• Tidak ada hasil yang ditemukan

hukum pajak tentang pajak BPHTP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "hukum pajak tentang pajak BPHTP"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada tanggal 15 September 2009, pemerintah telah mengesahkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, yang secara resmi telah berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Kehadiran UU PDRD tersebut akan menggantikan UU yang lama yaitu UU No. 18 Tahun 1997 tentang PDRD. Bagian Keenam Belas UU No. 28 Tahun 2009 mengatur tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, sedangkan bagian ketujuh belas tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berdasarkan Pasal 185 UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD, maka sejak tanggal 1 Januari 2010 hingga paling lambat tahun 2014, Pemerintah Kabupaten/Kota sudah diperbolehkan untuk menerima pengalihan PBB P2 dan BPHTB. Sedangkan tahapan pengalihan PBB P2 dan BPHTB diatur oleh menteri keuangan bersama dengan menteri dalam negeri (UU PDRD Pasal 182).

(2)

Penggunaan istilah “hak atas tanah” pada BPHTB berakibat pada jenis perolehan. Artinya, BPHTB dikenakan secara khusus pada orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah (penyusun sebutsertifikat tanah). Seandainya, istilah hak atas tanah diganti menjadi “bumi”, sehingga BPHTB berganti menjadi Bea Perolehan “Bumi” dan Bangunan (BPBB), maka BPBB dikenakan secara luas kepada orang pribadi atau badan yang memperoleh bumi, artinya bisa saja a). “Mempunyai suatu hak” atas bumi, b). “Memperoleh manfaat” atas bumi, c). “Memiliki bumi ataupun”d) “Menguasai bumi”.

Lebih tepatnya, pengertian tanah adalah mengarah kepada jenis hak yang meliputi hak atas tanah, hak atas air dan hak ruang angkasa. Disebutkan dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (disebut dengan UU PA) Pasal 4 ayat (1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam “hak atas permukaan bumi”, yang disebut “tanah”, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

(2) “Hak-hak atas tanah” yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini sebagai berikut:

1. Apa pengertian Akuntansi untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ? 2. Apa saja Subjek dan Objek BPHTB?

3. Apa yang menjadi Dasar pengenaan BPHTB? 4. Berapa Tarif Pajak BPHTB?

5. Apa dasar Pengenaan BPHTB karena warisan, hibah wasiat, dan pemberian hak pengelolaan?

6. Kapan Saat terutangnya pajak BPHTB?

(3)

Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui dan dapat menguraikan :

1. Mengetahui pengertian Akuntansi untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2. Mengetahui Subjek dan Objek BPHTB

3. Mengetahui menjadi Dasar pengenaan BPHTB 4. Mengetahui Tarif Pajak BPHTB

5. Mengetahui dasar Pengenaan BPHTB karena warisan, hibah wasiat, dan pemberian hak pengelolaan

(4)

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian BPHTB

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan hak termasuk hibah wasiat atas harta tetapdan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Menurut peraturan undang-undang BPHTB bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak, sedangkan pengertian perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Akuntansi dipakai oleh perusahaan untuk mencatat pengeluaran perusahaan dalam membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Proses pencatatan pengeluaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ini sama sederhanyanya dengan Pajak Bumi dan Bangunan dan lebih sederhana dibandingkan dengan pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai. Namun Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ini dicatat ketika perusahaan memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan atau pada saat melunasi BPHTB ini.

Menurut undang-undang PPh disebutkan bahwa pajak merupakan salah satu pengeluaran yang dapat mengurangi penghasilan bruto kecuali pajak penghasilan. Oleh karena itu pengeluaran ini akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut :

Biaya Perolehan hak Atas Bumi dan Bangunan xxx

Kas xxx

(Mencatat pengeluaran untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)

Biasanya pembayaran BPHTB ini bersamaan dengan pembelian atau penjualan Tanah dan atau bangunan. Saat itu perusahaan akan mencatat:

Tanah/Bagunan xxx

Biaya Perolehan Hak Atas Bumi dan Bangunan xxx

(5)

(Mencatat pengeluaran untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)

2. Objek BPHTB

Objek BPHTB menurut pasal 2 UU No 21 Tahun 1997 yaitu perolehan hak atas tanah atau/dan bangunan dimana perolehan hak ini bisa dalam hal pemindahan hak dan pemberian hak baru. Beberapa sebab terjadinya perolehan hak tersebut dapat dijelaskan berikut ini:

1) Perolehan hak dalam istilah pemindahan hak terjadi karena: - Jual Beli

- Tukar Menukar - Hibah

- Hibah Wasiat - Waris

- Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnnya - Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

- Penunjukan pembeli dalam lelang

- Putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap - Penggabungan Usaha

- Peleburan usaha - Pemekaran Usaha - Hadiah

2) Perolehan hak dalam istilah pemberian hak baru terjadi karena : - Kelanjutan pelepasan hak

- Diluar pelepasan hak

3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud adalah: - hak milik;

3. Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB

(6)

1) Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

2) Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

3) Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut

4) Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

5) Orang pribadi atau badan karena wakaf

6) Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

4. Subjek dan wajib Pajak BPHTP

Orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

5. Tarif Pajak BPHTB

Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

6. Dasar Pengenaan BPHTB

Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal: 1) Jual beli adalah harga transaksi

2) Tukar-menukar adalah nilai pasar 3) Hibah adalah nilai pasar

4) Hibah wasiat adalah nilai pasar 5) Waris adalah nilai pasar

6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar 7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;

8) Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar

9) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar

10) Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar 11) Penggabungan usaha adalah nilai pasar

(7)

14) Hadiah adalah nilai pasar

15) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang;

Apabila NPOP dalam hal 1 s/14 n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.

Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

7. Pengenaan BPHTB

Ada beberapa kondisi dimana seorang wajib pajak harus dikenakan BPHTB diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang

2. Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:

• 0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas)

(8)

8. Terutangnya pajak

Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan untuk:

1) Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

2) Tukar -menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 3) Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

4) Hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

5) Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan;

6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta;

7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

8) Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

9) Pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

10) Pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

11) Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta; 12) Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 13) Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 14) hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; dan 15) lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang.

(9)

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta.

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

2. Saran 1. Bagi dosen

Diharapkan para dosen dapat menjelaskan lebih lengkap mengenai pembahasan dalam makalah ini agar para mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang maksimal. 2. Bagi mahasiswa

(10)

DAFTAR PUSTAKA

UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Supriyanto, Edi.2011.Akuntansi Perpajakan.Yogyakarta:Graha Ilmu

Sihaan, Mariot P. 2010. Pajak Daerah dan Retibusi Daerah. Jakarta : Rajawali Pers

Referensi

Dokumen terkait

Sekali lagi saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bekerja sama dengan baik dan memberikan

Peta kompetensi guru tersebut dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) kelompok kompetensi. Tindak lanjut pelaksanaan UKG diwujudkan dalam bentuk pelatihan guru paska UKG pada tahun

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait yaitu Manajer SDM dan sales adapun pertanyaan wawancara yang diberikan

Penelitian deduktif adalah upaya mempelajari suatu fenomena dari gejala- gejala umum ke khusus, sebagai contoh kebijakan AS di Asia Timur menyangkut pada porsi keamanan dan

Adapun penilaian yang dilakukan oleh guru di SMA Negeri 7 Pontianak yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru biologi diketahui bahwa sekolah tersebut dalam

HUBUNGAN HUKUM HUMANITER DENGAN HAK ASASI MANUSIA “MENURUT ALIRAN INTEGRATIONIS DAN ALIRAN SEPARATIS”1. OLEH:

Dalam hubungan itu, temuan lapangan yang dilaporkan Gerakan Anti Pemiskinan Rakyat Indonesia (GAPRI) menunjukkan bahwa justru fakta akan proses pemiskinan dan

Seluruh asli dokumen penawaran Saudara yang telah diunggah melalui LPSE Kota Medan. Asli Dokumen Kualifikasi sesuai data isian kualifikasi dan fotokopinya sebanyak