• Tidak ada hasil yang ditemukan

elatio3gmail.com,2 wadirakademikakbidarrahmagmail.com Abstract - HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN RUPTURA PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI RSUD SIDOARJO PERIODE JANUARI SAMPAI JULI TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "elatio3gmail.com,2 wadirakademikakbidarrahmagmail.com Abstract - HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN RUPTURA PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI RSUD SIDOARJO PERIODE JANUARI SAMPAI JULI TAHUN 2017"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN RUPTURA PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI RSUD SIDOARJO PERIODE JANUARI SAMPAI JULI

TAHUN 2017

Nur Saidah1), Eka Yusmanisari2)

1,2Akademi Kebidanan Ar-Rahma Bangil Pasuruan 1elatio3@gmail.com, 2wadirakademikakbidarrahma@gmail.com

Abstract

Perennial rupture needs pay attention because of dysfunctional organ of reproduction mother. It can cause the sources of bleeding and the way out entering infection makes death because of bleeding. The aim of this study is to analyze relationship between the age and the mothers parities with perennial rupture to the mothers birthing in RSUD Sidoarjo. This study uses analytical method with cross sectional. The sampling technique uses probability with sampling random. The writer uses secondary data in the medical room at RSUD Sidoarjo, on January – Juli 2017 and the total of respondents are 95. The criteria of inclusive sampling are the normal birthing mothers and having perennial rupture spontaneously or episiotomy.Thedata analyzed have run two steps; bivariate and univariate. The first, distributes frequency and the second, it uses Chi-Square. The result of this study is almost the age of respondents who are birthing contain 95 % aging 20-35 years old and most of mother parities amount 52, 6% multipara and the last, most of perennial rupture are 61% the second degree. The result of chi-square test shows that the value of age P is 0, 025% and the parities P is 0,000. It means that H0 is refused (H1 acceptable) and shows that the relationship between the age and the parities with perennial rupture to the mothers birthing. The advices to mothers birthing and their family are counseling about how important loving care from straining steps in the birthing, accompaniment of birth and the worst straining and the last the pregnant gym for perennial elastic in the birthing.

Keywords : the age, paritas, rupture perineum

1. PENDAHULUAN

Ruptur perineum perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita, sumber perdarahan, sumber atau jalan keluar masuknya infeksi, serta dapat menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis.

(Mochtar, 2006).Robekan jalan lahir

merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala keluar pintu" biasanya perineumnya mengalami ketegangan sehingga terjadi robekan pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya.(Prawirohardjo, 2007).

Beberapa penyebab ruptur perineum menurut Mochtar (2006) pada ibu dalam persalinan antara lain adalah usia ibu, dijumpai pada ibu yang berumur lebih dari 30 tahun yang lazimnya disebut dengan primitua. Paritas ibu

yang melahirkan lebih dari 1 kali, elastitistas perineum yang keras dan kaku, berat badan bayi lebih dari 4000 gram, lebar perineum dengan ukuran normal 4 cm pada perineum, cepatnya kepala janin melewati dasar panggul, karena defleksi kepala bayi yang terlalu cepat, posisi persalinan yang salah atau kesalahan dari cara mengedan, serta persalinan dengan fakum atau porceps. Menurut Weber dari Universitas Pittsburgh School of Medicine (2003), belum ada konsensus untuk angka ideal terjadinya ruptur perineum tapi menurut fakta sekarang bahwa ruptur perineum yang terjadi lebih dari 20% tidak dapat dibenarkan. Dan menurut beberapa penelitian ditemukan bahwa angka kejadian ruptur perineum lebih rendah dari 10% dapat menghasilkan output yang lebih baik untuk ibu dan bayi. Berdasarkan hasil data prasurvey, angka kejadian ruptura

perineum spontan yang dialami ibu

(2)

normal. Sedangkan yang tidak mengalami ruptura perineum berjumlah 22 orang. Jumlah berat badan bayi > 3100 gr yaitu 32 bayi sedangkan yang < 3.100 gr sebanyak 31 bayi.

Berdasarkan prasurvey dengan tehnik

wawancara dengan petugas Kamar bersalin di RSUD Sidoarjo pada bulan Mei Tahun 2017 jumlah persalinan secara spontan di kamar bersalin kurang lebih 100 ibu bersalin yang semuanya rata – rata mengalami rupture perineum dikarenakan RSUD Sidoarjo adalah Rumah Sakit Rujukan.

2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Konsep Umur

Umur atau usia adalah perhitungan usia

yang dimulai dari saat kelahiran

seseorangsampai dengan waktu penghitungan usia (Depkes, 2013)

2.2 Konsep Paritas

Paritas adalah wanita yang pernah

melahirkan bayi aterm.Paritas dapat

dibedakan menjadi primipara, multipara dan

grandemultipara (Prawiroharjo,2010).

Primipara adalah wanita yang telah

melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2010). Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau lebih.Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit

dalam kehamilan dan persalinan

(Bobak,2005)

2.3 Konsep Dasar Ruptura Perineum Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah dasar panggul (Oxorn, 2010).

Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan anus. Perineum berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dasar panggul.

a. Penyebab

1) Faktor Maternal Ruptur Perineum a) Partus presipitatus

Partus Presipitatus merupakan persalinan yang lebih pendek dari 3 jam. Kadang-kadang pada multipara dan jarang sekali pada primipara terjadi persalinan yang yang terlalu cepat sebagai akibat his yang kuat dan kurangnya tahanan dari jalan lahir (Oxorn, 2010). Partus presipitatus dapat menyebabkan

terjadinya robekan perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan .

b) Mengejan terlalu kuat

Jika ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan diameter terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta bernapas panjang, untuk menghindarkan tenaga mengejan karena sinciput, muka dan dagu yang mempunyai ukuran panjang akan melalui perineum. Kepala lahir hendaknya pada akhir kontraksi agar kekuatan mengejan tidak terlalu kuat c) Perineum yang rapuh dan oedem

Pada proses persalinan jika terjadi oedem pada perineum maka perlu dihindarkan

persalinan pervaginam karena dapat

dipastikan akan terjadi laserasi perineum (Mochtar, 2006).

d) Primipara

Primigravida adalah ibu yang baru pertama kali mengalami kehamilan. Pada primigravida, pemeriksaan ditemukan tanda-tanda perineum utuh, vulva tertutup, himen pervoratus, vagina sempit dengan rugae. Pada persalinan akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh kepala janin. Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi robekan perineum (Mochtar, 2006).

e) Kesempitan panggul dan CPD (chepalo pelvic disproportional)

Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu benda didorong melalui ruangan oleh suatu tenaga.

Benda yang didorong adalah janin, ruangannya adalah pelvis dan tenaga yang mendorong adalah kontraksi rahim. Jika tidak ada disproporsi (ketidaksesuaian) antara pelvis dan janin normal serta letak anak tidak patologis, maka persalinan dapat ditunggu spontan. Apabila dipaksakan mungkin janin dapat lahir namun akan terjadi trauma persalinan salah satunya adalah laserasi perineum (Mochtar, 2006).

(3)

oleh meningkatnya hormone estrogen dan progesteron atau faktor lainnya. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah saat persalinan dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi dapat terjadi perdarahan (Mochtar,2010). g) Kelenturan Jalan Lahir

Alat genital perempuan mempunyai sifat yang lentur. Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan jalan lahir dan otot-otot di sekitarnya. Jalan lahir yang lentur dapat melahirkan kepala bayi dengan lingkar kepala > 35 cm, padahal diameter awal vagina adalah 4 cm. Kelenturan jalan lahir berkurang bila calon ibu yang kurang olahraga, atau genitalnya sering terkena infeksi. Infeksi akan mempengaruhi jaringan ikat dan otot di bagian bawah dan membuat kelenturanya hilang (karena infeksi dapat membuat jalan lahir menjadi kaku). Bayi yang mempunyai lingkar kepala maksimal tidak akan dapat melewatinya,

jika dipaksakan maka akan

mengakibatkan laserasi perineum yang tidak beraturan dan lebar. Kondisi seperti ini mendorong tenaga kesehatan untuk melakukan episiotomi guna melebarkan jalan lahir dengan menggerakkan alur robekan. Menurut penelitian, jika pada trimester 3, ibu hamil sering melakukan pijatan di daerah perineum maka akan melenturkan daerah pijatan tersebut. b. Derajat Laserasi Perineum

Menurut derajat robekan dibagi menjadi 4 derajat :

1) Derajat I : robekan hanya pada selaput lendir (mukosa) vagina, komisura posterior dengan atau tanpa mengenai kulit perineum, sekitar 1-1,5 cm. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.

Gambar 2.1 Ruptura perineum derajat I

2) Derajat II : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Jahit menggunakan teknik sesuai prosedur penjahitan luka perineum.

Gambar 2.2 Ruptura perineum derajat II

3) Derajat III : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior,kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani

(4)

4) Derajat IV : robekan robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding depan rektum. Penolong persalinan tidak dibekali ketrampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan.

Gambar 2.4 Ruptura perineum derajat IV

2.5Konsep Persalinan

Persalinan adalah serangkaian proses dimana hasil konsepsi genap bulan atau hampir genap bulan dikeluarkan dari tubuh ibu. Persalinan normal adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, bayi tunggal, umur kehamilan genap bulan, letak belakang kepala, tidak ada komplikasi ibu dan anak, berlangsung kurang dari 18 jam( Mochtar, 2006).

Menurut Saifuddin (2008) persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Tehnik pengambilan sampel probability sampling dengan cara simple random sampling. Peneliti menggunakan data Sekunder di Ruang Bersalin RSUD Sidoarjo bulan Januari sampai bulan Juli tahun 2017 yang berjumlah 95 responden. Kriteria inklusi sampel adalah ibu yang bersalin normal dan mengalami ruptura perineum baik yang spontan maupun episiotomy, sedangkan

kriteria eksklusinya persalinan dengan tindakan seperti vacum ekstraksi. Variabel independent : umur ibu, paritas. Variabel dependent : ruptur perineum ibu bersalin. Dalam penelitian ini instrument yang

digunakan lembar ceklist, kemudian

dilakukan editing, coding dan skoring serta cleaning data dan terakhir dianalisis menggunakan uji chisquare.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2. Hubungan umur ibu dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin Kelompok umur 20 – 35 tahun sebagian besar responden 90,5% sebanyak 86 orang. Sebagian kecil 4 responden (4,2%) adalah umur < 20 tahun dan 5 responden (5,3%) adalah umur >35 tahun.

Keterkaitan umur dijelaskan dalam

Jurnal medis dokter kandungan dan

ginekologi yang berisi sebuah penelitian dari Royal College of Obstetricians dan Gynecologists, menyatakan bahwa "usia aman untuk hamil adalah di usia 20 sampai 35 tahun".Beberapa fakta yang dinyatakan oleh para ahli medis tersebut adalah sebagai berikut: perempuan cenderung mengalami lebih banyak komplikasi seperti pre-eklampsia, keguguran, bayi lahir mati, kehamilan ektopik dll jika mereka hamil di atas usia 35 tahun. Kesuburan telur juga mulai menurun diatas usia 30 tahun, sehingga membuat wanita lebih sulit hamil. Program yang ideal adalah memiliki anak pertama di awal atau pertengahan 20-an dan anak berikutnya di akhir usia dua puluhan atau awal tiga puluhan.( Ramli,2015). Wanita yang berusia dibawah 20 tahun terutama pada primipara beresiko tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) serta mengalami malformasi janin yang merupakan penyebab kematian perinatal .

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan teori yang dikemukakan pada teori bahwa usia aman untuk hamil adalah di usia 20 sampai 35 tahun. Dalam penelitian ini ibu yang melahirkan adalah usia 20 sampai 35 tahun

namun mengalami rupture perineum.

(5)

inpartu yang beresiko Tinggi dan rujukan dari BPM,Puskesmas, dokter dan lain sebagainya dengan berbagai macam Diagnosa patologis seperti inpartu dengan PEB + KEK , PEB+Oligohidramnion+Hipoglikemi, KPP, PEB, KEK dan lain sebagainya. Diagnosa Patologis adalah indikasi yang dibenarkan untuk melakukan episiotomi apabila ada indikasi medis misalnya gawat janin, penyulit kelahiran ataupun jaringan parut (JNPKR& JHPIEGO, 2013). Beberapa komplikasi ibu bersalin antara lain sebagian kecil Inpartu Prolong Kala I Fase Laten dan Aktif sejumlah 36 responden (37,9%), 16 responden ( 16,8%) KPP dan 12 responden (12,6%) mengalami inpartu dengan Premature, HBSAG positif, Bekas SC, Taksiran Bayi besar dan lain sebagainya.

Hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi Chi Square dengan ρ value 0,025 < α 0,05 yang artinya Ho ditolak, hal ini menunjukan ada hubungan bermakna antara umur ibu bersalin dengan kejadian ruptur perineum. Pada umur < 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun) (Siswo Sudarno.,2008). Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan biasa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat sudut arcuspubis lebih kecil daripada biasa, sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang seperti biasa. Kemudian kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sircum ferensia suboksifito bregmatika( Rixky Meijeny,2009). Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat atau lama karena akan dapat menyebabkan otot-otot dasar panggul melemah karena diregangkan terlalu lama.

2.3. Hubungan paritas dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin Sebagian kecil 52,6 % (50 orang) paritas 2 – 4, 38,9% (37 Orang) paritas Primipara dan 8,4 % (8 Orang Grandemultipara.

Keterkaitan hasil penelitian dapat dijelaskan Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu, baik yang lahir hidup maupun yang lahir mati dari pasangan suami istri. Pada kehamilan yang terlalu sering maka akan menyebabkan alat- alat reproduksi belum pulih dan belum siap untuk menjalani proses persalinan kembali sehingga menyebabkan daerah perineum mudah sekali ruptur. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Primipara mempunyai resiko ruptur lebih tinggi, karena belum pernah mempunyai pengalamandalam persalinan dibandingkan pada multipara

ataupun grande

multipara(Wiknjosastro,2008).

Teori lain mengungkapkan robekan

perineum terjadi pada hampir semua

persalinan pertama (Primipara) dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir yang pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot – otat perineum belum meregang (Walyani & Purwoastuti (2016). Adapun penyebab rupture perineum pada primipara karena kelenturan jalan lahir / elastisitas perineum, mengejan yang tergesa- gesa tidak teratur. Sedangkan yang multipara bisa terjadi karena berat badan bayi yang besar, kerapuhan perineum, asuhan sayang sayang ibu yang kurang baik sehingga persalinan kurang terkendali seperti ibu kelelahan, partus lambat ( Sulistyawati, 2010).

(6)

tidak akan terjadi ruptur perineum. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan akan terjadi peningkatan hormon yang dapat melembutkan jaringan ikat apabila dilakukan pemijatan di area perineum secara rutin. Peningkatan

elastisitas perineum akan mencegah

terjadinya ruptur perineum maupun

episiotomy. Menurut Sarwono (2005) bahwa pada primipara yang melahirkan bayi cukup bulan, perlukaan jalan lahir tidak dapat dihindarkan. Menurut Wikjosastro (2007) bahwa lapisan mukosa dan kulit perineum pada seorang ibu primipara mudah terjadi ruptur. Hal ini terjadi karena kepala janin terlalu cepat lahir, sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut, pada persalinan terdapat distosia bahu, ibu yang

mengejan terlalu cepat

(Walyani&Purwoastuti,2016).

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa

paritas dengan rupture perineum

menunjukkan adanya kesesuainan antara teori dan hasil penelitian yaitu Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman untuk hamil dan melahirkan ditinjau dari sudut kematian, meskipun dari 95 ibu bersalin sejumlah 46 orang dilakukan episiotomy dan mengalami rupture perineum derajat 2. Beberapa pertimbangan keputusan untuk melakukan episiotomi antara lain keyakinan Bidan karena jika dibiarkan perineum menjadi robek, pertimbangan malpresentasi dan malposisi janin, bayi premature, TBJ kecil, TBJ > 4000 gram serta jika pasien yang menunjukkan ketidakmampuan untuk mengendalikan diri sejak dari awal persalinan maka sebaiknya petugas kesehatan sudah merencanakan untuk melakukan episiotomy (Sulistyawati & Nugraheny ( 2013).

Terjadinya ruptur perineum dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan latihan senam hamil atau senam dasar panggul selama kehamilan dan sebelum persalinan, karena dapat meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot-otot dasar panggul, ligamen, dan jaringan serta fasia yang berperan dalam mekanisme persalinan (Schott, 2008). Pimpinan persalinan untuk mengejan secara benar sangat menentukan sampai seberapa jauh terjadi perlukaan pada perineum (Prawirohardjo, 2007).

5. KESIMPULAN

Hubungan umur dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin

Hasil uji analisis hubungaan umur ibu dengan kejadian ruptur perineum di RSUD Sidoarjo (p value = 0,025) hal ini menjelaskan bahwa ada hubungan umur ibu dengan rupture perineum pada ibu bersalin.

Hubungan paritas dengan kejadian ruptura perineum pada ibu bersalin

Hasil uji analisis antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum di RSUD Sidoarjo (p value = 0,000) artinya terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan rupture perineum.

REFERENSI

1. Bobak, 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC 2. Depkes,2013.https://www.scribd.com/do

c/162685921/usia-menurut-depkes,

3. JNPK-KR/POGI . 2014. Asuhan

Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: USAID Indonesia

4. Mochtar, Rustam. 2006. Sinopsis

Obstetri. Jakarta: EGC

5. Oxorn William.2010.Ilmu Kebidanan

Patologi dan Fisiologi Kebidanan.C.V andi offset.Yogyakarta

6. Prawirohardjo.2010. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Jakarta

7. Prawiroharjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Trijatmo Rachimhadhi

8. Purwoastuti.Walyani.2015.Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.Pustaka Baru.Yogyakarta 9. Purwoastuti.Walyani.2016.Asuhan

(7)

12. Saifudin,Bari Abdul.2013.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo

13. Siswosudarmo, R. 2008.

ObstetriFisiologi. Pustaka Cendekia. Yogyakarta.

14. Sulistyawati Ari, Nugraheny Esti. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika 15. Winkjasastro, H (2005). Ilmu

Gambar

tabel 2 bahwa Mayoritas ibu bersalin yang

Referensi

Dokumen terkait

Perlu peran serta yang baik dari keluarga dan tim kesehatan untuk memberikan dukungan kepada anak agar anak mempunyai harapan untuk sembuh yang akan berimbas kepada

Tidak ada perbedaan yang nyata terhadap rasa dengan adanya variasi penambahan stabilizer HPMC SS13 pada mayones susu kedelai reduced fat Lampiran 9.3 .Data

Dari keterangan itu, kita dapat menyatakan bahwa kurikulum pendidikan nasional yang mengabaikan sejarah sebagai mata pelajaran adalah sangat keliru, karena tanpa pemahaman

Setelah melaksanakan kegiatan penelitian yang merupakan proses dari kegiatan pembelajaran menulis teks eksplanasi dengan menggunakan media filmstrips di kelas XI

Sementara itu, Raka Joni (2007) lebih jauh lagi menyatakan bahwa kekisruhan konseptual-akademis dalam penetapan bingkai pikir penyelenggaraan pendidikan profesional

Keberhasilan khususnya dalam peningkatan produksi ikan budidaya dengan capaian kinerja sebesar 103,73% disebabkan adanya upaya- upaya peningkatan produksi dalam

Namun permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pengaturan content yang lebih sesuai dengan menu yang tersedia, sehingga user tidak perlu lagi berpikir kemana dia harus pergi untuk

Rivai dan Sagala [6] memaparkan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak