63 KAJIAN PELAKSANAAN KEGIATAN COOKING CENTER DAN OJEK MAKANAN BALITA (OMABA) DALAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK BAGI BALITA DI
WILAYAH KERJA UPT PUSKESMASRIUNG BANDUNG
Dini Marlina1, Rani Sumarni2,Sofia Hasanah3 1
Program Studi Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan Jenderal Sudirman, Cimahi, Jawa Barat – 40533, Indonesia. 2 Program Studi Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Jl. Terusan Jenderal Sudirman, Cimahi, Jawa Barat – 40533, Indonesia. 2
Program Studi Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan Jenderal Sudirman, Cimahi, Jawa Barat – 40533, Indonesia
ABSTRAK
Cooking Center dan Ojek MakananBalita (OMABA) sebagai salah satu program yang diadakan untuk mengatasi permasalahan gizi buruk pada balita, adanya program ini untuk memenuhi kebutuhan gizi balita, khususnya di Kelurahan Cisaranten Kidul yang banyak ditemukan kasus gizi buruk. Jika permasalahan gizi buruk dapat segera diatasi dengan baik maka status gizi balita dapat meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian pelaksanaan kegiatan Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA) dalam penanggulangan gizi buruk bagi balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Riung Bandung. Penelitian ini melibatkan informan sebanyak 4 orang (Ka. Puskesmas, Ka. Lurah, Ka. Komite Kesehatan dan anggota) dan 2 sasaran (ibu balita gizi kurang dan gizi buruk yang saat ini telah menjadi baik). Data diperoleh menggunakan lembar wawancara lalu dianalisis secara kualitatif evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan cooking center dan OMABA di wilayah kerja UPT Puskesmas Riung Bandung diawali oleh kasus gizi buruk pada balita. Hambatan dalam pelaksanaannya yaitu kendaraan untuk kegiatan distribusi, sumber daya manusia yang terbatas dan dana yang belum mencukupi untuk perluasan wilayah. Peran Cooking Center dan OMABA dalam memperbaiki masalah gizi pada bayi dan balita telah berjalan dengan baik dan berhasil menurunkan kasus gizi buruk dan gizi kurang dalam waktu kurang dari setahun. Disarankan agar membuat terobosan baru seperti membuat perkebunan gizi untuk menopang bahan baku dalam pelaksanaan cooking center dan OMABA sehingga program ini dapat terus berjalan dan menjadi contoh bagi puskesmas yang lain dalam upaya menurunkan angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang pada bayi dan balita sehingga berdampak pada penurunan gizi secara nasional.
.
64 ABSTRACT
Cooking Center and Ojek Makanan Balita (OMABA) as one of the programs that are held to overcome the problem of malnutrition in toddlers, theeistence of this program to meet the nutritional needs of childrenunder five, especially in Kelurahan Cisaranten Kidul many cases of malnutrition. If the problem of malnutrition can be addressed properly then the nutritional status of children can increase. This study aims to find out the study of the implementation of Cooking Center and OMABA in the prevention of malutrition for under five children in the working area of UPT Riung Bandung Public Healt Center. This research as many as 4 people (Head of public health center, head of village, head of health comittee and members) and 2 targets (under fives malnutrition and malnutrition that has now become good). Data were obtained using interview sheets and then analyzed qualitatively evaluation. The results showed that the implementation of cooking center and OMABA in the working area of UPT Riung Bandung Public Health Center was initiated by malnutrition cases in underfives. Obstacles in the implementation of the vehicle for distribution activities, limited human resources and insufficient funds for epxpansion of the region. The role of Cooking Center and OMABA in improving nutritional problems in infants and toddlers has been running well and manged to reduce malnutririon and malnutrition cases in less than a year. It is recommended to make new breakthroughs such as making nutritional plantations to sustain raw materials in the implementation of cooking center and OMABA, so that this program can continue to run and become an example for other helath centers in an effort to reduce the incidence of malnutrition an malnutrition in infants and toddlers resulting in a decreasenutrition nationally.
65 PENDAHULUAN
Masalah gizi balita merupakan
permasalahan yang menjadi perhatian serius.
Gizi kurang pada balita akan menggangu
pada proses tumbuh kembang balita.
Pertumbuhan badan dan perkembangan
kecerdasannya, faal tubuhnya juga
mengalami perkembangan sehingga jenis
makanan dan cara pemberiannya pun harus
disesuaikan dengan kebutuhan balita
tersebut.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, secara nasional, prevalensi gizi kurang adalah 19,6%. Angka ini naik jika dibandingkan dengan prevalensi gizi kurang tahun 2010 yaitu 17,9%. Status gizi balita berdasarkan indikator BB/TB, prevalensi sangat kurus secara nasional tahun 2013 adalah 5,3% terdapat penurunan dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 6,0%. Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 6,8% juga menunjukkan adanya penurunan dari 7,3% pada tahun 2010. Secara kesuluruhan prevalensi anak balita kurus dan sangat kurus menurun dari 13,3% pada tahun 2010 menjadi 12,1% pada tahun 2013. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10-14% dan
dianggap kritis bila ≥15% (WHO, 2010).
Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi kurus pada anak balita masih 12,1%, yang artinya masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Pembangunan kesehatan sebagai
bagian integral dari pembangunan nasional telah ditetapkan dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJK) di bidang kesehatan Tahun 2005-2025 pada tahap ke 3 Tahun 2013-2018, telah mampu menurunkan status gizi bayi dan balita
melalui program pemberian makanan
tambahan (PMT) berupa susu formula dan
biskuit (Dinkes Kota Bandung, 2013). Peran status gizi bagi bayi dan balita sangat
dibutuhkan untuk memaksimalkan
pertumbuhan dan perkembangan balita, yang pada akhirnya akan membuat anak-anak Indonesia cerdas dan menjadi generasi penerus yang bisa diandalkan, sehingga cooking center dan ojek makanan balita penting untuk diterapkan dan dikembangkan oleh semua provinsi maka secara tidak langsung Indonesia akan terbebas dari masalah kurang gizi pada bayi dan balita.
Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat khususnya balita yaitu Cooking Center dan ojek makanan. Cooking Center dan ojek makanan adalah suatu upaya pemenuhan gizi balita yang dilakukan berdasarkan permasalahan yang berkaitan dengan gizi pada tahun 2012, diantaranya yaitu kasus kematian balita sebanyak 4 kasus, kasus gizi buruk di wilayah kerja UPT Puskesmas Riung Bandung sebanyak 22 kasus dengan kasus terbanyak di kelurahan Cisaranten Kidul (17 kasus gizi buruk).
Program Cooking Center dan ojek makanan ini sepenuhnya dibiayai oleh PT. Pertamina sebagai sponsor tunggal. Hasil yang telah dicapai program Cooking Center dan ojek makanan tersebut selama dua tahun yaitu tidak ada lagi kasus penderita gizi buruk pada balita dan yang tersisia hanya kasus gizi kurang, itupun jumlahnya hanya sedikit. Oleh
sebab itu perlukah program ini
dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah dalam upaya untuk mengatasi permasalahan gizi tersebut.
66 METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Subjek penelitian atau responden
adalah orang yang diminta untuk
memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Sebagaimana dijelaskan oleh Arikunto (2006) subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jadi subjek penelitian itu merupakan sumber informasi yang digali untuk mengungkapkan fakta-fakta di lapangan.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitiannya adalah:
1. Kepala Puskesmas 2. Lurah
3. Ketua Komite Kesehatan
4. Anggota Cooking Center dan OMABA
Ibu yang memiliki balita dengan status gizi baik dan Ibu yang memiliki balita dengan status gizi kurang yang sedang mendapat program
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai
instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian dan terjun ke lapangan.
Jalannya Penelitian
Penelitian ini akan direncanakan sebagai berikut :
a. Persiapan yang terdiri dari: pengurusan surat ijin penelitian, penentuan lokasi,
persiapan penyusunan instrument
penelitian, observasi awal dan
menyusun agenda pelaksanaan kegiatan. b. Pengumpulan data:
1) Obervasi dan wawancara
2) Melakukan review refleksi terhadap data yang diperoleh dan mengatur data sesuai dengan kebutuhan analisis.
c. Analisis data
1) Ceking kelengkapan data, diberi kode dan dikategorikan
2) Melakukan analisis penafsiran atau interpretasi dan transformasi temuan. Merumuskan simpulan yang disesuaikan dengan rumusan masalah dan temuan di lokasi penelitian
Analisis Data
Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif evaluasi untuk
menggambarkan dan menjelaskan
masalah-masalah yang berkaitan dengan Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA). Sedangkan untuk jenis
penelitiannya menggunakan metode
evaluasi, yaitu penerapan prosedur penelitian sosial yang sistematis dalam rangka menilai konseptualisasi, desain, implementasi dan kegunaan sebuah program intervensi sosial. Analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui penafsiran atau interpretasi dan transformasi temuan, yang berdasarkan opini, catatan, data subyektif atau obyektif, hasil yang diperoleh dari kegiata cooking center dan OMABA yang sudah berjalan.
Tujuan penelitian evaluatif bertujuan untuk mengukur pengaruh suatu program terhadap tujuan-tujuan yang akan dicapai utuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuatan keputusan tentang suatu program untuk
meningkatkan atau memperbaiki
program yang akan datang.
67 HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Latar Belakang Pelaksanaan Cooking Center Dan Ojek Makanan Balita (OMABA) Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Riung Bandung.
Sesuai dengan latar belakang
penelitian yang telah diungkapkan
bahwa Cooking Center dan Ojek
Makanan balita (OMABA) diadakan
karena banyaknya kasus gizi kurang
dan beberapa kasus gizi buruk yang di
alami balita pada tahun 2012-2013.
Masalah gizi kurang pada balita ini
akan menggangu pada proses tumbuh
kembang balita. Pertumbuhan badan
dan perkembangan kecerdasannya,
faal tubuhnya juga mengalami
perkembangan sehingga jenis
makanan dan cara pemberiannya pun
harus disesuaikan dengan keadaannya
(Proverawati dan Wati, 2011).
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara
informan yang menyatakan bahwa :
“Karena dari tahun 2012 dan 2013
di kecamatan Gede Bage itu ada 27 kasus balita gizi buruk, 17 kaloyang pastinya itu. Karna kasus balita gizi buruk, nah kami bekerjasama dengan UPT Puskesmas Riung Bandung. Dibentuklah komite kesehatan, waktu itu dengan saya Ibu dokter Sony. Karna waktu itu saya ketua PKK, saya suka ke lapangan, nah saya lihat bahwa kalo balita gizi buruk dari zaman dulu itu dikasihnya susu formula aja, terus saya lihat kan kalo balita gizi buruk itu pasti keluarganya tuh yang notabenenya punten ya miskin gitu, jadi dia untuk
memasak saja kadang-kadang dia hanya memasak nasi saja, jadi dia tidak ada sayurnya, lauk-pauknya. Nah disitu kami dengan UPT Puskesmas Riung Bandung Bu dokter Sony, bagaimana bu Vita kalau kita mengolah makanan sehat. Nah dari tahun 2013 baru kita mulai kalau pemberian dari CSR itu udah dari tahun 2012, tapi mulai memasaknya itu mulai ada OMABA-nya itu tahun 2013 mengolah
makanan sehatnya”. (Hasil
Wawancara dengan Informan 3, tanggal 30 Juli 2016).
Namun dalam pelaksanaan
Cooking Center dan Ojek Makanan
balita (OMABA) terkendala dalam
segi pendanaan, oleh sebab itu pihak
kelurahan mengusulkan agar program
ini bekerja sama dengan pihak swasta
yang menjadi donatur utama untuk
kelangsungan program pengentasan
masalah gizi ini. Hal ini sesuai dengan
pernyataan informan bahwa :
“Hanya saja sulit dilakukan
karena biasanya biaya yang dikeluarkan itu oleh dinas kesehatan untuk satu anak hanya cukup untuk 10rb per anak per bayi ya. Nah karena tidak efektif tersebut, maka kami berinisiatif untuk menyatukan semua balita-balita gizi buruk di satu
kecamatan sehingga dananya
mencukupi untuk pemberian
68 Kemudian juga karena letak
anak-anak gizi buruk ini berjauhan, maka kita pandang bahwa untuk satu kecamatan kita satukan ya penanggulangan gizi buruknya sehingga biayanya mencukupi
tetapi masalahnya ada di
distribusi untuk satu kecamatan.
Setelah pemberian makanan
tambahan olahan itu dimasak didalam satu centertempat masak terpusat gitu ya kita sebut cooking center, masalah selanjutnya adalah pendistribusiannya harus memakai kendaraan bermotor yang kita sebut ojek makanan
balita”. (Hasil Wawancara
dengan Informan 1, tanggal 30 Juli 2016).
Selain masalah dana, program
Cooking Center dan OMABA juga
terkendalan oleh sumber daya yang
bisa memasak sesuai dengan
kebutuhan gizi balita. Hal ini diperkuat
oleh hasil wawancara informan yaitu:
”Ya, latar belakangnya di kita itu masih ada kasus balita gizi buruk ya pada tahun 2011. Kemudian
masyarakat juga belum
memahami bagaimana caranya memasak makanan yang sehat. Jadi dengan dasar itu , ya saya pun ibu-ibu PKK sebenernya untuk membuat cooking center bersama
dengan komite kesehatan
kelurahan, dulu saya bentuk komite kesehatan kelurahan. Jadi cooking center ini dibawah komite kesehatan kelurahan. Untuk menyelesaikan masalah gizi buruk yang ada di Wilayah Kelurahan Cisaranten Kidul,
gitu”. (Hasil wawancara dengan
Informan 2, tanggal 29 Juli 2016) Banyaknya permasalahan gizi
buruk yang terjadi di Cisaranten Kidul
salah satu faktor utamanya yaitu
karena permasalahan ekonomi, hal ini
sejalan dengan penjelasan dari
Anggota Cooking Center dan
OMABA sebagai berikut :
“Karena gini, di kita ini di
Kelurahan Cisaranten Kidul
khususnya, masih ada kasus-kasus yang anaknya menderita gizi buruk dengan latar belakang karena ekonomi ya. Karena
mungkin bisa juga dari
pendidikan orangtuanya yang masih minim ya untuk kesehatan anak-anaknya. Kedua mungkin selanjutnya mah ya utamanya mungkin ekonomi ya, gitu aja.
Karna ekonomi ya”. (Hasil
wawancara dengan Informan 4, tanggal 29 Juli 2016)
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa latar belakang diadakannya Cooking Center
dan OMABA yaitu karena
permasalahan gizi buruk. Menurut Bakri. dkk (2014) gizi (Nutrition)
adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melaui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolism dan
69 2. Gambaran Hambatan Pelaksanaan
Cooking Center Dan Ojek Makanan Balita (OMABA) Di Kelurahan Cisaranten Kidul.
a. Kendala dari pelaksanaan Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA)
Berdasarkan hasil penelitian
pada beberapa informan, dapat
dijelaskan bahwa berbagai macam kendala yang terjadi dilapangan yaitu terkait kurangnya kendaraan bermotor untuk mengantarkan makanan ke setiap balita yang mengalami gizi
buruk. Hal ini sesuai dengan
penjelasan dari informan bahwa :
“Kendala yang pertama adalah di
angka ya, angka gizi buruk itu berubah-ubah, kalo misalnya kita dapatkan misalnya 22 kasus dari
bulan penimbangan balita
februari. Lalu kita validasi data ke lapangan tuh engga ada 22, mungkin dari 22 itu hanya ada 11, gitu ya. Karena apa? Karena disini adalah penduduk musiman, jadi urbanisasi itu tinggi sekali. Memang 3 bulan dia pindah, sehingga angka yang ditemukan itu tidak sama dengan basic data yang kita dapat dari awal. Kemudian juga dipertengahan tiga bulan kan kita pemberian PMT 3 bulan, di pertengahan pemberian itu kadang-kadang mereka pindah tempat. Untuk selanjutnya juga masalah dana, kesinambungandanaitu biasanya untuk 3 bulan selesai. Selanjutnya untuk 3 bulan selanjutnya itu kita sulit lagi mencari dana. Oleh
karena itu kita melakukan
pergantian antara dana
pemerintah APBD dengan CSR
dari PT. Pertamina”. (Hasil
wawancara dengan Informan 1, tanggal 30 Juli 2016)
Kendala dalam pelaksanaan
Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA) masih terkait masalah klasik yaitu pendanaan, kendaraan dan sumber daya manusianya, hal ini sesuai dengan penjelasan dari informan sebagai berikut :
“Kendalanya untuk program
cooking center ya, ya Alhamdulillah sih sampai saat ini berjalan dengan baik ya. Mungkin kendalanya kemarin karena tidak ada motor, ya tidak ada motor ojek makanan balita sehingga menggunakan kendaraan pribadi. Tapi saya
denger sekarang sudah
InsyaAllah nih mau dapet bantuan motor, jadi itu bisa terselesaikan ya salah satu masalah itu. Kemudian juga
mungkin kedepan ada
replikasi OMABA di
perkampungan”. (Hasil
wawancara dengan Informan 2, tanggal 29 Juli 2016)
Sementara itu Ketua Komite
Kesehatan menambahkan bahwa
bukan hanya motor yang menjadi kendala, akan tetapi dana dan sumberdaya manusianya juga ikut menjadi masalah yang hingga kini belum cukup baik. Masyarakat pada awalnya menolak untuk dilakukan perbaikan gizi karena sebagian besar dari mereka adalan dari kalangan
ekonomi rendah dan belum
mengetahui tentang program
perbaikan gizi dari pemerintah daerah yang berjuang untuk peningkatan gizi
masyarakat. Pada beberapa
70 terbiasa memberi balitanya garam dan
nasi, sehingga pada saat dikasih makanan bergizi seperti sayuran dan ayam atau daging, balita tersebut menolak, hal ini menyebabkan kendala dari pemberian makanan pada balita oleh pertugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut :
“Oh iya kendalanya, pertama
kendalanya karna gini ya, kita itu mau membuat orang sehat belum tentu diterima, karena sasarannya adalah ke ekonomi yang bawah ya. Jadi mereka mau dikasih tahu
ini makanan sehat, atau
bagaimana juga dia itu ga peduli, yang penting yang peduli dia adalah di lidahnya enak, betul ga? Nah, itu pertama kita dihujat dulu, di demo dulu. Engga mau, biasanya kan uangnya, biasanya hanya biskuit dikasih, biasanya hanya susu formula. Sudah pernah saya kasih susu formula, kan kita tuh misalkan yang beli susu formula itu bisa dijual, karna mereka kalo susu formula itu bisa untuk satu bulan gitu ya, kan biar tidak renced. Kalo makanan sehat tuh kan tiap hari kita kasihnya, ya pas jam makan pagi itu lah kita kasihnya. Untuk makan pagi bisa sampai dia makan siang kalo untuk balita, karena kita porsinya agak besar gitu ya untuk ukuran balita gitu ya. Nah kita ganti bayangin kita ganti dengan makanan sehat, pertama memang iya karna kita ngikutin prosedur dari gizi itu kan kalo anak balita itu harus yang menyek-menyek gitu lah ya, wah itu dibuang. Terus wah ini harus disesuaikan dengan yah kita harus tau karakter setiap daerah yah, nah disitu oh
berarti agak dimodifikasi gitu lah. Oh ada pudding, kita maunya apa sih? ada kita bikin menunya yang dia agak menggoda, kalo dulu kan kalo prosedur gizi mah memang tidak enak, kadang-kadang ya si ubi di benyek-benyek, itu kan dia jadi gimana padahal itu tuh sehat gitu. Tapi kan da udah biasanya dia makannya mie instan, kadang-kadang kerupuk, kadang-kadang-kadang-kadang ini yang pake MSG itu, ya mereka engga enak di perutnya. Nah itu banyak, kita di demo, tapi saya terus jalan. Saya bilang, memang ini tuh harus kekuatan team, harus ada tangan besi juga gitu ya. Saya juga orangnya agak galak ya, gak mau tahu pokonya ini harus tetep jalan, terserah pokonya kita harus kasihin ini saya bilang. Lama-lama ngikutin gimana ya caranya kita juga harus fleksibel, kita juga harus bikin menu yang agak
gimana supaya anak itu
terangsang gitulah yah. Nah Alhamdulillah. Iya lah pertama kita wah pokoknya bentrokan banyak gitu ya, cuma kita saya supaya tidak ada apa-apa, kan kita
juga takut yang namanya
71 dijalankan sampe UPT puskesmas
Riung Bandung ikut sinovik nasional, Alhamdulillah masuk 35 besar nasional”. (Hasil wawancara dengan Informan 3, tanggal 30 Juli 2016)
Sementara itu, penjelasan dari
Anggota Cooking Center dan
OMABA terhadap kendala lebih ke arah dana yang menjadi prioritas. Hal tersebut sebenarnya wajar mengingat program ini memerlukan tenaga ekstra dan dana ekstra dari mulai memasak
hingga pendistribusian yang
memerlukan bensin, sehingga tidak heran jika masalah dana menjadi hal yang utama. Hal ini sejalan dengan
pernyatan yang dikemukakan
informan sebagai berikut :
“Kalo kendala ya tentunya
pengadaan dana ya, itu
kendala nomor satu. Kita kalo ga ada dananya gimana kan, kendalanya ya itu dana. Selama ini kita pendanaan kan dari CSR dari pertamina ya.Ada sih itu dari pemerintah juga melalui puskesmas dana BOK ya, yang ibu tahu itu, itu bantuan dari pemerintah. Cuma nanti kalopun sudah tidak ada kan model CSR juga kan kita ada waktunya, engga terus-terusan kita dibantu sama CSR ya sama pertamina.
b. Cara mengatasi masalah kekurangan SDM dalam pelaksanaan Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA)
Untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan masalah gizi buruk pada balita ini memerlukan adanya pelatihan
Nah itu kendalanya itu nanti untuk seterusnya itu pendanaan
darimana kita juga kan harus
memikirkan, itu termasuk kendala juga kan. Terus kendala itu mungkin untuk untuk ke lapangan ya, untuk ke lapangan itu kalo ngga ada motor kita engga bisa neng,ya. Itu kan namanya sarana harus ada motor itu, nah kendalanya ya itu. Kalaupun tidak ada kendaraannya ya kita tidak bisa, ngga bisa menjangkau gitu, engga bisa menjangkau ke daerah-daerah yang susah gitu, ke perkampungan gitu kan susah ga bisa masuk mobil kan kita harus pakai motor gitu. Ya itu aja, susah lokasinya susah dijangkau kan itu kendala ya. Terus kendala dananya juga, kalo ga ada dana kan jadi
kendala”. (Hasil wawancara dengan
Informan 4, tanggal 29 Juli 2016)
Berdasarkan beberapa
penjelasan dari informan, semuanya
menyatakan bahwa kendala dalam
melakukan Cooking Center dan Ojek
Makanan Balita (OMABA) adalah
dana, kendaraan dan sumber daya
manusia yang belum benar-benar
mencukupi. Oleh sebab itu perlu
adanya cara untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
memasak yang enak namun
72 Pelatihan cooking center bertujuan
untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan kader cooking center dalam merencanakan dan mengolah bahan makanan bergizi bagi bayi balita normal dan bayi balita gizi buruk termasuk ibu hamil dengan KEK (Kurang Energi Kalori).
Program cooking center ini
merupakan pengolahan makanan
bergizi dan sehat oleh team cooking center sendiri dan didistribusikan melalui distributor memakai sepeda makanan ke posyandu-posyandu dan daerah perkampungan. Sedang ojek
makanan balita (OMABA) ini
merupakan distributor atau penyalur hasil olahan makanan dari cooking center.
Berikut adalah penjelasan dari informan yaitu :
“Selama ini sih karena kita
menemukan gizi buruknya sedikit kita belum ada sih masalah SDM
ya, karena ibu-ibu yang
memasaknya juga cukup banyak, mereka bergantian selama 3 bulan itu, mereka bergilir untuk
memasak. Kemudian untuk
masalah SDM, mereka sampai saat ini masih bisa kompak dengan cara mengatur jadwal. Kalo misalnya ibu OMABA yang satu ga bisa, diganti oleh ibu OMABA dua, gitu. Jadi ada
sinergisme dan masih ada
kekompakan diantara mereka. Kalaupun misalnya nanti ada kekurangan SDM, ya paling kita merekrut kader baru, melatih
kader baru”. (Hasil wawancara
dengan Informan 1, tanggal 30 Juli 2016)
Sebagaimana telah diketahui bahwa permasalahan gizi bayi dan balita masih sangat perlu untuk diperhatikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, hal ini karena kasus gizi kurang hingga gizi buruk yang masih dialami bayi balita pada zaman modern seperti sekarang ini. Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan karena terjadi pada generasi penerus bangsa, yang mana apabila generasi penerus bangsa kurang berkualitas, maka nasib suatu bangsa juga akan cenderung diam di tempat atau bahkan mundur seiring dengan adanya perkembangan zaman seperti saat ini.
Berikut adalah penjelasan dari informan bahwa :
“Ya, ya masalah SDM tentu saja
ada. Karena kan ibu-ibu kita bukan chef, bukan artinya yang pinter masak ya, ibu-ibu rumah tangga yang memiliki keinginan kuat untuk mensehatkan balita ya.
Jadi ibu-ibu ini untuk
meningkatkan SDM-nya ya
dengan mengikuti pendidikan tadi
ya. Pendidikan, pelatihan
kesehatan gizi gitu kan, pelatihan
memasak gitu, pelatihan
memasak makanan sehat olahan non-beras segala macem ya. Kemudian kemaren juga ada pastry ya jadi mereka mengikuti pelatihan beberapa pelatihan. Dan terutama yang pelatihan gizi itu ya bersertifikat gitu pelatihannya, jadi ada standarlah ya ini untuk meningkatkan SDM-nya ibu-ibu itu sendiri gitu ya yang tadinya dia tidak tahu jadi sekarang kan menjadi tahu gizi yang baik untuk
balita”. (Hasil wawancara dengan
73 Kualitas generasi penerus
bangsa harus terus dijaga atau bahkan di kembangkan untuk mencapai suatu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi guna menunjang kehidupan yang terus berkembang pesat. Oleh sebab itu perlu adanya perbaikan dari segi gizi melalui berbagai cara, salah satu cara yang ingin peneliti bahas yaitu upaya penerapan cooking center yang harus disebarkan pada anak bayi
dan balita dengan gangguan
petumbuhan.
Berbagai cara untuk
mengatasi masalah gizi ini bisa juga
dengan melakukan pemerataan
distrubusi, namun karena keterbatasan dana dan yag lainnya, maka fokus
penyelesaiannya masih sebatas
regional. Namun bukan tidak mungkin untuk jangka waktu kedepannya, program ini akan menjadi luas dan sebagai percontohan bagi daerah lain yang ingin mengatasi permasalahan gizi buruk pada balita :
c. Cara untuk mengatasi masalah kekurangan dana dalam pelaksaan Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA)
Sejak awal mendapat dana bantuan, carauntuk mengatasi masalah kekurangan dana dalam pelaksaan Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA) ini sebetulnya sudah sering dibahas oleh pengurus, namun hingga sekarang belum ada realisasi yang nyata untuk membuat usaha dengan modal dari dana bantuan yang
labanya nanti digunakan untuk
keberlangsungan program ini. Berikut adalah penjelasan dari informan yaitu :
Berikut adalah penjelasan dari informan yaitu :
“Engga sih kalo disini. Ya kan lumayan Alhamdulillah kita punya team sepuluh gitulah ya, ya engga ada masalah. Yang masalahnya ginilah ya, cita-cita itu harusnya tertular ke jangan dulu ke jawa barat lah ya, untuk kota Bandung aja dulu. Karna kan program ini sudah nasional, malu kalo sudah diadopsi sama yang lain, tapi sama kota Bandung belum. Kan beban
juga buat saya gitu”. (Hasil
wawancara dengan Informan 3, tanggal 30 Juli 2016)
Dengan demikian asupan gizi yang sesuai bagi balita untuk menjaga
pertumbuhan dan perkembangan
diantaranya yaitu cukup karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang berasal dari makanan sehari-hari, akan tetapi jika kuantitatsnya tidak mencukupi maka akan membuat bayi dan balita tetap kekurangan gizi.
“Jadi kalaupun misalnya nanti
CSR sudah tidak ada lagi dan pemerintah kota tidak mampu lagi
membiayai jikalau kendala
system atau prosedur, sekarang
OMABA itu mempunyai
kemandirian, jadi mereka
membuat produk sendiri yang sekian persen 10 persen labanya
itu diperuntukkan untuk
penanggulangan gizi buruk”.
(Hasil wawancara dengan
74 pendanaan masih terkendala berbagai
macam aspek, salah satunya yaitu pengelolaan dana bantuan yang hanya habis pakai setelah dibelanjakan bahan pokok dan ongkos transportasi. Sementara itu program ini akan menemui kendala besar mengingat
bantuan pada tahun ini akan
dihapuskan dari pendonor dana utama yaitu PT. Pertamina, oleh sebab itu perlu adanya upaya alternatif untuk mengatasi masalah dana ini. Berikut adalah penjelasan dari informan yaitu :
“Nah tahun ini tuh adalah tahun
terakhir, katanya tahun ini tahun terakhir cooking center diberikan bantuan dan OMABA, karena dianggap kan sudah 5 tahun dan dianggap harus bisa berhasil dan mandiri. Jadi salah satunya sekarang ibu-ibu itu kemaren itu diberikan pelatihan kemadirianlah. Jadi mereka memasak makanan sehat ataupun sudah tidak hanya sosial tetapi juga ekonomis, memiliki nilai ekonomis gitu. Misalnya ibu-ibu kemarin lebaran membuat kue, dan dari hasil penjualannya itu tidak hanya untuk
kepentingan pribadi tetapi
disisihkan juga 10 persen dari hasil keuntungan penjualan itu untuk
balita gizi buruk, gitu”. (Hasil
wawancara dengan Informan 2, tanggal 29 Juli 2016)
Hal yang sama dikemukakan ketua komite, bahwa sebenarnya program pendanaan mandiri sudah
mulai digalakan, namun
pelaksanaannya terlambat karena baru mulai pada saat-saat sekarang dan persaingan bisninsnya cukup banyak sehingga sulit untuk dikembangkan, namun mereka tetap optimis terhadap bahwa suatu saat usaha mandiri yang
dikembangkan. Berikut adalah
penjelasan dari informan yaitu :
“Nah itu dia Alhamdulillah sampai
hari ini kan dari pemerintah dana BOK ada ya puskesmas itu, karena Pembina kami kan kepala puskesmas Riung Bandung ya Ibu dokter Sonny Sondari. Nah terus ada CSR dari pertamina, ya Alhamdulillah sampai hari ini dana masih ada gitulah ya, masih berjalan. Dan inginnya sih udah mandiri, karena
kami cooking center itu ada
pengembangan juga, ada penjualan nugget gitu kan, nugget ayam, nugget sehat lah ya, nugget tempe. Cuma dengan di pasaran, jadi memang agak
lambat, mudah-mudahan nanti
kedepannya orang tambah pinter, tambah cari yang sehat,jadi kita tetep berjalan kalopun tidak ada dari CSR, kita bisa mandiri gitu kan untuk menanggulangi kalo ada lagi balita gizi buruk. Mudah-mudahan sih sudah
tuntas, engga ada lagi gitu”. (Hasil
wawancara dengan Informan 3,
tanggal 30 Juli 2016)
Hal senada juga dikemukakan oleh anggota Cooking Center dan OMABA bahwa usaha mandiri harus tetap dilanjutkan karena suatu saat
dapat menjadi tulang punggung
program ini. Hal ini tentu
membutuhkan banyak kerja team karena menjalankan usaha tidak semudah sebatas konsep semata, harus
ada yang membuat produk,
75
“Oh kita untuk itu seperti kemarin
ituya kita contohnya kita sudah mulai untuk penggalangan dana, mengumpulkan dana, dimana dana tersebut bisa digunakan untuk pada saat nanti kita sudah tidak punya dana ya, sudah tidak ada yang mendanai, maksudnya kita sekarang mengandalkan CSR kan dana seutuhnya. Okelah engga 100 persen juga 95 persen ya kita berharap, bukan berharap karena memang karena dana itu dari CSR pertamina ya. Jadi untuk
seterusnya juga mungkin
untukmenghadapi nanti kalo
engga ada dana. Nah kemarin itu kita sudah mulai ikutin cooking center ibu-ibu ini yang dinamakan team OMABA dan cooking center sudah memulai mandiri.
d. Cara mengatasi kendala permasalahan logistik dalam pelaksanaan Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA)
Hal yang perlu diperhitkan dalam logistik yaitu ketersediaan bahan baku membuat masakan sehat untuk balita gizi kurang, yatu beras, sayuran dan daging dimana semuanya telah tercukupi dari pasar, namun masalah transportasi masih menemui kendala karena hanya 1 motor yang dimiliki sementara keperluan untuk di angkut dan distribusi ke berbagai wilayah cukup banyak. Berikut adalah penjelasan dari informan bahwa :
“Kalo dari segi bahan baku, ya kita
berusaha untuk mendapatkan bahan bakunya dari pasar ya. Kalo untuk bahan baku sih saya kira ga ada kesulitan ya, yang ada kesulitan mungkin dari segi transport ya. Transport kita usahakan dapatkan aliran dananya di CSR atau di BOK ya, BOK dana (bantuan operasional
Kita bikin kemarin kue yauntuk dijual giu, nah sebagian sekian persen dana tersebut hasil penjualannya kita simpan, kita masukin kas untuk nanti kapan-kapan kalau kita membutuhkan dana tersebut pada saat sudah tidak ada
bantuan dari CSR, kita bisa
menggunakan dana tersebut gitu ya. Nah untuk ini baru mulai tahun ini. Kami mencari dana dengan menjual kue, kue cookies.Namanya cookies OMABA ya, kita bikin label cookies OMABA. Kita jual, dananya sekian persen kita sisihkan untuk nanti barangkali diperlukan untuk dana gizi
buruk itu ya”. (Hasil wawancara
dengan Informa 4, tanggal 29 Juli 2016)
kesehatan), atau dari dana
pemerintah kota”. (Hasil
wawancara dengan Informan 1, tanggal 30 Juli 2016)
Hal berbeda dikemukakan oleh Lurah, dimana selain kendaraan
masalah logistik juga pada
sumberdaya manusianya. Berikut
adalah penjelasan dari informan yaitu :
“Nah tadi selain SDM-nya,
kemudian kekurangan salah
satunya juga dari bahan baku sayuran, gitu kan. Karena ibu-ibu ini kan dari cooking center ini kan beli sayurannya dari pasar, nah dari pasar otomatis kan ya
namanya di pasar kan
pertaniannya masih
76 bahan, jadi bener-bener fresh ya
dan sehat gitu terjaga mutunya. Selanjutnya untuk transportasi, kemarin itu kita karena memang belum memiliki transportasi ya, sarana transportasi kita masih menggunakan motor punya ibu ketua komite kesehatan gitu kan punya Ibu Vita motornya sebelum
mendapatkan inventaris.
Kemudian untuk bensinnya
memang dianggarkan sekalipun ga besar ya, gitu. Kalo ibu-ibunya
sendriri sih Ojek Makanan
Balitanya ibu-ibu OMABA-nya itu betul-betu pamrihlah, tanpa pamrih dia ke lapangan ga ada gaji ga ada apa kan tapi dia terjun langsung ke lapangan. Jadi saya rasa sih untuk sekarang upaya kita untuk transportasi ya salah satunya ya itu tadi mengajukan
bantuan motor untuk
mengantarkan ojek makanan
balita dan Alhamdulillah tahun ini katanya bisa terealisasi bantuan
dari pertamina”. (Hasil
wawancara dengan Informan 2, tanggal 29 Juli 2016)
Berbagai usaha telah
dilakukan oleh panitia program untuk
mengatasi kendala yang tengah
dihadapi, dimana menurut ketua komite, kondisi dana dan logistik yang pas-pasan menyebabkan bahan baku program penurunan gizi ini cukup dari
tanah sendiri dengan menanam
singkong, sayur dan buah. Berikut adalah penjelasan dari informan bahwa :
“Nah itu udah terlambat ya.
Waktu itu dari tahun 2013 lah ya, kita memang tidak punya motor, anak saya misalkan sekolah, bisa
ada punya motor team nya OMABA kita pake. Jadi memang
kemandirian kami itu yang
diutamakan, jadi ya
Alhamdulillah sekarang baru tahun 2016 di acc membeli motor
dari CSR dari pertamina,
Alhamdulillah makasih
pertamina. Ya untuk
kelangsungan OMABA, kalopun nanti tidak OMABA bisa aja untuk berdagang nuggetlah, ya apa gitu. Ya sudah Alhamdulillah, jadi kalo ada kemauan ga ada yang susah sih pasti dikasih jalan InsyaAllah.
Bahan bakunya kan, nah kita juga ada sih kadang-kadang dari kebun gizi ya, cuma tidak terlalu ini. Bahan bakunya ya di sekitar kita aja. Jadi gini ya, yang idealnya sih ya kita juga ngasih penyuluhan ke
posyandu-posyandu untuk
DARLING, namanya Dapur
Keliling. Jadi penyuluhan itu supaya nantinya selalu kader itu kan ada dana tiap bulan ya dari
pemerintah itu, nah harus
memasak. Nah harusnya
diutamakan bahwa kita memasak, mengolah makanan itu bahan bakunya yang lokal lah yang ada, misalkan kita kan sekarang pemerintah mencanangkan bahwa keanekaragaman pangan atau ketahanan pangan, jadi kita jangan mengandalkan beras aja ya. Nah kita juga membuat
pelatihan, membikin baso
77 singkong tapi dibuatkan baso.
Kalo singkong aja kan anak-anak jaman sekarang mana mau, jadi kita bikin gitu baso singkong ada sayurannya, ada ikannya gitu ya, ayamnya.
Jadi ya Alhamdulillah gitu kan sudah memulai dari tahun 2013
sudah dimulai”. (Hasil
78 3. Gambaran Penurunan Kasus Gizi
Buruk Setelah Diintervensi Dengan PMT-Pemulihan Oleh Cooking Center Dari Tahun 2012-2015.
Peran Cooking Center dalam meningkatkan status gizi balita
Balita yang masih dapat bertahan hidup akibat kekurangan gizi yang bersifat permanen, kualitas hidup selanjutnya mempunyai tingkat yang sangat rendah dan tidak dapat diperbaiki
meskipun pada usia berikutnya
kebutuhan gizinya sudah terpenuhi.
Istilah “generasi hilang” terutama
disebabkan pada awal kehidupannya sulit memperoleh pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Berikut adalah penjelasan dari informan yaitu:
“Sekarang sudah tidak ada lagi
kasus gizi buruk di kita, ya jadi dari sekian puluh kasus kemudian
kasusnya menurun sampai
sekarang tidak ada lagi kasus gizi
buruk. Untuk menanggulangi
supaya tidak ada lagi gizi buruk, mereka punya program namanya edukasi yang disebut DARLING atau dapur keliling. Sehingga ibu-ibu, kader posyandu mempunyai pengetahuan yang sama tentang bagaimana menanggulangi cara pola makan anak yang sehat, kemudian juga kader-kader juga tahu dan ibu-ibu balita tahu dan balita juga sekarang dikenalkan kepada keragaman pola makan
diluar jajanan anak sekolah ya”.
(Hasil wawancara dengan Informan 1, tanggal 30 Juli 2016)
Adanya program Darling cukup banyak membantu dalam menurunkan status gizi kurang di wilayah kerja UPT puskesmas Riung Bandung. Berikut adalah penjelasan dari informan 1 :
“Ya, sudah cukup baik sehingga di
kita sudah tidak ada lagi balita gizi
buruk. Sudah, sekarang tinggal balita gizi kurang, sudah cukup baik sih. Harapannya kedepan, ini harapan kedepan mudah-mudahan ini ada
repliksai cooking center
keluraha.Karena ini posisinya cooking center kelurahan ini ada di RW 11 ya yang notabene itu adalah RW perkomplekan, jadi diharapkan bisa
ada replikasi ke RW yang
perkampungan, khususnya ring 1 yang
langsung bersebrangan dengan
pertamina gitu ya. Yaitu ada RW 03 dan RW 05 dan mereka juga memang ingin belajar gitu kan, ingin belajar bagaimana memasak olahan makanan
sehat untuk balitanya”. (Hasil
wawancara dengan Informan 2,
tanggal 29 Juli 2016)
Hal ini sejalan dengan pendapat ketua komite bahwa program Cooking Center dan OMABA sangat efektif untuk menurunkan masalah gizi balita. Berikut adalah penjelasan dari informan yaitu :
“Ya baguslah. Karena sekarang ini
validasi data aja sudah tidak ada kan. Itu kan sangat berperan dong
kita. Membantu puskesmas,
membantu pemerintah ya. Sangat berperan sekali. Yang tadinya di kelurahan itu ada sebelas dari balita
gizi buruk, gizi kurang.
Sekecamatan itu ada 23, terus menurun. Tahun 2012,17 lah kasus kematian ibu dan anaknya, itu termasuk tinggi katanya ya. Nah
sekarang malahan ini sudah
mudah-79 mudahan ibu sih ya
mudah-mudahan jangan ada lagi. Kalo misalkan dua, sangat berperan sekali cooking center ini”. (Hasil wawancara dengan Informan 3, tanggal 30 Juli 2016)
Pendapat dari ketua komite juga diperkuat oleh pendapat dari
Anggota Cooking Center dan
OMABA bahwa dengan adanya program ini membantu sekali dalam penanggulangan balita gizi buruk. Berikut adalah penjelasan dari informan yaitu :
“……Tahun 2012-2013 itu kasus gizi buruk di Kecamatan Gede Bage khususnya di Kelurahan Cisaranten Kidul ada 23 kasus. Nah sekarang sudah tidak ada, dengan adanya program OMABA dan cooking center ini gizi buruk itu sudah tidak ada dari 23 kasus itu.
Memang bertahap, dari 23 kasus, menurun menurun menurun ya, dari 19 sampe 12, 12 sampe 4, 4 sampe sampe engga adanya untuk gizi buruk. Cuma sekarang mungkin bukan gizi buruk lagi, jadi gizi kurang yang timbangan anak-anak
balitanya kurang. Contohnya
80 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menganai Cooking Center dan Ojek Makanan Balita (OMABA) pada tanggal 29 -30 Juli 2016, dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan cooking center dan Ojek Makanan Balita (OMABA) di wilayah kerja UPT Puskesmas Riung Bandung diawali oleh kasus gizi buruk pada balita.
2. Hambatan yang ada dalam
pelaksanaan cooking center dan Ojek Makanan Balita (OMABA) di wilayah kerja UPT Puskesmas Riung Bandung yaitu kendaraan motor, sumber daya manusia yang terbatas dan dana yang belum mencukupi untuk perluasan wilayah.
3. Peran Cooking Center dan ojek
81 DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita (2014). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arisman, (2010). Gizi Dalam Daur
Kehidupan. Jakarta : EGC. Bakri. dkk, (2014). Beban Ganda Masalah
Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan
Kesehatan Nasional.
http://gizi.depkes.go.id (diakses pada tanggal 25 Mei 2015). Creswell, J.C. (2012). Education Research,
Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Reaserch. Boston: Pearson
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKUI, (2011).
Dinkes Kota Bandung, (2013). Profil Status Gizi Bayi dan Balita Kota Bandung. Bandung
Gibson, (2007). Setting For Health Promotion. Sage Publication. Given, Lisa M. (edt). (2008). The Sage
Encyclopedia of Qualitative Research Methotds. California: Sage-Thousand Oaks
Hadi, (2015). Penuntasan Masalah Gizi Kurang. Dalam: Prosiding. WNPG IV. LIPI, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, (2011). Profil
Kesehatan Indonesia 2010. http://www.depkes.go.id.
Lusa, (2009). The impact of feeding practices on prevalence of under nutrition among 6-59 months
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012 tentang Status gizi bayi dan balita.
Proverawati, (2010). Ilmu Gizi Untuk Keperawatan & Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Riskesdas (2013). Data Riset Kesehatan
Indonesia Tentang Status Gizi Bayi Dan Balita. Kemenkes RI Riyadi, (2013). Tumbuh Kembang Anak.
Jakarta : EGC.
SDKI, (2012). Data Gizi Bayi dan Balita di Indonesia tahun 2012. Jakarta : Kemenkes RI
Sediaoetama, D. Achmad. (2010). Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I. Jakarta : Dian Rakyat Stunkard, AJ.; Berkowitz, RI.; Schoeller, D.;
Maislin, G.; and Stallings, VA. 2004. Predictors of body size in the first 2 y of life: a high-risk study of human obesity. Int J Obes Relat Metab Disord. Apr;28(4):503-13.
Sugiyono. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Supariasa, I.D.N, dkk. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Uripi, (2014). Ilmu Kesehatan Anak : Jilid 1.
Jakarta : FK UI.
Wardani, (2012). Ilmu Gizi Jilid I. Bhratara, Jakarta.
WHO, (2007). Preventing and Managing the Global Epidemic. WHO
Technical Report Series,
Geneva.
82 WHO, (2011). Penanggulangan gizi pada
pada bayi dan balita . Kemenkes RI, Jakarta.
Widodo, (2008). Pemberian Makan,