• Tidak ada hasil yang ditemukan

IPS NANIK MODEL YANG EFEKTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IPS NANIK MODEL YANG EFEKTIF"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan geografi merupakan ilmu yang mempunyai arti penting bagi semua warga, sehingga pendidikan geografi tidak terbatas bagi orang yang berprofesi sebagai geograf, tetapi bagi semua warga negara.Pada kurikulum 2004 (KBK) Geografi adalah salah satu pelajaran yang tercantum dalam kurikulum Nasional, namun pada kurikulum 2006 (KTSP) pendidikan geografi dipadukan dengan ilmu sosial lain dirangkum dalam Pendidikan IPS Terpadu. Setiap perubahan paradigma yang terjadi akan berdampak terhadap perubahan sistem dalam pembelajaran geografi. Ketidak siapan guru, siswa, masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi perubahan dunia saat ini merupakan kendala yang tidak bisa dibiarkan. Di samping ketersediaan material, fasilitas, dan perlengkapan pembelajaran yang masih kurang memadai serta prosedur pembelajaran yang belum terencana dengan matang akan sangat mempengaruhi hasil pembelajaran.

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN EFEKTIF

Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan siswa (Gundur Pulungan, 2005). Dalam proses tersebut, guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat menolong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian.

Dalam Oemar Hamalik (1994), pembelajaran dapat juga diartikan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran ini terdiri atas guru, siswa dan staff lain. Sedangkan materialnya meliputi buku-buku, papan tulis, fotografi, slide dan lain-lain. Fasilitas dan perlengkepan yang menjadi unsur dalam pembelajaran meliputi ruang kelas, perlengkapan audio visual dan komputer.Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi dalam belajar, praktek, evaluasi dan sebagainya.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses hubungan timbal balik antara guru dengan siswa yang melibatkan beberapa unsur. Unsur yang dimaksud adalah manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling berperan dan saling mempengaruhi demi untuk tercapainya tujuan dalam proses pembelajaran.

(3)

diorientasikan pada hasil, akan tetapi juga dalam proses yang ada dalam mencapai tujuan.

Jika dikaitkan dengan pembelajaran, dapat dikatakan bahwa pembelajaran efektif itu adalah pembelajaran yang berorientasi pada program pembelajaran yang berkenaan dengan usaha mempengaruhi, memberikan efek yang dapat membawa hasil sesuai dengan tujuan maupun proses yang ada di dalam pembelajaran itu sendiri (Wordpress.com). Untuk mendapatkan efek tersebut, proses pembelajaran tertumpu pada beberapa faktor pendorong, diantaranya; guru yang profesional, siswa,sikap dan cara belajar siswa yang aktif baik ia perseorangan maupun kelompok, dan juga tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran yang tepat.

Berdasarkan asumsi di atas pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran semua elemen yang menjadi faktor pendorong tersebut berfungsi secara keseluruhan, sehingga setiap guru dan peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran dapat merasa tenang, puas dengan hasil belajar, dan dapat membawa kesan yang baik dalam perkembangan peserta didik.

Dengan demikian hakikat pembelajaran efektif adalah proses interaksi dalam pelaksanaan belajar mengajar yang melibatkan semua unsur pembelajaran yang saling mempengaruhi, dan tujuannya bukan hanya terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.

(4)

bahwa dalam aspek didaktisnyapun seorang guru harus menyadari bahwa kompetensi dan tujuan yang harus mereka capai juga berbeda.

Pada prosesnya, perbedaan tersebut menuntut para pendidik untuk menyajikan model yang berbeda dalam pembelajaran.Setiap model harus disesuaikan dengan jenis pelajaran yang sedang berlangsung. Untuk itu setiap guru harus menentukan dengan tepat jenis dan model belajar yang paling berperan dalam proses pembelajaran dengan kompetensi yang harus dicapai. Dengan demikian seorang guru harus memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai model-model efektifyang harus diterapkan dalam setiap pembelajaran.

B. MODEL EFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

Lavyanto Trimo (2006), mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.Dalam refrensi lain, S. Nasution (2009), menyatakan bahwa model pembelajaran adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal.

Mengingat bahwa pencapaian kompetensi dalam pembelajaran tidak sama, maka tidak semua orang mengikuti cara yang sama dalam pembelajaran. Masing-masing menunjukkan perbedaan dan perbedaan ini menuntut model belajar yang berkaitan erat dengan peribadi seseorang, yang tentu dipengaruhi oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya.Sehubungan dengan itu, Elin Rosalin (2008), mengatakan seorang guru dituntut untuk memahami semua aspek-aspek yang melatar belakangi peserta didik.Aspek yang perlu dipahami tersebut meliputi kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, catatan kesehatan, latar belakang keluarga, dan kegiatannya di sekolah.

(5)

dengan perkembangan masyarakatnya.Kenyataan ini mengharuskan seorang guru untuk memberikan pengalaman yang bervariasi dengan model yang efektif dan beraneka.Penggunaan model yang tepat akan turut serta dalam menentukan efektivitas dan efesiensi dalam pembelajaran, sehingga sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Terkait dengan pembelajaran geografi, Arnie Fajar (2009) menyatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran geografi meliputi tiga aspek. Ketiga aspek yang dimaksud adalah;

1. Aspek Pengetahuan, aspek pengetahuan yang terkait dalam tujuan pembelajaran Geografi ini meliputi beberapa hal, yaitu;

a. Mengembangkan konsep dasar Geografi yang berkaitan dengan pola keruangan dan proses-prosesnya,

b. Mengembangkan pengetahuan sumber daya alam, peluang dan keterbatasannya untuk dimanfaatkan,

c. Mengembangkan konsep dasar Geografi yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan wilayah Negara/dunia.

2. Aspek Keterampilan, aspek Keterampilan ini pula tertuju kepada;

a. Mengembangkan keterampilan mengamati lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan binaan.

b. Mengembangkan keterampilan mengumpulkan, mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek keruangan.

c. Mengembangkan keterampilan analisis sintesis, kecenderungan dn hasil-hasil dari interaksi berbagai gejala geografis.

3. Aspek Sikap, dalam tujuan pengembangan sikap, Geografi bertujuan untuk;

a. Menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan fenomena geografi yang terjadi di lingkungan sekitar,

b. Mengembangkan sikap melindungi dan tanggung jawab terhadap kualitas lingkungan hidup,

(6)

d. Mengembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan sosial dan budaya, dan

e. Mewujudkan rasa cinta tanah air dan persatuan bangsa.

Jika dilihat dari tujuan pembelajaran geografi yang dinyatakan oleh Arnie Fajar (2009) di atas, dalam makalah ini penulis ingin memperkenalkan beberapa model yang sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran geografi mengikut konsep Nursid Sumaatmadja.Meskipun model pembelajaran ini masih terkesan lebih terpusat kepada guru, namun pada hakikatnya masih dapat digunakan dalam transisi model pembelajaran tradisional ke Student Centre Learning.Untuk mencapai tujuan dalam pembejaran geografi, Nursid Sumaatmadja (1997), memperkenalkan beberapamodel pembelajaran geografi.Beberapa model yang dimaksud adalah; Model Pembelajaran

Disiplin Mental, Model PembelajaranStimulus-Respon, Model PembelajaranKognitif, dan Model Pembelajaran Sintetik.

C. Model Pembelajaran Disiplin Mental

Teori Disiplin Mental ini dikembangkan dari pandangan Plato dengan teori Idealismenya yang melukiskan pikiran dan jiwa bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada.Idealismenya hanyalah ide murni yang ada dalam pikiran, karena pengetahuan orang berasal dari ide yang ada sejak kelahirannya.Belajar dilukiskan sebagai pengembangan oleh pikiran yang bersifat keturunan.Kepercayaan inilah yang dikenal sebagai konsep “disiplin mental” (Bell Gredler, 1994).

(7)

Pada model pembelajaran ini, penekanan prosesnya berlandaskan kekuatan otak yang meliputi ingatan, kemauan, dan penalaran.Model pengajaran ini berlandaskan pandangan bahwa kekuatan otak manusia itu juga berpusat pada minat dan nilai yang menyatukan diri manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu, pada pengembangan model pembelajaran Disiplin Mental inisama dengan latihan ingatan, kemauan, dan penalaran untuk menanamkan minat dan nilai menjadi landasan proses utama. Melalui proses ini diharapkan manusia akan mengerti tentang kebutuhan dan lingkungan yang membimbing ke arah tindakan untuk berhubungan dengan anggota masyarakat lainnya.

Pembelajaran geografi sentiasa mengajarkan hubungan keruangan gejala-gejala geografi dipermukaan bumi yang antara lain adalah hubungan keruangan antara umat manusia dengan alam lingkungannya dapat mengembangkan model pembelajaran disiplin mental dalam merealisasikan tujuan pembelajaran. Berkenaan dengan ingatan, menurut Bloom dkk termasuk tingkat kognitif yang masih rendah.Meskipun demikian, ingatan ini (remembering, recall) menjadi dasar pengembangan tingkat kognitif selanjutnya.Dasar-dasar pengembangan ingatan, menjadi salah satu ciri Model Pembelajaran Disiplin Mental yang dapat diterapkan pada Pembelajaran Geografi.

Model pembelajaran Disiplin Mental dapat mengembangkan anak didik menjadi manusia yang berdisiplin dalam mengungkapkan penalaran, memecahkan masalah, dan berdisiplin terhadap aturan-aturan permainan pengetahuan dan keilmuan.Teknik inkuiriyang menerapkan metode diskusi, dapat mengimbangi kekakuan yang merupakan efek samping dari model pembelajaran disiplin mental.Dalam hal ini, guru geografi harus fleksibel dalam menciptakan suasana pembelajaran yang serasi dengan tujuan yang harus dicapai. Dalam mengembangkan Disiplin mental pada pendidikan dan pembelajaran, Herbart dkk dalam Nursid (2001) menganjurkan lima langkah pelaksanaannya sebagai berikut :

(8)

Mengetengahkan pemikiran-pemikiran yang dapat menggugah kesadaran anak didik terhadap pengalaman yang telah dimiliki mereka. Melalui persiapan ini, anak didik akan mengingat kembali hal-hal yang berkenaan dengan pemikiran atau permasalahan yang dikemukakan oleh guru.

2. Penyajian (presentation)

Guru menyajikan fakta-fakta yang berkenaan dengan pemikiran atau masalah yang dikemukakan pada tahap persiapan di atas. Guru melakukan demontrasi tentang hal yang disajikannya.

3. Perbandingan dan abstraksi (comparison and abstraction)

Jika guru telah melakukan dua langkah di atas, anak didik akan melihat adanya dua persamaan antara pemikiran atau masalah baru dengan hal-hal yang telah diketahuinya. Dalam kesadaran anak didik akan terjadi proses asosiasiatau pemikiran, fakta, konsep atau masalah yang telah diketahuinya. Dalam diri anak akan terjadi abstraksi tentang apa yang dialami dan dipelajarinya.

4. Generalisasi (generalization)

Dari proses perbandingan, abstraksi, dan asosiasi tentang unsur-unsur umum dari fakta, gejala, dan masalah yang telah diketahui dan dipelajarinya, anak didik akan menarik kesimpulan sebagai suatu prinsip umum atau suatu generalisasi. Mereka akan sampai pada` prinsip atau hukum umum tentang fakta, gejala, dan masalah yang dipelajarinya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.

5. Penerapan (application)

Akhirnya guru mengarahkan anak didik untuk menerapkan prinsip, hukum umum atau generalisasi yang baru diperolehya. Guru memberikan tugas kepada anak didik dalam bentuk masalah yang harus dipecahkan oleh mereka dengan menerapkan pengetahuan, prinsip, atau generalisasi tadi. Dengan demikian, ingatan mereka secara bermakna diterapkan untuk menghadapi fakta-fakta, gejala-gejala, ataupun masalah baru.

(9)

mereka pelajari. Nilai hubungan manusia dengan alam lingkungan dan lebih jauh lagi dengan Tuhan Maha Pencipta harus tetap menjadi azas yang mendasari proses pembelajaran.

D. Model Pembelajaran Stimulus-Respon

Stimulus adalah bahan yang digunakan oleh guru ketika mengawali pelajarannya di kelas sebelum masuk ke dalam pokok bahasan (W. Gulo, 2004). Bahan ini menghubungkan apa yang telah dimiliki oleh siswa dengan apa yang akan dipelajari sekaligus untuk mengaktualisasikan bahan dan membangkitkan minat keingintahuan peserta didik. Bahan ini sifatnya conflict issues dan bias diambil dari realitas sosial atau cerita, bentuk permainan, gambar atau kliping.

Model stimulus-respon ini landasi oleh konsep sebab-akibat yang digunakan dalam dalam ilmu pengeathuan alam perilaku mekanisme.Perilaku manusia merupakan akibat pengaruh dari luar tanpa mengansumsikan adanya faktor dinamis dalam tingkah laku manusia dan keseluruhannya dipengaruhi oleh stimulus.Teori ini menurut Gater dalam Oemar Hamalik (2009) menyatakan, terdapat hubungan fungsional antara situasi dan respon yang disebut dengan Connection.Teori ini adalah teori psikologis. Dimana perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan berpengaruh terhadap bagian yang lain antara personal dan lingkungan.

(10)

Teori seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Konsep-konsep tentang belajar sekarang lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya.Konsep sekarang mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif.Hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya (Sardiman, 2007).Lebih lanjut ia mengatakan bahwa respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku(Sardiman, dkk., 2001). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut juga merupakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

(11)

stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dari acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Robert M. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk suatu hirarki dari paling sederhana sampai paling kompleks yakni : belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning) yang menimbulkan perasaan tertentu, mengambil sikap tertentu,yang dapat menimbulkan perasaan sedih atau senang, belajar hubungan stimulus-respons (Stimulus Response-Learning)dimana respon bersifat spesifik, tidak umum dan kabur, belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning) mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik, belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association) bersifat asosiatif tingkat tinggi tetapi fungsi nalarlah yang menentukan, belajar membedakan atau diskriminasi (Discrimination Learning) yang menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala, belajar konsep-konsep (Concept Learning) yaitu corak belajar yang menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek. belajar aturan atau hukum-hukum (Rule Learning) dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian dalam macam-macam aturan, belajar memecahkan masalah (Problem Solving) menggunakan aturan-aturan yang ada disertai proses analysis dan penyimpulan.

(12)

organisasi dan pembentukan pola hidup.Sikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa menurut teori-teori belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh teori-teori belajar adalah faktor penguatan (reinforcement), penguatan yang dimaksud disini adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.

Dalam teori stimulus-respon (S-R), belajar merupakan proses hubungan (koneksi) antara peristiwa atau unit mental dengan peristiwa atau unit fisikal yang membentuk proses stimulus-respon. Gejala dan peristiwa yang terjadi dalam lingkungan menjadi perangsang (stimulus) terhadap proses mental yang tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses fisikal (respon) terhadap rangsangan. Menurut teori S-R, belajar itu merupakan gejala yang berlangsung karena adanya rangsangan (stimulus) yang membangkitkan proses hubungan antara unit mental dengan fisikal atau sebaliknya. Oleh karena itu, materi pembelajaran yang disajikan pada proses pembelajaran, harus menjadi stimulus terhadap respon yang lahir di dalam diri anak didik.

(13)

E. Model Pembelajaran Kognitif

Kognitif berasal daripada kata ”kognisi” yang berarti suatu pengertian luas mengenai berfikir dan mengamati tingkah laku yang menyebabkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan (Sudarsono: 1996 dalam Ali Mukri, 2015). Dalam refrensi lain, Ali Mukri (2015), menyebutkan bahwa kognitif itu adalah perkembangan (sifat, perwatakan, keperibadian) yang ditentukan oleh kebudayaan dan perkembangan intelektual moral.

Berdasarkan teori belajar kognitif, belajar merupakan suatu proses terpadu yang berlangsung di dalam diri seseorang dalam usaha memperoleh pemahaman dan struktur pengetahuan baru (untuk mengubah pemahaman dan struktur pengetahuan lama). Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa memperoleh pemahaman yang dimaksud disini adalah menangkap makna, arti dari suatu objek atau situasi yang dihadapi.Sedangkan struktur pengetahuan adalah persepsi atau tanggapan seseorang tentang keadaan dalam lingkungan sekitarnya yang mempengaruhi ide-ide, perasaan, tindakan, dan hubungan sosial orang yang bersangkutan(Sumiati dan Asra, 2008). Lebih spesifiknya, Mok Soon Sang (2006), mengatakan bahwa teori pembelajaran kognitif ini lebih terpusat kepada cara pembelajaran seperti pemikiran yang bijak, cara menyelesaikan masalah, penemuan, kategori pembelajaran dan persepsi. Mengikut teori ini, manusia mempunyai struktur pengetahuan, dan dalam proses pembelajaran otaknya akan menyusun segala informasi dalam ingatannya.

(14)

yang baru beradaptasi (bersinambungan) secara klop dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh peserta didik.

Dalam perkembangannya, menurut Hendy Hermawan (2010), setidaknya ada tiga teori pembelajaran yang bertitik tolak pada model pembelajaran kognitif ini, yaitu teori Perkembangan Piaget, Teori Kognitif Bruner, dan teori Bermakna Ausebel.Perbandingan ketiga teori ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel teori belajar dengan model pembelajaran kognitif

Piaget Bruner Ausebel

(15)

Selama proses asimilasi dan akomodasi terjadi, diyakini ada perubahan stuktur kognitif dalam benak siswa. Proses ini suatu saat harus berhenti. Untuk mencapai saat berhenti kita memerlukan proses “equilibrasi”

(penyeimbangan). Jika proses equilibrasi berhasil dengan baik maka terbentuklah struktur kognitif pada diri siswa, yaitu penyatuan harmonis antara pengetahuan lama dan pengetahuan baru.

alami.

Sumber: Teori Kognitif dalam Hendy Hermawan

Dari tabel di atas terlihat dengan jelas perbedaan ketiga konsep teori yang bertitik tolak pada teori pembelajaran kognitif. Sekilas memang terlihat mempunyai tujuan yang sama, akan teetapi berbeda dalam proses pembelajaran.Dalam proses pengajaran, pendekatan model kognitif ini didasarkan pada dilema moral. Menurut teori Piaget struktur kognitif seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan selanjutnya struktur kognitif ini yang meenentukan persepsi seseorang terhadap apa yang dilihatnya. Windmiller (1976) dalam Endang Sumantri dan Sofyan Sauri (2006), menyatakan bahwa Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara.Dari hasil pengamatannya terhadap anak-anak ketika bermain dan jawaban mereka atas pertanyaan “mengapa mereka patuh kepada peraturan?”Piaget sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan kemampuan kognitif pada anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.

(16)

pembelajaran yang tepat, yaitu karakteristik siswa dan mata pelajaran, serta cara memperoleh pengetahuan.

Dalam model pembelajaran kognitif ini, S. Nasution (2009), mengemukakan tiga gaya belajar yang ada kaitannya dengan proses belajar-mengajar, yakni gaya belajar menurut tipe:

1. Field dependence – Field independence

Gaya ini membicarakan perbedaan gaya belajar Field dependence atau gaya pelajar yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dengan Field independence atau gaya pelajar yang tidak atau kurang dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk lebih jelasnya bandingkan perbedaan kedua tipe tersebut dalam tabel di bawah ini:

Tabel perbedaan Field dependence dengan Field Independence

Field dependence Field independence Sangat dipengaruhi oleh lingkungan

atau banyak bergantung pada pendidikan sewaktu kecil;

Dididik untuk selalu memperhatikan orang lain;

Guru yang field dependent cenderung diskusi, demokratis; menyampaikan pelajaran dengan memberitahukannya;

Tidak memerlukan petunjuk yang terperinci;

Dapat menerima kritikan demi perbaikan.

(17)

guru mempunyai gaya mengajar sendiri, maka kita jangan pernah menilai guru itu “baik” atau “tidak” sebelum kita mengenal polanya mengajar. Mungkin tiap guru akan mudah mengajar siswa tertentu dan menemui kesukaran dalam menghadapi murid lain. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa dapat menyesuaikan gaya mengajar dengan kebutuhan murid tertentu.

Pada umumnya gaya mengajar guru harus disesuaikan dengan gaya belajar siswa apabila mengajar instrument (mengajarkan hal-hal tertentu). Akan tetapi jika yang diajarkan bersifat development (mengembangkan pribadi siswa, fleksibilitasnya maupun otonomi pribadinya, maka sebaiknya siswa harus mengenal macam-macam gaya guru mengajar.

2. Impulsif – Reflektif

Siswa yang Impulsif biasanya mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkannya secara mendalam. Sebaliknya siswa yang Reflektif akan mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah (S. Nasution, 2009). Siswa yang reflektif atau impulsif akan bergantung pada kecenderungan untuk merefleksikan atau memikirkan alternaif-alternatif pemecahan suatu masalah yang bertentangan dengan kecenderungan untuk mengambil keputusan yang impulsif dalam menghadapi masalah-masalah yang sangat tidak pasti jawabannya.

Cara untuk menyelidiki siswa yang mempunyai tipe ini bisa dilakukan dengan test memperlihatkan beberapa gambar dalam waktu yang terpisah, kemudian siswa disuruh untuk memilih gambar yang sesuai. Siswa yang impulsif akan akan memandang gambar tersebut sepintas lalu, kemudian dengan cepat memilihh dengan cepat salah satu di antaranya yang diindentik dengan gambar yang pertama. Sedangkan siswa yang reflektif akan memperhatikan gambar tersebut dengan cermat sebelum menetapkan pilihan.

(18)

seperti lumpuh, karena tekanan waktu yang tidak mengizinkan untuk berpikir dengan cermat. Justru itu, untuk memberikan test dengan pilihan berganda diharapkan kepada guru atau pendidik agar mengatur waktu dan jumlah pertanyaan sedemikian rupa sehingga siswa yang reflektif mempunyai waktu untuk berpikir.

3. Preseptif/reseptif – Sistematis/intuitif

Precept diartikan dengan aturan, jadi siswa yang preseptif dalam mengumpulkan informasi mencoba untuk mengorganisasikan semua hal yang diterimanya, mereka akan menyaring informasi yang masuk dan memperhatikan hubungan-hubungan di antara informasi tersebut. Siswa yang mempunyai sifat preseptif ini akan membentuk suatu aturan yang membantunya dalam menerima informasi yang sesuai dengan sistem atau konsep yang digunakan, agar informasi yang diperoleh merupakan kebulatan yang saling bertalian. Sementara siswa yang reseptif lebih memperhatikan detil informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan atau mempertalikan informasi yang satu dengan yang lain. Siswa ini akan mengumpulkan banyak informasi, akan tetapi tidak membentuknya menjadi kebulatan (kesimpulan) yang bermakna. Untuk melihat perbedaan antara Presentif dan Resentif lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel: Perbedaan siswa yang mempunyai tipe Presentif dengan Resentif

Presentif Resentif

Memperhatikan aturan atau “cue”; Memusatkan perhatian pada hubungan

di antara informasi atau data;

Melompat dari data yang satu kepada data yang lain untuk mendapatkan hubungannya.

Memperhatikan detil;

Menjauhi membentuk konsep sebelum memperoleh seluruh keterangan; Mendesak atau menuntut segala

keterangan sebelum mengambil kesimpulan.

(19)

Tabel: Perbedaan siswa yang mempunyai tipe Intuitif dengan Sistematis

Intuitif Sistematis

Memperhatikan keseluruhan masalah;

Mempercayai “hunches” atau petuunjuk atas perasaan;

Melompat-lompat dalam jalan pikirannya;

Sering merumuskan masalah itu kembali;

Mempertahankan jawabannya atas dasar cocoknya jawaban itu dengan hal-hal lain, jadi tidak berdasarkan metode yang digunakannya.

Mula-mula mencari suatu metode pendekatan dan peemecahan;

Menentukan jawaban berdasarkan suatu metode;

Segera meniadakan alternative yang tidak sesuai;

Melakukan penelitian dengan teratur untuk mencari data yang lebih banyak; Menyelesaikan setiap langkah sebelum

melangkah kepada step berikutnya.

Dari perbedaan pertentangan sifat preseptif-reseptif dan intuitif-sistematis di atas, kita tidak bisa menilai jika sifat yang satu lebih baik daripada yang satu lagi.Cuma kita perlu tau bahwa adanya perbedaan itu.Sebab, baik atau tidaknya sifat itu sangat bergantung kepada keadaan, dimana sifat yang satu lebih sesuai dalam situasi tertentu dan bagi jabatan tertentu dari pada yang satu lagi. Misalnya sifat preseptif-sistematis sesuai dengan ahli matematika akan tetapi kurang sesuai dengan ahli sosial.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menyadari akan adanya tipe atau sifat-sifat siswa yang berbeda. Tiap siswa mempunyai cara berpikir yang berbeda, namun walaupun demikian masing-masing mempunyai kebaikan dan kekurangan tersendiri. Dengan demikian, dalam menyalurkan seorang pelajar ke jurusan tertentu, seorang guru harus mempertimbangkan tipe berpikir siswa dan keinginan mereka sendiri.

F. Model Pembelajaran Sintetik

(20)

berlandaskan beberapa prinsip, yaitu prinsip lingustik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil untuk berkomunikasi adalah kalimat.Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya yakni kata, suku kata, dan fonem (huruf-huruf); model ini juga mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, pengajaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman anak; prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Sikap seperti ini akan membantu anak dalam mencapai keberhasilan belajar (Solchan, dkk., 2010).

Dimyati (Markhamah, 2007) berpendapat dalam proses pembelajaran ada empat komponen yang penting yang berpengaruh bagi keberhasilan belajar siswa, yaitu bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, serta guru sebagai subyek pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran dan bahan ajar yang baik untuk dapat meningkatkan keberhasilan belajar siswa.

Dalam refrensi lain, Supriyadi (1996) mendefinisikan metode struktur analitik sintetik adalah suatu pendekatan cerita disertai gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik.Dalam seminar FIS UNIMED di Medan, Sutikno mengatakan bahwa sintetik merupakan model pengajaran yang segi penekanan pada matra tertentu, secara praktis dalam diri manusia, segala perilaku yang dipisahkan pada matra serta hierarki pada suatu tujuan yang menjadi satu perpaduan. Dalam menerapkan model pembelajaran Geografi tidak dapat mutlak hanya satu, tetapi dapat sintetik lebih dari suatu model, memadukan lebih dari satu model (Sutikno, 2005).

(21)

merupakan kombinasi dari proses analitik dan sintetik. Mulyana (2008) dalam penelitiannya menyatakan bentuk intervensi yang diberikan dalam proses pembelajaran ini adalah bentuk intervensi konvergen dan bentuk intervensi divergen. Bentuk intervensi konvergen adalah bentuk intervensi yang dilakukan guru dengan cara memberikan pertanyaan investigasi yang bersifat tertutup dan mengarah pada penyelesaian masalah. Bentuk intervensi divergen adalah bentuk intervensi yang dilakukan guru dengan cara memberikan pertanyaan investigasi yang bersipat terbuka dan mengarah pada penyelesaian masalah.

Melalui intervensi konvergen atau divergen, siswa akan memperoleh kesempatan yang cukup luas untuk melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Mulyana (2008) menyatakan kegiatan yang yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis diantaranya mempertimbangkan konsekuensi suatu keputusan, menentukan ide penyelesaian, menganalisis sudut pandang, mengevaluasi bukti, mengkaji relevansi data yang telah dimiliki, menyelidiki reliabilitas suatu gagasan, melakukan elaborasi penyelesaian yang sudah ada, mencetuskan banyak gagasan, membuat gagasan penyelesaian yang bervariasi, dan melahirkan gagasan penyelesaian yang baru.

(22)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan tentang model pembelajaran yang efektif di atas, dapat disimpulkan bahwa ke-empat model di atas sangat sesuai dalam pembelajaran Geografi. Hal ini disebabkan oleh: pandangan model pembelajaran Disimplin Mental yang berlandaskan pandangan yang berkenaan dengan kecakapan atau kemahiran otak yang merupakan pelaku aktif bagi manusia dalam kehidupan lingkungannya. Kemudian model pengajaran Stimulus-Respon pula belajar merupakan gejala yang berlangsung karena adanya stimulus yang membangkitkan proses hubungan antara unit mental dan fisikal atau sebaliknya. Stimulus dalam pembelajaran geografi dapat melalui penerapan berbagai metode, teknik, strategi, dan penggunaan media.

Sementara itu, model pembelajaran Kognitif ini dilandasi oleh teori belajar yang paradikmanya berpusat pada interaksi manusia dengan lingkungan psikologi secara serentak.Manusia mempunyai kaitan yang erat terhadap lingkungannya, sehingga model pembelajaran kognitif ini sangat sesuai dalam pengajaran Geografi.Kemudian dalam penerapan model pembelajaran geografi tidak dapat hanya mutlak pada satu, tetapi sintetik lebih dari satu model, dengan memadukan lebih dari satu model. Inilah yang menyebabkan model Disiplin Mental, Stimulus-Respon, Kognitif dan Sintetik ini sangat efektif dalam pembelajaran Geografi.

(23)

Sesuai dengan simpulan makalah di atas, ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khusunya dalam bidang geografi. Antara lain adalah:

 Kepada semua pihak sekolah yang terlibat dalam proses pembelajaran

sebaiknya meningkatkan kualitasnya dengan menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan, sehingga siswa merasa termotivasi dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran.

 Dalam proses pembelajaran, disarankan agar guru harus lebih kreatif

dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak.

 Kemudian untuk para siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam

pembelajaran agar tercipta kondisi yang menyenangkan.

 Dan terakhir sekali, makalah ini dirasakan masih banyak kekurangan,

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Arnie Fajar. (2009). Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Elin Rosalin.(2008).Bagaimana menjadi guru inspiratif. Bandung: PT. Karsa Mandiri Persada.

Endang Sumantri dan Sofyan Sauri.(2006). Konsep Dasar Pendidikan Nilai. Bandung: PT. Pribumi Mekar.

Gredler, Margaret E. Bell. (1994). Belajar dan Membelajarkan.Munandir (terj.). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Gundur Pulungan. (18 Juni 2005) ‘Kendala dan Strategi Pembelajaran Geografi’. In Proceeding of the National Seminar on Implementasi Kurikulum Pendidikan Geografi Di Indonesia.State University of Medan. Hendy Hermawan. (2010). Teori Belajar dan Motivasi.Bandung: CV. Citra Praya. Lavyanto Trimo. (2006).Model-model pembelajaran inovatif. Bandung: CV. Citra

Praya.

Markhamah, Siti. (2007). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Quantum Teaching pada Pokok Bahasan Lingkaran Siswa Kelas VIII A Semester II SMP Negeri 15 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi UNNES Semarang : tidak diterbitkan.

Mok Soon Sang. (2006). Ilmu Pendidikan Untuk KLPI (Kursus Perguruan Lepas Ijazah). Kuala Lumpur: Kumpulan Budiman Sdn.Bhd.

Mulyana, T. (2008).Pembelajaran Analitik Sintetikuntuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.

Nursid Sumaatmadja. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi Aksara.

(25)

Oemar Hamalik. (1980). Media Pendidikan.Bandung

Oemar Hamalik. (2009).Psikologi Belajar dan Mengajar.Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Pulungan, Ali Mukri. (2015). Penilaian Guru Pelatih Terhadap Karakter Kognitif Pensyarah di Sebuah Institusi Pendidikan di Mandailing Natal, Indonesia.Unpublished Thesis. University of Malaya Kuala Lumpur: Fakulti Pendidikan.

Robert M. Gagne. 1970. The Conditioning of Learning. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Sardiman, A.M. 2007. Interaksi Belajar Mengajar. Radja Grafindo Persada: Jakarta.

Sardiman, N. dkk. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Sembiring, T. (2010).Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Analitik Sintetik. Tesis pada PPS UPI:Tidak Diterbitkan.

Solchan, T. W, Mulyati, Y., Syarif, M., Yunus, M., Werdiningsih, E. & Pramuki, B. E. (2010).Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sumiati dan Asra.(2008). Metode Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima. Supriyadi.(1996). Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud,

Universitas Terbuka.

Sutikno.(18 Juni 2005). “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Geografi di Indonesia”. In Proceeding of the National Seminar on Implementasi Kurikulum Pendidikan Geografi Di Indonesia.State University of Medan. S. Nasution. (2009). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar.

Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Gambar

Tabel teori belajar dengan model pembelajaran kognitif
Tabel perbedaan Field dependence dengan Field Independence

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menghitung dan meminimumkan biaya material handling , membuat disain usulan layout baru berdasarkan systematic layout

Pada penelitian ini secara statistik didapatkan hasil bahwa paparan informasi tidak terdapat pengaruh yang bermakna terhadap tingkat pengetahuan orang tua mengenai kelainan

Halaman Data Z-Scoring adalah halaman perhitungan hasil scoring index dan digabungkan dengan metode scoring index maka didapatkan hasil index sebagai bahan nilai untuk karyawan dan

Berdasarkan hasil dari penelitian diatas menunjukkan bahwa faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai adalah faktor infrastruktur yang memiliki bobot paling besar

• Ajang memperbanyak teman, Dapat menambah teman baru maupun relasi bisnis dengan mudah • Sebagai media komunikasi, Mempermudah komunikasi kita dengan orang-orang, baik dalam

Universitas Tridinanti Palembang ”, yan g diajukan sebagai syarat menyelesaikan studi pada program Diploma III Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik

Apabila sudah berhasil namun faktur pajak pengganti tetap tidak bisa dibuat, maka langkah selanjutnya dapat menghubungi telepon Kring Pajak 1500200 atau menghubungi

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini memerlukan beberapa perangkat kegiatan seperti bahan tayang berisi materi pelatihan, modul pelatihan bagi guru yang berisi materi pengabdian