Memahami Failed States Index Indonesia 2012
Kamis, 28 Juni 2012
 Memahami Failed States Index Indonesia 2012
(Antara Pendapat di Media dan Kesimpulan dari Fund For Peace)
Â
I.     PENDAHULUAN
Setiap tahun
organisasi Fund For Peace (FFP) merilis indeks negara gagal atau Failed States Index.
Ada 12 indikator sosial, ekonomi dan politik yang digunakan FFP dalam mengukur indeks kegagalan suatu negara yaitu: 1) Demographic Pressures; 2) Refugees and IDPs; 3) Uneven Economic Development; 4) Group Grievance; 5) Human Flight and Brain Drain; 6) Poverty and Economic Decline; 7) State Legitimacy; 8) Public Services; 9) Human Rights and Rule of Law; 10) Security Apparatus; 11) Factionalized Elites; 12) External Intervention.
Faktor yang dinilai untuk masing-masing indikator adalah sebagai berikut:
1)Â Â Â Â Demographic Pressures. Tekanan demography atau
tekanan terhadap populasi seperti penyakit dan bencana alam dapat mengakibatkan kesulitan bagi negara untuk melindungi rakyatnya. Hal ini menunjukkan
keterbatasan kemampuan atau kemauan sebuah negara dalam mengatasi permasalahan tekanan terhadap populasi. Hal yang diukur antara lain bencana alam, penyakit,
lingkungan, polusi, kelangkaan pangan, malnutrisi, kelangkaan air, pertumbuhan penduduk, tingkat kematian, dst.
2)Â Â Â Â Refugees & Internally Displaced
Persons (IDPs). Tekanan yang berasosiasi dengan perpindahan (displacement) penduduk
yang terjadi akibat tindakan kekerasan yang selanjutnya menimbulkan kelaparan, penyakit, kekurangan air, perebutan lahan, dan kekacauan yang jika dibiarkan dapat berkembang menjadi bencana kemanusiaan dan pengungsian intra maupun antar negara. Hal yang diukur antara lain jumlah pengungsi, camp pengungsi, camp IDPs, penyakit yang terkait dengan pengungsian, jumlah pengungsi perkapita, IDPs perkapita, kemampuan menerima jumlah pengungsi. Â
3)Â Â Â Â Uneven Economic Development. Ketika terjadi disparitas etnik, agama, atau wilayah dan negara tidak mampu memenuhi komitmen dan kontrak sosialnya secara adil dan merata. Hal yang
diukur antara lain Koefisien GINI, Porsi pendapatan 10% terkaya, porsi pendapatan 10% termiskin, distribusi layanan pedesaan dan perkotaan, akses terhadap pelayanan, dan jumlah populasi yang tinggal didaerah kumuh. Â
4)Â Â Â Â Â Group Grievance. Ketika terjadi ketegangan sosial antar kelompok dan negara tidak mampu memberikan perlindungan maka ketakutan dan kekerasan akan berlanjut. Hal
yang dikukur antara lain diskriminasi, ketidakberdayaan, kekerasan etnis, kekerasan kelompok, kekerasan sektarian, kekerasan agama.
5)Â Â Â Human Flight and Brain Drain. Ketika sempitnya peluang kehidupan bagi warganegara maka rakyat akan bermigrasi sehingga negara kehilangan tenaga terdidik dan berpengalaman. Hal
yang diukur adalah migrasi perkapita, emigrasi tenaga terdidik, dan human capital.
6)Â Â Â Poverty and Economic Decline. Kemiskinan dan penurunan kondisi ekonomi mengakibatkan terkendalanya kemampuan negara dalam mengatasi masalah ini sehingga berpotensi menimbulkan friksi
antara kaya dan miskin. Hal yang diukur antara lain utang pemerintah, defisit, pengangguran, daya beli, GDP perkapita, pertumbuhan GDP dan inflasi. Â
7)Â Â Â Â Â State Legitimacy. Korupsi dan ketidakterwakilan di pemerintahan secara langsung akan melemahkan kemampuan negara untuk memenuhi kontrak sosialnya. Hal yang diukur
antara lain korupsi, efektivitas pemerintahan, partisipasi politik, proses
pemilihan, tingkat demokrasi, perdagangan narkoba, kegiatan ekonomi ilegal, aksi protes dan demonstrasi.
8)Â Â Â Public Services. Penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, dan sanitasi dan layanan publik lainnya merupakan fungsi utama suatu negara. Hal yang diukur antara lain
adalah penegakan hukum (policing),
kriminalitas, literasi, air bersih dan sanitasi, infrastruktur, kualitas
layanan kesehatan, layanan telepon, akses internet, ketersediaan energi, dan jalan.
9)Â Â Â Human Rights and Rule of Law. Ketika terjadi pelanggaran hak asasi manusia atau ketidakadilan dalam memberikan perlindungan terhadap warga negara, negara sedang mengalami
kegagalam dalam menjalankan fungsi utamanya. Hal yang diukur antara lain kebebasan pers, kemerdekaan sipil, kebebasan politik, tahanan politik,
penyelundupan manusia, eksekusi, penganiayaan (torture), pemenjaraan, penghukuman keagamaan.
10)Â Â Â Security Apparatus. Aparat keamanan memegang monopoli dalam penggunaan kekuatan yang legal (legitimate force). Kontrak
sosial akan melemah jika ada kelompok kekuatan yang bertindak melakukan fungsi yang seharusnya dilakukan oleh aparat keamanan. Hal yang diukur antara lain konflik internal, kerusuhan dan protes, kudeta militer, pemberontakan,
pengeboman, tahanan politik, militansi, fatalitas didalam suatu konflik.
11)Â Â Factionalizrd Elites. Ketika terjadi kebuntuan politik antar pusat dan daerah dan munculnya tindakan berbahaya untuk mendapatkan dukungan politis sehingga mengakibatkan negara
tidak mampu memenuhi kontrak sosial. Hal yang diukur antara lain pemilihan yang cacat, perjuangan kekuasaan (power
struggle), kompetisi politik, perlawanan (defectors).
12)Â Â External Intervention. Ketika negara gagal menjalankan tugas/fungsi internasional maupun domestiknya, pihak luar dapat melakukan intervensi dalam menyediakan layanan
atau melakukan manipulasi terhadap urusan internal suatu negara. Hal yang diukur antara lain bantuan asing, kehadiran pasukan perdamaian, kehadiran misi PBB, intervensi militer asing, sanksi internasional, dan credit rating.
Masing-masing
indikator dinilai dengan menggunakan skala 1 (paling stabil) sampai 10 (paling rentan), sehingga total score tertinggi untuk 12 indikator adalah 120 dan total score terendah adalah 12. Artinya
suatu Negara yang mendapat score 12 adalah Negara yang dianggap paling stabil. Sedangkan Negara yang mendapat nilai 120 adalah Negara yang dikategorikan paling gagal.
II.      Â
INDEKS NEGARA GAGAL TAHUN 2012
Untuk tahun 2012 FFP
merilis Failed States Index pada
bulan Mei 2012. Laporan FFP tersebut selain menyajikan score juga menyajikan peringkat dari 177 negara. “Peringkat―
mengandung pengertian bahwa suatu Negara yang mendapat peringkat 1 adalah Negara yang dianggap paling gagal. Sedangkan Negara yang mendapat nilai 177 adalah Negara yang dikategorikan paling stabil.
Laporan
itu juga menyajikan 10 negara yang mengalami perbaikan pesat dan 10 negara yang mengalami penurunan tajam, seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.
III.        Â
KEJUTAN DARI HASIL SURVEI FFP 2012
Ada beberapa kejutan atau surprise dari
Failed States Index yang dirilis oleg FFP pada tahun 2012, antara lain:
·   Jepang mengalami penurunan score
yang cukup tajam dari 31 pada tahun 2011 menjadi 43,5 pada tahun 2012. Dari sisi peringkat juga terjadi penurunan dari 164 pada tahun 2011 ke peringkat 151
pada tahun 2012. Penyebabnya gempa bumi dengan kekuatan 9 skala richter yang diikuti oleh bencana tsunami yang juga berujung pada krisis PLTN Fukushima. Kondisi yang dialami Jepang ini dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia yang
memiliki kondisi alam sama dengan Jepang khususnya rawan terhadap bencana gempa dan tsunami.Â
·   Pelajaran yang dialami Jepang juga
menunjukkan bahwa yang rentan terhadap kejadian yang mengakibatkan penurunan kondisi bukanlah hanya negara-negara yang dikelompokkan sebagai negara miskin yang bergejolak atau tidak stabil saja, tetapi negara maju yang stabil
sekalipun kondisinya dapat menurun tajam hanya oleh suatu kejadian bencana alam.
·   Selain Jepang, Norway juga
mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2012 dengan total score 23,9 dari total score 20,4 pada tahun 2011. Penurunan kondisi ini terjadi
akibat peristiwa tunggal berupa pengeboman dan penembakan membabi-buta yang dilakukan oleh Anders Breivik.
·   Kejutan lain yaitu pergolakan yang
terjadi secara serentak di negara-negara Arab sebagai hasil dari kerusuhan yang timbul dari Arab Spring. Pemburukan kondisi di negara-negara Arab antara lain dialami Libya, Tunisia, Yemen, Egypt, Bahrain dan Syria.
Â
IV.       INDEKS INDONESIA
Didalam Country Profile Indonesia 2012 yang juga dirilis oleh FFP, disebutkan bahwa:
·    Pada tahun-tahun terakhir ini Indonesia merupakan sebuah kisah keberhasilan (success
story) dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi dan reformasi politik yang signifikan. Indonesia berhasil bertahan (survive)
dalam kondisi krisis finansial global dengan meningkatkan output industri dan ekspor sehingga pendapatan domestik bruto dapat terus tumbuh.
·   Reformasi politik dan rekonsiliasi
demokratis telah menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Pluralitas budaya dan agama, kemerdekaan/kebebasan yang fundamental, reformasi konstitusi dan elektoral serta implementasi dari program
desentralisasi merupakan bagian dari kisah keberhasilan tersebut. Namun demikian ketidakberdayaan masyarakat, korupsi, sistem legislasi dan sistem yudisial yang lemah, kekerasan terhadap kelompok minoritas dan elit yang terfragmentasi masih merupakan hambatan yang signifikan.
·  Dalam rangka melanjutkan
pertumbuhan ekonomi dan pengembangan demokrasi, Indonesia perlu mengatasi
berbagai tantangan yang merupakan kendala dalam mencapai kemajuan. Tantangan tersebut termasuk pembangunan infrastruktur, pengangguran, korupsi, pendidikan dan kekerasan terhadap kelompok minoritas.
Â
Selanjutnya FFP juga menyebutkan perbaikan dan
penurunan yang dialami Indonesia antara lain sebagai berikut:
1) Score
Indonesia untuk indikator Demographic Pressures masih tinggi (tetap pada
angka 7,4) karena masalah keamanan, ketersediaan air, penurunan kondisi lahan, dan perpindahan atau displacement akibat
tekanan lingkungan;
2) Score Indonesia untuk indikator Group
Grievance meningkat dari 6,6 pada tahun 2011 menjadi 7,1 pada tahun 2012 akibat meningkatnya protes, pelecehan, dan kekerasan terhadap kelompok minoritas. Kemampuan pemerintah untuk mengatasi kekerasan antar kelompok terbatas. Ketegangan sosial dan perlawanan kelompok akan terus merupakan tantangan di masa yang akan datang;
3) Score Indonesia untuk indikator Uneven
Development mengalami perbaikan dari 7,5 pada tahun 2011 menjadi 7,2 pada tahun 2012, dan score Poverty &
Economic Decline mengalami perbaikan dari 6,4 pada tahun 2011 menjadi 6,0 pada tahun 2012. Perbaikan score kedua indikator ini sejalan dengan pertumbuhan PDB;
4) Score Indonesia untuk indikator Public Services mengalami perbaikan
dari 6,5 pada tahun 2011 menjadi 6,2 pada tahun 2012 sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan ombudsman
dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik agar layanan publik dapat dilaksanakan secara akuntabel dan transparan;
5) Score Indonesia untuk
indikator Human Rights & Rule of Law mengalami peningkatan dari 6,3
pada tahun 2011 menjadi 6,8 pada tahun 2012 yang diakibatkan oleh peningkatan kekerasan terhadap kelompok minoritas. Secara lebih lengkap score Indonesia sejak tahun 2005 sampai 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Dari Tabel 3 diatas terlihat bahwa pada tahun 2012 terjadi perbaikan pada 6 (enam) indikator yaitu Refugees & IDPs, Human Flight, Uneven
Development, Poverty and Economic Decline, Public Services dan External Intervention. 4 (empat) indikator tetap
atau tidak berubah yaitu Demographic Pressures, Legitimacy of The State,
Security Apparatus, dan Factionalized Elites. Sedangkan 2 (dua) indikator mengalami penurunan yaitu Group Grievance dan Human Right &
Rule of Law.
Total score pada tahun 2012 mengalami
perbaikan menjadi 80,60 dibanding total score pada tahun 2011 sebesar 81,50. Peringkat Indonesia pada tahun 2012 berada pada rank 63 sedangkan peringkat Indonesia pada tahun 2011 berada pada rank 64. Pada dasarnya dari sisi
peringkat tidak terjadi perubahan karena pada tahun 2012 ada 2 negara menduduki peringkat 63 yaitu Indonesia dan Gambia sehingga tidak ada peringkat 64.Â
Dalam 8 tahun terakhir 2005-2012 trend score dari
Failed State Index Indonesia terus membaik yaitu dari 89,20 pada tahun 2006 menjadi 80,60 pada tahun 2012. Secara keseluruhan FFP menyimpulkan Multi-Year Trend Failed States Index Indonesia terus membaik seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Grafik diatas secara nyata mematahkan
pendapat yang berkembang diberbagai media massa akhir-akhir ini yang menyatakan Indonesia menuju negara gagal. Hasil
survei FFP tentang Failed States Index untuk Indonesia sejak tahun 2005 jelas menunjukkan trend menuju kearah perbaikan bukan kearah kegagalan.
V.     KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
·   Dalam country Profile Indonesia 2012, FFP memberikan kesimpulan yang obyektif dengan menyebutkan bahwa Indonesia merupakan suatu contoh kisah sukses
dengan pertumbuhan ekonomi dan reformasi politik yang signifikan. Namun demikian Indonesia masih menghadapi hambatan yang signifikan
antara lain ketidakberdayaan masyarakat, korupsi, sistem legislasi dan sistem yudisial yang lemah, kekerasan terhadap kelompok minoritas dan elit yang terfragmentasi.
· Pada tahun 2012 Indonesia mengalami perbaikan pada 6 (enam) indikator yaitu Refugees & IDPs, Human Flight, Uneven Development, Poverty
and Economic Decline, Public Services dan External Intervention. 4 (empat) indikator tetap atau tidak berubah yaitu Demographic Pressures, Legitimacy of The State, Security Apparatus,
dan Factionalized Elites. Sedangkan 2 (dua) indikator mengalami penurunan yaitu Group Grievance dan Human Right & Rule of Law.
·   Total score Indonesia pada tahun 2012 mengalami perbaikan menjadi 80,60 dibanding total score pada tahun 2011 sebesar 81,50.
Pada tahun 2012 Indonesia berada pada peringkat 63 sedangkan pada tahun 2011 Indonesia berada pada peringkat 64. Pada
dasarnya dari sisi peringkat tidak terjadi perubahan karena pada tahun 2012 ada 2 negara menduduki peringkat 63 yaitu Indonesia dan Gambia sehingga tidak ada peringkat 64.
·   Pendapat yang berkembang
diberbagai media massa akhir-akhir ini yang menyatakan Indonesia menuju negara
gagal sama sekali tidak berdasar dan tidak mengacu pada hasil survei FFP. Hasil survei FFP tentang Failed States Index untuk Indonesia sejak tahun 2005 sampai 2012 jelas menunjukkan trend
menuju kearah perbaikan bukan kearah kegagalan.
·  Kejadian tunggal seperti pengeboman dan
penembakan yang dilakukan secara membabibuta oleh Anders Breivik dapat menurunkan peringkat Failed States Index seperti yang dialami oleh Norway.
·   Bencana alam seperti gempa dan tsunami yang diikuti oleh bencana PLTN
Fukushima dapat mengakibatkan penurunan tajam total score seperti yang dialami Jepang. Indonesia memiliki potensi untuk
mengalami hal ini karena wilayah Indonesia rawan bencana. Oleh karena itu, Indonesia perlu senantiasa mempersiapkan diri untuk mengantisipasi kejadian bencana alam dengan
meningkatkan kemampuan (capacity) penanggulangan bencana, sehingga jika terjadi bencana diharapkan selisih score antara capacity dan pressures bisa positif.
( Chairil Abdini / Hamidi Rahmat )