• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA MTQ DI INDONESIA. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FENOMENA MTQ DI INDONESIA. pdf"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA MUSABAQAH TILAWATIL QUR’AN (MTQ) DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah

Pendekatan Pengkajian Islam

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Djam’annuri, M.A.

Disusun oleh:

Wildan Hidayat NIM. 1620510035

KONSENTRASI STUDI AL-QUR’AN DAN HADIS (S2) FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

(2)

A. PENDAHULUAN

Akhir-akhir sering kita jumpai dilayar televisi maraknya berbagai macam acara

pencarian bakat, terlebih bakat dalam seni olah vokal. Pencarian bakat memang sepertinya

sudah menjadi dambaan para kaum muda modern ini dengan iming-iming menjadi terkenal

atau lebih terkesan menjadi artis dadakan. Dan pada dasarnya Islam tidak melarang

penganutnya untuk mengadakan acara-acara perlombaan dan kontes atau yang sejenisnya,

selama maksud, niat dan praktek dari kegiatan-kegiatan tersebut tidak melanggar syari’ah.

Lebih-lebih jika kegiatan tersebut menunjang hal-hal yang diperintahkan syari’at. Mungkin

salah dari perlombaan yang kesannya begitu syar’i adalah jenis kompetisi atau musabaqah dalam bidang Al-Qur’an, yakni yang lebih dikenal dengan Musabaqah

Tilawatil Qur’an (MTQ). Kegiatan ini dinilai merupakan sarana syari’at Islam dan juga

merupakan audisi bibit-bibit berbakat dibidang seni Al-Qur’an.

Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) sebagai ajang perlombaan seni Qur’an pada awal

pelaksanaan di Makasar tahun 1968, sesungguhnya ia berjalan dengan semangat

kekeluargaan. MTQ Nasional pertama kali itu mencerminkan bagaimana antar peserta dari

berbagai daerah dan penduduk setempat menjalin kebersamaan. Nilai-nilai persatuan,

kebersamaan dan kejujuran sangat dijunjung. Antar peserta dan antar daerah

bersungguh-sungguh berlomba bukan atas dasar persaingan dan gengsi daerah.1

Namun seiring berjalannya masa, mulailah era persaingan antar daerah. Keinginan suatu

daerah untuk meraih juara mulai dilakukan dengan cara kurang sehat. Yang paling lazim

dilakukan adalah dengan mengubah data umur atau daerah asal peserta. Terkadang sampai

mengubah nama dan tanggal lahir dengan cara membuat akta lahir atau KTP baru.

Keinginan pemerintah daerah (kabupaten, provinsi) untuk meraih juara umum dapat

menyebabkan terjadinya manipulasi data peserta lomba pada setiap perhelatan MTQ sebab

ambisi atau ego daerah tersebut.2

1 Abd Hamid Abdulloh, Pemanfaatan Data E-KTP Dalam Proses Validasi Peserta MTQ, (LPTQ Jawa

Timur STIT Diponegoro Nganjuk: Jurnal Review Politik, 2014), volume 04, nomor 01, h. 61

(3)

Oleh karena itu perlu dikaji sedikit lebih dalam hal-hal yang berkaitan denga MTQ ini,

sehingga dapat diketahui titik temu dan pokok permasalahan yang masih meninggalkan pro

dan kontra dalam pelaksanaan MTQ ini.

B. PEMBAHASAN

1. Sejarah Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

Pada zamannya, Rasulullah adalah seorang qari’ yang membaca al-Qur’an dengan suara

yang indah dan merdu. Abdullah bin Mughaffal pernah mengilustrasikan suara Rasulullah

dengan terperanjatnya unta yang ditunggangi Nabi ketika melantunkan surat al-Fath. Para

sahabat juga memiliki niat yang besar terhadap ilmu nagham ini. Sejarah mencatat sejumlah

sahabat yang berpredikat sebagai qari’. Diantaranya adalah beliau Abdullah ibnu Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari. Lalu pada periode tabi’in, tercatat Umar bin Abdul Aziz dan Safir al-Lusi sebagai qari’ kenamaan. Metode sima’i, talaqqi, dan musyafahah merupakan

satu-satunya cara dalam mentransmisikan lagu-lagu al-Qur’an.

Di Indonesia sendiri tercatat bahwa MTQ sudah sejak lama dilombakan baik dipelosok

perkampungan, tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, bahkan Nasional. Biasanya

diadakan mengikut kalender hijriyah. Bermula dari MTQ Nasional pertama di Makasar pada

tahun 1968 yang diikuti hanya untuk golongan dewasa, kemudian berkembang menjadi lima

cabang kegiatan pada MTQ ke-13 di Padang. Cabang-cabang tersebut kemudian

berkembang lagi menjadi MTQ (Tilawah), MHQ (Hafalan), MFQ (Fahmil Qur’an), MSQ

(Syarah al-Qur’an), MKQ (Khat), sehingga terakhir ini ada cabang baru dalam perlombaan ini yaitu MMQ (Makalah al-Qur’an). Masing-masing cabang terdiri dari golongan anak-anak, remaja, dan dewasa untuk MTQ (Tilawah), lalu cabang 1 Juz, 5 Juz, 10 Juz, 20 Juz, 30

Juz untuk MHQ (Hafalan). Untuk kategori MFQ dan MSyQ diskemakan menjadi

perlombaan antar grup yang terdiri dari tiga peserta pada setiap grupnya.

Kemudian pada kategori MKQ (Khat) dibagi menjadi empat golongan yaitu, golongan

naskah, hiasan mushaf, dan kontemporer. Menariknya lagi untuk cabang MTQ (Tilawah)

(4)

bervariasi dianataranya yaitu cabang Tafsir Bahasa Arab, Indonesia, dan Inggris, yang

dimulai sejak masa Menteri Agama Said Agil Husein Al-Munawwar.3

Sejarah pelaksanaan MTQ di Indonesia sangat unik, itulah yang disampaikan oleh

kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Aceh Utara, H. Zulkifli Idris, saat menjadi

pemateri dalam kegiatan sosialisasi peningkatan mutu dewan hakim MTQ di kabupaten

Aceh Utara.

Menurut beliau perkembangan MTQ di Indonesia sangatlah unik, “Perkembangan MTQ dalam sejarah sangatlah unik, dimana MTQ telah ada di Indonesia sejak tahun 1940-an sejak

berdirinya Jam’iyyatul Qurro wal Huffadz yang didirikan oleh Nahdlatul Ulama yang

merupakan salah satu ormas terbesar di Indonesia. MTQ untuk pertama kali dilaksanakan

pada tahun 1941 sebelum Indonesia merdeka oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

(PBNU),” ujar Zulkifli Idris.

Sejak tahun 1968, saat menteri agama dijabat oleh K.H. Muhammad Dahlan, MTQ

dilembagakan secara Nasional. MTQ pertama diselenggarakan di Makasar pada bulan

Ramadhan tahun 1968. Pada saat itu hanya melombakan tilawah dewasa saja dan

melahirkan Qari Ahmad Syahid dari Jawa Barat dan Muhammadong dari Sulawesi Selatan.

Sampai tahun 2014, MTQ Nasional sudah dilaksanakan sebanyak 25 kali. Mulai tahun

1968 sampai dengan tahun 1981 dilaksanakan satu tahun sekali, dan setelah MTQ yang

dilaksanakan di Provinsi Aceh tahun 1981, MTQ dilaksanakan secara berkala dua tahun

sekali. Dalam perkembangannya juga MTQ terus berevolusi dan berkembang baik dalam hal

bertambahnya jumlah cabang yang diperlombakan maupun hal lainnya, jadi untuk

mengmbangi hal tersebut dewan hakim harus terus belajar untuk mengikuti perubahan

tersebut sesuai dengan tuntutan zaman.4

(5)

2. Fenomena Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

a) Hukum Pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

Melalui hukum taklif yang ada di dalam ilmu fiqh, yaitu; wajib, haram, mubah, sunnah,

dan makruh. Dengan pendekatan maqasid al-syari’ah (maksud disyari’atkannya suatu hukum) yang terdiri dari tiga bagian, yang terdiri dari tiga bagian, yakni bersifat primer

(dharuri), sekunder (hajjiy), dan tersier (tersier). Adapun yang bersifat primer, cara kerjanya

adalah, untuk menjaga agama, kehormatan atau jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dan

rangkuman dari prinsip maqashid al-syari’ah adalah menciptakan kemaslahatan dan

mencegah kerusakan dengan mendudukan maksud Tuhan dan maksud mukallaf.

Melalui pendekatan ini, maka dapat ditarik kesimpulan hukum asal dari Musabaqah

Tilawatil Qur’an adalah mubah (boleh), hal ini di dasarkan pada suatu kaidah hukum yang menyebutkan bahwa “asal dari sesuatu yang baru adalah boleh, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya”. Namun, ia juga dapat menjadi sunnah, makruh, haram, bahkan juga bisa menjadi wajib.

Kapan ia bisa menjadi sunnah? yakni ketika musabaqah tersebut berjalan apa adanya

dengan niat hanya untuk menambah pahala ibadah dengan tidak ada niatan untuk melakukan

kecurangan. Ia juga bisa menjadi makruh, ketika ada niat didalam musabaqah hanya untuk

kepentingan pribadi bukan mujtama’ (sosial), seperti menyediakan pesyaratan fiktif, dan

lain-lain. Ia juga bisa berhukum haram, ketika terlihat secara nyata dan bersifat umum

bahwa musabaqah tersebut bermuatan negative, seperti penipuan secara kolektif yang

dilakukan oleh MTQ, baik dari peserta, official, sampai dengan dewan hakimnya. Bahkan,

musabaqah juga dapat menjadi wajib hukumnya, ketika anak-anak tidak lagi cinta

al-Qur’an, para penghafal, penafsir, penulis, dan pendakwah al-Qur’an minim jumlahnya, dan berkemungkinan punah.

Hukum wajib tersebut ditelaah melalui tiga pendekatan primer (al-dharuri) didalam

maqashid al-syari’ah. Yakni yang pertama adalah menjaga agama, dimana al-Qur’an adalah kitab umat Islam yang menjadi sumber inspirasi kaum muslimin sedunia, namun kemudian

ia tidak tersentuh lagi, dan berkemungkinan agama tersebut hanya tinggal nama saja. Yang

(6)

yakni akhlaknya, sebagaimana akhlak Nabi adalah al-Qur’an, dan ketika akal tidak selaras dengan al-Qur’an, maka akan mudah terpengaruh dengan hal-hal yang bersifat negative. Dan yang ketiga adalah menjaga keturunan, di mana fungsi keturunan adalah untuk

membuat deposito akhirat atau bagian dari amal jariyah kita. Oleh karenanya, ketika

keturunan mulai jauh dari al-Qur’an, dan berkemungkinan punahnya ahli-ahli Qur’an, maka sudah barang tentu ia akan menjadi racun didalam kehidupan orang tuanya bahkan orang

lain di dunia dan bahkan di akhirat.

Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat difahami bahwa keharaman musabaqah adalah

bukan lidzatihi, akan tetapi lighairihi. Karena keharamannya, seperti melakukan kecurangan

dan penipuan secara kolektif atas nama al-Qur’an adalah datang dari luar musabaqah itu sendiri, seperti apa yang dilakukan oleh oknum, atau dalam bahasa yang sering disebut yaitu

markus (makelar kasus) MTQ.5

b) Pro dan Kontra Musbaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)

Di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam meyakini bahwa al-Qur’an harus dihidupkan di tengah-tengah masyarakat. Meskipun di era modern – kontemporer ini, ditemukan beragam tradisi untuk menghidupkan ayat-ayat al-Qur’an yang mulai melahirkan perilaku-perilaku secara komunal yang menunjukkan perbedaan pemahaman dari

masyarakat atau kelompok tertentu terhadap al-Qur’an. Perbedaan persepsi tentang di masyarakat inilah kemudian menyebabkan terjadinya pengembangan kajian terhadap studi

al-Qur’an yang diantaranya dikenal dengan kajian Living Qur’an, yaitu studi al-Qur’an yang mencoba menangkap berbagai pemaknaan atau persepsi masyarakat terhadap al-Qur’an. Model studi ini menjadi fenomena yang hidup di tengah masyarakat muslim terkait dengan

al-Qur’an sebagai objek studinya.6

Sebagai contoh adalah pro – kontra yang menyertai penyelenggaraan MTQ Nasional. Ada beberapa hal menarik terkait MTQ Nasional, pertama, fenomena membaca al-Qur’an di

5

https://Ahmadrajafi.Wordpress.Com/2011/02/21/Fiqh-Musabaqah-Tilawah-Al-Qur’an, diakses pada tanggal 14 Desember 2016.

(7)

kalangan umat Islam di Indonesia yang sudah mentradisi sejak masuknya Islam, yang

menurut Azyumardi Aza dibawa langsung dari Arabia oleh para misionaris Islam

professional dalam jumlah besar ke Indonesia pada abad XII – XIII.7 Sebagai contoh, Sulawesi Selatan yang pada tahun 1605 M, ketika raja Gowa ke-16 Sultan Hasanuddin

sudah memeluk Islam, di setiap bulan Ramadhan selalu diadakan tadarrus al-Qur’an di Istana Raja.8 Pembacaan al-Qur’an menjadi kegiatan yang telah memasyarakat dan menjadi rutinitas masyarakat Muslim di Indonesia meskipun baru memeluk Islam. Atas dasar inilah

sejak awal kemerdekaan RI, keinginan untuk mengangkat kegiatan membaca al-Qur’an

secara Nasional telah dirintis sehingga kemudian melahirkan MTQ Nasional.

Kedua, MTQ merupakan salah satu kebijakan Negara yang terkait dengan umat Islam

dan hanya Negara sebagai pemegang otoritas penyelenggaraannya. Kegiatan tersebut

dimaksudkan untuk menunjang kemajuan perkembangan spiritual sekaligus perkembangan

ekonomi. Pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari gerak langkah pembangunan bangsa,

sehingga teknis operasionalnya mesti disesuaikan dengan derap langkah pembangunan

secara simultan dan terpadu, abik yang bersifat Nasional maupun daerah.9

1. Pendapat yang tidak melarang (pro) terhadap MTQ

a. Pendapat Abd Hamid Abdullah (Ketua LPTQ Jawa Timur dan Dosen Tafsir Qur’an STIT Diponegoro, Nganjuk)

Musabaqah artinya saling mendahului, saling berpacu, adu kecepatan atau balapan.

Musabaqah berarti juga perlombaan, kompetisi, kontes. Al-Qur’an mempergunakan kata

musabaqah dalam bentuk kata kerja (fi’il) yang berarti berlomba-lomba. Dalam surat al-Baqarah ayat 148 dan surat al-Maidah ayat 48, Allah berfirman: ”Fastabiqu al-khairat”

yang artinya: “Maka berlomba-lombalah kamu sekalian dalam mengerjakan kebaikan”.10

7 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah, (Bandung: Mizan, 1999), h. 31

8 Suriadi Mappangara, Ensiklopedi Sejarah Sulawesi Selatan Sampai Tahun 1905, (Makassar: Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Sul-Sel, 2004), h. 111

9 LPTQ, Panduan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan MTQ dan STQ di Indonesia , (Jakarta: LPTQ, 2003), h. 7

(8)

Tujuan MTQ adalah untuk mendekatkan jiwa umat Islam kepada kitab suci dan

meningkatkan semangat membaca, mempelajari, serta mengamalkan al-Qur’an. Hukum perlombaan dalam MTQ mengikuti konsep ushul fiqh yaitu mashalih al-mursalah.

Pemenuhan kebutuhan umat Islam dalam hal seni budaya ini juga relevan dengan konsep

sad az-zari’ah, untuk mengimbangi seni budaya asing. Dalam MTQ para peserta diharapkan tidak meniatkan membaca al-Qur’an untuk mengadu nasib, sehingga menghilangkan unsur rasa ikhlas dan lillahi ta’ala. Maka diharapkan peserta MTQ dapat menjauhkan diri dari

sifat riya’ dan sum’ah, serta keinginan untuk mendapatkan dunia (hadiah) dari amalan

agama yang tengah dia kerjakan.

Teknis membaca al-Qur’an jauh lebih baik ketimbang teknik-teknik audisi di televise.

Qari’ yang baik memiliki suara yang bagus, nafas panjang, penguasaan lagu, dan dialek

yang bagus.11

2. Pendapat yang tidak setuju (kontra) terhadap MTQ

a. Pendapat KH. Arwani

Sejak pertama dilaksanakan sampai sekarang, banyak perdebatan terjadi di kalangan

umat Islam di Indonesia terutama di kalangan pesantren tentang boleh dan tidaknya

mengikutsertakan santri-santrinya untuk mengikuti lomba MTQ. Salah satu pondok

pesantren yang secara tegas menyatakan penolakan dan ketidak setujuannya terhadap MTQ

dan ajang sejenisnya yang bersifat melombakan al-Qur’an adalah Pondok Tahfizh Yanbu’ul

Qur’an (PTYQ) yang berlokasi di desa Kajeksan, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Salah satu alasan kenapa para santri PTYQ dilarang ikut serta dalam ajang MTQ dan sejenisnya

adalah pemahaman terhadap ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 41;

(9)



pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga

yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.

Disinilah kemudian ayat diatas diaplikasikan sedemikian rupa dengan dianggap sebagai

dalil naqli untuk larangan mengikuti perlombaan yang memuat ayat-ayat al-Qur’an di dalamnya.12

b. H. Asyari Nur (Kakanwil Kemenag Provinsi Riau)

“Saat pertama MTQ digelar menimbulkan pro dan kontra, namun setelah para ulama tersebut menjelaskan “bahwa apabila al-Qur’an diperlombakan dengan tujuan menggairahkan membaca dan menghayati al-Qur’an karena Allah semata, maka hukumnya sunnah, yaitu berpahala jika dikerjakan. Tetapi, apabila al-Qur’an itu diperlombakan sebagai

alat untuk mencapai tujuan keduniaan dengan riya’ maka hukumnya haram,” jelas Asyari.13

MTQ yang telah berkembang pesat di Indonesia merupakan buah karsa dan karya umat

Islam sendiri. Sebagai bentuk manifestasi kecintaan terhadap Al-Qur’an dan semangat menjunjung tinggi, memelihara, mempelajari, serta mengamalkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Meski demikian, hingga kini masih ada pro-kontra tentang diselenggarakannya

MTQ. Bagi kelompok yang kontra, bahwa membaca Al-Qur’an dengan lagu disamakan

dengan menyanyi, adanya kehawatiran munculnya niat atau i’tikad yang kurang baik, seperti

mengejar hadiah, mengharapkan popularitas, atau tujuan-tujuan lain yang bersifat duniawi,

12 Defri Nor Arif, Studi Terhadap Larangan Mengikuti MTQ Santri Yanbu’ul Qur’an, (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Skripsi, 2015), h. 23

(10)

adanya asumsi bahwa suara wanita adalah aurat. Berdasarkan hadis riwayat Bukhari

Muslim, yang artinya: “Barang siapa mendengarkan seorang biduanita, maka bakal

dituangkan ke dalam telinganya cairan timah panas”.Sedangkan yang pro dengan diadakannya MTQmengasumsikan bahwa Qari’ah (suara perempuan) bukanlah suatu hal yang dilarang apalagi diharamkan mengingat dibalik penyelenggaraan MTQ tersimpan

hikmah untuk kemaslahatan umat islam sendiri. Senada dengan sabda Nabi yang artinya:

“Hiasilah Al-Qur’an dengan suara yang merdu dan sesungguhnya suara yang merdu itu menambah keindahan Al-Qur’an”.14

Pada dasarnya, tujuan diselenggarakannya MTQ adalah sebagai media dakwah serta

upaya memperkenalkan Al-Qur’an pada masyarakat umum. MTQ dianggap salah satu media dakwah yang efektif dalam menyebarkan syiar Islam, karena unsur seni dalam MTQ

dianggap sebagai suatu daya tarik tersendiri yang dapat menarik minat

masyarakat. Event MTQ diharapkan dapat menambah minat masyarakat dalam belajar

Al-Qur’an, serta mengupayakan agar Al-Qur’an benar-benar dapat tertanam dalam diri masyarakat. Selain itu, melalui MTQ diharapkan dapat menghadirkan suasana Islami di

tengah-tengah masyarakat, sehingga dapat membawa pengaruh positif dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(11)

C. KESIMPULAN

Seni baca al-Qur’an merupakan tradisi yang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW, tradisi ini terus dilestarikan oleh para penerus beliau yaitu para sahabat dan

generasi-generasi setelahnya sebagai bentuk ketaatan dengan sunnah serta anjuran yang telah

diajarkan oleh Rasulullah.

Tujuan diselenggarakannya MTQ adalah untuk mendekatkan jiwa umat Islam kepada

kitab suci al-Qur’an dan menumbuhkan ghirah membaca dan mempelajari al-Qur’an serta mengamalkan isi kandungan al-Qur’an. Hukum perlombaan dalam MTQ mengikut konsep

ushul al-fiqh yaitu mahsalih al-mursalah.

Pro dan kontra yang menyertai penyelenggaraan MTQ sendiri lantas tidak menjadikan

terhambatnya event tahunan tersebut, bahkan semakin tahun semakin berkembang dalam

penyelenggaraannya. MTQ merupakan salah satu kebijakan Negara yang berkaitan dengan

umat Islam khususnya dan hanya Negara sebagai pemegang otoritas penyelenggaraannya,

yaitu Kementrian Agama sebagai tombak otoriter penyelenggara, yang dalam hal ini LPTQ

lah yang mengambil andil penuh sebagai panitia penyelenggara kegiatan MTQ ini.

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hukum pelaksanaan dan

mengikuti Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ini diperbolehkan selama dalam

pelaksanaannya tidak diawali dan dijalani dengan unsur negative, yang semata niat

musabaqah ini lillahi ta’ala untuk mensyiarkan islam dan menghidupkan sunnah Rasulullah

SAW. Serta tidak ada unsur kecurangan yang dilakukan oleh pihak terkait baik peserta,

dewan hakim, panitia, maupun oknum tertentu.

Dari metode uraian diatas pula dapat diambil kesimpulan bahwa objek formal yang

dikaji dalam hal ini berkaitan dengan beberapa metode pendekatan saintifik (ilmiah)

antaranya; a) pendekatan sejarah, melihat konten yang dikaji perlu diulas kembali sejarah

berkembang dan terbentuknya MTQ, b) pendekatan geografis, yang dalam pembahasan ini

di khususkan pada konteks di “Indonesia” saja, c) pendekatan fenomenologis, karena makalah juga menguraikan fenomena MTQ yang terjadi di Indonesia sesuai dengan fakta

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah, Bandung: Mizan, 1999

Hamid Abdulloh, Abd, Pemanfaatan Data E-KTP Dalam Proses Validasi Peserta MTQ

Hamid Abdullah, Abd, Makna dan Tujuan MTQ, jurnal MPA 320

Hamid Abdulloh, Abd, Pemanfaatan Data E-KTP Dalam Proses Validasi Peserta

MTQ, LPTQ Jawa Timur STIT Diponegoro Nganjuk: Jurnal Review Politik, 2014, volume

04, nomor 01

https://ahmadrajafi.wordpress.com/2011/02/21/Fiqh-Musabaqah-Tilawah-Al-Qur’an,

diakses pada 14 Desember 2016

LPTQ, Panduan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan MTQ dan STQ di Indonesia,

Jakarta: LPTQ, 2003

Nor Arif, Defri, Studi Terhadap Larangan Mengikuti MTQ Santri Yanbu’ul Qur’an,

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Skripsi, 2015

Syamsuddin, Sahiron dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,

(13)

Kemeriahan suasana MTQ Nasional 2016 di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Islamic Centre di Nusa Tenggara Barat yang digunakan sebagai Arena Utama event MTQ

(14)

Cabang-cabang perlombaan MTQ

Cabang Musabaqah Tilawatil Qur’an pada MTQ Nasional 2012

(15)

Cabang Musabaqah Syarhil Qur’an (MSyQ)

(16)

Pengukuhan, Ikrar Sumpah dan Janji Dewan Hakim (Juri) MTQ

Prosesi Pengukuhan dan Ikrar Janji Dewan Hakim MTQ

(17)

Beberapa karya yang lahir dari pelaksanaan MTQ

Hasil dari cabang Lomba MKQ golongan Naskah, untuk menulisnya hanya diberi waktu kurang dari satu hari.

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur'an Kecamatan (MTQ Kabupaten Siak).. 19800416 200012 1

bahwa untuk menetapkan Peserta Terbaik I, II, III, Harapan I, II, III pada cabang tilawah golongan qira’at murattal remaja dan dewasa dan cabang Hifdzil Qur’an golongan

Kelab Mont’ Elkay bukan sahaja dibina untuk kemaslahatan para penghuni LKH tetapi akan dijadikan sebagai salah satu pusat kecemerlangan latihan korporat

Memerhati kanak- kanak dengan teliti semasa mereka bermain: • bagi memastikan keselamatan kanak- kanak; • bagi menyokong dan menggalakkan perkembangan; • bagi memastikan

Jumlah kematian etnik Melayu bagi kumpulan umur 30-49 tahun adalah lebih tinggi daripada kumpulan umur 20-39 tahun, iaitu 4709 orang , begitu juga jumlah kematian etnik

Kelayakan kemudahan sama dengan Pegawai Awam iaitu dikecualikan daripada bayaran pesakit luar dan percuma rawatan sebagai pesakit dalam berdasarkan kelas yang layak

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan seperti yang dipaparkan sebelumnya, maka pada bagian ini perlu diberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait dengan

01 Terlaksananya Kebijakan Penganggaran Belanja Pemerintah Pusat di Bidang Polhukhankam dan Tersusunnya Laporan Keuangan BSBL yang Transparan dan Akuntabel.