• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Menyimpang dan Anti Sosial dalam Masyarakat Oleh: Novi Catur Muspita * Kata kunci: perilaku menyimpang, subkultur menyimpang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perilaku Menyimpang dan Anti Sosial dalam Masyarakat Oleh: Novi Catur Muspita * Kata kunci: perilaku menyimpang, subkultur menyimpang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Novi Catur Muspita Abtrak

Perilaku menyimpang dan anti sosial tidak selalu berupa tindak kejahatan besar seperti korupsi, menganiaya atau membunuh, merampok, melainkan bisa pula hanya tindakan pelanggaran kecil seperti berkelahi dengan teman, suka meludah di sembarang tempat, melanggar peraturan lalu lintas seperti pengendara tetap melaju pada saat lampu merah menyala dan sebagainya yang kesemuanya itu akan berakibat keresahan dan kerugian diri sendiri maupun orang lain. Sosio-antropologi mempelajari perilaku menyimpang karena orang yang berperilaku menyimpang cenderung mengabaikan nilai budaya masyarakatnya. Asal mula terjadinya subkultur menyimpang karena ada interaksi di antara sekelompok orang yang mendapat status atau cap menyimpang.

Kata kunci: perilaku menyimpang, subkultur menyimpang

A.Pendahuluan

Fenomena perilaku menyimpang dan anti sosial dalam kehidupan bermasyarakat memang menarik untuk dibicarakan. Akhir-akhir ini dengan perkembangan teknologi dan media cetak maupun media elektronik disisi lain memberikan akses informasi yang mudah dan cepat, namun di sisi lain banyak suatu dampak yang sangat meresahkan. Dampak tersebut seperti maraknya video porno yang beredar di masyarakat, yang pemerannya adalah para siswa SMP, SMA, dan mahasiswa. Hal ini sangat mudah tesebar dengan fasilitas HP yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karena penasaran dengan perilaku menyimpang akhirnya semakin banyak beredarnya video tersebut di masyarakat. Hal tersebut merupakan salah satu contoh perilaku menyimpang dan anti sosial yang kian mengkhawatirkan bagi masyarakat.

Selain itu, sisi yang menarik bukan saja karena pemberitaan tentang berbagai perilaku manusia yang menyimpang atau anti sosial itu dapat mendongkrak oplah media massa dan rating dari suatu mata acara di stasiun televisi, tetapi juga karena tindakan-tindakan menyimpang dianggap dapat mengganggu ketertiban masyarakat. Kasus-kasus pelanggaran norma susila dan berbagai tindakan kriminal yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi, atau gosip-gosip gaya hidup selebritis yang terkesan jauh berbeda dengan kehidupan nyata masyarakat, meskipun

(2)

dicari penontonnya karena dapat memenuhi hasrat ingin tahu mereka, juga sering kali dicaci karena perilaku yang dianggap tidak layak dan tidak pantas.

Perilaku menyimpang kemudian menyiratkan pesan, meskipun tidak ada masyarakat yang seluruh warganya dapat menaati dengan patuh seluruh aturan norma sosial yang berlaku tetapi apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, maka hal itu telah dianggap mencoreng aib sendiri, keluarga maupun komunitas besarnya. Sebagai akibatnya, masyarakat bertindak dengan cara mengefektifkan kontrol sosial, misalnya dengan bergunjing atau rerasan. Media massa sebagai kepanjangan tangan kontrol masyarakat seringkali juga menampilkan berita yang memojokkan seseorang atau sekelompok orang yang dianggap menyimpang. Menghujat atau bahkan mengucilkan orang-orang yang dianggap menyimpang merupakan salah satu bentuk hukuman yang cukup berat. Kontrol tersebut sebenarnya juga adalah reaksi masyarakat terhadap tindakan yang

tidak sesuai dengan norma-norma sosial.1

Kontrol sosial sangat berpengaruh dalam mengendalikan dan mengurangi perilaku menyimpang dan anti sosial dalam masyarakat. Pada masyarakat yang kontrol sosialnya rendah, maka akan banyak peluang masyarakat untuk melakukan perilaku menyimpang dan anti sosial. Salah satu penyebab adalah faktor niat dan kesempatan, sehingga apabila kesempatan untuk berperilaku menyimpang dan anti sosial itu besar, maka akan memberi pengaruh terhadap peluang anggota masyarakat untuk berperilaku menyimpang dan anti sosial dalam masyarakat.

B.Terminologi Perilaku Menyimpang dan Anti Sosial

Menyebut namanya saja kita sudah dapat menduga bahwa yang dimaksud dengan perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku. Secara sederhana, memang dapat dikatakan bahwa seseorang berperilaku menyimpang apabila menurut anggapan sebagian besar masyarakat (minimal di suatu kelompok atau komunitas tertentu) perilaku atau tidakan tersebut di luar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai-nilai, atau norma sosial yang berlaku.

Menurut Robert M.Z. Lawang, perilaku menyimpang merupakan semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang. Lebih luas lagi,

1Masri Singarimbun, Kelangsungan Hidup Anak, (Yogyakarta: Gadjah Mada

(3)

para ahli berusaha mendefinisikan perilakumenyimpang, seperti James W. van der Zanden mendefinisikan perilaku menyimpang sebagai perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di

luar batas toleransi.2 Ronald A. Hardert, perilaku menyimpang adalah

setiap tindakan yang melanggar keinginan-keinginan bersama sehingga dianggap menodai kepribadian kelompok yang akhirnya si pelaku dikenai sanksi. Keinginan bersama yang dimaksudkan adalah sistem nilai dan norma yang berlaku.

Selain ketiga tokoh di atas, Hendropuspito mengemukakan bahwa orang atau kelompok yang melakukan perilaku menyimpang tidak berarti merekamelepaskan diri dari segala pola sosial budaya. Dia hanya melawan pola kelakuan tertentu yang hidup dalam masyarakatnya. Disebut melawan karena dalam lingkungan masyarakat itu dia menggunakan kaidah lain yang diambil dari lingkungan masyarakat lainnya.

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok sosial yang tidak sesuai atau melawan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah yang berlaku di masyarakat tersebut berwujud nilai dan norma yang mengatur perbuatan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

Perilaku menyimpang dan anti sosial tidak selalu berupa tindak kejahatan besar seperti korupsi, menganiaya atau membunuh, dan merampok, melainkan bisa pula hanya tindakan pelanggaran kecil seperti berkelahi dengan teman, suka meludah di sembarang tempat, melanggar peraturan lalu lintas seperti pengendara tetap melaju pada saat lampu merah menyala dan sebagainya yang kesemuanya itu akan berakibat meresahkan dan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sosio-antropologi mempelajari perilaku menyimpang karena orang yang

berperilaku menyimpang cenderung mengabaikan nilai budaya

masyarakatnya. Asal mula terjadinya subkultur menyimpang karena ada interaksi di antara sekelompok orang yang mendapat status atau cap menyimpang.

C.Perlunya Mempelajari Perilaku Menyimpang

Tujuan mempelajari perilaku menyimpang bukan agar kita juga menjadi menyimpang, melainkan untuk mengetahui apa yang menjadi penyebabnya dan bagaimana melakukan pencegahan terhadapnya. Belajar perilaku menyimpang berarti juga akan memahami bahwa di dalam berinteraksi dengan orang lain, kita dikelilingi oleh rambu-rambu tertib

(4)

sosial. Kita harus sadar dalam berinteraksi dengan orang lain harus ada tatakrama dan berpegang pada tertib sosial yang berlaku.

Adalah suatu hal mutlak apabila di dalam setiap kelompok masyarakat akan selalu disertai dengan sejumlah tata tertib dan aturan yang diakui bersama keberadaannya. Rambu-rambu yang ada di masyarakat ada yang tertulis, tetapi ada pula yang tidak tertulis, seperti adat istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang ditegakkan di masyarakat. Tata tertib itu diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi antar warga masyarakat. Oleh karena itu, orang-orang yang berperilaku menyimpang, baik sengaja maupun tidak dapat dianggap telah mengabaikan tata tertib atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh masyarakat.

D.Ilmu yang Mempelajari Perilaku Menyimpang

Dalam khazanah ilmu-ilmu sosial, selain sosiologi, disiplin lain yang mempelajari perilaku menyimpang diantaranya adalah psikologi. Psikologi lebih menekankan pada proses-proses yang terjadi secara individual, tetapi dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial. Misalnya, dalam berinteraksi perilaku individu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Berdasarkan pemikiran itu dapat dipahami mengapa perilaku anak-anak adalah cerminan perilaku orang-orang dewasa di sekitar mereka.

Antropologi juga mempelajari perilaku menyimpang karena orang-orang yang berperilaku menyimpang cenderung mengabaikan nilai-nilai budaya kelompok atau masyarakatnya. Melalui nilai-nilai budaya, maka akan diketahui karakteristik, tata aturan, dan kaidah-kaidah yang ada di dalam kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian, akan diketahui pula berbagai perilaku yang spesifik dari masing-masing kelompok dan berbagai perbedaan berperilaku di antara anggota-anggota masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk memahami “penyimpangan” perilaku

yang dilakukan oleh etnis atau kultur tertentu.3

Ilmu hukum dan kriminologi juga memiliki perhatian pada studi perilaku menyimpang. Kedua ilmu itu berkepentingan dalam mempelajari sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya penyimpangan perilaku atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para penyimpang itu. Dengan mengetahui penyebabnya, mereka dapat merumuskan kebijakan (untuk studi kriminologi) dan aturan hukum (untuk studi ilmu hukum) guna mencegah berulangnya pelanggaran-pelanggaran sosial. Namun, kalaupun

3Laning Dwi Vina, Sosiologi untuk SMA, (Jakarta: Departemen Pendidikan

(5)

pelanggaran itu berkali-kali terjadi, ilmu hukum berkepentingan untuk menetapkan bentuk-bentuk hukuman yang dapat membuat jera pelakunya.

E.Perilaku yang Digolongkan Sebagai Menyimpang

Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang, antara lain adalah:

1. Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan

nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contoh tindakan nonconform itu, misalnya memakai sandal butut ke kampus atau ke tempat-tempat formal; membolos atau meninggalkan pelajaran pada jam-jam kuliah dan kemudian titip tanda tangan pada teman, merokok di area larangan merokok, membuang sampah bukan pada tempatnya dan sebagainya.

2. Tindakan yang antisosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan

kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan itu antara lain: menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman, keinginan untuk bunuh diri, minum-minuman keras, menggunakan narkotika, terlibat di dunia prostitusi, penyimpangan seksual (homoseksual dan lesbianisme) dan sebagainya.

3. Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah

melanggar aturan-aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Tindakan kriminal yang sering ditemui itu misalnya pencurian, perampokan, pembunuhan, korupsi, perkosaan dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya, baik yang tercatat di kepolisian maupun yang tidak tercatat karena tidak dilaporkan oleh masyarakat, tetapi nyata-nyata mengancam ketentraman masyarakat.

F.Relativitas Perilaku Menyimpang

Meskipun secara nyata dapat disebutkan berbagai bentuk perilaku menyimpang, namun mendefinisikan arti perilaku menyimpang itu sendiri merupakan hal yang sulit karena kesepakatan umum tentang itu berbeda-beda di antara berbagai kelompok masyarakat. Ada segolongan orang yang menyatakan perilaku menyimpang adalah ketika orang lain melihat perilaku itu sebagai sesuatu yang berbeda dari kebiasaan umum. Namun, ada pula yang menyebutkan perilaku menyimpang sebagai tindakan yang dilakukan oleh kelompok minoritas atau kelompok-kelompok tertentu yang memiliki nilai dan norma sosial berbeda dari kelompok sosial yang lebih dominan.

Definisi tentang perilaku menyimpang dengan demikian bersifat relatif, tergantung dari masyarakat yang mendefinisikannya, nilai-nilai budaya dari suatu masyarakat, dan masa, zaman, atau kurun waktu

(6)

tertentu. Jadi amatlah wajar bila di berbagai kelompok masyarakat mempunyai anggapan yang berbeda-beda mengenai tindakan yang digolongkan sebagai menyimpang. Misalnya pada tata cara menunjuk seseorang, di Indonesia apabila kita memanggil seseorang dengan menunjuk hidungnya, maka tindakan tersebut dianggap tidak sopan, kurang ajar atau menyimpang. Tetapi bila kita berada di komunitas Cina, menyebut seseorang dengan menunjuk hidungnya adalah hal yang wajar.

Hal lain yang juga menyebabkan perilaku menyimpang bersifat relatif adalah karena perilaku menyimpang itu juga dianggap seperti gaya hidup, kebiasaan-kebiasaan, fashion atau mode yang dapat berubah dari zaman ke zaman. Pada masa lalu jika ada laki-laki atau perempuan yang memasuki usia 25 tahun tetapi belum bersedia menikah dianggap sebagai jejaka atau perawan tua yang dapat membawa aib keluarga. Tetapi pada masa kini usia 25 tahun adalah masa yang menyenangkan untuk kuliah, berteman, mengeksplorasi kehidupan dan mengembangkan karier.

Terjadinya perilaku menyimpang, sebagaimana juga perilaku yang tidak menyimpang (conform), dipastikan selalu ada dalam setiap kehidupan bermasyarakat. Lebih-lebih pada masyarakat yang bersifat terbuka atau mungkin permisif (serba boleh atau kontrol sosialnya sangat longgar). Pada masyarakat yang semakin modern dan gaya hidup warganya semakin kompleks berbagai penyimpangan perilaku berseiring dengan perilaku normal, seperti halnya ada sifat baik dan buruk, ada hitam dan putih, atau surga dan neraka.

G.Empat Definisi Tentang Perilaku Menyimpang

Pertama, secara statistikal. Definisi secara statistikal ini adalah salah satu yang paling umum dalam pembicaraan awam. Adapun yang dimaksud dengan penyimpangan secara statistikal adalah segala perilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan tidak sering dilakukan. Pendekatan ini berasumsi bahwa sebagian besar masyarakat diannggap melakukan cara-cara dan tindakan yang benar. Definisi ini sulit diterima, karena dapat mengarah pada beberapa kesimpulan yang membingungkan. Misalnya, ada kelompok-kelompok minoritas yang memiliki kebiasaan dari kelompok mayoritas, maka apabila menggunakan definisi statistikal, kelompok-kelompok tersebut dianggap sebagai orang-orang yang menyimpang.

Kedua, secara absolut atau mutlak. Definisi perilaku menyimpang yang berasal dari kaum absolutis ini berangkat dari aturan-aturan sosial yang dianggap sebagai sesuatu yang “mutlak” atau jelas dan nyata, sudah ada sejak dulu, serta berlaku tanpa terkecuali, untuk semua warga masyarakat. Kelompok absolutis berasumsi, bahwa aturan-aturan dasar

(7)

dari suatu masyarakat adalah jelas dan anggota-anggotanya harus menyetujui tentang apa yang disebut sebagai menyimpang dan bukan. Itu karena standar atau ukuran dari suatu perilaku yang dianggap conform sudah ditentukan terlebih dahulu, begitu pula dengan apa yang disebut menyimpang juga sudah ditetapkan secara tegas. Dengan demikian, diharapkan setiap orang dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap dan menghindari perilaku yang dianggap menyimpang. Contoh penerapan definisi menyimpang secara absolut, pada umumnya terjadi di komunitas pedesaan atau masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat serta nilai-nilai tradisional.

Ketiga, secara reaktif. Perilaku menyimpang menurut kaum reativis bila berkenaan dengan reaksi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan seseorang. Artinya, apabila ada reaksi dari dari masyarakat atau agen kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap atau tanda (labeling) terhadap si pelaku, maka perilaku itu telah dicap menyimpang, demikian pula dengan si pelaku juga dikatakan menyimpang. Kaum reaktivis menolak anggapan, bahwa apa yang dipertimbangkan menyimpang tergantung dari kualitas pembawaan lahir seseorang atau tindakan-tindakan yang dianggap sebagai pembawaan lahir seseorang. Kaum reaktivis juga menolak anggapan bahwa perilaku menyimpang adalah turunan atau warisan genetis orang tuanya.

Keempat, secara normatif. Sudut pandang ini didasarkan atas asumsi bahwa penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari suatu norma sosial. Pelanggaran-pelanggaran terhadap norma, sering kali diberi sanksi oleh penonton sosialnya. Sanksi-sanksi tersebut merupakan tekanan dan sebagian besar anggota masyarakat yang merasa konform dengan norma-norma tersebut. Ada dua konsepsi umum tentang norma-norma, yaitu: (1) sebagai suatu evaluasi atau penilaian dari tingkah laku, yaitu penilaian terhadap perilaku yang dianggap baik atau tidak seharusnya terjadi; (2) sebagai tingkah laku yang diharapkan atau dapat diduga, yaitu menunjuk pada aturan-aturan tingkah laku yang didasarkan pada kebiasaan atau adat istiadat masyarakat. Jadi definisi normatif dari suatu perilaku menyimpang adalah tindakan atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma, dimana tindakan-tindakan tersebut tidak disetujui dan dianggap tercela

dan akan mendapatkan sanksi negatif dari masyarakat.4

4Saparinah Sadli, Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang, (Jakarta: Bulan

(8)

H.Penyebab Orang Berperilaku Menyimpang dan Anti Sosial Kualitas tindakan menyimpang yang dilakukan seseorang dapat di-kategorikan berdasarkan rangkaian pengalamannya dalam melakukan tindakan tersebut. Rangkaian pengalaman atau karier menyimpang seseorang dimulai dari penyimpangan-penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadarinya. Jenis penyimpangan semacam ini disebut dengan primary deviance (penyimpangan primer). Penyimpangan jenis ini dialami oleh seseorang mana kala ia belum memiliki konsep sebagai menyimpang atau tidak menyadari jika perilakunya menyimpang. Bentuk penyimpangan primer ini biasanya dialami oleh seseorang yang tidak menyadari bahwa perilakunya dapat menjurus ke arah penyimpangan yang lebih berat. Sekelompok anak yang mengambil mangga dari pohon milik tetangga tanpa meminta ijin terlebih dulu pada pemiliknya dianggap sebagai bagian dari kenakalan biasa, bukan suatu bentuk pencurian. Sepasang remaja yang sedang berpacaran dianggap tidak menyimpang sepanjang mereka tidak melakukan hubungan sex pranikah.

Penyimpangan yang lebih berat akan terjadi apabila seseorang sudah sampai pada tahap secondary deviance (penyimpangan sekunder), yaitu suatu tindakan menyimpang yang berkembang ketika perilaku dari si penyimpang itu mendapat penguatan (reinforcement) melalui keterlibatannya dengan orang atau kelompok yang juga menyimpang. Bentuk penyimpangan sekunder itu juga berasal dari penguatan penyimpangan

primer.5

Tindakan menyimpang, baik primer maupun sekunder, tidak terjadi begitu saja tetapi berkembang melalui suatu periode waktu dan juga sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksi yang melibatkan intepretasi tentang kesempatan untuk bertindak menyimpang. Karier menyimpang juga didukung oleh pengendalian diri yang lemah serta kontrol masyarakat yang longgar (permisif). Misalnya ada seseorang melihat kunci tertinggal di sebuah mobil. Bisa jadi ia mengintepretasikan situasi tersebut sebagai kesempatan untuk memiliki mobil dengan cara yang mudah, kebetulan pula pada saat itu tidak ada orang lain yang tahu atau mencegahnya maka situasi itu digunakan sebagai suatu kesempatan untuk mencuri.

Perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat tidak dapat dijelaskan secara sederhana. Begitu banyak sebab-sebab orang melakukan perilaku menyimpang. Namun, penulis akan menganalisa apa penyebabnya. Pertama lingkungan pergaulan, jika seseorang bergaul dengan sekelompok orang yang berperilaku menyimpang dalam jangka waktuyang lama, maka seseorang tersebut lambat laun akan berperilaku

(9)

sama seperti kelompoknya. Dengan bergaul, seseorang mengamati keadaan dari lingkungan kelompoknya. Seiring waktu berjalan, seseorang dengan sendirinya akan mensosialisasi apa saja yang menjadi nilai dan norma yang dianut oleh kelompok tersebut. Jika lingkungan seseorang mempertontonkan aneka perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, maka dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut melakukan hal serupa. Hal ini disebabkan terjadinya alih budaya (cultural transmission) dari bentuk menyimpangkepada individu tersebut. Penerimaan individu terhadap budaya baru ternyata berlawanan dengan kaidah sosial yang dipatuhi masyarakat. Oleh karena itu, individu tersebut dinamakan menyimpang (deviant). Biasanya yang menjadi korban adalah anak-anak. Mereka belum mempunyai filter yang kuat untuk memilah hal-hal baru yang datang kepadanya sementara teman pergaulannya tidak intensif mensosialisasi nilai dan norma yang ideal.

Kedua dorongan ekonomi. Kebutuhan dorongan ekonomi berpotensi menimbulkan penyimpangan sosial. Setiap orang mempunyai harapan-harapan untuk mempunyai penghidupan yanglebih baik terutama dalam bidang ekonomi. Namun, keadaan ekonomi yang baik ternyata tidak mudah diwujudkan, diperlukan pengorbanan dan perjuanganyang tidak mudah. Hal tersebut dapat mendorong orang berbuat jahat yang dapat merugikan orang lain. Seperti mencopet, mencuri, merampok, dan lain-lain yang semua perbuatan tersebut menyimpang dari tata nilai dan aturan dalam masyarakat.

Ketiga, keinginan untuk dipuji atau gaya-gayaan, dengan pujian orang lain, keberadaan kita sebagai manusia diakui, harga diri, dan martabat kita menjadi meningkat. Perasaan inilah yang mendorong orang melakukan penyimpangan sosial. Misalnya, supaya dianggap anak yang pandai, Anto berusaha menyontek saat ujian atau karena ingin dianggap orang kaya orang berpenampilan semewah mungkin. Walaupun untuk mendapatkan semua itu orang harus melakukan cara-cara yang tidak halal.

Keempat pelabelan. Istilah pelabelan dalam penyimpangan sosial dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Menurutnya, seseorang melakukan perilaku menyimpang karena diberi cap (label) negatif oleh masyarakat. Semula, dia hanya melakukan penyimpangan primer (primary deviation), kemudian anggapan ini lebih dikenal dengan nama teori pelabelan. Misalnya, seorang siswa ingin mendapatkan nilai baik dan mendapatkan prestasi yang gemilang. Pada saat ujian dia berusaha menyontek. Namun, usahanya diketahui oleh guru yang menjadi pengawas saat itu, kemudian guru tersebut menegurnya dan memberikan nilai nol. Karena peristiwa itu, teman-teman mengejek dan mengolok-oloknya, teman-temannya selalu menceritakan kesalahannya kepada siswa lain, lambat laun dia dicap

(10)

sebagai penyontek. Label itu melekat pada dirinya dan seolah-olah menjadi identitas pribadi. Kini teman-teman menjulukinya ”tuan sontek yang gagal”. Sebagai reaksi pelabelan tersebut, dia berusaha membuktikan bahwa dia ”penyontek yang lihai” pada setiap kesempatan yang ada. Oleh karena itulah, menyontek kini menjadi kebiasaannya setiap kali ujian. Bahkan dia menyiapkan bermacam-macam cara menyontek agar tidak ketahuan guru pengawas ujian.

Kelima gangguan jiwa atau mental, gangguan jiwa atau mental seseorang mampu menjadi penyebab seseorang tersebut melakukan perilaku penyimpangan sosial. Berjalan tanpa tujuan, tertawa dan berbicara sendiri, mencerca dan memaki orang-orang di dekatnya, bahkan bertelanjang badan tanpa seutas pakaian di sepanjang jalan. Pada kasus ini, rusaknya kesehatan jiwa atau mental dapat menjadikan seseorang berperilaku menyimpang. Hal ini disebabkan dalam kondisi sakit jiwa seseorang tidak mampu lagi memahami nilaidan norma yang ada.

Keenam pengaruh media massa, di era globalisasi seperti saat ini perkembangan media massa mengalami kemajuan pesat. Pada hakikatnya, media massa mempunyai kemampuan kuat dalam memengaruhi perilaku seseorang. Sebagaimana diungkapkan oleh Sudjito Sastrodiharjo yang dikutip oleh Abdulsyani, jika seseorang menonton film tentang kekerasan, maka setelah selesai menonton film dia akan bersikap seperti pelaku dalam film tersebut. Belum lagi pengaruh global penyebaran narkoba serta gaya hidup permisif, materialistis dan konsumtif. Selain itu, masalah kecanduan rokok, minuman keras dan gaya hidup bebas sekarang telah memasuki bukan saja dunia remaja, namun anak-anak SD hingga bangku perguruan tinggi. Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan betapa besar pengaruh

media masa terhadap perkembangan masyarakat.6

I. Subkultur Menyimpang

Perilaku menyimpang tidak saja dilakukan secara perorangan, tapi tidak jarang juga dilakukan secara berkelompok. Penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok disebut dengan subkultur menyimpang. Asal mula terjadinya subkultur menyimpang karena adanya interaksi di antara sekelompok orang yang mendapatkan status atau cap menyimpang. Melalui interaksi dan intensitas pergaulan yang cukup erat diantara mereka, maka terbentuklah perasaan senasib dalam menghadapi dilema yang sama. Para anggota dari subkultur seperti itu memiliki perasaan saling pengertian dan memiliki jalan pikiran, nilai dan norma serta aturan bertingkah laku yang berbeda dengan norma-norma sosial masyarakat

(11)

pada umumnya (kultur dominan). Dilema bagi orang-orang yang tergabung di dalam subkultur menyimpang adalah bahwa mereka terlanjur dicap sebagai menyimpang dan dengan cap yang disandangnya mereka berusaha menghindari hukuman masyarakat.

Para anggota dari suatu subkultur menyimpang biasanya juga mengajarkan kepada anggota-anggota barunya tentang berbagai keterampilan untuk melanggar hukum dan menghindari kejaran agen-agen kontrol sosial. Mereka juga mendoktrinasi suatu keyakinan yang berbeda dari keyakinan yang dianut mayoritas masyarakat kepada anggota yuniornya. Begitu pula ketika menerima keanggotaan baru, ujian yang cukup keras akan diberlakukan kepada anggota-anggota baru itu.

Meskipun subkultur yang menyimpang mengajarkan kepada para anggotanya untuk menjalankan kehidupan yang menyimpang juga (multiple deviance), tetapi tidak selamanya anggota-anggota dari kelompok yang menyimpang itu benar-benar bersedia menjalani kehidupan menyimpang. Bahkan orang-orang yang biasa terjun dalam praktik menyimpang yang sistematis, sebetulnya mereka adalah orang yang tidak memiliki loyalitas yang tinggi pada kelompok mana pun. Rendahnya loyalitas terhadap kelompok disebabkan oleh sifat kerjanya yang menuntut mereka memakai nama samaran dan selalu mobile agar tidak mudah terlacak. Dengan demikian, ia harus bersikap wajar dan merasa dirinya dapat hidup dan berinteraksi dengan masyarakat biasa.

J. Teori Perilaku Menyimpang yang Berperspektif Sosiologis

Pemahaman tentang bagaimana seseorang atau sekelompok orang dapat berperilaku menyimpang dapat dipelajari dari berbagai perspektif teoritis. Paling tidak ada dua perspektif yang bisa digunakan untuk memahami sebab-sebab dan latar belakang seseorang atau sekelompok orang berperilaku menyimpang. Yang pertama adalah perspektif individualistik dan yang kedua adalah teori-teori sosiologi.

Teori-teori individualistik berusaha mencari penjelasan tentang munculnya tindakan menyimpang melalui kondisi yang secara unik mempengaruhi individu. Warisan genetis-biologis atau pengalaman-pengalaman awal dari kehidupan seseorang di dalam keluarganya adalah beberapa sebab yang diduga melatarbelakangi perilaku menyimpang pada diri seseorang. Teori-teori individualistik sebagian besar didasarkan pada proses-proses yang sifatnya individual dan mengabaikan proses sosialisasi atau belajar tentang norma-norma sosial yang menyimpang. Perspektif ini

(12)

juga mengabaikan faktor-faktor kelompok atau budaya yang dapat

melatarbelakangi tindakan menyimpang seseorang.7

Berbeda halnya dengan teori individualistik, teori-teori yang berperspektif sosiologis tentang penyimpangan berupaya menggali kondisi-kondisi sosial yang mendasari penyimpangan. Beberapa hal yang dianggap bersifat sosiologis dalam memahami tindakan menyimpang, misalnya proses penyimpangan yang ditetapkan oleh masyarakat; bagaimana faktor-faktor kelompok dan subkultur berpengaruh terhadap terjadinya perilaku menyimpang pada seseorang; dan reaksi-reaksi apa yang diberikan oleh masyarakat pada orang-orang yang dianggap menyimpang dari norma-norma sosialnya.

Secara umum, ada dua tipe penjelasan dalam perspektif sosiologis tentang penyimpangan, yaitu sturktural dan prosesual. Pada penjelasan yang bersifat struktural ada sejumlah asumsi yang mendasarinya. Pertama, penyimpangan dihubungkan dengan kondisi-kondisi struktural tertentu dalam masyarakat. Kedua, menjelaskan penyimpangan sebagai suatu proses epidemiologi, yaitu suatu kondisi dimana distribusi atau penyebaran penyimpangan dapat terjadi dalam waktu dan tempat tertentu, atau dari suatu kelompok ke kelompok lainnya. Ketiga, menjelaskan bentuk-bentuk tertentu dari penyimpangan sebagai suatu fenomena yang terjadi di berbagai strata sosial, baik di kelas bawah maupun kelas atas.

Penjelasan yang bersifat prosedural didasarkan pada: (1) gambaran tentang proses individu sampai pada tindakan atau perilakunya yang menyimpang; (2) penjelasan tentang sebab-sebab terjadinya tindakan menyimpang yang spesifik (disebut sebagai penjelasan yang bersifat etiologi); (3) penjelasan tentang bagaimana orang-orang tertentu sampai

melakukan tindakan menyimpang.8 Kedua perspektif di atas dalam

penerapannya kadangkala tidak dapat dibedakan secara tegas karena keduanya memiliki penjelasan yang komprehensif dan saling tumpang tindih. Akan tetapi sangat bermanfaat apabila kedua pendekatan itu dapat digunakan bersama untuk menjelaskan fenomena tentang terjadinya penyimpangan.

K.Penutup

Perilaku menyimpang dan anti sosial adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku. Tujuan mempelajari perilaku menyimpang

7Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: PT. Eresco,

1992).

(13)

bukan agar kita juga menjadi menyimpang, melainkan untuk mengetahui apa yang menjadi penyebabnya dan bagaimana melakukan pencegahan terhadapnya. Ilmu-ilmu sosial yang mempelajari perilaku menyimpang adalah sosiologi, psikologi, antropologi, ilmu hukum dan kriminologi.

Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang, antara lain adalah tindakan yang nonconform, tindakan yang anti sosial dan tindakan kriminal. Meskipun secara nyata kita dapat menyebutkan berbagai bentuk perilaku menyimpang, namun mendefinisikan arti perilaku menyimpang itu sendiri merupakan hal yang sulit karena kesepakatan umum tentang itu berbeda-beda di antara berbagai kelompok masyarakat.

Rangkaian pengalaman atau karier menyimpang seseorang dimulai dari penyimpangan-penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadarinya. Perilaku menyimpang tidak saja dilakukan secara perorangan, tapi tidak jarang juga dilakukan secara berkelompok. Penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok disebut dengan subkultur menyimpang. Asal mula terjadinya subkultur menyimpang karena adanya interaksi di antara sekelompok orang yang mendapatkan status atau cap menyimpang.

Ada dua perspektif yang bisa digunakan untuk memahami sebab-sebab dan latar belakang seseorang atau sekelompok orang berperilaku menyimpang. Yang pertama adalah perspektif individualistik dan yang kedua adalah teori-teori sosiologi. Secara umum, ada dua tipe penjelasan dalam perspektif sosiologis tentang penyimpangan, yaitu struktural dan prosedural.

(14)

Daftar Pustaka

Atmasasmita, Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT. Eresco, 1992.

Singarimbun, Masri, Kelangsungan Hidup Anak, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988.

Sadli, Saparinah, Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Vina, Laning Dwi, Sosiologi untuk SMA, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Press, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Model komunikasi ini secara jelas mengilustrasikan komunikasi sebagai proposisi dua arah, komunikator dan recipient s aling tergantung satu sama lain dan terhubung satu sama lain

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Café X bersaing pada atribut kesegaran bahan-bahan minuman, minuman yang ditawarkan di dalam menu selalu tersedia, rasa makanan

Promjer svrdla također je jedan od bitnih faktora koji utječe na temperaturu kosti tijekom bušenja.. Porastom promjera povećava se i kontaktna površina između svrdla i

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rauf (2014), bahwa semakin tinggi nilai kuat tarik tegak lurus, maka kualitas papan partikel semakin baik karena

Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil pembuatan program yang berisikan: Aplikasi “Analisa Metode Algoritma Arithmetic Mean Filter Untuk Mereduksi Noise

MiEarly Care (MEC) adalah produk Pertanggungan tambahan ( rider ) yang memberikan santunan ketika Tertanggung menderita salah satu dari 88 (delapan puluh

Berdasarkan perhitungan pada tahap 2 diperoleh pada nilai C terakhir adalah 0, berarti cek digitnya sama dengan 0 (sama dengan angka nol yang paling kanan dalam deretan angka

Lebih lanjut, sebagaimana hasil wawancara m peneli dengan Pejabat Kepala Seksi Pemerintahan Aceh, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, serta Kementerian Dalam Negeri; pihak