• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KARAKTER ANATOMI BATANG BEBERAPA JENIS BAMBU DI HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH ANAI Oleh Harizqi Azri, Tesri Maideliza 1, Lince Meriko 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KARAKTER ANATOMI BATANG BEBERAPA JENIS BAMBU DI HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH ANAI Oleh Harizqi Azri, Tesri Maideliza 1, Lince Meriko 2."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KARAKTER ANATOMI BATANG BEBERAPA JENIS

BAMBU DI HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH ANAI

Oleh

Harizqi Azri, Tesri Maideliza1, Lince Meriko2.

Program studi pendidikan biologi STKIP PGRI Sumatera Barat 1. Dosen Jurusan Biologi Universitas Andalas, Padang 2. Dosen Program Studi Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

Bamboo distributed in various places in West Sumatera, including at Anai Valley Nature Reserve Tanah Datar District. Anai Valley Nature Reserve has a high biodiversity that estimated diversity at Anai Valley is quite high. Descriptions using the bamboo flower organs was difficult because most rare bamboo flowering and some have not flowering. It is necessary to look for other alternatives as descriptions of materials, namely by using the anatomical structure of vegetative organs such as culm. To determine the type of bamboo that is at Anai Valley Nature Reserve has conducted investigated on morphological and anatomical characters some of bamboo species, using descriptive and quantitative methods were conducted in March-July 2013. Specimens of bamboo identified in Herbarium Andalas University (ANDA) Padang. Making preparations carried out in the Laboratory of Structural Plant Development, Department of Biology, Andalas University, Padang. Results of present study, six species of bamboo in Anai Valley Nature Reserve are: Bambusa balcooa (Roxb.) Voigt, Schizostachyum brachycladum Kurz, Bambusa glaucophylla Widjaja, Schizostachyum silicatum Widjaja, Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl, Schizostachyum mampouw. Anatomical culm structure of B.balcooa, B.glaucophylla. and B.vulgaris, tends to have a dominant fiber outer sheath compared with Schizostachyum genus. Genus Bambusa consists of 6-9 rows that have a separate fiber sheath of vascular bundle centripetally, while the genus Schizostachyum obtained 3-4 rows. Longest fiber in Bambusa vulgaris get on that 2830±32 m and the shortest on Bambusa glaucophylla is 1855±20 m . While the width of the fiber diameter on Scyzostachyum silicatum at 28±4 m and narrowest on Bambusa vulgaris is 19±4 m. Comparison perenkim cell diameter of the rod toward the edge of the shows that growth stems from the edges toward the inside

Keywords : anatomy, bamboo, culm, diversity, morphology.

PENDAHULUAN

Bambu tersebar di berbagai tempat di Sumatera Barat, salah satu diantaranya di hutan lindung Cagar Alam Lembah Anai yang berada di wilayah administratif Kabupaten Tanah Datar. Kondisi ekologis hutan lindung Cagar Alam Lembah Anai memiliki biodiversitas tinggi, sehingga diperkirakan bambu memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Namun, kenyataan yang terjadi adalah

tidak semua jenis bambu dikenal oleh masyarakat dengan baik.

Penggunaan organ bunga untuk pertelaan nama ilmiah pada bambu sulit dilakukan untuk bambu yang ada di Indonesia, karena kebanyakan bambu jarang berbunga bahkan ada yang tidak berbunga sepanjang hidupnya. Karena jarang didapatkannya bunga pada bambu maka perlu di cari alternatif lain sebagai pertelaan untuk mengidentifikasi

(2)

bambu, yaitu pertelaan anatomi dengan memakai organ vegetatif seperti batang, seludang batang dan daun (Maideliza,1995b).

METODE PENELITIAN

Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret-Juli 2013. Pembuatan preparat anatomi batang dilakukan di Laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan, Jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif yang meliputi, koleksi, preparasi dan pengamatan anatomi batang bambu.

Alat yang digunakan adalah: parang, pisau, plastik sampel, kertas label, kaca objek, kaca penutup, kamera, pisau silet, mikroskop binokuler cahaya, lampu spritus, gelas kimia, tabung reaksi, cawan petri, vial, mikrometer okuler yang telah ditera, spatula dengan spoon, jarum ose, kuas dan inkubator.

Bahan yang digunakan adalah: larutan formalin 4%, alkohol (15%, 25%, 50%, 75%, 96% dan 100%), KOH 20%, asam kromat (H2CrO4), asam nitrat (HNO3), xilol, aquadest,

pewarna safranin1%, canada balsam dan FAA. Cara kerja yang dilakukan adalah: membuat preparat permanen sayatan batang bambu dengan cara, sampel yang telah dipotong selanjutnya disayat menggunakan silet. Hasil sayatan diwarnai dengan pewarna safranin selanjutnya sampel dicuci dengan alkohol 96% dan formalin 4%, sampel ditempelkan pada kaca objek dan selanjutnya diberi xilol, kemudian ditetesi canada balsam dan ditutup dengan kaca penutup. Preparat

sayatan batang bambu diamati di bawah mikroskop dan difoto untuk mendapatkan data berupa perbandingan diameter serat dan diameter parenkim.

Maserasi dengan cara mengambil bagian tengah ruas bambu dari bagian luar, tengah dan dalam dengan ukuran 1x1x10 mm3. Bahan direndam dalam KOH 20% lalu direbus hingga mendidih selama 2-5 menit. Bahan dicuci dengan air mengalir selama 20 menit. Selanjutnya dimasukkan ke dalam campuran asam nitrat 20% dan asam kromat 20% dengan perbandingan 1:1 selama 2-3 jam (sampai bahan menjadi lunak).

Bahan yang telah lunak dicuci dengan air mengalir selama 20 menit, lalu didehidrasi dengan seri alkohol sampai alkohol 100%. Pada waktu bahan melewati alkohol 50% ditambahkan pewarna safranin 1% dalam alkohol. Setelah melewati alkohol 100% selanjutnya bahan dimasukkan ke dalam xilol murni selama 5 menit dan diganti sebanyak dua kali. Bahan yang sudah diwarnai (warna merata) diletakkan di atas kaca objek dan selanjutnya diteteskan canada balsam, kemudian ditutup dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop binokuler cahaya untuk mendapatkan data berupa panjang serat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan karakter morfologi bambu, maka didapatkan enam spesies bambu yang tergolong dalam genus

Bambusa dan Schizostachyum, dengan spesies

(3)

0 10 20 30 40 50 60 70 1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 D iam e te r Se l ( µ m ) Urutan Sel 0 10 20 30 40 50 60 70 1 12 23 34 45 56 67 78 89 100 111 122 133 144 155 166 D ia m et er sel ( µ m ) Urutan sel

Schizostachyum brachycladum Kurz, Bambusa glaucophylla Widjaja, Schizostachyum silicatum Widjaja, Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl, dan

Schizostachyum mampouw. Pengamatan anatomi didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Bambusa balcooa (Roxb.) Voigt.

Berkas pembuluh Bambusa balcooa tipe kolateral. Berkas pembuluh yang mempunyai seludang serat yang terpisah sebanyak 6-8 baris pada satu jari-jari. Ukuran seludang dalam pada umumnya lebih besar dibanding dengan seludang luar.

Hasil pengukuran dari panjang serat

Bambusa balcooa rata-rata 2931 ± 28 µm dan

diameter seratnya rata-rata 23 ± 5 µm dimana serat Bambusa balcooa ini tidak memiliki sekat.

Gambar 1. Grafik perbandingan diameter sel parenkim B.balcooa.

Ukuran berkas pembuluh Bambusa

balcooa meningkat menurut arah dari luar ke

dalam, sedangkan kerapatannya meningkat menurut arah dari dalam ke luar. Diameter sel parenkim dari tepi luar batang ke arah dalam bervariasi, namun membentuk suatu pola yang

mengalami peningkatan dari bagian tepi epidermis luar hingga bagian tengah dan diameter sel mulai mengecil ke arah rongga batang dapat juga dilihat pada gambar bahwa pertumbuhan dan pembelahan sel dimulai dari tepi epidermis luar menuju bagian tengah dan dari bagian epidermis dalam menuju bagian tengah rongga batang. Menurut Liese (1985) bahwa sel perenkim pada batang bambu terdistribusi dari bagian padat menuju bagian yang renggang.

2. Schizostachyum brachycladum (Bambu Gading)

Berkas pembuluh mempunyai seludang serat yang terpisah terdapat sebanyak 5-6 baris pada satu jari-jari. Ukuran seludang dalam pada umumnya lebih besar dibandingkan seludang luar. Pada bagian tepi luar batang, selain berkas pembuluhnya tersusun dengan rapat dijumpai juga berkas pembuluh yang terdiri dari xilem saja dimana pada bagian ini terdapat seludang dalam yang menyatu dengan berkas pembuluh dan beberapa seludang luar yang terpisah.

Gambar 2. Grafik perbandingan diameter sel parenkim batang S.brachycladum.

(4)

0 20 40 60 80 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 D iam e te r sel Urutan sel

Dari hasil pengukuran Schizostachyum

brachycladum didapatkan panjang serat sklerenkim dengan rata-rata 2.082±21 µm dengan diameter serat rata-rata 24±6 µm. Hasil penelitian Maideliza (1995a) pada genus yang sama yaitu Schyzostachyum blumei

menyatakan diameter parenkim pada 36±4\ µm, dan panjang serat 473±56 µm dengan diameter serat 19±2 µm. Menurut Loiwatu (2008) tebal dinding sel serat Schizotachyum

brachycladum 0.80 µm dengan diameter serat 4,60 µm, jumlah sel seratnya 29,03% sehingga menyebabkan keteguhan lengkung bambu 13031,49 N/cm2.

3. Bambusa glaucophylla (Bambu Putih)

Ukuran berkas pembuluh bambu putih meningkat secara sentripetal (menuju pusat lingkaran), sedangkan kerapatannya meningkat secara sentrifugal (menjauhi pusat lingkaran). Diameter sel parenkim dari tepi luar batang ke arah dalam bervariasi dengan 147 sel, dengan keragaman yang menunjukkan bahwa pertumbuhan sel dimulai dari bagian titik terluar menuju bagian. Panjang serat sklerenkim dengan rata-rata 1855±20 µm dan diameter serat dengan rata-rata 25±8 µm.

Gambar 3. Grafik perbandingan diameter sel parenkim B.glaucophylla.

Penelitian Ireana (2009 dalam Mustafa, 2011) pada Bambusa blumeana yang masih satu genus dengan Bambusa glaucophylla, didapatkan diameter serat nya lebih kecil dari

Bambusa glaucophylla yaitu 12 µm.

4. Schizostachyum silicatum (Bambu Suling)

Gambar 4. Sayatan melintang batang

Schizostachyum silicatum. xi. xilem,

f. Floem, px. rongga protoxilem, sx. serat xilem, sp. serat seludang pembuluh

Gambar 5. Grafik perbandingan diameter sel parenkim S.silicataum.

Pengukuran panjang serat sklerenkim

Schizostachyum silicatum dengan rata-rata

2577 ± 27 µm dan diameter serat dengan rata-rata 28 ± 4 µm, dimana panjang serat dan diameter dari skelerenkim Schizostachyum

silicatum ini lebih besar dari pada

Schizostachyum brachycladum (panjang serat

sklerenkim dengan rata-rata 2082 ± 21 µm dengan diameter serat rata-rata 24 ± 6 µm).

0 20 40 60 80 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 D iam e te r sel Urutan sel xi f px sx sp

(5)

0 20 40 60 80 1 11 21 31 41 51 61 71 81 91 101 111 121 D iam e te r Se l ( µ m ) Urutan Sel 0 20 40 60 1 26 51 76 101 126 151 176 201 226 251 276 D iam e te r Se l (µ m ) Urutan Sel

5. Bambusa vulgaris (Bambu Ampel)

Gambar 6. Grafik perbandingan diameter sel perenkim batang Bambusa vulgaris.

Panjang serat sklerenkim Bambusa

vulgaris yang didapatkan pada penelitian

rata 2830 ± 32 µm dengan diameter serat rata-rata 19 ± 4 µm, sedangkan pada penelitian Razak dkk (2010) diameter serat Bambusa

vulgaris bervariasi mulai 19.1-19.6 µm.

6. Schizostachyum mampouw Widjaja

Ukuran berkas pembuluh meningkat menurut arah dari luar ke dalam. Sedangkan kerapatannya meningkat menurut arah dari

dalam ke luar. Diameter sel parenkim dari tepi luar batang ke arah dalam bervariasi dengan 121 sel, terlihat bahwa diameter parenkim memiliki variasi yang tinggi dan dapat juga dilihat bahwa S.mampouw memiliki titik pembelahan sel parenkim yang tersebar dari bagian luar ke bagian dalam namun secara umum menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dari bagian tepi menuju bagian tengah dinding batang. Panjang serat sklerenkim dengan rata-rata 2507 ± 24 µm dan diameter serat dengan rata-rata 24 ± 4 µm

Gambar 7. Grafik perbandingan diameter sel parenkim batang S.mampouw.

Tabel 1. Perbandingan Struktur Anatomi Batang Bambu

No Bagian pengamatan B.balcooa B.glaucophylla B.vulgaris S.brachycladum S.silicatum S.mampouw

1 Seludang serat terpisah ganda dari berkas pembuluh

5-6 baris dalam satu jari-jari 4-5 baris dalam satu jari-jari 8-9 baris dalam satu jari-jari 3-4 baris dalam satu jari-jari 3-4 baris dalam satu jari-jari 3-4 baris dalam satu jari-jari 2 Berkas pembuluh dengan

seludang serat terpisah tunggal

4-5 buah dalam satu jari-jari 1 buah dalam satu jari-jari 2 buah dalam satu jari-jari 4 buah dalam satu jari-jari 4-5 baris dalam satu jari-jari 1 buah dalam satu jari-jari 3 Seludang serat yang menyatu

dengan berkas pembuluh

4-5 baris dalam satu jari-jari 4-5 baris dalam satu jari-jari 4-5 baris dalam satu jari-jari 2-3 baris dalam satu jari-jari 2-3 baris dalam satu jari-jari 2-3 baris dalam satu jari-jari 4 Panjang serat 2931±28 µm 1855±20 µm 2830±32 µm 2082±21 µm 2577±27 µm 2507±24 µm 5 Diameter serat 23±5 µm 25±8 µm 19±4 µm 24±6 µm 28±4 µm 24±4 µm 6 Diameter parenkim 33±12 µm 35±43 µm 36±12 µm 34±10 µm 35±15 µm 45±16 µm PENUTUP

(6)

Struktur anatomi antara Bambusa

dengan Schizostachyum dapat dibedakan dengan menghitung jumlah baris berkas pembuluh yang mempunyai seludang serat terpisah dari jaringan pembuluh pada satu jari-jari yaitu pada genus Bambusa 6-9 baris dan pada Schizostachyum 3-4 baris.

Dari 6 jenis bambu serat paling panjang dipunyai oleh Bambusa vulgaris yaitu 2830±32 µm, dan paling pendek dipunyai oleh Bambusa glaucophylla yaitu 1855±20 µm, sedangkan diameter serat paling lebar pada Scyzostachyum silicatum yaitu 28±4 µm dan diameter paling pendek pada Bambusa

vulgaris yaitu 19±4 µm.

Diameter parenkim pada genus

Bambusa maupun genus Schizostachyum

secara umum memiliki pola yang sama yaitu memperlihatkan pertumbuhan sel yang berasal dari bagian tepi epidermis luar dan tepi epidermis dalam menuju bagian tengah dinding batang namun memiliki variasi pertumbuhan pada setiap jenisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Liese, W. 1985. “Anatomy and Properties of

Bamboo”. International, Bamboo

Workshop (China): 196-208.

Loiwatu,M. 2008. “Sifat Anatomi dan Nilai

Turunan Tiga Jenis Bambu (Dendrocalamus asper, Schyzostachyum brachycladum dan Schyzostachyum lima ), di Pulau Seram

(Studi kasus di tiga kecamatan di Pulau

Seram)”. Jurnal Agroforestri.III(2):

87-94.

Maideliza, Tesri. 1995a. Anatomi Batang Empat Jenis Bambu Sehubungan Dengan Kegunaannya. Tesis Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung. _____________. 1995b. Karakter Struktur

Anatomi Batang yang Dapat di Pakai Untuk Identifikasi Bambu. Journal

Matematika Dan Pengetahuan Alam, 4 (1): 58-61.

Mustafa, M.T. 2011. Anatomical and Microstructures Features of Tropical Bamboo Gigantochloa brang, G. levis, G. scotechinii and G.wrayi. Int. J.

Forest, Soil and Erosion, 2011 (1):25-35.

Razak, W. M. Tamizi Mustapa, Othman Sulaiman, Aminuddin Mohamed, Effendy Hassan dan Izyan Khalid. 2010. Anatomical and Physical Properties of Cultivated Two and Four Year Old Bambusa vulgaris (Sifat-Sifat Anatomi dan Fizikal Bambusa vulgaris yang Ditanam pada Umur Dua dan Empat Tahun). Sains Malaysiana. 39

Gambar

Gambar 2. Grafik perbandingan diameter sel  parenkim batang S.brachycladum.
Gambar 5. Grafik perbandingan diameter sel  parenkim S.silicataum.
Tabel 1. Perbandingan Struktur Anatomi Batang Bambu

Referensi

Dokumen terkait

Company profile CV. Tirta Telaga 999 Jatim.. 7 kejadian itu, maka Bapak Sucahyo dianggap tepat menjadi kepala bagian gudang. Ditambahnya tugas Bapak Sucahyo sebagai kepala

Dalam pengukuran delay penggunaan L2TP/IPsec lebih besar dengan membandingkan dari masing masing algoritma enkripsi 3DES-SHA1 dan 3DES-MD5, hal ini dikarenakan dalam

Hasil wawancara dengan para informan menyatakan bahwa tujuan PKH sudah 75% tepat sasaran, adapun sasaran peserta PKH ditujukan kepada Rumah Tangga Sangat Miskin

WIDODO SUDIYONO,

Tebo Multi Agro memastikan bahwa Kebijakan Strategi Pencegahan Bahaya Kebakaran Lahan dan Hutan ini telah dikomunikasikan kepada seluruh karyawan, mitra kerja dan

Validasi instrumen dilakukan oleh para ahli yang terdiri dari 2 dosen teknik elektro Unesa dan 2 guru SMKN 1 Cerme Gresik, dan kemudian dianalisis dengan menggunakan

dasarnya prosedur penelitian pengembangan terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: 1) mengembangkan produk dan, 2) menguji keefektifan produk untuk mencapai tujuan.

Dalam Pasal 43 ayat (1) dinyatakan bahwa LKS-PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya