengembangan kawasan konservasi dalam bentuk BLU sebanyak 12 unit melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.08/Menhut-LL/2010 tentang Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014. Kementerian Kehutanan juga mengeluarkan kebijakan penguatan pemanfaatan sumberdaya alam untuk tujuan perlindungan dan pelestarian alam dengan strategi percepatan pembentukan BLU pada TN yang mempunyai potensi tinggi dan tantangan rendah melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2010-2030. Selanjutnya, Kementerian Kehutanan merencanakan program dan kegiatan peningkatan usaha kehutanan, salah satunya yaitu terbangunnya persiapan sistem pengelolaan BLU di 1 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.57/Menhut-II/20011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan 2012. Rencana pembangunan BLU pada UPT Ditjen PHKA tidak terlepas dari pertimbangan potensi ekonomi yang besar dari kawasan konservasi yang jika dikelola dengan baik dan legal maka kawasan konservasi secara finansial dapat membiayai secara mandiri pelaksanaan tugas-tugas pokok pengelolaan kawasannya sehingga anggaran pemerintah yang terbatas dapat digunakan secara lebih efisien (Hartono 2008a).

1.2. Kerangka Pemikiran

Taman Nasional merupakan sumberdaya milik bersama (common-pool

resources) (Schlager & Ostrom 1992). Sumberdaya ini menghasilkan manfaat

produk yang tidak eksklusif, tetapi memerlukan persaingan untuk

mendapatkannya. Pengelolaan TN dilakukan secara sistematis melalui kegiatan-kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan evaluasi kesesuaian fungsi (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011). Pengelolaan kawasan TN diatur dengan sistem zonasi yang bertujuan untuk mewujudkan sistem pengelolaan TN yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 56 tahun 2006).

Kawasan TN ditetapkan dan ditunjuk oleh Negara. Oleh karena itu hak kepemilikan TN termasuk ke dalam rezim kepemilikan oleh Negara (state

(24)

3

property regime) yaitu hak kepemilikan dan aturan-aturannya ditetapkan oleh

Negara, individu tidak boleh memilikinya serta hak pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah (Governance by government) (Hanna et al. 1996). Hak-hak tersebut memberikan konsekuensi kewajiban untuk menjaga tujuan dan manfaat sosial dari TN sehingga alokasi anggaran dalam pengelolaan TN menjadi tanggung jawab Negara melalui pemerintah. Menurut Basuni (2009) semakin besar manfaat kawasan hutan konservasi maka semakin besar dukungan dari pemerintah (dalam bentuk alokasi anggaran), dari masyarakat dan dari sektor lain, atau semakin besar biaya manajemen kawasan konservasi semakin rendah dukungan yang didapat.

Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja yaitu arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi (Kemenkeu 2012). Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah. Mewiraswastakan pemerintah (reinventing government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara (Kemenkeu 2012).

Kegiatan TN berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) terutama terkait dengan tugas pokok dan fungsinya yang layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Hal ini merupakan upaya peng-agenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah dengan pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Penerapan BLU pada pengelolaan TN memungkinkan

(25)

manajemen TN melaksanakan bisnis (wirausaha) dan mempunyai pola tata kelola (organisasi) tersendiri. Penerapan BLU TN juga memungkinkan penetapkan tarif tersendiri sesuai perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan, dan memungkinkan TN untuk menerima hibah dari masyarakat atau badan lain serta menggunakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengelolaan menuju TN Mandiri.

1.3. Perumusan Masalah

Pengelolaan kawasan konservasi menghadapi berbagai kendala, di samping berbagai peran dan manfaat yang dimilikinya. Menurut McNeely (1995) permasalahan kawasan konservasi berbeda-beda pada setiap negara, namun secara umum permasalahan penting pengelolaan kawasan konservasi adalah lemahnya dukungan nasional, konflik dengan masyarakat lokal, konflik dengan institusi pemerintah lainnya, manajemen yang lemah dan pendanaan yang lemah dan tidak terjamin.

Kawasan konservasi memiliki sumber pendanaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat sedikit. Pada tahun 2010 realisasi anggaran konservasi adalah kurang dari 1

trilyun rupiah sedangkan realisasi APBN 1.289,6 trilyun atau hanya sekitar 0,07%

dari total realisasi APBN (Kemenhut 2011b). Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, tetapi hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Kecukupan pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010). Manfaat langsung TN ditinjau dari sisi ekonomi sungguh sangat memprihatinkan. Pada tahun 2010 jumlah PNBP yang diperoleh seluruh TN di Indonesia hanya 16 milyar rupiah, hanya setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a).

Pemerintah telah melakukan berbagai rencana kebijakan dalam upaya mengoptimalkan potensi kawasan konservasi pada umumnya dan TN pada khususnya dalam mengatasi permasalahan pembiayaan keuangannya. Upaya tersebut diantaranya dengan Penunjukan 20 Taman Nasional Model dengan target

(26)

5

menjadi Taman Nasional Mandiri melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Nomor : SK.69/IV-Set/HO/2006 tanggl 3 Mei 2006 sebagai tindak lanjut dari Rencana Strategis Departemen Kehutanan 2005-2009. Namun, pada perkembangannya, Taman Nasional Model dan Taman Nasional Mandiri belum dapat direalisasikan karena belum adanya arahan, pedoman, kriteria, indikator, monitoring dan penilaian kinerja lebih lanjut untuk operasionalisasinya (Hartono 2008b).

Kegiatan TN berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui BLU terutama terkait dengan tugas pokok dan fungsinya yang layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU. Melalui BLU, TN diharapkan mampu melaksanakan tugas-tugas pokok pengelolaan dengan baik yang berimplikasi pada kelestarian kawasan, di sisi lain kesejahteraan masyarakat dan kemandirian dapat tercapai serta pembangunan ekonomi terlaksana. Hal ini sesuai dengan prinsip pembanguan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pada masa sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (WCED 1987).

Rencana program pengembangan kawasan konservasi dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) sebanyak 12 unit melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.08/Menhut-LL/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014, perlu didukung oleh data dan informasi yang penting bagi pelaksanaannya. Menurut Hartono (2008a) pembentukan TN Mandiri secara finansial dengan status BLU perlu didahului dengan kajian yang mendalam terutama terkait dengan peran TN dalam memproduksi barang atau jasa apakah sebagai operator atau sebatas regulator, penentuan jenis kegiatan yang sekaligus menghasilkan barang/jasa dan menghasilkan PNBP serta standar barang/jasa pelayanan, jenis dan tarif penerimaan, mekanisme penerimaan dan penggunaan dan lingkup penggunaan penerimaan.

1.4. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi penjabaran tugas pokok dan fungsi TN.

(27)

2. Menganalisis ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri.

3. Merumuskan implikasi penerapan BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan strategis bagi Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dalam upaya mewujudkan penerapan BLU pada pengelolaan TN Mandiri sehingga tujuan program dapat dicapai secara optimal serta menjamin pemanfaatan TN yang berkelanjutan.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Taman Nasional

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Zonasi yang dimaksud terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, serta zona lain sesuai dengan keperluan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri (Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011, suatu kawasan dapat ditunjuk sebagai kawasan taman nasional apabila memenuhi kriteria antara lain mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, mempunyai sumberdaya alam yang khas dan unik, memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam serta dapat dibagi ke dalam zona-zona pengelolaan sesuai ketentuan.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional mengatur lebih lanjut mengenai zonasi taman nasional. Zonasi taman nasional disebutkan sebagai suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Pembagian zona taman nasional menurut Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 adalah :

1. Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.

(29)

2. Zona rimba, untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.

3. Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.

4. Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.

5. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan.

6. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional yang di dalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.

7. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.

2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Taman Nasional

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional maka tugas TN adalah melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, TN menyelenggarakan fungsi :

1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN.

(30)

9

3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN. 4. Pengendalian kebakaran hutan.

5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya.

7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan.

8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN.

9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. 10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.3. Permasalahan Pengelolaan

Pengelolaan kawasan konservasi menghadapi berbagai kendala, di samping berbagai peran dan manfaat yang dimilikinya. Menurut McNeely (1995), permasalahan kawasan konservasi berbeda-beda pada setiap negara, namun secara umum permasalahan penting pengelolaan kawasan konservasi adalah lemahnya dukungan nasional, konflik dengan masyarakat lokal, konflik dengan institusi pemerintah lainnya, manajemen yang lemah dan pendanaan yang lemah dan tidak terjamin. Kawasan konservasi memiliki sumber pendaaan dari anggaran negara namun anggaran yang dialokasikan untuk kawasan konservasi relatif sangat sedikit. Bahkan, walaupun suatu kawasan konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara, hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Berdasarkan hasil studi, indikator kecukupan pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010).

Permasalahan pengelolaan TN di Indonesia secara umum berkaitan erat dengan berbagai aspek seperti masalah kelembagaan, masalah kawasan, konflik kawasan, serta rendahnya komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan kegiatan konservasi (Kemenhut 2011a). Hasil survey cepat mengenai efektivitas pengelolaan TN di Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 dengan metode Rapid

Assesment on Protected Area Management-Management Effectiveness Tracking Tool (RAPPAM-METT) menunjukkan sebagian besar pengelolaan TN belum

(31)

berjalan efektif. Pengelolaan yang efektif hanya dicapai oleh lima Balai TN (BTN) dari 50 TN yang ada yaitu BTN Komodo, BTN Bali Barat, Balai Besar TN (BBTN) Bromo Tengger Semeru, BBTN Gunung Gede Pangrango dan BTN Way Kambas, sisanya sedang dan buruk. Faktor utama belum efektifnya pengelolaan TN terkait erat dengan keterbatasan SDM dan anggaran Pemerintah.

2.4. Perubahan Paradigma Pengelolaan

Perubahan ekspektasi mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat di sekitar kawasan konservasi dilatarbelakangi dorongan situasi saat ini. Situasi-situasi ini, yaitu 1) Perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat yang mengakibatkan berubahnya harapan masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya alam di TN; 2) Perubahan tatanan pemerintah dari sentralistik menjadi desentralistik dan otonomi; 3) Perubahan paradigma manajemen yang disebabkan menurunnya kemampuan pembiayaan kegiatan; dan 4) Semakin tingginya perhatian dunia internasional terhadap isu-isu sumberdaya alam dan lingkungan. Perubahan situasi ini berimplikasi pada tuntutan para pihak yang berkepentingan dan adaptasi pengelolaan TN. Tuntutan untuk adaptasi pengelolaan kawasan konservasi memunculkan paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi (Santosa 2008).

Tren pemanfaatan TN terus berkembang. Sebelumnya, konservasi hanya ditujukan untuk tujuan konservasi dan pengembangannya diprioritaskan kepada perlindungan dan pengawetan hidupan liar. Dewasa ini pengembangannya cenderung ke arah pemanfaatan lestari (Kemenhut 2011a). Kecenderungan tersebut semakin menguat setelah diselenggarakannya Kongres TN Sedunia ke-5 di Durban pada tahun 2003 yang menghasilkan kesepakatan bahwa setiap entitas kawasan konservasi harus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan para pihak.

2.5. Pemanfaatan Taman Nasional

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 menyatakan bahwa TN dapat dimanfaatkan untuk kegiatan :

a. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

(32)

11

c. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam.

d. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.

e. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.

f. Pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat.

Pemanfaatan tradisional merupakan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi. Kegiatan ini menjadi batasan bagi pengelola TN untuk pemanfaatan barang dan jasa yang terdapat di TN.

2.6. Tipologi Barang dan Jasa

Nilai dan tujuan keberadaan sumberdaya alam dapat diinterpretasikan kembali berdasarkan tipologi barang dan jasa yang dapat dihasilkan, yaitu sebagai

private goods, club goods, common pool goods, dan public goods (Ostrom 1977,

diacu dalam Berge 2004) (Tabel 1). Pengetahuan ini juga menentukan ketepatan pemilihan bentuk kelembagaan, misalnya kelembagaan untuk pengelolaan

common pool goods didasarkan pada beberapa prinsip yaitu penetapan batas-batas

alokasi sumberdaya, teknologi yang digunakan dan cara pemanfaatan, pemantauan, sanksi, penyelesaian konflik, maupun pengakuannya oleh peraturan dan perundangan yang lebih tinggi.

Tabel 1 Tipologi barang dan jasa

Jenis Sumberdaya Pengguna

Non-substractable Substractable Non-excludable Public Goods Common Pool Goods

Excludable Club Goods Private Goods

Sumber : (Ostrom 1977, diacu dalam Berge 2004), dimodifikasi.

Dalam setiap tipologi mengandung sifat yang melekat pada barang dan jasa tersebut. Sifat tersebut merupakan atribut yang sepatutnya disertakan ke dalam sifat-sifat lain dari barang dan jasa yang sedang dibicarakan. Terdapat dua faktor yang menentukan atribut tersebut, yaitu :

1. Sifat rivalitas (persaingan/ substraktif) atas barang dan jasa. Dalam hal ini apabila barang dan jasa dimanfaatkan seseorang akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain, maka diklasifikasikan sebagai private goods

(33)

(misalnya, air kemasan, kayu, ikan, dan lain-lain (dll)) dan common pool goods (misalnya danau, sungai, dll). Sebaliknya apabila dimanfaatkan seseorang tetapi, dalam jangka pendek, tidak mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain, maka diklasifikasikan sebagai club goods (misalnya air dalam Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dll) dan public goods (misalnya udara, keamanan, dll).

2. Sifat dapat dipisahkan (excludability) pengguna barang dan jasa. Apabila pengguna barang dan jasa dapat dipisahkan satu dari yang lain, maka private

goods dan club goods termasuk di dalamnya. Apabila penggunanya tidak

dapat dipisahkan satu dari lainnya, maka common pool goods dan public goods masuk di dalamnya. Barang dan jasa common pool goods, dapat terjadi fenomena open access sebagaimana dalam public goods, apabila kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam yang diterapkan tidak dapat mengatasi para pencari kesempatan atau penunggang gratis (free riders).

Tipe barang dan jasa ini menurut IUCN (2000) dikategorikan berdasarkan sifat dapat dipisahkan (excludable) dan sifat pembagian (divisible) seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Tipologi barang dan jasa

Non-divisible Divisible Non-excludable Public Common Pool Excludable Toll Goods Private

Sumber : IUCN (2000).

1. Public good adalah setiap barang dan jasa yang tidak dikecualikan/dipisahkan (non-excludable) dan tidak dibagikan (non-divisible) yang artinya bahwa barang dan jasa tersebut tersedia untuk masyarakat umum. Contoh public good adalah jasa hutan lindung, penyerapan karbon dan perlindungan habitat kritis. 2. Private good merupakan barang dan jasa yang bersifat dipisahkan (excludable)

dan dapat dibagi (divisible) yang berarti bahwa setelah diberikan kepada seseorang maka hanya tersedia untuk individu tersebut. Contoh private good adalah berburu, memancing, berkemah dan hasil hutan non-kayu di mana setelah binatang diburu, ikan tertangkap, izin berkemah dialokasikan dan

(34)

13

produk hutan non kayu dipanen, tidak ada orang lain yang dapat menggunakannya.

3. Toll goods adalah barang dan jasa yang bersifat dapat dipisahkan (excludable) tetapi tidak dapat dibagi (non-divisibel) misalnya adalah tiket masuk kawasan di mana hanya yang membayar yang dapat masuk tetapi barang dan jasa tersebut tidak habis dibagi.

4. Common pool adalah barang dan jasa yang bersifat tidak dapat dipisahkan (non-excludable) tetapi dapat dibagi (divisible) contohnya adalah kolam renang di mana jika digunakan, maka orang lain tidak dapat menggunakan tetapi akses untuk mendapatkannya terbuka untuk siapapun. Contoh lainnya adalah jamur di hutan. Mengakses jamur terbuka bagi siapa saja yang melalui hutan, tetapi begitu dipanen oleh seorang individu maka tidak tersedia lagi untuk orang lain (IUCN 2000).

2.7. Taman Nasional Mandiri

Menurut Hartono (2008a) TN Mandiri adalah TN yang mampu membiayai sebagian atau seluruh pelaksanaan tugas pokok di luar gaji dan kegiatan rutin lainnya dari penerimaan yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan tersebut dalam bentuk PNBP. TN Mandiri dengan definisi tersebut dapat dikategorikan sebagai Badan Layanan Umum (BLU).

TN Mandiri harus merupakan TN Efektif (Kemenhut 2011). TN Efektif memiliki indikator sebagai berikut :

1. Memiliki kelembagaan (organisasi pengelola) yang meliputi ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang cukup baik jumlah dan kualitas, memiliki sarana (perlindungan dan perpetaan) memadai, memiliki Tata Hubungan Kerja (internal dan eksternal) yang baik.

2. Inventarisasi sumber daya hayati (SDH) yang meliputi ketersediaan data potensi SDH dan keberlanjutan program inventarisasi SDH.

3. Rencana Pengelolaan TN (RPTN) yang meliputi adanya zonasi, desain tapak dan peta interpretasi.

4. Kemantapan kawasan hutan yang meliputi penetapan kawasan TN dan pengakuan dari para pemangku kepentingan terhadap kawasan TN.

(35)

5. Sistem monitoring dan pelaporan yang meliputi ketersediaan data hasil monitoring/pelaporan dan program monitoring dan pelaporan.

6. Konflik masyarakat/tekanan terhadap kawasan TN yang meliputi adanya peta konflik, strategi penyelesaian konflik (Nota Kesepahaman, manajemen kolaborasi, relokasi, penegakan hukum dan penyuluhan) dan implementasi dan antisipasi konflik.

Menurut Kemenhut (2011a) TN Mandiri didefinisikan sebagai TN Efektif yang dapat menjamin fungsi ekologis dan sosial TN serta diperkuat dengan investasi pemerintah dan swasta untuk pemanfaatan jasa lingkungan (wisata alam, air, karbon dan penangkaran/budidaya satwa dan tumbuhan liar) yang dari usahanya diperoleh pendapatan paling tidak 80% untuk membiayai pengelolaan TN yang bersangkutan. Pencapaian hal tersebut memerlukan strategi peningkatan PNBP agar 80% biaya pengelolaan terpenuhi.

2.8. Badan Layanan Umum

2.8.1. Definisi Badan Layanan Umum

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produkstivitas.

2.8.2. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK-BLU) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

PPK-BLU menggunakan praktik bisnis yang sehat yaitu proses penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Instansi yang dapat menerapkan PPK-BLU adalah :

(36)

15

1. Instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic

view).

2. Memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

2.8.3. Mengapa Badan Layanan Umum

Pemerintahan Indonesia memiliki banyak satuan kegiatan yang berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLU. Ada yang mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung sebagian besar pada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Satuan kerja (satker) yang memperoleh pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan, dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan (Kemenkeu 2012).

BLU diperlukan karena dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat dan dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.

2.8.4. Syarat Menjadi Badan Layanan Umum

Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substansi, teknis dan administrasi.

Persyaratan Substantif yaitu instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :

1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;

2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan

perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau

3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

(37)

Persyaratan Teknis, meliputi :

1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan kewenangannya.

2. Kinerja keuangan satuan kerja yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

Persyaratan Administratif, meliputi Pernyataan Kesanggupan untuk Meningkatkan Kinerja, Pola Tata Kelola, Rencana Strategis Bisnis, Laporan Keuangan Pokok, Standar Pelayanan Minimal (SPM), Laporan Audit terakhir atau Pernyataan Bersedia untuk diaudit.

Berdasarkan hasil penilaian atas persyaratan tersebut, Menteri

Keuangan/Gubernur/Bupati/Walikota dapat menentukan apakah suatu unit dapat ditetapkan sebagai BLU dengan satus BLU Penuh atau Bertahap, ataupun ditolak.

Status BLU Penuh diberikan apabila seluruh persyaratan substantif, teknis dan administrasi telah dipenuhi dengan memuaskan. Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU Bertahap berlaku paling lama 3 tahun.

2.9. Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government)

Menurut Osborne et al. (1996) pemerintahan dan bisnis adalah lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintah tidak bisa meraih efisiensi pasar seperti bisnis. Kenyataan bahwa pemerintah tidak dapat dijalankan seperti sebuah bisnis tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak bisa mewirausaha. Pemerintah yang berwirausaha dapat menjadi pemerintahan yang lebih baik namun membutuhkan keahlian yang lebih baik.

Pemerintah bisa mengarahkan secara lebih efektif dan membiarkan orang lain lebih banyak mengayuh (melaksanakan) (Osborne et al. 1996). Mengarahkan akan sangat sulit jika energi dan otak yang terbaik dari suatu organisasi dipergunakan untuk mengayuh. Pemerintah yang memfokuskan pada mengarahkan, secara aktif mereka membentuk masyarakat, negara dan bangsanya.

(38)

17

2.10. Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara Negara (Sinambela et al. 2008). Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan keseimbangan hak dan kewajiban.

Pelayanan prima diharapkan mampu mendorong terciptanya sistem pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) yang berorientasi pada kepentingan publik sebagai tujuan utama. Good governance sendiri diartikan sebagai suatu proses yang mengorientasikan pemerintah pada distribusi kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh elemen masyarakat untuk dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kehidupan publik beserta seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, sosial, dam budaya mereka dalam sistem pemerintahan (Sinambela et al. 2008).

2.11. Beberapa Contoh BLU 2.11.1. Pendidikan dan Pelatihan

Satuan kerja (satker) yang menerapkan PPK-BLU pada bidang pendidikan dan pelatihan per 15 Februari 2012 adalah sebanyak 62 satker meliputi beberapa perguruan tinggi dan lembaga pendidikan negeri. Adapun jenis layanan yang disediakan meliputi paket pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Dokter pada perguruan tinggi serta paket pelatihan sesuai dengan tupoksi satker masing-masing. Balai Besar Pengembangan Latihan kerja Luar Negeri dlh contoh satker yang menyediakan pelatihan bahasa, elektronik industri, fabrikasi, listrik dan lainnya dengan tarif tertentu (Kemenkeu 2012). Fasilitas yang disediakan diantaranya adalah ruangan kelas, fasilitas internet, pengajar yang professional dan lainnya. Pada beberapa perguruan tinggi yang menerapkan BLU maka Pemimpin Universitas atau Rektor bertanggungjawab terhadap penyiapan Rencana Strategis Bisnis dan Rencana Bisnis dan Anggaran.

(39)

2.11.2. Penelitian

Satuan kerja (satker) yang menerapkan PPK-BLU pada bidang penelitian per 15 Desember 2011 adalah sebanyak 3 satker diantaranya adalah Balai Besar Industri Agro (BBIA) yang memiliki tupoksi penelitian, pengembangan, kerjasama, standarisasi, pengujian, sertifikasi dan pengembangan kompetensi industri agro dengan jenis layanan meliputi jasa pengujian (analisis proksimat, mikrobiologi, label nutrisi, dan lain-lain), jasa kalibrasi (kalibrasi massa, volume, suhu, optik), jasa riset (pengembangan produk dan proses, mengatasi permasalahan teknlogi, rekayasa dan rancang bangun peralatan industry agro, studi kelayakan usaha), jasa sertifikasi (sertikikasi Sistem Manajemen Mutu, sertifikasi produk, dan lainnya), jasa konsultasi (pemecahan masalah teknologi, penganekaragaman produk, perbaikan produksi, pengembangan produk, penggunaan bahan tambahan makanan, pendirian usaha). Fasilitas yang disediakan meliputi laboratorium analisis komoditi (LAK) yang melaksanakan uji

yang telah terakreditasi oleh National Accreditation of Territory Agency(NATA)

Australia dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) serta tersedia peneliti profesional yang berpengalaman. BBIA memiliki Kepala Seksi Pemasaran yang secara khusus menangani pemasaran produk dan layanannya.

2.11.3. Kesehatan

Satker yang menerapkan PPK-BLU pada bidang kesehatan per 15 Februari

2012 adalah sebanyak 48 satker di antaranya adalah Rumah Sakit dan Balai

Kesehatan Masyarakat. Layanan yang diberikan berupa konsultasi dokter, layanan rawat inap dan rawat jalan, tindakan gawat darurat, tindakan operasi dan lain-lain. Fasilitas yang tersedia antara lain ruang pemeriksaan, laboratorium, kamar rawatan, ruang ICU, ruang operasi dan tenaga medis professional.

2.12. Kesatuan Bisnis Mandiri Perusahaan Umum Kehutanan Negara (KBM Perum Perhutani)

Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan kegiatan usaha pengelolaan hutan dan usaha-usaha lain yang dapat menunjang maksud dan tujuan perusahaan (Perhutani 2010). Dalam melaksanakan kegiatan usaha pengelolaan hutan dan usaha-usaha lain tersebut

(40)

19

perlu dilakukan secara efektif, efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan.

Wilayah kerja perusahaan terbagi menjadi 3 Unit dengan 57 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan perusahaan, Perum Perhutani didukung pula oleh 13 Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM), satuan kerja perencanaan sumberdaya hutan (SDH) yang terdiri dari 13 Seksi Perencanaan Hutan (SPH), dengan rincian sebagai berikut :

1. Unit I Jawa Tengah terdiri dari : 20 KPH ; 2 KBM Pemasaran; 2 KBM Industri Kayu; 1 KBM Industri Non Kayu; 1 KBM Agroforestry dan 1 KBM Jasa Lingkungan dan Produksi lainnya serta 4 SPH ; seluas 630.720 Ha. 2. Unit II Jawa Timur terdiri dari: 23 KPH ; 3 KBM Pemasaran; 1 KBM Industri

Kayu; 1 KBM Industri Non Kayu; 1 KBM Agroforestry dan 1 KBM Jasa Lingkungan dan Produksi lainnya serta 5 SPH ; seluas 1.126.958 Ha.

3. Unit III Jawa Barat dan Banten terdiri dari:14 KPH ; 1 KBM Pemasaran; 1 KBM Industri Kayu Non Kayu; 1 KBM Agroforestry, Ekologi dan Jasa Lingkungan (AEJ) serta 4 SPH ; seluas 684.423 Ha. Selain itu Perum Perhutani juga memiliki satuan kerja pendukung yaitu Kantor Pusat, 3 Kantor Unit, 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) SDH, 1 Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) SDM dan 3 Kantor Biro Perencanaan.

Satuan organisasi yang berada di bawah kantor unit adalah KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan). KPH dipimpin oleh seorang Administrator/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH) yang bertugas menyususn rencana pengelolaan hutan serta rencana kerja dan anggaran, memimpin penyelenggaraan aktivitas pengelolaan sumberdaya hutan, melaksanakan tata laksana administrasi dan pembukuan perusahaan, melaksanakan pembinaan SDM di wilayah KPH, melaksanakan pembinaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait.

Satuan organisasi lainnya di bawah kantor unit adalah KBM yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pengelolaan usaha bisnis perusahaan secara mandiri untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1080/Kpts/Dir/2011 tentang Struktur Organisasi Perum Perhutani maka pada kantor unit terdiri dari beberapa KBM

(41)

tergantung pada jenis usaha yang akan dikembangkan meliputi KBM Kayu, KBM Industri Hasil Hutan Non Kayu, KBM Jasa Lingkungan dan Produksi Lainnya, KBM Agroforestry, KBM Perdagangan (Trading) dan KBM Industri Kayu.

Masing-masing KBM dipimpin oleh seorang General Manager dan membawahi seorang Kepala Tata Usaha dan beberapa orang Manager. KBM pada masing-masing unit dibentuk guna lebih memfokuskan serta mendukung kegiatan pemasaran hasil hutan secara maksimal yang berfokus kepada pelayanan pelanggan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Struktur Organisasi Kantor Pusat dan Kantor Unit Perhutani dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Beberapa produk dan layanan yang dihasilkan Perum Perhutani adalah

sustainable product (kayu olahan dan kayu bundar), produk kimia hutan

(gondorukem, terpentin, minyak kayu putih, kopal, lak, minyak ylang-ylang) ekoturisme, flora dan fauna, produk pangan dan kesehatan (madu Perhutani, madu Wanajava, Air Perhutani, minuman madu Perhutani), benih dan bibit (jati plus Perhutani), Forestry Training and Development (paket training dan konsultasi bisnis kehutanan), Clean Energy (mikro hydro) dan zona komersial (area pameran, papan reklame, tower, penyewaaan gedung pertemuan dan sebagainya).

Fasilitas yang tersedia untuk mendukung usahanya adalah sarana dan prasarana gedung dan obyek wisata, outlet pemasaran, pabrik produk kimia hutan, pabrik produk pangan dan kesehatan dan lainnya serta tenaga yang profesional dan handal.

(42)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni 2012. Tempat yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Balai TN Komodo (BTNK) dan Balai Besar TN Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS). BTNK dan BBTN BTS dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional yang menjadi target untuk dijadikan TN Mandiri pada Milestone I (Kemenhut 2011). Selain itu, BNTK dan BBTN BTS merupakan TN yang merupakan target BLU Ditjen PHKA.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan kunci. Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen terkait dengan tujuan penelitian yang berasal dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, satuan kerja yang telah menerapkan BLU, Perum Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta, petugas TN, organisasi non pemerintah, masyarakat dan penelusuran online. Data yang dikumpulkan meliputi sejarah pengelolaan TN, kegiatan pengelolaan TN, produk/jenis layanan yang dihasilkan TN, sumber-sumber PNBP, jenis dan jumlah sumber daya, rencana strategi bisnis, laporan keuangan, struktur organisasi dan tata kerja, pelibatan stakeholder dan peraturan perundangan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan kajian dokumen. Wawancara dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yang dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono 2011). Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama (Prastowo 2011). Informan kunci berasal dari Kementerian Kehutanan yang

(43)

terkait, Kementerian Keuangan, satuan kerja yang telah menerapkan BLU, Perum Perhutani, pemerintah daerah, pihak swasta, petugas TN, organisasi non pemerintah dan masyarakat. Kajian dokumen dilaksanakan dengan mempelajari berbagai tulisan, gambar atau karya monumental yang terkait dengan topik penelitian (Sugiyono 2011).

Tabel 3 Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data

Ruang Lingkup Data yang dikumpulkan Sumber Data

Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN

Penjabaran tupoksi berdasarkan inovasi kreasi pengelolaan TN, program dan kegiatan TN

Dokumentasi TN dan informan kunci Ketepatan Penerapan Model BLU - Persyaratan Substantif - Persyaratan Teknis

Barang dan jasa yang dihasilkan TN, dokumentasi terkait, peraturan perundangan

Dokumentasi terkait anggaran dan biaya pengelolaan, sumber dan jumlah pendapatan PNBP, jenis dan jumlah sumber daya, jumlah pengunjung, tarif, peraturan perundangan, dokumentasi terkait pelibatan stakeholder.

Dokumentasi terkait dan informan kunci

Implikasi Penerapan BLU bagi Pengelolaan TN Mmandiri yang Berkelanjutan.

Penerapan BLU satker lain, penerapan bisnis mandiri dan persiapan sistem pengelolaan BLU Ditjen PHKA

Dokumentasi terkait dan informan kunci

3.4. Metode Analisa Data

Analisis data dilakukan secara bertahap berdasarkan ruang lingkup penelitian, yaitu identifikasi penjabaran tupoksi TN, analisis ketepatan penerapan model BLU dalam pengelolaan menuju TN Mandiri, dan analisis implikasi model BLU menuju pengelolaan TN Mandiri yang berkelanjutan.

3.4.1. Identifikasi Penjabaran Tupoksi TN

Identifikasi penjabaran tupoksi TN dilaksanakan melalui analisis deskriptif (Miles & Huberman 1992) dan analisis isi (content analysis) (Neuman 2006). Penjabaran tupoksi TN diidentifikasi untuk kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu periode 2007 sampai 2011 sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional yang menyatakan bahwa tugas pokok TN adalah melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan

(44)

23

pengelolaan kawasan TN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjalankan fungsi yang meliputi :

1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan TN.

2. Pengelolaan kawasan TN.

3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan TN. 4. Pengendalian kebakaran hutan.

5. Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya.

7. Kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan.

8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TN.

9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam. 10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Masing-masing penjabaran tupoksi TN kemudian diidentifikasi barang dan/atau jasa yang dihasilkannya berdasarkan PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang menyatakan bahwa TN dapat dimanfaatkan untuk kegiatan :

1. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam.

3. Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam.

4. Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.

5. Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.

6. Pemanfaatan tradisional berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.

Menurut Sinambela et al. (2008) pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

Gambar

Tabel 3 Jenis data yang dikumpulkan dan sumber data
Gambar 1  Peta kawasan Taman Nasional Komodo.
Tabel  6    Penjabaran  tupoksi  Penataan  Zonasi,  Penyusunan  Rencana  Kegiatan,  Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Kawasan TN
Tabel 7  Penjabaran tupoksi Pengelolaan Kawasan TN
+7

Referensi

Dokumen terkait