Untuk
Provincial Coordinator dan
Long Term Observer Disusun Oleh: Wahidah Suaib Agung Wasono
Partnership for Governance Reform in Indonesia (KEMITRAAN)
BAB I SEKILAS TENTANG LEMBAGA KEMITRAAN 8
A Kiprah Lembaga Kemitraan 8
B Pengalaman Kemitraan dalam Kepemiluan dan
Pemantauan Pemilu 9
C Kemitraan Pemantau Pemilu Yang Terakreditasi 9
BAB II SEKILAS TENTANG PEMILU 10
A Jenis Pemilu 10
B Tahapan Pemilu 10
C Penyelenggara Pemilu 10
D Struktur KPU 11
E Struktur Pengawas Pemilu 11
F Struktur DKPP 12
BAB III PEMANTAU & PEMANTAUAN PEMILU 14
A Mengapa Pemilu Perlu Dipantau 14
B Akreditasi Syarat Pemantau Pemilu 14
C Hak, Kewajiban, Larangan Sanksi Bagi
Pemantau Pemilu 15
D Kode Etik Pemantau Pemilu 17
BAB IV PEMANTAU OLEH KEMITRAAN 20
A Lingkup Wilayah Pemantauan 20
B Organisasi Pemantauan 20
C Cara Kemitraan Menyusun Alat Pemantauan 23
BAB V PEMANTAUAN TAHAPAN PENYUSUNAN
DAFTAR PEMILIH 24
A Dasar Hukum 24
B Fokus Pengawasan 24
C Hak Pilih 25
D Jenis-jenis Daftar Pemilih 25
E Pembagian Tugas & Tanggung Jawab KPU
dan Jajarannya 26
F Sistem Informasi Data Pemilih 27
G Pemutahiran Daftar Pemilih Sementara 27 H Susunan & Penetapan Daftar Pemilik Sementara
DAFTAR
ISI
Hasil Pemutakhiran (DPSH) 29 I Pengumuman & Perbaikan Daftar Pemilih
Sementara Hasil Pemutakhiran 30
J Daftar Pemilih Tetap 31
K Daftar Pemilih Tambahan 32
L Daftar Pemilih Khusus 33
M Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) 34 N Pelanggaran Pidana Dalam Tahapan
Penyusunan Daftar Pemilih 35
O Jadwal Tahapan Penyusunan Daftar Pemilih 39
BAB VI PEMANTAUAN TAHAPAN KAMPANYE 42
A Dasar Hukum 42
B Fokus Pemantauan 42
C Pengertian & Prinsip Kampanye 42
D Pelaksana, Petugas & Peserta Kampanye 43
E Materi, Metode Waktu Kampanye 44
F Larangan Dalam Kampanye 44
G Ketentuan Cuti Dalam Kampanye 45
H Penggunaan Fasilitas Negara 47
I Pelanggaran Pidana Dalam Tahapan Kampanye 48
J Jadwal Kampanye 56
BAB VII PEMANTAUAN TAHAPAN PENGADAAN
& PENDISTRIBUSIAN PERLENGKAPAN
PEMILU 60
A Dasar Hukum 60
B Fokus Pemantauan 60
C Jenis Perlengkapan & Prinsip Pengadaan 60 D Standar & Kebutuhan Perlengkapan
Penyelenggaraan Pemilu 61
E Pelaksanaan Pengadaan 65
F Pengepakan Surat Suara 66
G Mekanisme Pendistribusian 67
H Pengamanan 67
I pelanggaran pidana pada tahapan pengadaan
dan pendistribusian perlengkapan pemilu 68 G Jadwal Pengadaan & Pendistribusian Perlengkapan
Pemilu 70
BAB VIII PEMANTAUAN TAHAPAN REKAPITULASI
HASIL PERHITUNGAN PEROLEHAN SUARA 72
A Dasar Hukum 72
B Fokus Pemantauan 72
C Pelaksanaan Rekapitulasi 72
D Jenis Formulir Rekapitulasi 73
F Rekapitulasi Perhitungan Suara di Kabupaten/Kota 77 G Rekapitulasi Perhitungan Suara di Provinsi 81 H Rekapitulasi Hasil Perhitungan Ulang 84
I Sanksi Pidana 85
J Jadwal Tahapan Rekapitulasi 94
BAB IX TEKNIS PEMANTAUAN 98
A Teknis Pemantauan 98
B Hasil Pemantauan 99
BAB X PELANGGARAN PEMILU & PELAPORANNYA 100
A Jenis Pelanggaran 100
B Siapa Pelapor Pelanggaran & Kepada Siapa
Dilaporkan? 100
C Informasi yang Harus Disiapkan Saat Melapor 101
D Batas Waktu Pelaporan 101
BAB XI LAPORAN DAN KOORDINASI HASIL
PEMANTAUAN 102
A Laporan Proses dan Hasil Pemantauan Internal
kemitraan 102
B Laporan Pelanggaran Pemilu kepada Pengawas
Pemilu 102
C Koordinasi Laporan Hasil pemantauan kepada
KPU dan Jajarannya 103
D Publikasi proses dan Hasil Pemantauan kepada
Publik 103
BAB I
A KIPRAH LEMBAGA KEMITRAAN
Partnership for Governance Reform atau Kemitraan adalah sebuah organisasi
multi-pihak yang bekerja dengan badan-badan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil (CSO) untuk memajukan reformasi di tingkat nasional dan lokal. Kemitraan membangun hubungan penting antara semua tingkat pemerintahan dan masyarakat sipil untuk meningkatkan tata pemerintahan yang baik di Indonesia secara berkelanjutan.
Kemitraan didirikan pada bulan Maret tahun 2000 sebagai sebuah proyek Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP) yang dirancang membantu Indonesia mewujudkan tata pemerintahan yang baik di semua tingkat pemerintahan. Kemitraan menjadi sebuah badan hukum mandiri pada tahun 2003 dan terdaftar sebagai sebuah perkumpulan perdata nirlaba.
Selama tiga belas tahun terakhir, Kemitraan telah berkembang menjadi organisasi yang dikelola bangsa Indonesia yang terpecaya, mandiri dan terkemuka. Karena kepemilikan nasional ini, Kemitraan memiliki posisi yang unik untuk memprakarsai program-program yang memerlukan dukungan dari pemerintah.
B PENGALAMAN KEMITRAAN DALAM KEPEMILUAN DAN
PEMANTAUAN PEMILU
Sejak berdirinya, Kemitraan telah secara aktif berperan dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang lebih baik melalui program reformasi partai politik dan reformasi kepemiluan. Kemitraan terlibat aktif dan selalu memberikan masukan penting bagi Pemerintah dan Parlemen dalam setiap perubahan perundangan-undangan terkait
SEKILAS
TENTANG
LEMBAGA
dengan Kepemiluan dan Partai Politik. Gagasan mengenai Pemilu Serentak adalah salah satu gagasan yang lahir dari diskusi yang digagas oleh Kemitraan.
Untuk pemantauan pemilu sendiri, Kemitraan telah terlibat aktif sejak Pemilu 2004. Pada pemilu 2004, Kemitraan bekerjasama dengan kelompok mahasiswa, kelompok disabilitas, dan kelompok perempuan, aktivis anti korupsi, dan kelompok masyarakat lainnya untuk memantau jalannya Pemilu 2004. Begitu juga pada Pemilu 2009, Kemitraan tetap melakukan pemantauan bersama-sama dengan kelompok masyarakat sipil.
Pada Pemilu 2014 ini, Kemitraan kembali melakukan pemantauan pemilu secara mandiri melibatkan kelompok masyarakat sipil, mantan penyelenggara pemilu, aktivis, pemuda, dan mahasiswa untuk melakukan pemantauan tahapan-tahapan pemilu dan juga proses pemungutan dan penghitungan suara.
C KEMITRAAN PEMANTAU PEMILU YANG TERAKREDITASI
Kemitraan sudah terakreditasi sebagai pemantau di Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dengan akreditasi Nomor: 010/Pemantau Pemilu/KPU-RI/IX/2013. Dengan akreditasi oleh KPU RI ini maka Kemitraan bersama seluruh pemantaunya berhak melakukan pemantauan diseluruh wilayah Indonesia dan dilindungi oleh Undang-undang. Karena sudah terakreditasi di KPU RI, maka Kemitraan tidak perlu melakukan pendaftaran akreditasi ulang di tingkat propinsi maupun kabupaten kota.
A JENIS PEMILU
Apa saja jenis Pemilu di Indonesia ? Ada 3 jenis Pemilu di Indonesia yakni : a. Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD b. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
c. Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilu Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil walikota
B TAHAPAN PEMILU
Tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi : a. penyusunan daftar Pemilih;
b. pendaftaran bakal Pasangan Calon; c. penetapan Pasangan Calon; d. masa Kampanye;
e. masa tenang;
f. pemungutan dan penghitungan suara;
g. penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan h. pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.
Penetapan Pasangan Calon terpilih paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
C PENYELENGGARA PEMILU
PENGERTIAN PENYELENGGARA PEMILUPenyelenggara Pemilu adalah Lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRSD, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis
SEKILAS
TENTANG
PEMILU
LEMBAGA-LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU Penyelenggara Pemilu terdiri dari :
a. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas menyelenggarakan Pemilu
b. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan jajarannya adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi pelaksanaan Pemilu
c. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP, adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu
D STRUKTUR KPU
Struktur KPU terdiri atas :
a. Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. b. KPU Provinsi adalah penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu
di provinsi.
c. KPU Kabupaten/Kota, adalah penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota.
d. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di kecamatan atau nama lain. e. Panitia Pemungutan Suara (PPS) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. f. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.
g. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
h. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.
E STRUKTUR PENGAWAS PEMILU
Struktur Pengawas Pemilu terdiri atas :
a. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Bawaslu Provinsi adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di provinsi.
c. Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota (Panwaslu Kabupaten/Kota) adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di kabupaten/kota.
d. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwaslu Kecamatan) adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di kecamatan atau nama lain.
e. Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan
F STUKTUR DKPP
Berbeda dengan KPU dan Bawaslu yang memiliki struktur sampai ke daerah maka keberadaan DKPP hanya ada di tingkat Pusat.
A
MENGAPA PEMILU PERLU DIPANTAU ?
1. Pengertian Pemantauan Pemilu
Pemantauan Pemilihan Umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemantau Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD untuk memantau pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 1 ayat 15 PKPU 10 Tahun 2012)
2. Mengapa rakyat perlu memantau pemilu
a. Karena rakyat adalah subyek dari demokrasi.
Sebagaimana diketahui bahwa negara kita menganut sistem demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu sangat jelas rakyat mempunyai kedudukan dan posisi penting dalam proses demokrasi. Pemilu adalah sarana untuk memilih perwakilan dan pemimpin rakyat, karena itu penting bagi rakyat untuk terlibat aktif memantau proses dan hasil pemilu.
b. Agar proses dan hasil pemilu berjalan sesuai aturan. Pemantauan diharapkan dapat mendorong terciptanya pemilu yang jujur, adil dan demokratis.
c. Untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pemilu.
d. Untuk meningkatkan keabsahan hasil pemilu
B. AKREDITASI DAN SYARAT PEMANTAU PEMILU
1. Pihak yang Boleh Menjadi Pemantau Pemilu
a. Pemantau Pemilu dapat berasal dari lembaga, badan hukum atau perwakilan negara, yakni :
1 lembaga swadaya masyarakat pemantau Pemilu dalam negeri; 2 badan hukum dalam negeri;
PEMANTAU &
PEMANTAUAN
PEMILU
3 lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri; 4 lembaga pemilihan luar negeri; dan
5 perwakilan negara sahabat di Indonesia
b. Pemantau Pemilu juga dapat berasal dari perseorangan yakni perseorangan dalam negeri yang tidak berkedudukan sebagai pengurus dan/atau anggota partai politik, serta perseorangan dari luar negeri
2. Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Menjadi Pemantau Pemilu Syarat pemantau pemilu adalah :
a. bersifat independen;
b. mempunyai sumber dana yang jelas; dan
c. terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan cakupan wilayah
pemantauannya 3. Akreditasi pemantau Pemilu ?
Akreditasi adalah pengesahan yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota kepada Pemantau Pemilu yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota (Pasal 1
ayat 16 PKPU Nomor 10 Tahun 2012
C. HAK, KEWAJIBAN, LARANGAN DAN SANKSI BAGI
PEMANTAU PEMILU
1. Dasar Hukum tentang Hak, Kewajiban, Larangan dan Saksi bagi Pemantau Pemilu
UU Nomor 42 Tahun 2008 mengatur tentang Hak, Kewajiban, Larangan dan Sanksi bagi Pemantua Pemilu, yakni dalam pasal-pasal :
a. Pasal 178 mengatur tentang hak pemantau pemilu
b. Pasal 179 mengatur tentang kewajiban bagi pemantau pemilu c. Pasal 180 mengatur tentang larangan bagi pemantau pemilu d. Pasal 181 mengatur tentang sanksi bagi pemantau pemilu dan e. pasal 182 mengatur tentang mekanisme penjatuhan sanksi.
2. Hak pemantau Pemilu
Pemantau pemilu berhak :
a. Mendapat perlindungan hukum dan keamanan dari Pemerintah Indonesia b. Mengamati dan mengumpulkan informasi proses penyelenggaraan Pemilu c. Memantau proses pemungutan dan penghitungan suara dari luar TPS; d. Mendapatkan akses informasi yang tersedia dari KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota;
e. Menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu.
3. Kewajiban pemantau Pemilu Pemantau Pemilu berkewajiban :
a. mematuhi peraturan perundang-undangan dan menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mematuhi kode etik pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diterbitkan oleh KPU;
c. melaporkan diri, mengurus proses akreditasi dan tanda pengenal ke KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan wilayah kerja pemantauan;
d. menggunakan tanda pengenal selama menjalankan pemantauan; e. menanggung semua biaya pelaksanaan kegiatan pemantauan;
f. melaporkan jumlah dan keberadaan personel pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta tenaga pendukung administratif kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota sesuai dengan wilayah pemantauan; g. menghormati kedudukan, tugas, dan wewenang penyelenggara Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden;
h. menghormati adat istiadat dan budaya setempat;
i. bersikap netral dan objektif dalam melaksanakan pemantauan; j. menjamin akurasi data dan informasi hasil pemantauan yang dilakukan
dengan mengklarifikasikan kepada KPU, KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota; dan
k. melaporkan hasil akhir pemantauan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota
4. Larangan bagi pemantau Pemilu
Pemantau pemilu dilarang :
a. melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
b. memengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih; c. mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden;
d. memihak kepada Pasangan Calon tertentu;
e. menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung Pasangan Calon; www.hukumonline.com
f. menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas apa pun dari atau kepada Pasangan Calon;
g. mencampuri dengan cara apa pun urusan politik dan pemerintahan dalam negeri Indonesia;
h. membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan berbahaya lainnya selama melakukan tugas pemantauan;
i. masuk ke dalam TPS; dan/atau
j. melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan tujuan sebagai pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
5. Sanksi bagi Pemantau Pemilu yang Melanggar Kewajiban dan Larangan. Pemantau Pemilu yang tidak melaksanakan kewajiban dan melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada pasal 178 dan pasal 179 , dicabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu
6. Mekanisme penjatuhan sanksibagi Pemantauyang Melanggar
a. Pelanggaran oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaporkan kepada KPU kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti.
b. Apabila pelanggaran dilakukan oleh pemantau dalam negeri dan terbukti kebenarannya, KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota mencabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
c. Apabila pelanggaran dilakukan oleh pemantau asing dan terbukti
kebenarannya, KPU mencabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
d. Pelanggaran atas kewajiban dan larangan yang bersifat tindak pidana dan/atau perdata yang dilakukan oleh pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
e. Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia menindaklanjuti penetapan pencabutan status dan hak pemantau asing setelah berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Ketentuan lain
Sebelum melaksanakan pemantauan, pemantau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden melapor kepada KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah.
D. KODE ETIK PEMANTAU PEMILU
1. Dasar Hukum tentang Kode Etik Pemantau Pemilu ?
Kode Etik Pemantau Pemilu diatur dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pemantau dan Tata Cara Pemantauan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014. Kode etik tersebut mengatur tentang prinsip-prinsip dasar etik yang wajib dilaksanakan oleh Pemantau Pemilu dalam melaksanakan pemantauan tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD : 2. Prinsip Dasar Etik yang Wajib Dipatuhi oleh Pemantau Pemilu?
a.Non Partisan dan Netral
Pemantau Pemilu wajib menjaga sikap independen, non partisan dan tidak memihak (imparsial).
b.Tanpa Kekerasan (Non Violence)
Pemantau Pemilu dilarang membawa senjata, bahan peledak, atau senjata tajam selama melaksanakan pemantauan.
c. Menghormati Peraturan Perundang-undangan
Pemantau Pemilu wajib menghormati segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kesukarelaan
Pemantau Pemilu dalam menjalankan tugasnya secara sukarela dan penuh rasa tanggung jawab.
e. Integritas
pelaksanaan hak dan kewajiban Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilih. f. Kejujuran
Pemantau Pemilu wajib melaporkan hasil pemantauannya secara jujur sesuai dengan fakta yang ada.
g. Obyektif
Informasi dikumpulkan, disusun dan dilaporkan secara akurat, sistemik dan dapat diverifikasi serta dipertanggungjawabkan.
h. Kooperatif
Pemantau Pemilu dilarang menganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu dalam melaksanakan tugas pemantauannya.
i. Transparan
Pemantau Pemilu bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas dan bersedia menjelaskan metode, data, analisis dan kesimpulan berkaitan dengan laporan pemantauannya.
j. Kemandirian
Pemantau Pemilu bersifat mandiri dalam pelaksanaan tugas pemantauan, tanpa mengharapkan pelayanan dari Penyelenggara Pemilu atau Pemerintah Daerah.
A LINGKUP WILAYAH PEMANTAUAN
1. Di wilayah mana saja Kemitraan melakukan pemantauan pemilu ?
Kemitraan melakukan pemantauan pemilu di 5 (lima) propinsi yakni : Papua, Maluku, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah dan Sumatera Utara
2. Pada tingkatan apa pemantauan di lakukan di masing-masing wilayah tersebut ? Pemantauan pemilu dilakukan disemua tingkatan mulai tingkat pusat propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai tingkat desa dan TPS
B. ORGANISASI PEMANTAUAN
1. Struktur Organisasi Pemantauan Pemilu Kemitraan
Tim Pemantauan Pemilu Kemitraan dibentuk secara berjenjang sesuai tingkatan wilayah pemantauan, yakni terbagi atas :
STRUKTUR PEMANTAU TANGGUNG JAWAB UMUM
a Tim Pemantau Pusat 1. Melakukan pemantauan tahapan pemilu ditingkatPusat 2. Memantau kinerja KPU RI serta Bawaslu RI b Provincial Coordinator(PC) atau Koordinator
Propinsi
melakukan pemantauan di tingkat propinsi dan mengkoordinir pelaksanaan pemantauan diwilayah propinsi
c
Long Term Observer (LTO) atau disebut juga
Koordinator Kabupaten/ Kota (Korkab/Korkot)
melakukan pemantauan pemilu ditingkat kabupaten dan mengkoordinir pelaksanaan pemantauan diwilayah kabupaten/kota
PEMANTAUAN
PEMILU
OLEH
d Short Term Observer
(STO)/ Pemantau
disebut juga Pemantau Pemilu Lapangan
Melakukan pemantauan pemilu ditingkat Desa (PPS) dan KPPS
2. Tugas dan Tanggung Jawab Koordinator Propinsi (PC)
a. Menyusun rencana pemantauan ditingkat dan di wilayah propinsi. b. Melakukan pemantauan pemilu ditingkat provinsi
c. Mengkoordinir pelaksanaan pelatihan untuk LTO dan STO serta menjadi fasilitator dalam pelatihan tersebut
d. Mengkoordinir pelaksanaan pemantauan yang dilakukan oleh LTO dan STO e. Melakukan komunikasi dengan KPU Provinsi dan Bawaslu Propinsi tentang
rencana, proses dan hasil pemantauan
f. Menjalin komunikasi dengan stakeholders (pemangku kepentingan) pemilu yang lain seperti partai politik, aparat penegak hukum, LSM terkait dan lain lain
g. Mendorong masyarakat untuk melakukan pemantauan pemilu
h. Melakukan sosialisasi kepada 21 ublic, baik secara langsung maupun melalui media massa tentang rencana, proses dan hasil pemantuan
i. Mengkoordinir laporan proses dan hasil pemantauan oleh LTO dan STO j. Melakukan pelaporan secara regular kepada Kemitraan tentang proses dan
hasil pemantauan 3. Tugas dan tanggungjawab LTO
a. Menyusun rencana pemantauan ditingkat dan di wilayah Kabupaten/Kota. b. Melakukan pemantauan pemilu ditingkat Kabupaten/Kota
c. Mengkoordinir pelaksanaan pelatihan untuk STO dan menjadi fasilitator dalam pelatihan tersebut
d. Mengkoordinir pelaksanaan pemantauan yang dilakukan STO
e. Melakukan komunikasi dengan KPU Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kabupaten/Kota tentang rencana, proses dan hasil pemantauan
f. Menjalin komunikasi dengan stakeholders (pemangku kepentingan) pemilu yang lain seperti partai politik, aparat penegak hukum, LSM terkait dan lain lain diwilayah kabupaten/kota
g. Mendorong masyarakat melakukan pemantauan Pemilu
h. Melakukan sosialisasi kepada 21 ublic, baik secara langsung maupun melalui media massa tentang rencana, proses dan hasil pemantuan
i. Mengkoordinir laporan proses dan hasil pemantauan yang dilakukan oleh STO
j. Melakukan pelaporan secara regular kepada PC dan Kemitraan tentang proses dan hasil pemantauan
4. Tugas dan tanggungjawab STO
a. Melakukan pemantauan pemilu di TPS dan PPS (tingkat desa)
b. Melakukan pemantauan berdasarkan panduan dan checklist pemantuan yang telah disediakan
c. Melakukan koordinasi dengan KPPS, Pengawas Pemilu lapangan dan PPS setempat terkait rencana, proses dan hasil pemantauan
d. Melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan setempat seperti pemantau pemilu, partai politik, tokoh masyarakat dan lain-lain, terkait pemantauan pemilu yang akan/sedang dilakukan
e. Mendorong masyarakat melakukan pemantauan
f. Melaporkan hasil checklist pemantauan kepada LTO dan Kemitraan
5. Perbedaan tahapan pemilu yang dipantau oleh Tim Pemantau Pusat, PC, LTO dan STO
STRUKTUR PEMANTAU
YANG DIPANTAU
(Tahapan Pemilu dan Non Tahapan Pemilu)
Tim Pemantau Pusat
Pencalonan Kampanye Dana Kampanye
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di KPU RI
Kekerasan dalam Pemilu
PC
Penyusunan Daftar Pemilih Kampanye
Distribusi Logistik,
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di KPU Propinsi
Kekerasan dalam Pemilu
LTO
Penyusunan Daftar Pemilih Kampanye
Distribusi Logistik
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di KPU Kabupaten Kota
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Kecamatan
Kekerasan dalam Pemilu STO
Distribusi Logistik H-1,
Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di
C CARA KEMITRAAN MENYUSUN ALAT PEMANTAUAN
1. Cara Kemitraan Menyusun Alat/Kuisioner pemantauan
Kemitraan menyusun alat pemantauan berupa pertanyaan pemantauan berdasarkan Undang-Undang dan obyek non tahapan pemilu yang dipantau. Hal yang menjadi patokan dalam menyusun pertanyaan pemantauan, berdasar pada :
a. Prosedur apa yang disyaratkan oleh Undang Undang Pemilu dan atau Peraturan KPU pada tahapan yang dipantau. Dalam hal prosedur yang disyaratkan tidak dipatuhi, maka terjadi pelanggaran pemilu
b. Hal-hal apa yang dilarang oleh Undang-Undang Pemilu dan atau Peraturan KPU pada tahapan yang dipantau. Apabila larangan dilakukan, maka terjadi pelanggaran pemilu
c. Tindakan apa yang masuk kategori pidana Pemilu menurut Undang-undang Pemilu
2. Dasar Hukum yang Dipakai Kemitraan dalam Menyusun Alat Pemantauan Kemitraan menyusun alat pemantauan dengan berdasar pada :
b. UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden c. Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2014 tentang Penyusunan Daftar Pemilih
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
d. Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2014 tentang Pencalonan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
e. Peraturan KPU Nomor 16 tahun 2014 tentang Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
f. Peraturan KPU Nomor 17 tentang Dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
g. Peraturan KPU Nomor 18 tahun 2014 tentang Norma, Standard an Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
h. Peraturan KPU Nomor 21 tahun 2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di KPU
i. Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu 2014.
A
DASAR HUKUM
Dasar hukum dalam pelaksanaan tahapan Penyusunan Daftar Pemilih dan pemantauan tahapan Penyusunan Daftar Pemilu, berdasar pada :
1. UU NO 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden : b.Pasal 27 sampai 32.
c. Ketentuan Pidana, pasal 202, 203, 204, 206, 207, 209
2. Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2014 tentang Penyusunan Daftar Pemilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
B
FOKUS PENGAWASAN
Pengawasan tahapan Penyusunan Daftar Pemilih yang dilaksanakan oleh Kemitraan, berfokus pada :
1. Perbedaan jumlah data pemilih antara Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD 2014 dengan data pemilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang meliputi perbedaan jumlah DPS, DPSHP, DPT dan DPK
2. Keakuratan data pemilih
PEMANTAUAN
TAHAPAN
PENYUSUNAN
C HAK PILIH
Yang memiliki hak pilih pada Pemilu Presiden dan wakil Presiden adalah :
1. Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
2. Warga Negara Indonesia tersebut didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih.
Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih.
D JENIS-JENIS DAFTAR PEMILIH
1. Daftar Pemilih Sementara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (DPS PPWP) adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tahun 2014.
2. Daftar Pemilih SementaraHasil Pemuktahiran(DPSHP) adalah Daftar Pemilih Sementara (DPS) hasil verifikasi atas masukan atau tanggapan dari masyarakat. 3. Daftar Pemilih Tambahandari Pemerintahadalah data dari Pemerintah yang berisi
tambahan jumlah penduduk yang memenuhi persyaratan sebagai Pemilih pada saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014.
4. Daftar Pemilih Tetap (DPT)adalah:Daftar Pemilih yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota berdasarkan perbaikan DPSHP yang diterima dari PPS.
5. Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) terdiri atas data Pemilih yang telah terdaftar dalam DPT PPWP di suatu TPS yang karena keadaan tertentu Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar. 6. DaftarPemilih Khusus adalah Daftar Pemilih yang memuatPemilih yang tidak
memiliki identitas kependudukan dan/atau Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPS, DPSHP dan DPT.
7. DaftarPemilih Khusus Tambahan(DPKTb) adalah Daftar Pemilih yang memuat pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar dalam DPS, DPSHP dan DPT yang menggunakan hak pilihnya di TPS pada hari pemungutan suara.
E PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB KPU DAN
JAJARANNYA
Secara umum tugas KPU, KPU Provinsi Aceh, KPU Kabupaten/Kota, dan PPS adalah melakukan pemutakhiran, pengumuman, perbaikan Daftar Pemilih Sementara dan Penetapan Daftar Pemilih Tetap, dengan pembagian tugas sebagai berikut :
PENYE-LENGGARA TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB
KPU Propinsi
a. Membantu KPU melakukan sosialisasi pemutakhiran daftar Pemilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada masyarakat luas;
b. Menyampaikan Data Pemilih Tambahan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Model A.PPWP) kepada KPU/KIP
Kabupaten/Kota dalam hal KPU/KIP Kabupaten/Kota memiliki keterbatasan jaringan internet; dan
c. Melaksanakan rekapitulasi DPSHP dan DPT
KPU Kabupaten/ Kota
a. Membantu KPU Propinsi melakukan sosialisasi pemutakhiran b. mencetak dan menyampaikan Data Pemilih Tambahan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden (Model A.PPWP) kepada PPS untuk dilakukan pencocokan dan penelitian;
c. melakukan sinkronisasi terhadap DPS PPWP, DPK, dan DPK Tambahan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan mengirimkan hasil sinkronisasi dalam bentuk soft copy kepada PPK dan PPS sebagai bahan menyusun DPSHP PPWP;
d. melakukan rekapitulasi penyusunan DPSHP dan DPT; dan e. menyusun dan menetapkan DPT.
PPK
a. menyampaikan Data Pemilih Tambahan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Model A.PPWP) kepada PPS untuk dilakukan pencocokan dan penelitian;
b. membantu PPS dalam menyusun DPSHP PPWP; dan c. melaksanakan rekapitulasi DPSHP dan DPT. Pasal 7
PPS
a. melaksanakan sosialisasi pemutakhiran data Pemilih di tingkat desa/kelurahan;
b. menerima Data Pemilih Tambahan (Model A.PPWP) dari KPU/KIP Kabupaten/Kota melalui PPK;
c. melakukan pencocokan dan penelitian terhadap Data Pemilih Tambahan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Model A PPWP) dan DPTb Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang dimiliki oleh PPS; dan
d. menyusun dan menetapkan DPSHP PPWP dalam formulir Model A.2-PPWP.
F SISTEM INFORMASI DATA PEMILIH
1. KPU dan KPU Kabupaten/Kota dalam menyediakan data Pemilih, Daftar Pemilih Sementara, dan Daftar Pemilih Tetap memiliki Sistem Informasi data Pemilih (Sidalih) yang dapat terintegrasi dengan sistem informasi administrasi kependudukan.
2. Sidalih digunakan untuk mendukung kerja penyelenggara Pemilu dalam menyusun, mengkoordinasi, mengumumkan dan memelihara data Pemilih, serta untuk melayani Pemilih melakukan pemeriksaan data Pemilih dan memberikan masukan dan tanggapan terhadap daftar Pemilih.
3. Sidalih digunakan oleh KPU untuk menyusun DPSHP PPWP, DPT PPWP dan DPK PPWP.
4. Sidalih dioperasionalkan pada tingkatan penyelenggara Pemilu meliputi KPU, KPU Provinsi Aceh, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK yang memiliki fungsi berbeda-beda pada masing-masing tingkatan.
5. Penyusunan daftar Pemilih dilakukan di KPU Kabupaten/Kota atau dilakukan secara manual dengan cara ditulis tangan atau diketik di formulir yang telah ditentukan jika PPK komputer tidak bisa dioperasikan.
G PEMUTAKHIRAN DAFTAR PEMILIH SEMENTARA
1. Pengertian
Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara Daftar Pemilih Presiden dan Wakil Presiden (DPS PPWP) adalah kegiatan pengolahan daftar pemilih Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, danDPRD DPRD Kabupaten/Kota tahun 2014 untuk diperbaharui dan menjadi bahan penyusunan DPS Hasil Pemutakhiran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
2. Daftar Pemilih Sementara PPWP
a. KPU, KPU Provinsi Aceh, KPU Kabupaten/Kota dan PPS menggunakan DPT Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota (Model A.3- KPU) sebagai DPS PPWP dengan menggunakan Model A.1-PPWP. b. DPS PPWP memuat informasi:
a) nomor kartu keluarga (NKK); b) nomor induk kependudukan (NIK); c) nama;
d) tempat
e) tempat dan tanggal lahir f) jenis kelamin
g) status kawin h) alamat; dan
i) jenis disabilitas Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak memilih. c. DPS PPWP yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), dapat
dimasukkan dalam DPT sepanjang memenuhi syarat sebagai Pemilih. d. KPUKabupaten/Kota menyalin Model A.3-KPU menjadi Model A.1-PPWP
dengan menggunakan sistem informasi data Pemilih atau program excel bagi KPU Kabupaten/Kota yang memiliki kendala jaringan internet.
e. KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota melakukan pemutakhiran DPS PPWP paling lama 30 (tiga puluh) hari.
f. Pemutakhiran DPS PPWP dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh PPK dan PPS.
3. Daftar Pemilih Tambahan dari Kementerian Dalam Negeri
a. KPU melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mendapatkan data dari Pemerintah yang berisi tambahan jumlah penduduk yang memenuhi persyaratan sebagai Pemilih pada saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 atau disebut Daftar Pemilih Tambahan.
b. KPU menyampaikan Daftar Pemilih Tambahan dari Kementerian dalan Negeri kepada KPU Kabupaten/Kota melalui Sistem Data Pemilih menjadi Data Pemilih Tambahan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam Model A.PPWP.
4. Sinkronisasi DPSdengan DPTb, DPKTb Pileg dan Data Kementerian Dalam Negeri
a. KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota melakukan sinkronisasi terhadap DPS dengan DPTb, DPK, dan DPKb pada Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan data dari Kementerian Dalam Negeri
b. Hasil sinkronisasi digunakan sebagai bahan penyusunan DPS PPWP dalam Model PPWP yang kemudian dilakukan pemutakhiran oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
c. KPU Kabupaten/Kota menyampaikan Model A.PPWP kepada PPK dan PPS untuk dilakukan pencocokan dan penelitian.
d. KPU Kabupaten/Kota dibantu PPK dan PPS melakukan pencocokan dan penelitian terhadap Daftar Pemilih Tambahan dan DPTb Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
e. Pencocokan dan penelitian terhadap Model A.PPWP dan DPTb Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan paling lama 14 (empat belas) hari.
H SUSUNAN DAN PENETAPAN DAFTAR PEMILIH
SEMENTARA HASIL PEMUTAKHIRAN (DPSH)
1. Pencocokan dan Penelitian DPS PPWP
a. Dalam kegiatan pencocokan dan penelitian terhadap Model A PPWP, PPS memastikan bahwa Pemilih telah memenuhi syarat sebagai Pemilih dan memastikan data Pemilih sesuai dengan identitas kependudukan yang dimiliki. b. Dalam hal terdapat data Pemilih di dalam Model A PPWP tidak sesuai dengan
identitas kependudukan yang dimiliki Pemilih, PPS memperbaiki data Pemilih berdasarkan identitas kependudukan sah yang dimiliki Pemilih.
c. PPS mencoret atau menghapus Pemilih yang ada dalam Model A PPWP jika Pemilih tersebut tidak memenuhi syarat sebagai Pemilih, karena:
1) meninggal dunia; 2) pindah domisili; 3) tidak dikenal; atau 4) menjadi anggota TNI/Polri.
d. PPS memberikan catatan jenis kecacatan bagi Pemilih yang cacat dan nomor TPS di dalam kolom keterangan pada formulir Model A.PPWP.
e. Dalam kegiatan pencocokan dan penelitian terhadap DPTb (Model A.4-KPU) Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, PPS memeriksa dan menanyakan ulang kepada Pemilih yang terdapat di DPTb akan menggunakan hak pilihnya di TPS yang sama.
f. Dalam hal Pemilih yang terdaftar di DPTb akan menggunakan di TPS yang sama, maka PPS mendaftar Pemilih tersebut kedalam DPSHP PPWP.
g. Dalam hal Pemilih yang terdaftar di DPTb tidak lagi menggunakan hak pilihnya di TPS tersebut, PPS tidak mendaftarkan ke DPSHP PPWP.
h. Dalam hal terdapat Pemilih belum terdaftar dalam, PPS mendaftarkan ke dalam DPSHP PPWP dengan mengisi semua kolom Model A.2 PPWP secara lengkap dan akurat.
2. Penyusunan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP)
a. PPS menyusun DPSHP PPWP dengan cara menggabungkan daftar Pemilih hasil sinkronisasi DPS PPWP, DPK, DPK Tambahan dari KPU/KIP Kabupaten/Kota dengan Data Pemilih Tambahan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Model A PPWP) dan DPTb yang telah dilakukan pencocokan dan penelitian.
b. Penyusunan DPSHP PPWP menggunakan formulir Model A.2-PPWP.
c. PPS menyusun DPSHP PPWP dengan jumlah Pemilih paling banyak 800 (delapan ratus) Pemilih untuk setiap TPS.
d. Dalam menentukan jumlah Pemilih untuk setiap TPS, PPS dapat menggabungkan TPS Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang saling berdekatan dengan memerhatikan prinsip-prinsip:
a) memperhatikan partisipasi masyarakat; b) memudahkan Pemilih;
c) memperhatikan aspek geografis; jarak tempuh menuju TPS;
d) batas waktu yang disedikan untuk pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS; dan
e) tidak menggabungkan Pemilih yang berasal dari desa/kelurahan berbeda dalam 1 (satu)
e. PPS dibantu PPK menyusun DPSHP PPWP menggunakan formulir Model A.2-PPWP di dalam Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih).
f. Dalam hal PPK dan PPS tidak memiliki akses terhadap jaringan internet, PPK dan PPS menyusun DPSHP PPWP menggunakan program microsoft excel dengan format berpedoman pada Model A.2 PPWP.
g. Dalam penyusunan DPSHP PPWP menggunakan program Microsoft excel memperhatikan ketentuan:
a) 1 (satu) sheet excel memuat 1 (satu) TPS;
b) 1 (satu) file document excel memuat TPS seluruh desa/kelurahan.
h. PPS menetapkan DPSHP PPWP dalam rapat pleno PPS yang dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota PPS
3. Penyerahan DPSHP ke Peserta Pemilu dan Panwaslu
a. PPK mencetak DPSHP PPWP yang telah selesai disusun sebanyak 3 (tiga) rangkap yang digunakan untuk:
1) diumumkan di kantor PPS;
2) diumumkan di sekretariat/balai RT/RW atau tempat strategis lainnya; dan 3) untuk arsip PPS.
b. PPS menyerahkan soft copy DPSHP PPWP dan rekapitulasi DPSHP PPWP kepada KPU/KIPKabupaten/Kota melalui PPK.
c. KPU/KIP Kabupaten/Kota menyerahkan DPSHP PPW dalam bentuk soft file kepada PesertaPemilu dan Panwaslu.
I
PENGUMUMAN DAN PERBAIKAN DAFTAR PEMILIH
SEMENTARA HASIL PEMUKTAHIRAN
1. Pengumuman DPSHP
PPS mengumumkan DPSHP PPWP yang telah ditetapkan selama 7 (tujuh) hari di tempat-tempat yang mudah dijangkau masyarakat antara lain pada kantor PPS, dan/atau sekretariat RT/RW untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat, Pengawas Pemilu dan Partai Politik Peserta Pemilu.
2. Masukan dan Tanggapan Terhadap DPSHP
a. Masukan dan tanggapan dari masyarakat disampaikan secara tertulis kepada PPS paling lama 7 (tujuh) hari sejak DPSHP PPWP diumumkan. b. Masukan dan tanggapan dari Pemantau, Peserta Pemilu,
Bawaslu/Pengawas Pemilu terhadap pengumuman DPS PPWP disampaikan secara tertulis kepada PPS paling lama 7 (tujuh) hari sejak DPSHP PPWP diumumkan.
c. Pemilih yang memberikan tanggapan dan masukan harus menunjukkan identitas diri atau surat keterangan yang sah lainnya.
d. Masukan dan tanggapan dari masyarakat dan Peserta Pemilu antara lain: 1) perbaikan penulisan identitas atau data Pemilih;
2) penghapusan atau pencoretan Pemilih yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Pemilih;
3) mendaftar Pemilih ke dalam DPSHP PPWP karena belum terdaftar; dan 4) menambah/mendaftar Pemilih ke dalam DPSHP PPWP karena
perubahan status anggota TNI/Polri menjadi status sipil. 3. Perbaikan DPSHP
a. PPS memperbaiki DPSHP PPWP berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat, Pemantau, Peserta Pemilu, dan Pengawas Pemilu yang telah dilakukanpengecekan kebenaran atas masukan dan tanggapan tersebut. b. Perbaikan DPSHP PPWP dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak
berakhirnya masukan dan tanggapan masyarakat.
c. Perbaikan DPSHP PPWP dilakukan dalam formulir Model A.3-PPWP.
d. PPS menyerahkan soft copy perbaikan DPSHP PPWP beserta rekapitulasinya kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK.
J DAFTAR PEMILIH TETAP
1. Pengertian Daftar Pemilih Tetap
Daftar Pemlih Tetap (DPT) adalah daftar pemilih yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota berdasarkan perbaikan DPSH yang diterima dari PPS
2. Prosedur Penetapan DPT
a. KPU/ Kabupaten/Kota menyusun dan menetapkan DPT PPWP ke dalam Model A.3 PPWP berdasarkan Perbaikan DPSHP PPWP yang diterima dari PPS. b. KPU Kabupaten/Kota menyusun dan menetapkan DPT PPWP berdasarkan TPS. c. Penetapan DPT PPWP ditetapkan dalam rapat pleno terbuka KPU
Kabupaten/Kota dan ditandatangani oleh Ketua KPU Kabupaten/Kota. d. Penetapan DPT PPWP dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum
pemungutan suara.
3. Penyerahan DPT dari KPU Kabupaten/Kota ke KPU, KPU Propinsi, PPK dan PPS a. DPT PPWP yang telah ditetapkan diserahkan kepada KPU, KPU Provinsi, PPK,
dan PPS.
b. Penyerahan DPT PPWP kepada KPU dan KPU Provinsi dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Informasi Data Pemilih atau dalam bentuk cakram padat.
c. DPT PPWP yang diserahkan kepada PPK dan PPS sebanyak 6 (enam) rangkap: 1) 1 (satu) rangkap untuk PPK;
2) 2 (dua) rangkap untuk PPS untuk diumumkan; dan
penghitungan suara di TPS.
4. Penyerahan Salinan DPT kepada Peserta Pemilu dan Pengawas Pemilu
a. KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan salinan DPT PPWP kepada perwakilan Peserta Pemilu dan Pengawas Pemilu baik di tingkat Kabupaten/Kota dalam bentuk cakram padat dengan format PDF yang tidak bisa diubah.
b. Penyerahan salinan DPT PPWP kepada perwakilan Peserta Pemilu dan Panwaslu dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah penetapan DPT PPWP. c. Penyerahan salinan DPT PPWP kepada perwakilan Peserta Pemilu dan
Panwaslu disertai dengan berita acara serah terima. 5. Pengumuman DPT
a. PPS mengumumkan DPT PPWP yang diterima dari KPU Kabupaten/Kota sejak DPT PPWP diterima oleh PPS sampai dengan hari pemungutan suara. b. PPS dalam mengumumkan DPT PPWP dengan cara menempel DPT PPWP di
papan pengumuman yang mudah terjangkau masyarakat dan Pemilih penyandang disabilitas.
c. DPT PPWP digunakan KPPS dalam melaksanakan pemungutan suara di TPS. d. KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan informasi yang
merupakan bagian dari DPT di website KPU. 6. Rekapitulasi DPT
a. KPU Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi DPT PPWP di kabupaten/kota dengan menggunakan formulir Model A.3.3 PPWP.
b. KPU Provinsi melakukan rekapitulasi DPT PPWP di provinsi dengan menggunakan formulir Model A.3.4 PPWP.
c. KPU melakukan rekapitulasi DPT PPWP secara nasional dengan menggunakan formulir Model A.3.5 PPWP.
d. Rekapitulasi DPT PPWP yang dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU dilakukan dalam rapat pleno terbuka dan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota.
K DAFTAR PEMILIH TAMBAHAN
1. Pengertian
Daftar Pemilih Tambahan (DPTb)PPWP terdiri atas data Pemilih yang telah terdaftar dalam DPT PPWP di suatu TPS yang karena keadaan tertentu Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar. Keadaan tertentu adalah keadaan karena menjalankan tugas pada saat pemungutan suara atau karena kondisi tidak terduga di luar kemauan dan
kemampuan Pemilih, misalnya karena sakit, menjadi tahanan, bencana alam, sehingga tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS di mana yang bersangkutan terdaftar.
2. Waktu Penyusunan DPTb
DPTb disusun paling lama 3 hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara. 3. Proses DPTb
a. Untuk dapat dimasukkan ke dalam DPTb PPWP, pemilih harus menunjukkan bukti identitas yang sah dan bukti telah terdaftar sebagai Pemilih dalam DPT PPWP di TPS asal.
b. Pemilih terlebih dahulu harus melapor kepada PPS asal untuk mendapatkan surat pemberitahuan DPTb PPWP (Model A5-PPWP) yang akan digunakan hak memilih di TPS lain.
c. PPS berdasarkan laporan Pemilih meneliti kebenaran laporan bersangkutan. d. Dalam hal Pemilih benar telah terdaftar dalam DPT PPWP, PPS mencatat atau
memberikan catatan pada kolom keterangan DPTb PPWP (Model A.4-PPWP) dan memberikan Surat Pemberitahuan DPTb PPWP (Model A.5-PPWP) dengan ketentuan lembar kesatu untuk Pemilih yang bersangkutan dan lembar kedua sebagai arsip PPS.
e. Pemilih dengan membawa Surat Pemberitahuan DPTb PPWP (Model A.5-PPWP) harus melapor kepada PPS tempat tujuan memilih paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara.
4. Pengumuman DPTb
DPTb PPWP diumumkan oleh PPS di tempat umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
L DAFTAR PEMILIH KHUSUS
1. Pengertian
Daftar Pemilih Khusus (DPK) PPWP adalah daftar pemilih yang memuat Pemilih yang tidak memiliki identitas kependudukan dan/atau Pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi tidak terdaftar dalam DPS PPWP, DPT PPWP atau DPTb PPWP
2. Penyusunan DPK
a. Dalam menyusun dan menetapkan DPK PPWP, KPU Provinsi dibantu oleh PPS, PPK, dan KPU Kabupaten/Kota.
b. Dalam hal setelah DPT PPWP ditetapkan dan diumumkan masih terdapat Pemilih yang tidak terdaftar, PPS mendaftar Pemilih tersebut kedalam formulir DPK PPWP (Model A.K-PPWP).
c. PPS melakukan verifikasi untuk memastikan bahwa Pemilih telah memenuhi syarat sebagai Pemilih.
d. PPS menyusun DPK PPWP sejak DPT PPWP ditetapkan sampai dengan 14 (empat belas) hari sebelum pemungutan suara.
e. Ketua dan anggota PPS memberikan paraf pada DPK PPWP yang telah disusun.
f. PPS menyampaikan DPK PPWP kepada KPU Provinsi/KIP Aceh melalui PPK dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 1 (satu) hari setelah Ketua dan Anggota PPS memberikan paraf pada DPK PPWP yang telah disusun. 3. Penetapan DPK
a. KPU Provinsi/KIP Aceh menetapkan DPK PPWP berdasarkan usulan PPS paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemungutan suara.
b. Penetapan DPK PPWP oleh KPU Provinsi dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU Provinsi dan ditandatangani oleh Ketua dan Anggota KPU Provinsi.
DPK PPWP ditetapkan oleh KPU Propinsi dalam model A. PPWP
c. KPU Provinsi/KIP Aceh menyampaikan DPK PPWP kepada KPU, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS.
4. Penyampaian DPK ke Peserta Pemilu dan Bawaslu Propinsi
KPU Provinsi menyampaikan salinan data elektronik (softcopy) DPK PPWP dalam bentuk cakram padat dalam format PDF yang tidak bisa diubah kepada perwakilan Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat provinsi dan Bawaslu Provinsi.
M DAFTAR PEMILIH KHUSUS TAMBAHAN (DPKTb)
1 Pengertian
Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) PPWP adalah daftar pemilih yang memuat pemilih yang memiliki identitas kependudukan berupa KTP, Passpor atau identitas kependudukan lainnya yang sesuai dengan peraturan perundangan tetapi belum terdaftar dalam DPT PPWP maupun DPTb PPWP
2 Prosedur
1. Pemilih bersangkutan dapat dimasukkan dalam DPKTb (Model A.T PPWP) di TPS yang sesuai dengan alamat pada identitas kependudukannya. 2. Pemilih yang masuk dalam DPTb menggunakan hak pilihnya di TPS mulai
jam 12.00 sampai jam 13.00 waktu setempat
Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran kedua, tidak diadakan kegiatan pemutakhiran DPT PPWP
N PELANGGARAN PIDANA DALAM TAHAPAN
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
PASAL SUBYEK HUKUM
BENTUK
PELANGGARAN ANCAMAN SANKSI PASAL RUJUKAN
202 SetiapOrang Dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). -203 SetiapOrang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
-204 Setiaporang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). _ 206 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten /kota, dan PPS “Dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau tidak memperbaiki Daftar Pemilih Sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4)” pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 29 ayat 3 : Daftar Pemilih Sementara hasil pemutakhiran … diumumkan oleh KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat selama 7 (tujuh) hari. Pasal 29 ayat (4) KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPS memperbaiki Daftar Pemilih Sementara
berdasarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selanjutnya menetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap paling lama 7 (tujuh) hari. 207 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten /kota, PPK, PPS, dan PPLN tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan penyusunan dan pengumuman Daftar Pemilih Sementara, perbaikan Daftar Pemilih Sementara, penetapan Daftar Pemilih Tetap, yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 32 ayat (2) KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan PPLN wajib menindaklanjuti temuan Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 32 ayat (1) Dalam hal pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU
provinsi, KPU kabupaten/kota, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota, danPengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota. 209 Anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten /kota, PPK, PPS, dan PPLN dengan sengaja menambah atau mengurangi daftar pemilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden setelah ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap, pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
O JADWAL TAHAPAN PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
NO KEGIATAN WAKTU
(2014)
PELAKSANA
1 Permintaan data WNI yang berumur 17 tahun pada tanggal 10 April s/d 9 Juli 2014 kepada
Kemendagri
3 s/d 23 Mar KPU
2 Penetapan DPT Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD
menjadi DPS Pemilu Presiden dan 24 s/d 30 Mar KPU
3 Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih 1. Sinkronisasi DPT Pemilu Anggota
DPR,DPD, DPRD (DPS Pemilu Presiden dan Wakil Presiden) dengan DPTb, DPK, DPKTb dan Pemilih baru pasca Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD
11 s/d 20 April KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten /Kota 2. Ppemutakhiran terhadap Pemilih yang
berumur 17 tahun pada tanggal 10 April s/d 9 Juli 2014 dan DPTb
21 April s/d 10 Mei 2014
PPS
4 Penetapan DPS hasil pemutakhiran 11 s/d 12 Mei 2014
PPS
5 Pengumuman DPS hasil pemutakhiran 13 s/d 19 Mei 2014
PPS
6 Masukan dan tanggapan masyarakat terhadap DPS hasil pemutakhiran
20 s/d 26 Mei 2014
PPS
7 Perbaikan terhadap DPS hasil pemutakhiran 27 Mei s/d 2
Juni 2014 PPS
a.Penyusunan DPT di PPS 3 s/d 4 Juni 2014 b.Penyusunan dan rekapitulasi di PPK 5 s/d 6 Juni
2014 PPK
c.Rekapitulasi dan penetapan di KPU d.Kabupaten/Kota 7 s/d 9 Juni 2014 KPU Kabupaten /Kota e.Rekapitulasi di KPU Provinsi 10 s/d 11 Juni
2014 KPUPropinsi 9 Penyusunan Daftar Pemilih Khusus (DPK 5 Juni s/d 1
Juli 2014 PPS
10 Penetapan DPK 1 s/d 2 Juli
2014 KPU
A DASAR HUKUM
Dasar hukum pelaksanaan tahapan Kampanye dan pemantauan terhadap Kampanye, adalah :
1. UU NO 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden : a. Pasal 33 – 93
b. Ketentuan Pidana, pasal 210, 212, 213, 214, 215, 216, 217, 219, 224, 225, 226
2. Peraturan KPU Nomor 16 tahun 2014 tentang Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
B FOKUS PEMANTAUAN
Pemantauan tahapan Kampanye yang dilaksanakan oleh Kemitraan, berfokus pada : 1. Kepatuhan pelaksana, peserta dan petugas kampanye terhadap
larangan-larangandalam kampanye
2. Kepatuhan pelaksana kampanye terhadap larangan mengikutsertakan pihak-pihak yang tidak boleh terlibat dalam kampanye
3. Politik uang
4. Penggunaan fasilitas negara 5. Penyalahgunaan jabatan
6. Kepatuhan terhadap ketentuan cuti bagi pejabat negara 7. Integritas penyelenggara pemilu dalam tahapan Kamapnye
C PENGERTIAN DAN PRINSIP KAMPANYE
Pengertian Kampanye
Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut Kampanye, adalah kegiatan untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon.
BAB VI
PEMANTAUAN
TAHAPAN
Prinsip Kampanye
Kampanye dilakukan dengan prinsip jujur, terbuka, dialogis serta bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat.
D PELAKSANA, PETUGAS DAN PESERTA KAMPANYE
A. Pelaksana Kampanye
Kampanye dilaksanakan oleh pelaksana Kampanye yang bertugas menyusun seluruh kegiatan tahapan kampanye dan bertanggungjawab teknis.
Pelaksana Kampanye terdiri atas pengurus Partai Politik, orang-seorang, dan organisasi penyelenggara kegiatan.
Pasangan Calon membentuk tim Kampanye nasional. tim Kampanye tingkat nasional dapat membentuk tim Kampanye tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota.
B. Petugas Kampanye
1. Kampanye didukung oleh petugas kampanye yang terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye
2. Kampanye diikuti oleh peserta kampanye yang terdiri atas anggota masayarakat
C. Penyampaian Nama-nama Pelaksana dan Tim Kampanye
1. Nama-nama pelaksana Kampanye dan anggota tim Kampanye harus didaftarkan pada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sesuai dengan tingkatannya.
2. KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menyampaikan daftar nama pelaksana Kampanye dan nama anggota tim Kampanye kepada Bawaslu, Panwaslu provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota.
E MATERI, METODE DAN WAKTU KAMPANYE
A. Materi Kampanye
Materi Kampanye meliputi visi, misi, dan program Pasangan Calon.
Dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi penyebarluasan materi Kampanye yang meliputi visi, misi, dan program Pasangan Calon melalui website KPU.
B. Metode Kampanye
Kampanye dapat dilaksanakan melalui: 1. pertemuan terbatas;
2. tatap muka dan dialog;
3. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik; 4. penyiaran melalui radio dan/atau televisi;
5. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
6. pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di tempat lain yang ditentukan oleh KPU;
8. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundangundangan. C. Debat Pasangan Calon
1. Debat Pasangan Calon dilaksanakan 5 (lima) kali.
2. Diselenggarakan oleh KPU dan disiarkan langsung secara nasional oleh media elektronik.
3. Materi debat Pasangan Calon adalah visi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b. memajukan kesejahteraan umum; c. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Penyelenggaraan debat Pasangan Calon dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
D. Waktu Kampanye
1. Kampanye dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah KPU menetapkan nama-nama Pasangan Calon sampai dengan dimulainya masa tenang.
2. Masa tenang selama 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
F LARANGAN DALAM KAMPANYE
A. Larangan untuk Pelaksana, Peserta dan Petugas Kampanye Pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain;
d. menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat; e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Pasangan Calon yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Pasangan Calon; h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan; i. membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Pasangan Calon lain
selain dari gambar dan/atau atribut Pasangan Calon yang bersangkutan; dan j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta
Kampanye.
Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan: a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan
hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia; d. pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
e. pegawai negeri sipil;
f. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
g. kepala desa; h. perangkat desa;
i. anggota badan permusyaratan desa; dan
j. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih. C. Larangan bagi PNS dalam Kampanye
1. Sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil dilarang menggunakan atribut Partai Politik, Pasangan Calon, atau atribut pegawai negeri sipil. 2. Sebagai peserta Kampanye, pegawai negeri sipil dilarang mengerahkan
pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.
D. Larangan bagi Pejabat
1. Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Pasangan Calon selama masa Kampanye.
2. Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri
serta pegawai negeri lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Pasangan Calon Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye, meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai negeri dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Catatan“Pejabat negara” yang dimaksud meliputi Presiden, Wakil Presiden, menteri/pimpinan lembaga pemerintahan non kementerian, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.
Keputusan/kebijakan yang menguntungkan atau merugikan didasarkan pada pengaduan yang signifikan dan didukung dengan bukti.
G KETENTUAN CUTI DALAM KAMPANYE
1. Kampanye yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan; dan
b. menjalani cuti Kampanye.
2. Cuti dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
HAK KAMPANYE BAGI PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDENSERTA PEJABAT LAINNYA A. Hak Kampanye Presiden dan Wakil Presiden
1. Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
2. Selama melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden dan pejabat
negara lainnya wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Presiden atau Wakil Presiden yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden dalam melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden atau Wakil Presiden memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai Presiden atau Wakil Presiden
B. Hak Kampanye Pejabat Lainnya
1. Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
2. Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. anggota tim Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau c. pelaksana Kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU. CUTI KAMPANYE BAGI PEJABAT
A. Cuti Kampanye bagi Menteri
1.
Menteri sebagai anggota tim Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye dapat diberikan cuti.2.
Cuti bagi menteri yang melaksanakan Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye.3.
Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti B. Cuti Kampanye Bagi Kepala Daerah1. Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota sebagai anggota tim Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye dapat diberikan cuti.
2. Cuti bagi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang melaksanakan Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye.
3. Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye
4. Apabila gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota yang ditetapkan sebagai anggota tim Kampanye melaksanakan Kampanye dalam waktu yang bersamaan, tugas pemerintah sehari-hari dilaksanakan oleh sekretaris daerah.
5. Dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati dan wakil kota dan wakil walikota pelaksanaan tugas pemerintah oleh sekretaris daerah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.
H PENGGUNAAN FASILITAS NEGARA
A. Larangan Penggunaan Fasilitas Negara
1. Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden dan pejabat negara lainnya dilarang menggunakan fasilitas negara.
2. Fasilitas negara berupa:
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya; b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah
provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan; c. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik pemerintah
provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya.
3. Gedung atau fasilitas negara disewakan kepada umum dikecualikan B. Fasilitas Negara yang Melekat pada Presiden dan Wakil Presiden
1. Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan secara profesional dan proporsional.
2. Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden, fasilitas negara yang yakni pengamanan, kesehatan dan protokoler tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
C. Fasilitas Negara yang Melekat Pada Calon Presiden dan Wakil Presiden
1. Calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang bukan Presiden dan Wakil Presiden, selama Kampanye diberikan fasilitas pengamanan, kesehatan, dan pengawalan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Pengamanan dan pengawalan tersebut dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara
PERANAN PEMERINTAH, TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM KAMPANYE
1. Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan memberikan kesempatan yang sama kepada tim Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye dalam penggunaan fasilitas umum untuk penyampaian materi Kampanye.
2. Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu tim Kampanye dan/atau pelaksana Kampanye.
I
PELANGGARAN PIDANA DALAM TAHAPAN KAMPANYE
PASAL SUBYEKHUKUM PELANGGA-RANBENTUK ANCAMANSANKSI PASAL RUJUKAN 210 Setiap anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten /kota, PPK, PPS, dan PPLN dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungka n atau merugikan salah satu calon atau Pasangan Calon dalam masa Kampanye pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.00 0,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.0 00,00 (tiga puluh enam juta rupiah). 211 Pejabat
negara dengan sengajamembuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungka n atau merugikan salah satu calon atau Pasangan Calon dalam masa Kampanye, pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.00 0,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.0 00,00 (tiga puluh enam
juta rupiah). 212 kepala desa atau sebutan lain dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungka n atau merugikan salah satu calon atau Pasangan Calon dalam masa Kampanye, pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.00 0,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.0 00,00 (dua belas juta rupiah). 213 Setiap
orang dengan sengajamelakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU untuk masing masing Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.00 0,00 (tiga juta rupiah) atau paling banyak Rp12.000.0 00,00 (dua belas juta rupiah). Pasal 40 1. Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah KPU menetapkan nama-nama Pasangan Calon sampai dengan dimulainya masa tenang.
2. Masa tenang selama 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara. 214 Setiap orang (Pelaksana, dengan sengaja melanggar larangan pidana penjara paling Pasal 41 ayat (1)
peserta, dan petugas Kampanye) pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.00 0,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.0 00,00 (dua puluh empat juta rupiah). Kampanya dilarang:
mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain;
menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat;
mengganggu ketertiban umum;
mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Pasangan Calon yang lain;
merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Pasangan Calon; menggunakan fasilitas
pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Pasangan Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Pasangan Calon yang bersangkutan; dan
menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye.
215 Pelaksana
Kampanye dengan sengajamenjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Pasangan Calon tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf j, pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.00 0,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.0 00,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 41 ayat (1) huruf j: Setiap orang (Pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye) dilarang :
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye.
216 Setiap pelaksana Kampanye melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp30.000.0 Pasal 41 ayat (2) Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan