• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demokratisasi di Korea Selatan dan korea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Demokratisasi di Korea Selatan dan korea "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Dinamika Demokrasi di Korea Selatan dan Peran Masyarakat Sipil dalam membangun Demokrasi: Studi Transisi Pemerintahan Park Chung Hee

Ulta Levenia (leveenia@yahoo.com)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Park Chung Hee merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan ekonomi di Korea Selatan. Ia merupakan peletak dasar pembangunan ekonomi

Korea Selatan. Namun sisi lain yang akan dibahas oleh penulis adalah bagaimana seorang

pemimpin yang berhasil memajukan ekonomi suatu negara harus jatuh oleh masyarakatnya yang

menginginkan demokrasi.

Rezim militer di Korea mulai muncul setelah terjadinya kudeta militer oleh Mayor

Jenderal Park Chung Hee dibantu rekannya Kolonel Kim Jong Pil pada tanggal 16 Mei 1961,

terhadap pemerintahan sipil Yun Po Son yang juga telah bersama-sama militer menjatuhkan

pemerintahan Syngman Rhee yang terkenal korup dan otoriter. Setelah kudeta, sebagai bagian

dari konsolidasi kekuatan politiknya, Park mengkonsentrasikan semua kekuatan sosial, politik,

dan ekonominya di bawah komandonya. Sebagai mantan militer Presiden Park tertarik untuk

menciptakan stabilitas, membangun perekonomian, dan memperkuat pertahanan nasional. Ia

tidak mengenal prinsip-prinsip demokrasi atau cara hidup demokrasi. Menurutnya cara

demokrasi tidak hanya akan membawa kemajuan ekonomi yang lamban tetapi juga pemisahan

sosial dan memperlemah pertahanan nasional. Baginya yang berlaku adalah demokrasi

“terbatas”, membatasi kebebasan sipil, kebebasan bicara dan pers. Ia sangat dekat dengan

birokratisme dan kepemimpinan militer ala Jepang pada periode Meiji, yang di bawah

(2)

melalui ideologi ishin atau revitalisasi1. Park Chung-hee membuat pemerintahannya bertumpu

pada kekuatan yang berasal dari militer, birokrat, dan teknokrat. Oleh karena itu rezim Korea

Selatan di bawah Park Chung-hee disebut Rezim Otoriter Birokratis. Presiden Park termasuk

salah seorang peletak dasar strong military-dominated government di Asia.

Hal tersebut membuat para mahasiswa geram dengan pemerintahannya yang otoriter dan

banyak mengatur kehidupan mahasiswa. Dengan dalih mengamankan negara dari

demonstrasi-demonstrasi oleh mahasiswa, presiden dengan dukungan militer mengumumkan negara dalam

keadaan darurat perang, membubarkan Majelis Nasional, menutup semua universitas yang

menjadi basis demonstrasi, melarang semua kegiatan politik. Disisi lain seperti kita ketahui

bahwa ekonomi pasar yang di jalankan oleh Chung-Hee menyebabkan kesengsaraan pada

masyarakat. Inilah awal dari perlawanan masyarakat sipil yang digerakkan oleh para mahasiswa

sehingga berhasil menjatuhkan rezim Park Chung-Hee.

Kerangka Teori

Teori revolusi Skocpol memiliki beberapa poin penting, pertama, bahwa Skocpol melihat

revolusi secara struktural, dalam arti hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya. Skocpol

juga mementingkan hubungan antara aktor dan revolusi, mengutip Eric Hibsbawm bahwa

pentingnya bukti peran actor dalam revolusi tak berarti bahwa mereka juga adalah

pelaku, pencipta dan perencananya.2 Argumen ini didasarkan Skocpol dengan revolusi yang

terjadi pada tiga negara yaitu Prancis, Rusia dan China. Sztompka menyimpulkan dari kasus

pada tiga negara tersebut Skocpol menemukan tiga poin utama dinamika revolusi, pertama,

ditandai dengan adanya kehancuran struktural pada sistem politik, ekonomi dan ekonomi. Kedua,

krisis rezim membuka peluang pemberontakan petani dan atau buruh perkotaan. Tema revolusi

utama pada tahap ketiga ini merupakan perubahan sistem politik dengan konsolidasi ulang,

rekonstruksi sistem politik, hingga pembentukan sistem pemerintahan baru.3

Selain perspektif struktural di atas, poin kedua Skocpol dalam teori revolusinya adalah

hubungan internasional negara. menurut Skocpol selain kondisi struktur otonomi negara, revolusi

juga disebabkan oleh posisi negara terhadap hubungan luar negerinya. Semakin terbuka negara

1

Andrew C. Nahm, Introduction to Korean History and Culture, (Seoul: Hollym International, 1993), hlm. 196. 2Piotr “zto pka. The “ociology of Cha ge . Jakarta:Pre ada, . Hl :

3

(3)

dengan hubungan internasional, kemungkinan akan revolusi semakin besar, seperti revolusi

industri di Inggris yang menimbulkan efek domino terhadap negara tetangga yang memiliki

hubungan dinamis dengan Inggris. Konflik yang menghasilkan revolusi sudah dibentuk dengan

kuat dan dibatasi oleh sosial ekonomi dan keadaan internasional.4

4Lihat Theda “kocpol. . “tates a d “ocial Revolutio : A Co parativeA alysis of Fra ce, Russia, a d Chi a .

(4)

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka makalah ini melihat

bahwa proses demokratisasi di Korea Selatan berlangsung setelah runtuhnya rezim Park Chung

Hee yang berkuasa secara otoriter. Kemudian pertanyaan utama yang diangkat adalah bagaimana

transisi perubahan pemerintahan Korea Selatan pada masa sebelum, saat, dan sesudah Park

Chung Hee berkuasa, dan bagaimana peran masyarakat sipil dalam memperjuangkan demokrasi

(5)

BAB II PEMBAHASAN Korea Selatan Masa Pasca Kemerdekaan

Sebelum memasuki pembahasan mengenai Korea Selatan di bawah kepemimpinan Park

Chung Hee, penulis akan memberikan sedikit gambaran mengenai kondisi Korea Selatan

sebelum era Park Cung Hee. Korea Selatan sempat berada di bawah kekuasaan Jepang diawal

abad ke-20 atau lebih tepatnya sejak tahun 1910 hingga tahun 1945. Setelah itu, Korea Selatan

berada di bawah kekuasaan militer Amerika Serikat selama tiga tahun, yaitu sejak 1945 hingga

1948. Korea Selatan baru meraih kemerdekaan secara utuh pada 15 Agustus 1948.

Setelah merdeka, Korea Selatan yang pada saat itu masih bernama Republik Korea

memulai perjalanan mereka di bawah kepemimpinan Syngman Rhee atau yang biasa disebut

dengan The First Republic atau “Republik Pertama”. Syngman merupakan mantan seorang jurnalis dan editor dalam sebuah koran berbahasa Inggris di Korea. Ia juga sempat masuk penjara

akibat aktivitasnya yang mendukung anti-pemerintah ketika Korea masih berada di bawah

kolonialisme Jepang5. Pada saat pemerintahan Syngman, Korea Utara menyerang Korea Selatan

sehingga menyebabkan terjadinya perang Korea yang berlangsung selama tiga tahun sejak tahun

1950 hingga 1953. Akibat perang tersebut, banyak korban jiwa yang berjatuhan diantaranya

lebih dari 10 juta keluarga di Korea terpisah, kerusakan fasilitas industri, serta kemiskinan yang

semakin tidak terkendali6.

Namun di bawah kepemimpinan Syngman, kondisi di Korea Selatan saat itu bisa dibilang

jauh dari demokrasi. Ia kerap melanggar Undang-Undang Dasar yang berlaku di Korea Selatan

agar ia tetap bisa memegang pemerintahan Korea sesuai dengan apa yang ia inginkan. Selain itu

ia juga dianggap menggunakan konsep politik Machiavelis sehingga pergantian pemerintahan

secara bebas dan damai tidak bisa tercipta di Korea sehingga ia bisa mempertahankan

kekuasaannya. Apa yang dilakukan Syngman menimbulkan ketidakpuasan dari mahasiswa di

Korea Selatan sehingga mereka melakukan revolusi mahasiswa yang berujung pada lengsernya

5 Ki-shik “. J. Hah , Political Leadership i Korea Politics , dala “oo g Hoo Kil da Chu g-in Moon (ed.),

Understanding Korean Politics: An Introduction, (New Yorl: State University of New York Press, 2001), hlm 108.

6 Mukhtasar Syamsuddin, Di a ika Korea da Persoala Politik di sekitar ya , dala Mukhtasar “ya suddi

(6)

Syngman sebagai Presiden Korea Selatan pada 19 April 1960. Saat itu lebih dari 100,000

masyarakat Korea yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat sipil berdemi untuk menurunkan

Syngman. Demonstrasi tersebut setidaknya menewaskan 125 korban jiwa dan ribuan lainnya

mengalami luka-luka. Demonstrasi tersebut seringkali disebut dengan “The Righteous Uprising of April 19” atau “The 4.19 Students Uprising”7.

Setelah jatuhnya Rhee Syngman dari Partai Liberal, pemerintahan di Korea dikuasai oleh

Partai Demokrasi. Dengan bergantinya pemerintahan tersebut, saat itu pemerintahan Korea yang

baru sangat lekat dengan kekuatan sipil. Korea Selatan saat itu dipimpin oleh Chang Myon

sebagai seorang Perdana Menteri dan menandai dimulainya era The Second Republic atau

“Republik Kedua”.

Selama berlangsungnya Republik Kedua, beberapa langkah politik yang mereka ambil

dianggap hanya sebatas memperjuangkan pergantian kekuasaan dari Rhee Syngman yang sangat

anti-demokrasi menjadi pemerintahan yang lebih demokratis. Permasalahan lain seperti

persoalan di semenanjung Korea, hubungan luar negeri, dan masalah kelas di Korea tidak

menjadi perhatian utama dari Chang Myon dan beberapa tokoh dari Partai Demokrat. Akibatnya

kondisi yang terjadi di Korea Selatan saat itu semakin memanas dan menyebabkan terjadinya

kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Park Chung Hee. Walapun demikian, Republik

Kedua dianggap telah berhasil menjalankan sistem parlementer dan sistem pemerintahan lokal

yang demoratis serta mengurangi organisasi-organisasi yang melanggar hak asasi manusia di

Korea. Sehingga Republik Kedua dianggap telah mencoba untuk memperluas partisipasi dan

kebebasan politik masyarakat Korea8.

Korea Selatan di bawah Rezim Park Chung Hee

Park Chung Hee merupakan presiden Korea Selatan ketiga dan merupakan presiden

terlama yang pernah memimpin Korea Selatan. Park memperoleh kekuasaan melalui kudeta

militer tahun 1961, melawan pemerintahan sebelumnya yang dipegang oleh YunPosun atau

YunBo-seon. Park memanfaatkan keadaan yang masih kacau akibat penurunan dengan paksa

presiden SyngmanRhee, dan digantikan oleh YunPosun yang merupakan aktivis politik hingga

7 John Kie-chia g Oh, Korea Politics: the Quest for De ocratizatio a d Eco o ic Develop e t , (New York,

Cornell University Press, 1999), hlm. 41.

8

(7)

Maret 1962. Akhirnya pada 1962 Park menggantikan posisi YunPosun sebagai kepala

pemerintahan dan resmi menjadi presiden. Pada awalnya Park mencapai kursi presiden tanpa

disokong dari partai politik manapun. Awal pemerintahannya, Park berjanji bahwa akan

menjalankan negara sebagai wakil dari warga sipil.9 Hal ini dinilai karena Park ingin

memperoleh legitimasi dari masyarakat sebagai presiden baru Korea Selatan yang berasal dari

masyarakat sipil, berhubung Park merupakan orang yang berpengaruh dalam militer dan ketika

kudeta. Ini berguna secara politik agar Park tidak terlihat sebagai tokoh yang hanya mengambil

kesempatan ketika keadaan pemerintah yang kacau.

Pada tahun 1963, yaitu setahun setelah Park memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan

sebagai presiden, Park menjadi bagian dari DemocraticRepublicanParty (DRP). DRP sendiri

diketuai oleh Kim Jong Pil yang merupakan tokoh penting dalam kudeta yang dilakukan oleh

militer pada tahun 1961.10 Hal ini membuktikan bahwa Park mengingkari janjinya sebagai wakil

dari masyarakat sipil sebagaimana janjinya di awal pemerintahan. Park tidak bisa dan tidak akan

membuat dirinya keluar dari lingkup militer, karena melalui militerlah Park memperoleh

kekuasaan. Ini juga mempengaruhi parlemen yang mana diisi oleh para anggota militer yang

bergabung dalam DRP. Sehingga bisa disebut bahwa pemerintahan Park merupakan

pemerintahan militer. Anggota DRP terdiri dari mayoritas militer maupun bekas anggota militer.

Komposisi tersebut mempengarui tokoh kunci yang akan mengisi kabinet pemerintahan Park.

Komposisi Anggota Democratic Republican Party, Masa Pemerintahan Park11

Occupation Number Occupation Number

Park, Kisung. 2008. MilitaryAuthoritaria Regi esa d Eco o ic Develop e t: The Rok’s Eco o ic TakeOffU der Park Chung Hee. Thesis, Monterey California. Hal: 13

10

Ibid

11

(8)

Kabinet masa pemerintahan Park Chung Hee12

Departement Name Rank

The President of the Republic Park Chung-hee General, Army

Presidential Secretariat Senior Secretaries (Political

Affairs)

Kim Sang Book Lt. General, Army

Civil Affairs Yu Song Won Brig. General, Army

PUblic Information Kang Sang Uk Brig. General, Army

Protocol Cho Sang Ho Colonel, Army

general Affairs Kim Won Hui Brig. General, Army

central Intelligence Agency Director Kim Kye Won Lt. General, Army

the prime Minister Chung Il Gwon General, Army

The Minister of Defense Chung NaeHyok Lt. General, Army

The Minister of Home Affairs Park Kyong Won Lt. General, Army

The Minister of Construction Yi Han Rim Lt. General, Army

The Minister of Transportation Paik Son Yop General, Army

The Minister of Agriculture and Forestry Cho Si Hyong Maj. General, Army

The Chairman, Committee of Agriculture and Forestry Yi Chong Gun Brig. General, Army

The Chairman, Committee on Commerce and Industry,

The Chairman, Judiciary Committee, The National

Assambly

No Chee Pil Brig. General, Army

The Chairman, Committee on National Defense, The

National Assambly

Min PyongHwon Lt. General, Army

The Chairman, Committe on Steering and Planning, The

National Asambly

Yi PyongWhi Colonel, Army

Selanjutnya, Park berkuasa secara otoriter dengan mengurangi kebebasan pers, kebebasan

berbicara dan kebebasan dalam berekspresi. Hingga pada suatu titik pemerintahan otoriter Park

12

(9)

mengatur bagaimana cara berpakaian dan gaya hidup masyarakat Korea Selatan. Sebagai

tambahan, Park juga mengurangi aktivitas politik dari partai politik melalui hukum partai

politik.13 Pemerintahan diktator Park ini berlangsung dengan banyak aksi protes dari kalangan

mahasiswa. Mahasiswa merupakan agen penggerak demokrasi di Korea Selatan, presiden

pertama SyngmannRhee, digulingkan oleh mahasiswa karena membangun pemerintahan yang

tidak demokratis. Menyadari mahasiswa merupakan agen yang membahayakan pemerintahan

Park, dengan otoriter Park melakukan invasi militer ke dalam universitas. Hal ini ditandakan

dengan penjagaan yang ketat oleh militer semua universitas yang terdapat di Seoul, sebagai ibu

kota negara dan pusat administrasi negara. Keadaan ini membuat mahasiswa merasa tertekan dan

melakukan perlawanan yang puncaknya terjadi pada 1972, bersamaan dengan revitalisasi

konstitusi yang dilakukan sepihak oleh Park. Namun perlawanan mahasiswa tidak cukup untuk

menghadapi pemerintahan otoriter Park yang didukung oleh militer, sehingga sebanyak 2200

mahasiswa ditangkap akibat perlawanan tersebut.

Seiring dengan gejolak politik, di sisi lain, pada masa pemerintahan Park, keadaan

ekonomi Korea Selatan mulai membaik, namun hal ini bagaikan pedang bermata dua. Keadaan

ekonomi yang fokus dalam meningkatkan ekspor mengharuskan setiap masyarakat bekerja

dengan keras dan dieksploitasi. Keadaan eksploitasi yang parah mencapai puncaknya dengan

dikenal momentum ChunTaeI’llSelfImmotation pada tahun 1970, Chun yang merupakan pekerja

di bawah umur melakukan bunuh diri sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan yang

menyebabkan eksploitasi pekerja. Peristiwa ini menandakan bahwa pemerintahan Park yang

berfokus akan ekonomi pasar mengakibatkan kesengsaraan terhadap masyarakat. Seringnya

terjadi perlawanan oleh mahasiswa, memberikan dampak yang tidak baik di dalam tubuh

pemerintahan Park. Ini disebabkan karena militer tidak mampu lagi untuk selalu menjadi tameng

yang melindungi pemerintahan yang otoriter, di sisi lain juga pengaruh akan perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi yang membuka mata masyarakat akan bagaimana

pemerintahan yang demokratis seharusnya berkuasa. Pada tahun 1979 tepatnya 26 Oktober,

dalam suatu pertemuan dengan petinggi KCIA. Park dibunuh dengan satu tembakan mengenai

kepala oleh seorang penembak jitu, namun hingga saat ini masih banyak kontroversi mengenai

kematian dan motif pembunuhan Park.

13

(10)

Korea Selatan Setelah Kepemimpinan Park Chung Hee

Pembunuhan Park Chung Hee merupakan hasil dari tabrakan yang tak terelakkan dari

rezim Park sebegai represi dengan gerakan demokratisasi sebagai perlawanan yang didahului

dengan konfrontasi dan meningkatnya ketegangan antara pemerintah dengan masyarakat sipil.

Namun pembunuhan ini juga menimbulkan harapan untuk demokratisasi Korea. Harapan ini

melambung tinggi dengan adanya „Spring of Seoul‟, yaitu periode demokratisasi di Korea Selatan dari tanggal 26 Oktober 1979-17 Mei 1980.

Untuk memenuhi tuntutan agar merealisasikan demokrasi secepatnya maka perlu dibuat

jadwal transisi yang transparan dan cepat. Hal ini membutuhkan amandemen undang-undang

tentang warga negara dalam pemerintahan. Selain itu peran mahasiswa yang menekan untuk

dilakukannya proses demokrasi yang cepat juga sangat berpengaruh.

Setelah tewasnya Park Chung-Hee maka pemerintahan diambil oleh neo-military yang

dipresideni oleh Choi Gyu Ha pada tanggal 17 Mei 1980. Namun tekanan militer terhadap

protestor pemerintahan membuat masyarakat geram dan marah sehingga melakukan pergerakan.

Kemudian muncullah “Gwangju Popular” yang membuat neo military memaksa memilih

pemimpin mereka, Chun Doo Hwan melaluli Yushin Konstitusi. Neo military lalu membuat

kebijakan yang membatasi demokrasi di Korea Selatan seperti menghapus politisi yang

mengkritik mereka dan membuat program wajib militer yang sangat keras sehingga

menimbulkan korban jiwa karena pelatihannya. Melihat kondisi masyarakat yang tidak

mendukung dan menghambat legitimasi mereka, maka rezim Chun melakukan apa yang

dinamakan Kebijakan untuk mengurangi penindasan dimana mereka kembali mengizinkan anak2

untuk bersekolah dan mengembalikan jabatan profesor ke posisinya semula. Kebijakan ini

berhasil menstabilkan pemerintahan mereka.

Disisi lain kebijakan ini membuat mahasiswa semakin berani untuk menentang rezim

Chun dan memmemicu munculnya gerakan-gerakan baru seperti gerakan buruh dan gerakan

pekerja. Tahun 1984 gerakan ini tumbuh dengan eksplosif disetiap sektor kegiatan rakyat Korea

yang berlanjut pada tahun 1985 yang merupakan peristiwa penting dalam demokrasi Korea

(11)

BAB III KESIMPULAN Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, Korea Selatan sudah seringkali mengalami dinamika

kepemimpinan demokratis sepanjang sejarahnya. Walaupun demikian, sistem pemerintahan yang

otoriter juga pernah mewarnai pemerintahan di Korea Selatan lewat Syngmann Rhee dan juga

Park Chung Hee. Dari kedua pemerintahan tersebut, keduanya bisa dibilang jatuh akibat gerakan

masyarakat sipil yang pada saat itu dilakukan oleh mahasiswa yang menginginkan pemerintahan

yang demokratis.

Pada saat pemerintahan Syngmann Rhee, ia berhasil dijatuhkan setelah mahasiswa

melakukan demonstrasi pada tahun 1960. Sedangkan pada saat pemerintahan Park Chung Hee,

sebelum ia tewas akibat ditembak saat menghadiri pertemuan KCIA, banyak terdapat tekanan

dari mahasiswa yang menginginkan ia untuk mundur terlebih setelah adanya kejadian tewasnya

salah seorang pekerja sebagai bentuk protes dari kebijakan eksploitasi pekerja yang dikeluarkan

oleh Park.

Sehingga dapat disimpulkan jika masyarakat sipil memiliki peranan yang sangat besar

dalam pembangunan demokrasi di Korea Selatan. Hal tersebut ditunjukkan lewat peranan

mereka yang bisa dibilang berhasil menjatuhkan pemerintahan otoriter dari Syngmann Rhee dan

Park Chung Hee dimana selepas pemerintahan Rhee, Korea Selatan dipimpin oleh pemerintahan

yang berbasis kekuatan sipil dan munculnya gerakan pekerja serta kemunculan partai demokrasi

(12)

Daftar Pustaka

Cole, D. C. dan Lyman, P. N., 1971, Korean Development; the Interplay of Politics and

Economics Cambridge, Mass.: Harvard University Press.

Haggard, Kim dan Moon., The Transition to Export-Led Growth in South Korea: 1954-1966.

Kie-chiang Oh, John. 1999, Korean Politics: the Quest for Democratization and Economic

Development, New York: Cornell University Press.

Kil, Soong Hoom dan Moon, Chung-in. (ed.), 2001 Understanding Korean Politics: An

Introduction, New York: State University of New York Press.

Nahm, A. C., 1993, Introduction to Korean History and Culture, Seoul: Hollym International.

Park, Kisung. 2008. Military Authoritarian Regimes and Economic Development: The ROK’s

Economic Take Off Under Park Chung Hee. Thesis, Monterey California

Se-Jin, Kim. 1971, The Politics of Military Revolution in Korea, Chapel Hill: University of

North Carolina Press.

Sztompka, Piotr., 2007, The Sociology of Change. Jakarta: Prenada.

Skocpol, Theda. 1979. States and Social Revolution: A Comparative Analysis of France, Russia,

and China. Cambridge University Press.

Referensi

Dokumen terkait

b. Mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial masyarakat yang paling vokal dalam menyuarakan perbaikan struktur pemerintahan pada saat itu. Mereka juga yang

Dengan berpijak pada definisi tersebut berarti bahwa masyarakat atau warga Desa adalah pemilik sejati dari kekuasaan (Desa), bukan elit atau penyelenggara Pemerintahan

Dengan berpijak pada definisi tersebut berarti bahwa masyarakat atau warga Desa adalah pemilik sejati dari kekuasaan (Desa), bukan elit atau penyelenggara Pemerintahan

Namun Zapata mempunyai komitmen untuk itu, untuk merubah sistem dan tata kelola pemerintahan yang tidak demokratis tersebut, perlawanan-perlawanan sebetulnya sudah dilakukan

Oleh karena itu, sebuah penelitian tentang migrasi yang berkaitan dengan keislaman perlu dilakukan untuk menjelaskan bagaimana perilaku masyarakat Bugis dan Madura

nusantara, terdapat program wishlist yang dapat digunakaan pada saat pelanggang menginginkan barang yang pada saat itu harga barang terserbut masih belum terjangkau

Mayo, memberikan pengertian bahwa: “Sistem politik demokratis adalah sistem di mana politik publik dibuat berdasarkan mayoritas, oleh perwakilan yang tunduk pada kontrol rakyat yang

Komitmen ini perlu dibangun untuk mengeliminasi aspek-aspek internal dan eksternal organisasi masyarakat sipil itu sendiri yang dapat mendistorsi pelaksanaan peran sosial organisasi