BIOAKTIVITAS ANTIDIABETES BEBERAPA
JENIS POHON LOKAL DARI HUTAN KERANGAS
(Andiabetic Bioactivity of some Local Trees Species from Kerangas Forest)
Kissinger*, Ahmad Yamani*,Gusti AR Thamrin*,Rina Muhayah NP*, Latifah K. Darusman**, Ervizal AM. Zuhud***
*Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru **Departemen Kimia Analitik FMIPA IPB Bogor
***Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fak.Kehutanan IPB e-mail: durror2ali@yahoo.com
ABSTRACT
Bioactivity evaluation of trees species is an important step to get high economic value from Kerangas forest. Screening of plants that had antidiabetic activities was conducted by ethnobotanical survey. Antidiabetic evaluation of plant extracts were performed by α glukosidase inhibitor. Result showed there are three plant exracts from Kerangas forest had anti diabetic activity. The methanol extract of dried bark of Shorea balangeran, Cratoxylum arborescens and Baeckea frutescens inhibited 50% of α glukosidase activity at concentration: 0,816 ppm, 5,234 ppm, 21,796 ppm, respectively, while the IC50 of glukobay: 0,167 ppm. It can be conclude that
methanol extract of Kerangas plant species had potential activities as antidiabetic.
Key words:α-glukosidase, antidiabetic, kerangas forest
PENDAHULUAN
Kerangas adalah suatu tipe lahan yang dicirikan dengan tanah podsol yang miskin
hara dengan material tanah yang kaya akan pasir kuarsa, pH rendah dan kerap memiliki
lapisan gambut tipis di atas permukaan tanah. Kawasan hutan kerangas dikategorikan
IUCN (The International Union for The Conservation of Nature – World Conservation
Union) dengan status vulnerable (rawan). Vegetasi yang tumbuh juga terbatas dan
memiliki karakter khusus sebagai akibat dari adaptasi terhadap lingkungan yang
terbatas (Bruenig, 1995).
Hutan kerangas selama ini hanya dipungut kayunya dan sumber bahan tanah
galian. Pemanfaatan terhadap kerangas bersifat merusak tanaman, lahan dan
lingkungan kerangas. Kerusakan ekologis hutan kerangas dan dampaknya terhadap
sendi-sendi kehidupan masyarakat lainnya harus disikapi dengan tindakan konservasi
terhadap hutan kerangas.
Paragdigma baru dalam konservasi keanekaragaman hayati adalah bagaimana kita
ramah lingkungan. Sehingga pemanfaatan yang dilakukan tidak merusak permanen
keanekaragaman hayati tetapi memiliki potensi nilai manfaat ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan (Zuhud, 2007).
Pemanfaatan bioaktivitas tumbuhan sebagai bahan pengobatan merupakan
alternatif pemanfaatan yang relatif kurang merusak dan lebih ramah terhadap
lingkungan. Penelitian ini berusaha menemukan bioaktivitas antidiabetes dari beberapa
pohon hutan kerangas. Penemuan aktivitas antidiabetes dari pohon hutan kerangas
dilakukan berdasarkan pendekatan pengetahuan etnobotani dari masyarakat sekitar
hutan dan hasil identifikasi awal senyawa fitokimia kualitatif tumbuhan kerangas.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi penting bagi
pengembangan pemanfaatan bioaktivitas yang didapatkan dari hutan kerangas.
Selanjutnya hal ini akan semakin memperkaya pengetahuan tentang keanekaragaman
hayati hutan kerangas untuk kepentingan konservasi dan pengembangan industri atau
usaha kecil masyarakat dalam bidang kesehatan dan pengobatan atas dasar
pengetahuan tradisional dan dukungan empiris dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan bahan dan peralatan untuk keperluan survei
etnobotani, pengumpulan sampel dan analisis laboratorium senyawa fitokimia dan aktivitas inhibisi terhadap α-glukosidase. Bahan yang diujikan aktivitasnya adalah bagian daun dan kulit dari beberapa jenis pohon hutan kerangas. Jenis pohon yang
dipilih adalah jenis tumbuhan dari hutan kerangas yang memiliki khasiat sebagai bahan
alami pengobatan diabetes berdasarkan pengetahuan masyarakat.
Peralatan survei etnobotani dan pengumpulan sampel terdiri dari peralatan tulis
menulis, kontainer sampel, kuisioner, kamera, dan GPS. Peralatan dan bahan untuk
analisis kimia adalah peralatan dan bahan untuk kegiatan ekstraksi tanaman, uji
fitokimia kualitatif dan uji daya hambat terhadap sampel tumbuhan terhadap α
-glukosidase. Pengujian kimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB
Bogor. Bahan yang digunakan adalah pelarut metanol teknis untuk proses maserasi
bahan kering daun dan kulit pohon, buffer fosfat pH 7, akarbose, enzim α-glukosidase
(Sigma G3651-250UN), nitrofenil α-glukopiranosida (PNP), Na2CO3 0,2 M, dan dimetil
Cara Kerja
Secara garis besar lingkup kegiatan berupa inventarisasi lapangan dan pengujian
laboratorium. Lokasi penelitian etnobotani meliputi hutan kerangas yang terdapat di
Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dan hutan kerangas di Sampit Kalimantan
Tengah. Pengujian antidiabetes dilakukan di laboratorium Pusat Studi Biofarmaka
Institut Pertanian Bogor.
Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1)Survei etnobotani: Survei etnobotani bertujuan untuk menginventarisasi jenis-jenis
pohon dari hutan kerangas yang berpotensi sebagai antidiabetes. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode wawancara terstruktur (Rahayu et al., 2008). Analisis data
dilakukan secara deskriptif menggunakan matriks tabulasi.
2)Identifikasi senyawa fitokimia kualitatif (Harborne, 1987): Pengujian fitokimia
kualitatif dilakukan dengan metode visualisasi warna. Hasil analisis fitokimia menjadi
acuan tambahan dalam pemilihan jenis tanaman yang berpotensi sebagai
antidiabetes. Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan matriks tabulasi.
3)Pengujian kapasitas antidiabetes dari beberapa jenis pohon terpilih. Pengujian
dilakukan terhadap ekstrak metanol daun dan kulit jenis pohon terpilih. Pengujian
antidiabetes dilakukan secara in vitro dari ekstrak metanol tumbuhan terpilih
terhadap daya hambat enzim α glukosidase (Sutedja, 2003).
Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara maserasi. Bagian tanaman yang digunakan
dikeringkan dan dihaluskan sebelum dilarutkan dalam metanol. Ekstraksi dilakukan
dengan perbandingan 1 gram bahan kering dilarutkan dengan 10 ml metanol selama
24 jam tiga kali. Ekstrak yang didapat disaring menggunakan kertas Whatman dan
dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 30 °C (Batubara et al., 2009).
Ekstrak metanol sampel yang diuji dilarutkan dalam pelarut dimetil sufoksida
(DMSO) dengan konsentrasi 1% (b/v). Sebanyak 1.0 mg α glukosidase dilarutkan
dalam 1 mL bufer fosfat 100 mM (pH 7.0) kemudian ditambahkan 200 mg SBA yang
telah dilarutkan dalam bufer fosfat 100 mM (pH 7.0). Sebelum digunakan sebanyak 1
diinkubasi selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 2.000 μL
Na2CO3 dan p-nitrofenol yang dihasilkan dibaca absorbannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Tablet akarbose (Glucobay)
dilarutkan dalam buffer dan HCl 2 N (1:1) dengan konsentrasi 1% b/v sebagai kontrol
positif. Endapan dikumpulkan dengan pemusingan dan supernatannya sebanyak 20 μL dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti pada sampel. Hasil reaksi tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Sampel dan
kontrol positif dilakukan dua ulangan (duplo). Data-data kontrol positif digunakan
sebagai pembanding dengan sampel yang diuji pada panjang gelombang 410 nm.
Analisis data untuk daya hambat ekstrak dari pohon terpilih terhadap enzim α
glukosidase dilakukan dengan menghitung nilai IC50.Tingkat inhibisi (%) dihitung menggunakan persamaan berikut:
Persentase inhibisi=
dimana:
K : absorban kontrol negatif
S1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S0 : absorban sampel tanpa penambahan enzim
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis tumbuhan hutan kerangas sebagai antidiabetes
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari masyarakat sekitar hutan kerangas,
terdapat 27 tumbuhan yang umum terdapat di hutan kerangas, 20 jenis di antaranya
digunakan oleh masyarakat sebagai bahan pengobatan. Jenis pohon yang digunakan
sebagai antidiabetes berdasarkan pengetahuan masyarakat berjumlah 3 jenis yaitu: kulit
Belangiran (Shorea balangeran), kulit Irat (Cratoxylum arborescens), daun Rambuhatap
(Baeckea frutescens).
Senyawa fitokimia beberapa tumbuhan hutan kerangas
Identifikasi senyawa fitokimia dilakukan terhadap 3 jenis tumbuhan lokal yang
memiliki kapasitas antidiabetes berdasarkan informasi masyarakat. Hasil identifikasi
senyawa fitokimia dari beberapa jenis pohon yang dominan terdapat di hutan kerangas
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Senyawa fitokimia beberapa sampel tumbuhan hutan kerangas
Jenis tumbuhan 1 2 3 4 5 6 7 Bagian tanaman
Belangiran (Shorea balangeran) + + + - + + + kulit
Irat (Cratoxylum arborescens) - + + + + + + kulit
K-(S1-S0)
Rambuhatap (Baeckea frutescens) - + + + + + + daun
Keterangan: 1. Alkaloid, 2. Flavonoid, 3. fenolhidrokuinon, 4. Steroid, 5. Triterpenoid, 6. Tanin, 7. Saponin
Hasil yang tertera dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa hampir semua sampel
mengandung flavonoid, fenolhidrokuinon dan tanin. Alkaloid hanya dimiliki oleh 1 jenis
pohon yaitu batang kulit Belangiran (S. balangeran). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kapasitas antidiabetes berhubungan dengan kapasitas antioksidan (Sulastri et al.,
2010; Kunyanga et al., 2011). Kapasitas antioksidan banyak berkaitan dengan
kandungan flavonoid, fenolhidrokuinon dan tanin (Sarastani et al., 2002; Arini et al.,
2003). Beberapa senyawa seperti terpenoid, flavonoid, fenolik, memiliki potensi sebagai
antidiabetes (Jung et al., 2006). Senyawa tanin yang terkandung dalam beberapa
penganan memiliki potensi sebagai antidiabetes (Kunyanga et al., 2011). Kandungan
flavonoid dalam ekstrak tanaman Acalypha indica potensial sebagai antidiabetik (Masih
et al., 2011). Berdasarkan terdapatnya hubungan antara kandungan senyawa fitokima
tumbuhan terhadap kapasitas antidiabetes, tiga jenis tumbuhan lokal yang
diinformasikan masyarakat berpotensi sebagai bahan alamiah antidiabetes.
Aktivitas antidiabetes beberapa tumbuhan kerangas
Pengujian antidiabetes dilakukan terhadap 3 sampel pohon dari hutan kerangas.
Hasil pengujian daya hambat terhadap α-glukosidase dari ekstrak metanol beberapa
jenis pohon kerangas ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Nilai IC 50 ekstrak methanol beberapa pohon kerangas
Jenis tumbuhan Bagian tanaman IC 50 (ppm)
Belangiran (S. belangeran) kulit 0,816
Irat (C. arborescens) kulit 5,234
Rambuhatap (B. frutescens) daun 21,796
Kontrol positif Glucobay 0,167
Ekstrak metanol kulit Belangiran (S. belangeran) yang memiliki nilai IC50 dengan konsentrasi di bawah 1 ppm. Ekstrak metanol kulit Irat (C. arborescens) memiliki nilai
IC50 antara 1-10 ppm. Nilai IC50 akarbose (glucobay) yang lebih besar dari sampel ekstrak metanol tumbuhan dimungkinkan karena konsentrasi senyawa aktif pada
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa terdapat 1 jenis pohon yang biasa
digunakan masyarakat dalam pengobatan diabetes (kulit S. balangeran) terbukti pada
konsentrasi < 1 ppm memiliki daya hambat terhadap enzim α-glukosidase. Kemampuan
menghambat enzim α-glukosidase diduga berhubungan dengan efek sinergis dari
senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak metanol bagian tanaman (Cetto et al.,
2008). Senyawa kimia seperti terpenoid, flavonoid, fenolik, tanin, memiliki potensi
sebagai antidiabetes (Jung et al., 2006; Kunyanga et al., 2011; Masih et al., 2011).
Kemampuan senyawa tersebut berperan sebagai antidiabetes disebabkan terdapatnya
ikatan rangkap berkonjugasi baik dalam bentuk ikatan siklis (fenol dan turunannya) dan
ikatan rantai lurus (alifatik).
Hasil analisis antidiabetes dari ekstrak metanol kulit S. balangeran lebih baik bila
dibandingkan dengan ekstrak tanaman lainya yang biasa digunakan dalam pengobatan
tradisional. Ekstrak etil asetat daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) memiliki
IC50 pada konsentrasi 94,23 ppm (Sukandar et al., 2010). Esktrak metanol Syzygium
malaccense menghambat α-glukosidase dengan nilai IC50 sebesar 5,7 ppm (Jung et al., 2006). Bubuk kayu manis (Cinnamomum cassia) memiliki nilai IC50 pada konsentrasi 55,02 ppm (Sarjono et al., 2010). Temuan ini semakin memperkaya pengetahuan
tentang keanekaragaman jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai antidiabetes.
Implikasi untuk penerapan konservasi atau pemanfaatan ramah lingkungan adalah
bahwa sebagian besar bagian tumbuhan yang digunakan untuk antidiabetes adalah
bagian kulit dan daun, sehingga relatif tidak merusak secara permanen tumbuhan.
Penggunaan bagian tumbuhan yang dapat merusak permanen tumbuhan seperti bagian
akar, dapat disikapi dengan tindakan penangkaran secara in situ dan pengaturan
populasi tumbuhan yang relatif aman untuk dapat dipanen.
KESIMPULAN
Shorea balangeran merupakan jenis tumbuhan kerangas yang potensial sebagai
antidiabetes karena memiliki nilai IC50 di bawah 1 ppm, yaitu ekstrak kulit dengan nilai IC50 sebesar 0,816 ppm. Beberapa jenis lain yang potensial sebagai sumber antidiabetes adalah ekstrak metanol daun C. arborescens (5,234 ppm). Kapasitas antidiabetes dari
ekstrak metanol bagian tanaman dari pohon kerangas diduga merupakan efek sinergis
Penggunaan bagian daun dan kulit tanaman sebagai sumber antidiabetes relatif
aman untuk menjaga kelestarian tumbuhan. Penggunaan bagian tumbuhan yang dapat
merusak permanen tumbuhan seperti bagian akar, dapat disikapi dengan tindakan
penangkaran secara in situ dan pengaturan populasi tumbuhan yang relatif aman untuk
dapat dipanen. Perlu dilakukan fraksinasi atau uji lanjutan untuk memperkuat
pembuktian potensi antidiabetes dari pohon-pohon di hutan kerangas.
DAFTAR PUSTAKA
Arini S., Nurmawan D., Alfiani F., Hertiani T. 2003. Daya antioksidan dan kadar flavonoid
hasil ekstraksi etanol-air daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).
Buletin Penalaran Mahasiswa UGM, 10(1): 2-6.
Bruenig EF. 1995. Conservation and Management of Tropical Rain Forest: An Integrated
Approached to Sustainability. CAB International.
Cetto AA., Jimenez JB., and Vaquez RC. 2008. Alfa-glukosidase inhibiting activity of some
mexican used in the treatment of type 2 diabetes. Journal of ethnopharmacology,
116(1): 27-32
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Edisi bahasa Indonesia: Institut Teknologi Bandung.
Batubara I., Mitsunaga T., Kotsuka S., Rafi M., Sa’diah S. 2009. Kemampuan Secang dalam
Menurunkan Produksi TNF-α : Potensinya sebagai Antijerawat. Jurnal Tumbuhan
Obat Indonesia, 2(2): 67-71.
Jung M., Park M., Lee HC., Kang Y-H., Kang ES., and Kim SK. 2006. Antidiabetic Agents
from Medicinal Plants. Current Medicinal Chemistry, 13:1203-1218.
Kunyanga CN., Imungi JK., Okoth M., Momanyi C., Biesalski HK., and Vadivel V. 2011.
Antioxidant and Antidiabetic Properties of Condensed Tannins in Acetonic Extract
of Selected Raw and Processed Indigenous Food Ingredients from Kenya. Journal of
Food Science, 76(4): pC560-C567, 8p, DOI: 10.1111/j.1750-3841.2011.02116.x
Masih M., Banerjee T., Banerjee B. and Pal A. 2011. Antidiabetic activity of Acalypha
indica Linn. on normal and alloxan induced diabetic rats. International Journal of
Pharmacy And Pharmaceutical Sciences, 3 suppl 3: 51-54.
Rahayu M., Sunarti S., Keim AP. 2008. Kajian Etnobotani Pandan Samak (Pandanus
odoratissimus L.f.): Pemanfaatan dan Peranannya dalam Usaha Menunjang
Sarastani D., Suwarna TS., Tien RM., Fardiaz D. dan Apriyanto P. 2002. Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Biji Atung. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan, 13(2): 149-156.
Sarjono PR., Ngadawiyana, Ismiyarta, dan Prasetya NBA. 2010. Aktivitas Bubuk Kayu
Manis (Cinnamomum cassia) sebagai Inhibitor Alfa-Glukosidase. Jurnal Sains dan
Matematika. 18(2): 59-62
Sukandar D., Hermanto S., Al Mabrur I. 2010. Aktivitas Senyawa Antidiabetes Ektrak Etil
Asetat Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.). Valensi, 1(6) :269-273.
Sulastri D., Rahmatini, Lipoeto NI., Edwar Z. 2010 Pengaruh Asupan Antioksidan
terhadap Ekspresi Gen eNOS3 pada Penderita Hipertensi Etnik Minangkabau.
Majalah Kedokteran Indonesia, 60(12): 564-570
Sutedja L. 2003. Bioprospecting tumbuhan obat Indonesia sebagai sediaan fitofarmaka
antidiabetes. Pusat Penelitian Kimia-LIPI.
Zuhud EAM. 2007. Sikap Masyarakat Dan Konservasi: Suatu Analisis Kedawung (Parkia
timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus
Di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana