• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TEORI BELAJAR SESUAI DENGAN PEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS TEORI BELAJAR SESUAI DENGAN PEM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEORI BELAJAR SESUAI DENGAN PEMBELAJARAN IPA Koballa dan Chiappetta (dalam Widhy 2012: 7), mendefinisikan IPA sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge. Sedangkan pembelajaran menurut UU Nomor 20 tahun 2003 Sisdiknas merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa sebagaimana yang dikemukakan National Science Educational Standart (2003: 20) bahwa ”Learning science is an active process. Learning science is something student to do, not something that is done to them”. Dengan demikian, dalam pembelajaran sains siswa dituntut untuk belajar aktif yang terimplikasikan dalam kegiatan secara fisik ataupun mental.Pembelajaran IPA menggunakan pendekatan empiris yang sistematis dalam mencari penjelasan alami tentang fenomena alam. Selain itu seorang guru juga harus kreatif , dan inovatif .Untuk mendukung pembelajaran IPA yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa maka diperlukan suatu teori belajar.

(2)

Berdasarkan yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan proses interaksi peserta didik ….. dengan mengembangkan ide-ide untuk menjelaskan suatu fenomena melalui suatu proses secara bertahap sehingga terjadi perubahan perilaku dalam hal kemampuan, keterampilam dan sikap.

Dari beberapa tulisan yang membahas perkembangan teori belajar seperti ( Atkinson, dkk, 1997; Gledler Margaret Bell, 1986) secara umum mengelompokkan empat kelompok teori belajar, meliputi :

A. Teori Belajar Behavioristik

Tokoh-tokoh dalam pengembangan teori Behavioristik , yaitu : 1. Thorndike ( 1911)

Menurutnya perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret ( dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis” karena menghubungkan dua buah proses dalam belajar yaitu ‘trial and errror’ dan ‘law of effect’ dimana perubahan tingkah laku individu dimulai dari kegiatan mencoba-coba dan dari salah satu kegiatan tersebut memenuhi tuntutan maka kegiatan tersebut akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya. 2. Watson

Watson menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan atau membiasakan reaksi terhapad stimulus yang diterima , dimana stimulus dan respon harus berbentuk tingksh laku yng bisa diamati.

3. Clarkk Hull

Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar yaitu adanya motivation (motivasi insentif ) dan Drive reduction ( pengurangan stimulus pendo rong). Dimana kecepatan respon akan berubah bila besarnya hadiah berubah.

4. Edwin Guthrie

(3)

5. Skinnaer

Skinnaer mempopulerkan ide tentang “penguatan”(reinforcement). Bebrapa prinsip belajar yang dikemukakan Skinner yaitu : a. hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar di beri penguatan, b. proses beljar harus mengikuti irama yang belajar, c. dalam proses belajar lebih dipentingkan aktivitas sendiri tidak digunakan hukuman, d. tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah

Teori behavioristik menyatakan bahwa belajar merupakan bentuk yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku ldengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.. Pembelajaran yang berpijak pada teori ini memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasif, tetap, tidak berubah. Belajar merupakan perolehan pengetahuan dan mengajar dianggap memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar. Pelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan terhadap pengetahuan yang diajarkan.Pelajar dianggap sebagai objek yang pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik dan dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas pada peserta didik untuk berkreasi, bereksperimen, dan mengeksplorasi kemampuan.

(4)

Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik. Behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan , cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian. Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

B. Teori Belajar Kognitiv

Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar, tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respons bebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu yang dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Tokoh-tokoh dalam pengembangan teori Kognitiv , yaitu : 1. Robert M. Gagne

(5)

sensory register yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris serta mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system short term memory yang menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya untuk menentukan maknanya selanjutnya diteruskan ke Long Term memory menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja dan response generator menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

2. Jean Piaget

Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu : • Asimilasi : proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif

yang sudah ada.

• Akomodasi : proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. • Equilibrasi : penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan

akomodasi.

Piaget juga mengatakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.

3. Ausubel

(6)

4. Bruner

Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning, teori yang menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya. Sehingga dapat menimbulkan rasa ingin tahu ,memotivasi siswa ,menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.

Teori Kognitif memiliki kelebihan yaitu menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri dan membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Namun terdapat juga kekurangannya dimana teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut. ‘

C. Teori Humanistik

Dalam teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Tokoh –tokoh dalam pengembangan teori belajar Humanistik , yaitu : 1. Arthur Combs

(7)

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, dengan berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.

2. Bloom dan Krathwohl

Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa tercakup dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

3. Carl Rogers

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan

pembelajaran, yaitu:

1. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. 2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. 3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar

tentang proses.

Implikasi teori belajar Humanistik yaitu guru sebagai fasilitator, dimana fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas , membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum, mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi ,mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu

mencapai tujuan mereka,

(8)

sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Kelebihan dari teori belajar humanistic yaitu cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis

terhadap fenomena social,

indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri, siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

Kekurangan dari teori ini yaitu

siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar, siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan

diri sendiri dalam proses belajar.

D. Teori Belajar Konstruktivistik

(9)

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam

upaya mengkonstruksi pengalaman

(Pranata,http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai

(10)

ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi

daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum. Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual. Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan,

pengertian dan kompetensi.

(11)

Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya

yang lebih mampu

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar

kooperatif dan penataan kelas.

(Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.

Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table

berikut ini.

Piagetian and Vygotskyan Constructivism

Piagetian Constructivism Vygotsky Constructivism

Concept constructivism focus on individual cognitive development through co-constructed learning environments with national, decontextualized thinking as the goal of development Vygotsky, in order to understand human development, a multilevel analysis using all four levels of history

must be employed: sosiocultural constructivism,

DDevelop-ment of cognitive forms the structure of the mind is the source

of our understanding of the world.

(12)

world. Thus for Vygotsky the development of cognitive forms occurs by means of the dialectical relationship between the individual and the social context

E. Pandangan Konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran. Konstruktivistik

Pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu

berubah dan tidak menentu.

Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan. Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang

dipakai dalam menginterpretasikannya.

Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic.

F. Pandangan Konstruktivistik tentang Tujuan Pembelajaran : Konstruktivistik

Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian. Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan

atau pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.

Pembelajaran menekankan pada proses.

G. Pandangan Konstruktivistik tentang Penataan Lingkungan Belajar: Konstruktivistik

Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan, Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial

dalam lingkungna belajar.

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai. Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Control belajar dipegang oleh si belajar.

H. Pandangan Konstruktivistik tentang evaluasi pembelajaran: Konstruktivistik

(13)

melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan

masalah dalam konsteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan

ganda, bukan hanya satu jawaban benar

J. Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut: Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview

Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran

dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

(14)

merestrukturisasikannya.

Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama. Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka

dengan penjelasa secara keilmuan.

Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

K. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK

KELEBIHAN *)

(15)

2. Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh

mengapliksikannya dalam semua situasi.

3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam

situasi baru.

4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.

5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

L. KEKURANGAN *)

(http://warnadunia.com/teori-pembelajaran-konstruktivisme/) 1. Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung. 2. lebih luas cakupan makna dan sulit dipahami.

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus

melalui proses rekonstruksi.

4.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada efektifitas terapi relaksasi progresif terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di posyandu lansia

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Pengertian di atas, dapat memberi pemahaman bahwa an-Nubuwwah adalah sebuah gelar atau anugerah yang tidak dapat dicari, yang diberikan oleh Allah kepada

Upaya tersebut dilakukan Arkoun untuk memadukan unsur yang angat mulia dalam pemikiran Islam dengan unsur yang sangat berharga di dalam pemikiran Barat modern (rasionalitas dan

Dari hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan, bahwa perbandingan efisiensi antara struktur baja dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan struktur

Melihat realita yang terjadi terkait nilai-nilai luhur Jawa yang sudah mulai ditinggalkan dan didasari pengalaman empiris menumbuhkan gagasan untuk mengangkat persoalan

Dengan majunya 3d Animasi di Indonesia ada baiknya pemerintah Negara mendukung dengan peralatan yang lebih canggih untuk menunjang karya seni animasi di