• Tidak ada hasil yang ditemukan

72482906 RUTINITAS MEDIA DAN PEMBENTUKAN NEWS JUDGEMENT SEORANG JURNALIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "72482906 RUTINITAS MEDIA DAN PEMBENTUKAN NEWS JUDGEMENT SEORANG JURNALIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

R U T IN IT AS M E D IA D AN

P E M BE N T U KAN N E W S JU D G E M E N T S E O R AN G JU R N ALIS

MAKALAH AKHIR: Seminar Sosiologi Media

Instructor : Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA.

Penulis:

Adi Wibowo Octavianto

(0806439171)

P rogra m P a sca sa rja na D e pa rte me n Ilmu Komunika si F a kulta s Ilmu S osia l da n Ilmu P olitik

(2)

ABSTRAK

Terdapat perdebatan antara para praktisi jurnalis dengan ilmuwan sosial berkenaan dengan netralitas kegiatan jurnalistik. Para ilmuwan meyakini bahwa berita merupakan hasil konstruksi jurnalis dan itu terkait dengan cara pandang jurnalis tentang dunia dan aktivitas jurnalistk itu sendiri, karenanya berita memiliki kandungan subjektivitas yang cukup tinggi. Sementara jurnalis menolak bahwa berita merupakan hasil konstruksi atau rekayasa, karena jurnalis hanya melaporkan fakta apa adanya saja. Program berita di ANTV merupakan salah satu contoh hasil karya para jurnalis yang dapat kita jadikan referensi untuk mengamati perdebatan ini lebih lanjut.

Pada level mikro, keputusan untuk memilih, memilah dan menonjolkan data dan fakta dalam suatu berita, itu berada di tangan reporter lapangan. Melalui kasus salah seorang reporter ANTV, penelitian ini akan mempertanyakan, “Bagaimana rutinitas media membentuk news judment reporter dalam menghasilkan karya jurnalistik?” Pertanyaan turunan untuk mengeksplorasinya adalah: 1) Bagaimana suatu peristiwa menjadi berita? 2) Bagaimana reporter merespon rutinitas media? 3) Bagaimana konten dipengaruhi oleh kepemilikan media?

Produksi berita di stasiun televisi melibatkan kerjasama tim yang cukup kompleks. Karenanya terjadi interaksi dan tawar-menawar di dalam organisasi mengenai pemahaman tentang objektivitas dan standar kualitas karya jurnalistik televisi. Tesis makalah ini adalah: Jurnalis bekerja dalam kerangka ilusi mengenai objektivitas dan pandangan normatif mengenai kerja jurnalistik, ilusi tersebut terbentuk melalui rutinitas organisasi berita yang bersangkutan.

Makalah ini menggunakan pandangan teoretis Shoemaker yang melihat bahwa media membentuk rutinitas-rutinitas untuk mengatasi dan beradaptasi dengan keterbatasan-keterbatasan fisik dalam merespon banjir peristiwa dalam realitas sebenarnya. Rutinitas ini kemudian membatasi kemampuan jurnalis untuk melihat dunia secara utuh (Shoemaker & Reese, 1996).

Penelitian ini akan membedah rutinitas media terutama yang berkaitan dengan; pandangan tentang nilai berita, prosedur kerja, nilai ekslusif berita, hubungan dengan jurnalis dari media lain, hubungan dengan nara sumber. Rutinitas media tersebut kemudian akan dicari kaitannya dengan news judgment

jurnalis dalam proses produksi berita. Data diperoleh melalui wawancara terhadap seorang reporter ANTV.

Analisis penelitian akan mengungkapkan bahwa rutinitas media seperti yang dikatakan Shoemaker memang mempengaruhi news judgment jurnalis dalam menghasilkan karya jurnalistiknya. Pandangan seorang jurnalis mengenai apa itu objektivitas, nilai berita, dan nara sumber akan terbentuk berdasarkan rutinitas media tempat dimana jurnalis itu bekerja.

(3)

PENDAHULUAN

Suatu berita harus objektif dan tidak memihak. Setiap mahasiswa

jurnalistik dan para calon wartawan selalu diperkenalkan pada prinsip dasar

jurnalistik tersebut. Berita, sebagai karya jurnalistik bukan hanya pemaparan fakta

dan informasi, lebih dari itu, berita adalah informasi yang mempengaruhi

kehidupan kita. Cara kita membuat keputusan dan menjalani hidup, sedikit banyak

dipengaruhi oleh berita-berita yang kita konsumsi melalui media massa. Karena

itu lah berita harus dipresentasikan tanpa sudut pandang tertentu. Tujuan

departemen media semata-mata adalah memberikan informasi yang objektif

(Keller & Hawkins, 2002; p.2).

Objektif artinya memeriksa fakta atau peristiwa tanpa melibatkan

campurtangan perasaan atau opini. Sebenarnya objektivitas mungkin saja mustahil

dicapai, namun reporter yang bertanggung jawab harus mencoba sebisanya agar

bias dan keyakinan personal tidak masuk dalam berita yang dibuatnya (Keller &

Hawkins, 2002; p.6).

Sebagai hasil dari indoktrinasi mengenai pentingnya objektivitas tersebut,

pada tataran praktis sebagian besar para jurnalis percaya bahwa konten media

sebagai produk aktivitas jurnalisme adalah bebas nilai. Berita dipercaya

merupakan laporan faktual mengenai realitas yang tidak memihak dan bebas dari

bias personal.

Namun kalangan ilmuwan seperti James Curran, Gurevitch, Shoemaker

dan lainnya memiliki pendapat yang berbeda. Berita merupakan hasil konstruksi

jurnalis sesuai dengan nilai personal dan nilai-nilai sosial yang berpengaruh di

(4)

upaya media dalam mengatasi keterbatasan sumber daya produksi, organisasi

media akan membentuk rutinitas kerja yang kemudian akan berpengaruh pada

definisi dan cara pandang jurnalis terhadap apa yang disebut sebagai berita dan

apa yang dianggap sebagai aktivitas jurnalistik. Ini berarti pandangan mengenai

objektivitas dan bagaimana sebaiknya berita dipresentasikan pada masyarakat

sebenarnya turut dibentuk oleh rutinitas media (Shoemaker & Reese, 1996).

Perbedaan pendapat antara para praktisi jurnalis dan ilmuwan sosial ini lah

yang melatarbelakangi eksplorasi masalah dalam makalah ini. Pertanyaan

penelitian yang akan dicari jawabannya adalah: ““Bagaimana rutinitas media

membentuk news judment reporter dalam menghasilkan karya jurnalistik?” Pertanyaan turunan untuk mengeksplorasinya adalah: 1) Bagaimana suatu

peristiwa menjadi berita? 2) Bagaimana reporter merespon rutinitas media? 3)

Bagaimana konten dipengaruhi oleh kepemilikan media?

Tesis makalah ini dengan demikian adalah: “Jurnalis bekerja dalam

kerangka ilusi mengenai objektivitas dan pandangan normatif mengenai kerja

jurnalistik, ilusi tersebut terbentuk melalui rutinitas organisasi berita yang

bersangkutan”.

(5)

PEMBAHASAN

Kerangka Teori dan Metodologi

Gieber (1964), Fishman (1980), Cohen and Young (1973) mewakili

suara-suara ilmuwan sosial lain yang menyebutkan bahwa jurnalis sebenarnya

membangun berita, membuat berita, membangun realitas sosial melalui

berita-berita yang dibuatnya. Tentu saja argumen itu dibantah para jurnalis dengan

argumen klasik bahwa jurnalis pada dasarnya hanya melaporkan fakta

sebagaimana adanya. Bias dalam pemberitaan sesekali ada, namun jurnalis yang

bertanggung jawab tidak akan pernah memalsukan berita. Ilmuwan kemudian

menegaskan bahwa yang dimaksud tentu saja bukan memalsukan berita,

melainkan membuat berita.

Kajian terhadap produksi berita telah lama dilakukan. Max Weber

(1921,1946), Robert Park (1923), Helen MacGill Hughes (1940) telah

menyinggung permasalahan ini. Namun penelitian formal tentang bagaimana

organisasi berita menghasilkan produk-produk berita, diawali oleh penelitian

mengenai gatekeepers (1950-an).

Istilah gatekeeper dipercaya disebutkan pertama kali oleh Kurt Lewin, kemudian beberapa ilmuwan sosial menggunakannya dalam dunia jurnalistik.

David Manning White berupaya mengetahui latar belakang pemilihan suatu berita

dengan cara mengamati seorang editor surat kabar yang disebutnya sebagai Mr

Gates. Mr Gates mengakui selain dari penolakan yang didorong alasan teknis,

seperti; tidak cukup tempat atau gaya tulisan yang membosankan. Penolakan

(6)

beberapa isu. White menyimpulkan temuan ini sebagai tanda bahwa berita sangat

tergantung pada subjektivitas dan referensi pengalaman gatekeeper-nya.

Walter Gieber melakukan penelitian ulang terhadap 16 editor, hasilnya

mengejutkan, ternyata semua editor tersebut pada dasarnya memilih berita dengan

cara yang sama. Pemilihan lebih didasarkan pada tekanan mekanis, lebih

terpengaruh pada tujuan-tujuan produksi, rutinitas birokrasi dan hubungan

interpersonal dalam newsroom.

Kedua penelitian tadi menunjukkan bahwa berita tidak sekedar dipilih

namun secara sosial dikonstruksikan, dan model gatekeeper tidak cukup untuk menunjukkan proses itu. Secara sosial, industri media dan masyarakat membentuk

kategori yang harus dipenuhi agar suatu cerita dapat disebut berita.

Untuk melihat proses produksi berita lebih mendalam, Curran dan

Gurevitch menawarkan tiga perspektif yaitu: ekonomi-politik, sosiologi, dan

culturological (antrapologi).

Ekonomi-Politik Berita

Menurut Curran, perspektif ekonomi-politik sering diarahkan sebagai

bentuk teori konspirasi, dimana secara sederhana disebutkan banwa terdapat suatu

kelompok penguasa dalam kelas kapitalis yang mendiktekan kepada editor dan

reporter mengenai apa yang seharusnya dimuat pada suratkabar yang mereka

kelola. Kritik Curran terhadap perspektif ini adalah terlalu sederhana dan

mengabaikan fakta yag teramati bahwa para reporter seringkali memulai peliputan

(7)

Pertanyaan lain terhadap perspektif ini adalah, “jika berita digerakan oleh

kekuatan ekonomi-politik, mengapa dalam pemberitaan sering pula ditemukan

kritik terhadap dominasi ekonomi dan politik di wilayah itu?” Curran menyoroti

dalam wilayah-wilayah liberal organisasi berita cenderung lebih bebas dari

kendali politik sementara di negara-negara otoriter kebebasannya lebih terkekang.

Namun Daniel Hallin kemudian mengajuan suatu argumen menarik, media harus

menjaga integritas dan kredibilitas mereka, jika tidak, media akan gagal berfungsi

sebagai institusi ideologi dominan. Itu sebabnya media sering juga menampilkan

kritik terhadap sudut pandang ekonomi-politik yang dominan.

Organisasi Sosial Kerja Pemberitaan

Perspektif ini memandang bahwa keluaran berita lebih banyak dipengaruhi

oleh nilai-nilai dan rutinitas organisasi media yang bersangkutan. Jurnalis sebagai

individu secara perlahan, sadar atau tidak, akan menyesuaikan diri dengan

tuntutan organisasi berita tempat ia bekerja. Landasan pendekatan ini adalah;

pembatasan didorong oleh organisasi daripada oleh dorongan individu, kosntruksi

sosial tidak dapat dihindari. Apa yang disebut fakta oleh para jurnalis, dianggap

sebagai konstruksi sosial yang membentuk konvensi tentang apa yang dapat

disebut sebagai fakta dan apa yang tidak.

Pendekatan Culturological

Jika dalam perspektif organisasi, berita merupakan hasil determinasi

antara orang-orang dalam organisasi, maka culturological beranggapan bahwa

(8)

membedakan keduanya, namun culturological merupakan perspektif yang bersifat

historis, yaitu ketika suatu masyarakat secara perlahan membangun nilai, praktek

sosial dan simbol-simbol budaya lain yang pada akhirnya akan menjadi acuan

untuk menentukan mana berita dan mana yang bukan. Dalam konteks ini realitas

yang dibangun oleh para jurnalis bukan hanya mengenai versi dan visi tentang

dunia tetapi juga tentang jurnalisme itu sendiri.

Rutinitas Organisasi Berita

Shoemaker menganalogikan organisasi dengan orang, yang selalu

membentuk pola, kebiasaan, dan cara-cara untuk melakukan sesuatu. Organisasi

media dengan demikian harus menemukan cara-cara efektif dalam mengumpulkan

dan mengevaluasi bahan mentah yang dimilikinya. Rutinitas semacam itu telah

menjadi bagian dari bisnis berita.

A. Studi Terhadap Mr.Gates

Seperti juga telah disebutkan dalam buku Curran, Shoemaker pun

menyinggung kajian terhadap gatekeeper yang diidentifikasikan sebagai Mr.

Gates. Studi David Manning White ini memang lebih terfokus pada individu

daripada news judgement yang menjadi rutin. Namun demikian kita dapat

menemukan banyak indikasi adanya batasan-batasan rutinitas dalam berbagai

pertimbangan Mr. Gates. Misalnya, Mr. Gates cenderung memilih berita-berita

yang sejalan dengan kebijakan editorial suratkabarnya. Bahkan pengamatan

lanjutan yang dilakukan oleh Walter Gieber (1960) terhadap 16 suratkabar, hanya

menemukan perbedaan kecil saja dalam hal pemilihan dan pemaparan berita.

(9)

rutinitas tekanan birokratik yang sama.

Beberapa tahun terakhir ini ilmuwan menitikberatkan kajian pada lingkaran

batasan-batasan yang ada disekitar Mr. Gates. Perspektif seperti ini didorong pula

oleh adanya kemiripan agenda berita diantara media-media, walaupun setiap

media mempekerjakan gatekeeper masing-masing. Analisis ulang data penelitian White oleh Hirsch (1977) menunjukkan bahwa Mr. Gates mengikuti proporsi

pemberitaan yang sama dengan proporsi berita yang datang dari kantor berita

langganan suratkabarnya. Penelitian lebih jauh oleh Whitney dan Becker (1982)

menunjukkan bahwa jika editor mendapat masukan berita dari kantor berita

dengan proporsi yang bervariasi, editor cenderung akan mengikuti proporsi

tersebut. Namun manakala editor mendapat asupan berita dari kantor berita

dengan proporsi berita yang sama, barulah editor menggunakan pertimbangan

subjektif untuk menentukan proporsinya sendiri.

B. Rutinitas dan Organisasi

Kantor berita mungkin saja membatasi pilihan editor, namun ini juga berarti

jaminan bahwa suratkabar akan selalu mendapat masukan berita-berita yang

terjamin kualitasnya. Organisasi media berita adalah organisasi yang kompleks

dan menghadapi deadline terus menerus. Organisasi ini harus bersikap rasional

dengan membuat suatu sistem yang mempermudah organisasi dalam merespon

berbagai peristiwa tidak terduga yang terjadi di dunia setiap harinya. Berbagai

peristiwa tidak terduga tersebut harus dapat dikategorikan, diurutkan, dan

diklasifikasikan berdasarkan kelayakan untuk dikejar sebagai berita.

Banyak rutinitas media dirancang untuk mengatasi batasan-batasan fisik.

(10)

sekaligus dan banyak diantaranya mengandung nilai berita. Walaupun terbatas,

ruang berita biasanya memiliki format yang tetap. Siaran berita seperti “Topik

Petang” memiliki durasi sekitar 24 menit (tanpa iklan) setiap harinya. Batasan

lainnya adalah waktu, yaitu deadline ketat yang mengharuskan jurnalis untuk

berhenti menggali informasi di titik tertentu dan mulai menyusun berita.

Intinya:

Rutinitas memiliki dampak yang penting dalam produksi konten media.

Rutinitas membentuk lingkungan yang akrab, tempat pekerja media menjalankan

tugas-tugasnya.

Media membentuk berbagai rutinitas untuk mengatasi berbagai

keterbatasan. Keterbatasan itu terkait dengan ruang media, batas waktu, dan

akurasi informasi. Beberapa hal yang terbentuk melalui rutinitas media antara

lain; pandangan mengenai apa itu berita dan nilai berita, hubungan diantara

jurnalis dan media lain, ekslusivitas berita, dan pandangan mengenai

sumber-sumber berita/nara sumber-sumber.

Tentang Nilai Berita

Kelayakan suatu peristiwa untuk diangkat menjadi berita dalam media

massa ditentukan berdasarkan judgment jurnalis dan media terhadap nilai berita yang terkandung dalam peristiwa tersebut. Setiap jurnalis atau media biasanya

memiliki prioritas nilai berita yang berbeda sesuai dengan karakteristik media atau

personal value jurnalis yang bersangkutan.

Adapun yang dimaksud dengan nilai berita, dapat dibagi berdasarkan

(11)

• Konflik: apakah peristiwa tersebut mengandung unsur konflik atau

pertentangan antara dua atau lebih pihak? Ketegangan yang

ditimbulkan dalam suatu konflik selalu menjadi daya tarik bagi

manusia. Itu sebabnya konflik menjadi suatu nilai berita yang harus

dipertimbangkan.

• Unik atau tidak biasa: sesuatu yang unik atau tidak biasa, diluar

kenormalan selalu menarik perhatian manusia. Suatu peristiwa yang

mengandung keunikan bisa dikatakan memiliki nilai berita ini. Unik

mungkin dapat tergambar dari ungkapan, “anjing menggigit orang

bukan berita, orang menggigit anjing baru itu berita.”

• Prominance: figur-figur terkenal dalam suatu peristiwa menjadi suatu

nilai berita yang layak dipertimbangkan. Hal-hal yang biasa seperti

pergi ke pasar, dapat menjadi berita yang luar biasa jika dilakukan

oleh sosok terkenal seperti artis atau presiden.

• Impact: semakin besar dampak suatu peristiwa bagi suatu masyarakat,

maka semakin besar pula nilai berita yang terkandung dalam peristiwa

tersebut. Peristiwa naik atau turunnya harga bahan bakar misalnya,

menjadi berita karena banyak orang yang terpengaruh oleh peristiwa

itu.

• Nilai berita lain yang layak dipertimbangkan adalah proximity

(kedekatan geografis atau psikologis) dengan audiens. Suatu peristiwa

yang terjadi di lingkungan tinggal audiens akan mendapat lebih

banyak perhatian dibandingkan dengan peristiwa di tempat yang jauh.

(12)

kedekatan emosional biasanya lebih menarik perhatian dibandingkan

dengan peristiwa yang tidak ada kaitannya langsung dengan

kehiduoan audiens.

Human interest artinya suatu peristiwa mampu menggerakan emosi

audiens yang mengetahui peristiwa tersebut. Peristiwa-peristiwa

mengenai keberhasilan perjuangan berat orang lain merupakan contoh

peristiwa yang memiliki nilai human interest.

Kerangka Metodologi

Penelitian makalah ini akan mengeksplorasi data kualitatif yang diperoleh

melalui wawancara mendalam terhadap seorang reporter televisi untuk membedah

rutinitas media terutama yang berkaitan dengan; pandangan tentang nilai berita,

prosedur kerja, nilai ekslusif berita, hubungan dengan jurnalis dari media lain,

hubungan dengan nara sumber. Pola rutinitas media tersebut kemudian akan dicari

kaitannya terhadap news judgment jurnalis dalam proses produksi berita.

Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposif dan

convenient. Informan dipilih karena telah cukup lama menjalani profesi sebagai

reporter televisi, sekaligus mudah diakses oleh peneliti.

Informan bernama Abie Besman, telah menjadi jurnalis televisi di stasiun

ANTV semenjak Maret 2005. Latar belakang pendidikan informan adalah S1

Ilmu Komunikasi pada program studi Jurnalistik. Pengalaman liputan informan

cukup kaya, termasuk diantaranya peliputan kerusuhan Poso. Pemilihan informan

yang berkerja sebagai reporter televisi di ANTV dianggap akan menghasilkan

(13)

Group ini memiliki anak perusahaan, yaitu Lapindo Brantas yang sampai saat ini

masih menghadapi masalah serius terkait dengan bencana lumpur di Sidoarjo.

Bencana ini menjadi topik pemberitaan nasional. Menarik untuk menggali

bagaimana rutinitas kebijakan berita yang terbentuk di ANTV sehubungan dengan

isu-isu yang terkait dengan kepentingan Group Bakrie.

Data-data yang diperoleh dari informan melalui wawancara mendalam

akan diolah dan dianalisis dengan metode narasi, yaitu metode yang memaparkan

temuan penelitian dalam suatu alur penuturan yang runut dan membentuk tema

tertentu.

 

Pembahasan dan Analisis 

Departemen  berita  di  ANTV  mengelola  peliputan  berdasarkan desk 

yang  ada,  misalnya;  ekonomi,  politik,  hukum,  dan  sebagainya.  Setiap  hari  para jurnalis dibagi dalam 4 shift kerja, yaitu; pagi, siang, malam, dan subuh.  Masing‐masing  shift  diawali  oleh  rapat  redaksi  yang  dipimpin  oleh  koordinator liputan (koorlip).  

Peliputan  tim Electronic  News  Gathering  (ENG)  dapat  berdasarkan  penugasan  dari  koorlip  atau  atas  inisiatif  usulan  reporter.  Sebagian  besar  liputan, yaitu sekitar 75 % adalah penugasan dari koorlip. 

Semua  peliputan  berita  lazimnya  disesuaikan  dengan  hasil  rapat 

agenda  setting. Rapat agenda  setting adalah  rapat  antara  Pemimpin  Redaksi  

(pemred)  dengan  para  produser  untuk  menentukan; news  topics  of  the  day, 

(14)

pemberangkatan  tim  liputan,  sementara  rapat  mingguan  diadakan  setiap  Rabu. 

Menurut  informan,  kebijakan  pemberitaan  ANTV  lebih  banyak  memprioritaskan  pelaporan  peristiwa  dibandingkan  mengangkat  isu.  Tema‐ tema  sosial  dan  politik  biasanya  diutamakan  dibandingkan  ekonomi  dan  lingkungan  hidup.  Nilai  berita  yang  menjadi  pedoman  liputan  sama  seperti  yang  diberikan  pada  masa  pendidikan  di  universitas.  Nilai  berita  yang  dimaksud  yaitu; proximity,  prominance,  human  interest,  conflict,  impact,  dsb.  Namun  terdapat  pula  nilai  berita  yang  khas  ada  di  ANTV,  yaitu conflict  of 

interest  selama  itu  berkaitan  dengan  isu‐isu  seputar  Lapindo,  Bakrie,  dan 

Golkar. 

Pada masa awal karirnya di ANTV, informan menjalani masa pelatihan  selama 2 minggu, ditambah sebulan tandem liputan dengan reporter senior.  Pelatihan tersebut tidak menyinggung masalah prioritas nilai berita di ANTV.  Pemahaman  terhadap  mana  nilai  berita  yang  menjadi  prioritas  utama  dan  mana  yang  kurang  menjadi  prioritaskan  terbentuk  dengan  sendirinya  melalui pengalaman lapangan. 

Mengenai  ekslusivitas  berita,  terjadi  perubahan.  Dahulu  ekslusif  bagi  ANTV sama dengan informasi ekslusif dari polisi. Semenjak Karni Ilyas tidak  lagi menjadi Pemimpin Redaksi, ekslusivitas semacam itu tidak lagi menjadi  prioritas. 

(15)

terkait  dengan  masalah  persaingan  bisnis  antar  stasiun  televisi.  Kerjasama  dengan  jurnalis  dari  bentuk  media  lain  biasanya  berkaitan  dengan  pertukaran informasi dan kontak nara sumber. Masing‐masing reporter akan  membentuk  jejaring  kerjasamanya  sendiri  seiring  pengalaman  liputannya.  Secara kelembagaan ANTV tidak memiliki pandangan tertentu terhadap pola  kerjasama  di  lapangan  ini.  Kerjasama  seperti  itu  menurut  informan,  murni  terbentuk  di  lapangan  karena  adanya  kebutuhan  yang  sama  diantara  para  jurnalis dari jenis media yang berbeda. 

Jejaring  dengan  nara  sumber  berita  pun  terbentuk  secara  alami  di  lapangan. Tidak ada training khusus tentang itu, namun melalui pengamatan  dan  bagi  pengalaman  dari  jurnalis  senior  maka  jurnalis‐jurnalis  televisi  junior  akan  mengembangkan  keterampilan  untuk  membangun  hubungan  kerja dengan para nara sumber. 

Secara umum informan berpendapat banyak kebiasaan dan aturan di  ANTV  secara  perlahan  membentuk  cara  kerja  informan  dalam  melakukan  peliputan.  Misalnya  dengan  mengamati  bagaimana  jurnalis  senior  memilih,  menilai dan membangun hubungan dengan nara sumber, maka informan pun  belajar memilih, menilai, dan membangun jejaring nara sumbernya sendiri. 

(16)

Data‐data  diatas  telah  mengukuhkan  argumen  Shoemaker  bahwa  rutinitas  kerja  suatu  media  memang  akan  berdampak  pada  pola  kerja  jurnalis dalam melakukan peliputan/produksi berita. 

News  judgment adalah  pertimbangan  seorang  jurnalis  untuk  menilai 

apakah  suatu  peristiwa  layak  untuk  diliput  sebagai  berita  atau  tidak.  Pertimbangan kelayakan berita ini secara teoretis biasanya dipengaruhi oleh  bobot news  value  (nilai  berita)  yang  terkandung  pada  peristiwa.  Ini  berarti 

news  judgment seorang  jurnalis  sangat  berkaitan  erat  dengan  prioritas  dan 

bobot news value yang dianut oleh seorang jurnalis.  

Berkaitan dengan nilai berita misalnya, karena ANTV secara kontinyu  selalu  mengedepankan  tema‐tema  berita  yang  berkaitan  dengan  isu  sosial  dan  politik,  maka  dalam  aktivitas  peliputannya  informan  lebih  banyak  mendahulukan  tema‐tema  tersebut.  Ketika  dihadapkan  pada  berbagai  peristiwa  yang  dapat  diangkat  menjadi  sebuah  berita,  maka  informan  akan  mendahulukan  peristiwa‐peristiwa  yang  bertema  sosial  dan  politik.  ANTV  pun  secara  kontinyu  memperlakukan  isu‐isu  yang  terkait  dengan  Lapindo,  Grup  Bakrie,  dan  Golkar  dengan  hati‐hati.  Ini  terkait  dengan  kepemilikan  ANTV.  Semua  pemberitaan  yang  dapat  memojokkan  ketiga  pihak  tersebut  biasanya  tidak  akan  naik  siar.  Dengan  demikian  informan  belajar  untuk  menghindari peliputan isu‐isu semacam itu. 

Dalam melaksanakan tugasnya seorang jurnalis bergantung pula pada 

nose  of  news  atau  naluri  untuk  menemukan  peristiwa  yang  memiliki  nilai 

(17)

dapat  mengetahui  informasi  berbagai  peristiwa  dengan  cepat.  Informan  membentuk  jejaring  informasi  ini  melalui  pembentukkan  hubungan  mutualisme dengan para jurnalis lain dari media radio dan surat kabar, serta  dengan  membentuk  pola  hubungan  profesional  dengan  berbagai  nara  sumber. 

Jaringan‐jaringan  informasi  itu  terbentuk  dengan  sendirinya  berdasarkan pengalaman lapangan. Informan belajar menbentuk jaringannya  sendiri  melalui  rutinitas  kerja  yang  dihadapinya  setiap  hari,  melalui  pengamatan  dan  masukan  dari  jurnalis‐jurnalis  senior.  Karena  jurnalis  bergantung  pada  jejaring  informasi  yang  dimilikinya  dalam  melakukan  eksplorasi  peliputan,  maka  rutinitas  interaksi  antara  informan  dengan  jurnalis  media  lain  dan  dengan  nara  sumber,  tampaknya  mempengaruhi  bagaimana informan memilih dan menentukan kelayakan suatu berita. 

 

(18)

KESIMPULAN   

Rutinitas yang terjadi dalam suatu organisasi berita seperti ANTV

terbentuk berdasarkan kepentingan organisasi berita tersebut untuk menghasilkan

produk jurnalisme yang dianggap baik sekaligus untuk melindungi kepentingan

pemilik modal. Ini dapat kita lihat dari pernyataan informan yang menyatakan

bahwa nilai berita di ANTV memiliki dimensi conflict of interest dimana

tema-tema yang berkaitan dengan Grup Bakri, Lapindo, dan Golkal harus mendapat

perlakukan yang hati-hati.

Melalui kebiasaan-kebiasan rutin dalam operasional harian media berita,

seorang jurnalis tampaknya akan membentuk news judgment yang disesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan rutin media tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan

liputan jurnalis akan sulit mencapai kesesuaian dengan kepentingan dan news judgement media yang bersangkutan. Walaupun menurut informan objektivitas itu berada pada level individu, namun mau tidak mau ia akan menyesuaikan diri

dengan aturan dan rutinitas media tempat dia bekerja.

Secara lebih detail, penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa:

• Suatu peristiwa menjadi berita di ANTV apabila peristiwa tersebut

memiliki nilai berita dan sesuai dengan agenda setting yang telah

ditetapkan melalui rapat harian dan mingguan. Infoman kesulitan

menentukan nilai berita yang diutamakan di ANTV, namun

tema-tema sosial dan politik hampir selalu mendapat prioritas utama.

Pelaporan peristiwa pun lebih banyak dijadikan prioritas

dibandingkan pengangkatan isu berdasarkan investigative

(19)

• Informan merespon rutinitas organisasi berita dengan beradaptasi.

Informan mengamati, mempelajari dan mengembangkan

keterampilan jurnalisme berdasarkan pengalaman harian dan

interaksinya dengan para jurnalis lain di media tersebut.

Berdasarkan pengalaman itu, informan mengembangkan

keterampilan membangun jejaring dengan jurnalis dari media lain,

memilah perlakuan yang berbeda untuk jurnalis media televisi

pesaing dan dengan jurnalis radio dan cetak. Melalu pengalaman

dan rutinitas kerja, informan menyadari bahwa liputan yang

merugikan kepentingan Lapindo, Bakrie, dan Golkar biasanya sulit

bia ditayangkan.

• Kepemilikan modal ternyata mempengaruhi bagaimana rutinitas

media terbentuk. Ini pada akhirnya akan mempengaruhi juga

konten media yang bersangkutan. Kepemilikan ANTV saat ini

mayoritas dikuasai oleh Grup Bakri, dimana Abdurizal Bakrie juga

menjadi kader Partai Politik Golkar. Pengaruh kepemilikan modal

terhadap rutinitas media dan konten dapat kita lihat dari kesaksian

informan yang menyatakan bahwa isu-isu seputar Bakrie, Lapindo

(anak perusahaan Grup Bakrie), dan Golkar mendapat perlakuan

(20)

Bibliography

Keller, T., & Hawkins, S. A. (2002). Television News: A Handbook for Writing, Reporting, Shooting, and Editing. Arizona: Holcomb Hathaway Publisher, Inc.

Scudson, M. (1992). The Sociology of News Production Revisited. In J. Curran & M. Gurevitch (Eds.), Mass Media and Society (pp. 141). New York: Edward Arnold.

Referensi

Dokumen terkait

Karena pasien dengan hipovolemia disertai renin dan aldosteron yang tinggi umumnya menderita penyakit SNKM dan responsif steroid, sedangkan mereka dengan

Berdasarkan identifikasi masalah di atas penelitian ini dibatasi oleh kurangnya nilai tanggung jawab sehingga mengakibatkan banyaknya anak asuh yang kabur, menonton

(1) Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan musrenbang RKPD di Kecamatan berupa rancangan berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) beserta lampirannya

Peneliti mengkroscek informasi pada mama-mama asli Papua dengan kegiatan ekonominya melalui pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dan bukan merupakan pertanyaan

hasil bengkak pada kaki dan anemia pada kehamilan telah teratasi, pertolongan persalinan tanpa penyulit, masa nifas tanpa masalah, penanganan bayi baru lahir

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung Bangun-bangun ( Coleus amboinicus. L.) sebesar 3% dalam ransum, efektif meningkatkan konsumsi bahan

Dari data tentang efektivitas media diatas dapat diambil kesimpulan bahwa media yang efektif digunakan untuk anak tunagrahita ringan kelas II SDLB dengan materi penjumlahan

Saya sering mende- ngar dia mengatakan bahwa, selain mengundang orang untuk kembali, kita juga perlu memberikan kepada mereka sesuatu yang berarti untuk dila- kukan.. Itu