PENGARUH POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN HASIL JAGUNG SEMI (BABY CORN)
Bunyamin Z.1 dan Awaluddin2
1Balai Penelitian Tanaman Serealia
2Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh populasi tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil jagung semi (baby corn). Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2012 di Kebun Percobaan Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Percobaan menggunakan rancangan faktorial 2 faktor (F2F). Faktor pertama adalah varietas (v), yang terdiri dari varietas Sri Kencana dan varietas Sweet Lady. Faktor kedua adalah populasi tanaman (jarak tanam) (j), yang terdiri dari 3 kombinasi yaitu 50 cm x 20 cm atau 100.000 tanaman/ha, 60 cm x 20 cm atau 83.333 tanaman/ha, dan 70 cm x 20 cm atau 71.429 tanaman/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi tanaman terbaik adalah 71.429 tanaman/ha atau jarak tanam 70 cm x 20 cm. Varietas Sri Kencana lebih baik dibandingkan varietas Sweet Lady dengan tinggi tanaman 96 cm dan hasil 3,85 t/ha.
Kata Kunci: populasi tanaman, baby corn, produksi.
PENDAHULUAN
Tongkol dan biji jagung muda merupakan bahan sayuran yang dikenal dengan nama baby corn (sumber vitamin dan serat), sering juga disebut jagung semi, jagung putri (Zea mays L. Saccarata). Jagung semi atau jagung mini atau baby corn adalah jagung biasa yang dipanen pada saat tongkol masih muda, yaitu sebelum tongkol mengalami pembuahan (fertilisasi) dan masih lunak. Di Asia, jagung semi sangat populer sebagai sayuran yang dapat dimakan mentah (raw) maupun masak (cooked). Rasanya manis dengan tekstur pulen. Sebagian besar varietas jagung semi yang ada di pasaran, khususnya di Indonesia, masih menggunakan varietas jagung pipil biasa.
Karena dipanen lebih cepat, maka usahatani jagung semi lebih menguntungkan dari jagung biasa.
Beberapa negara pengekspor jagung semi antara lain Thailand, Sri Lanka, Taiwan, China, Zimbabwe, Zambia, Indonesia, Afrika Selatan, Nikaragua, Costa Rica, Guatemala, dan Honduras. Thailand merupakan salah satu negara yang mengekspor jagung semi terbesar. Pada tahun 1993, Thailand mengekspor jagung semi ke-22 negara. Sebagian besar jagung semi yang dijual di Amerika diproses dan diimpor dari Asia, terutama Thailand (Sepriliyana et al. 2009).
menengah ke atas. Jagung semi dapat berkembang di Indonesia, meski di areal yang masih terbatas.
Pengaturan jarak tanam berhubungan langsung dengan tingkat kepadatan populasi tanaman per satuan luas. Produksi tanaman per satuan luas ditentukan oleh produksi per tanaman dan jumlah tanaman per satuan luas. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi populasi per satuan luas, semakin tinggi produksi Harahap dan Siagian (2001), mengemukakan bahwa pertanaman rapat, evaporasi potensia (ETP) agak diperkecil, karena evaporasi dari permukaan tanah tertekan dan efisiensi penggunaan air diperbesar. Lebih lanjut, jumlah tanaman per satuan luas tergantung pada kondisi lingkungan setempat.
Pada prinsipnya jagung semi dapat dihasilkan dari setiap jenis jagung. Namun, untuk mendapatkan hasil jagung semi yang tinggi diperlukan jenis jagung yang khusus. Dalam budidayanya, jagung semi masih mengalami kendala kurangnya informasi mengenai varietas yang sesuai untuk digunakan sebagai benih jagung semi. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh kepadatan populasi tanaman per satuan luas dan potensi varietas jagung yang akan dikembangkan sebagai jagung semi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan (Ex-Farm) Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian berlangsung mulai bulan Februari hingga Mei 2012, menggunakan rancangan acak kelompok dua factorial. Faktor pertama adalah varietas (V) dan faktor kedua jarak tanam (J). Perlakuan terdiri dari :
Varietas (V) sebagai faktor pertama yang terdiri atas 2 taraf : V1 : Sri Kencana
V2 : Sweet Lady
Jarak tanam (J) sebagai faktor kedua terdiri atas tiga taraf :
J1 : Populasi 100.000 tanaman/ha (jarak tanam 50 cm x 20 cm atau 60 tanaman/petak).
J2 : Populasi 83.333 tanaman/ha (jarak tanam 60 cm x 20 cm atau 50 tanaman/petak).
J3 : Populasi 71.429 tanaman/ha (jarak tanam 70 cm x 20 cm atau 40 tanaman/petak).
Berdasarkan kedua faktor tersebut terdapat enam kombinasi perlakuan yang terdiri dari :
V1J1 V2J1
V1J2 V2J2
V1J3 V2J3
Tiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 18 unit percobaan. Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan terhadap tanaman. Sampel tanaman yang diamati sebanyak lima tanaman dipilih secara acak, kecuali tanaman pinggir setiap unit percobaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas Sri Kencana dengan populasi 100.000 tanaman/ha atau jarak tanam 50 cm x 20 cm memilih tanaman lebih tinggi dengan rata-rata 197 cm, sedangkan varietas Sweet Lady dengan populasi 71,429 tanaman/ha atau jarak tanam 70 cm x 20 cm lebih rendah dengan tinggi tanaman rata-rata 181 cm namun berbeda tidak nyata pada semua perlakuan jarak tanam.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) 6 Minggu Setelah Tanam (MST).
Varietas Tinggi tanaman (cm) Rata-Rata
J1 (50 x 20) J2 (60 x 20) J3 (70 x 20)
V1 (Sri Kencana) 197 195 196 196 a
V2 (Sweet Lady) 187 185 181 184 b
Rata-rata 383 380 377
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,01 (8,11)
Tabel 2 menunjukkan varietas Sri Kencana populasi 83.333 tanaman/ha atau jarak tanam 60 cm x 20 cm memiliki jumlah daun lebih banyak dengan rata-rata 9 helai, lebih banyak dari varietas Sweet Lady populasi 83.333 atau jarak tanam 60 cm x 20 cm) dengan jumlah daun rata-rata 8 helai.
Tabel 2. Rata-rata jumlah daun pada 6 minggu setelah tanam (MST).
Varietas Jumlah daun Rata-Rata
J1 (50 x 20) J2 (60 x 20) J3 (70 x 20)
V1 (Sri Kencana) 8 9 9 9 a
V2 (Sweet Lady) 8 8 8 8 b
Rata-rata 8 8 8
Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas Sweet Lady populasi 100.000 tanaman/ha atau jarak tanam 50 cm x 20 cm memiliki umur berbunga jantan terlama, rata-rata 47 hari, sedangkan umur berbunga jantan tercepat rata-rata 44 hari terdapat pada varietas Sri Kencana dengan populasi 71.429 tanaman/ha atau jarak tanam 70 cm x 20 cm, berbeda nyata untuk setiap perlakuan.
Tabel 3. Rata-rata umur berbunga jantan (HST)
Varietas Umur berbunga (HST) Rata-Rata
J1 (50 x 20) J2 (60 x 20) J3 (70 x 20)
V1 (Sri Kencana) 46 45 44 45
V2 (Sweet Lady) 47 46 44 46
Rata-rata 46 c 45 b 44 a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,01 (1,02)
Tabel 4 menunjukkan varietas Sweet Lady populasi 100.000 tanaman/ha atau jarak tanam 50 cm x 20 cm memiliki umur berbunga betina terlama, rata-rata 48 hari, sedangkan umur berbunga betina tercepat rata-rata 45 hari terdapat pada varietas Sri Kencana populasi 71.429 tanaman/ha atau jarak tanam 70 cm x 20 cm, berbeda nyata untuk setiap perlakuan.
Tabel 4. Rata-rata umur berbunga betina (HST)
Varietas Umur berbenuga (HST) Rata-Rata
J1 (50 x 20) J2 (60 x 20) J3 (70 x 20)
V1 (Sri Kencana) 48 47 45 47
V2 (Sweet Lady) 48 47 46 47
Rata-rata 48 c 47 b 45 a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,01 (0,92)
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa varietas Sweet Lady populasi 100.000 tanaman/ha atau jarak tanam 50 cm x 20 cm memiliki umur panen tercepat rata-rata 50 hari, sedangkan rata-rata umur panen terlama rata-rata 51 hari terdapat pada varietas Sweet Lady populasi 71.429 tanaman/ha atau jarak tanam 70 cm x 20 cm berbeda nyata untuk perlakuan populasi (jarak tanam).
Tabel 5. Rata-rata umur panen (HST)
Varietas Umur panen (HST) Rata-Rata
J1 (50 x 20) J2 (60 x 20) J3 (70 x 20)
V1 (Sri Kencana) 50 50 50 50
V2 (Sweet Lady) 51 50 50 50
Rata-rata 50 b 50 ab 50 a
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ V α0,01 (0,73)
Analisis statistik memperlihatkan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman dan jumlah daun berbeda nyata antar varietas. Lebih baiknya pertumbuhan vegetatif varietas Sri Kencana diduga karena perbedaan karakteristik genotipe. Hal ini sesuai dengan pendapat Welsh (1991) yang menyatakan bahwa jika terdapat perbedaan antara dua individu pada lingkungan yang sama dan dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotipe tanaman.
Tanaman yang memiliki tinggi optimum akan diikuti oleh pertambahan jumlah daun. Dalam hal ini jumlah daun varietas Sri Kencana lebih banyak. Kemungkinan hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan tanaman terhadap intensitas cahaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury dan Ross (1992) yang mengatakan bahwa intensitas cahaya matahari yang berbeda akan menyebabkan terjadinya perbedaan parameter pertumbuhan tanaman.
Setiap tanaman memiliki perbedaan dari segi pertumbuhan dan hasilnya, karena dipengaruhi oleh karakteristik induknya. Hal tersebut diduga menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan vegetatif varietas Sweet Lady. Tanaman yang rapat tidak selamanya memberikan hasil yang kurang optimal. Hal ini ditunjukkan oleh panjang tongkol pada populasi 100.000 tanaman/ha atau jarak tanam 50 cm x 20 cm. Hal tersebut diduga terjadi karena kerapatan tanaman yang menyebabkan saling menaungi sehingga mengurangi laju penguapan dari tanaman dan tanah (evapotranspirasi), sehingga penyimpanan cadangan makanan untuk pembentukan buah menjadi lebih optimal. Pendapat tersebut sesuai dengan Norton et al. (1991) bahwa naungan dapat mempengaruhi hasil tanaman.
Populasi 100.000 tanaman/ha atau jarak tanam 50 cm x 20 cm menghasilkan panjang tongkol terbaik rata-rata 12,49 cm karena terkait dengan proses transpirasi yang terjadi pada tanaman. Apabila ditanam rapat maka laju kehilangan air akan diminimalisir. Transpirasi adalah peristiwa perubahan air menjadi uap, yang naik ke udara melalui stomata daun, lentisel, dan cuticula (Anonim 2012). Pendapat Muhadjir
pada stadia pembungaan dan pengisian biji. Penurunan hasil akibat kekurangan air pada stadia ini diperkirakan mencapai 15%.
KESIMPULAN
1. Tingkat kepadatan populasi terbaik adalah 71.429 tanaman/ha atau jarak tanam 70 cm x 20 cm.
2. Varietas terbaik adalah Sri Kencana dengan tinggi tanaman 196 cm dan hasil 3,85 t/ha.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Transpirasi. Diakses dari: pengertian-definisi.blogspot/2010/11/ transpirasi.html
Muhadjir, F. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung. Dalam Subandi, Mahyuddin S., dan Widjono A., (editor). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Puslittan Bogor.
Salisbury. B and Ross, C.W. 1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company. Belmont. California.
Sepriliyana W. R., Yudiwanti., Budiarti S. R. 2009. Potensi Beberapa Varietas Jagung
(Zea mays L.) Sebagai Jagung Semi (Baby Corn). Makalah Seminar
Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Siagian, M. H., Harahap, R. 2001. Pengaruh Pemupukan dan Populasi Tanaman Jagung Terhadap Produksi Baby Corn Pada Tanah Podsolik Merah Kuning. Puslitbang Biologi. LIPI – Bogor.
Welsh, J.R. 1991. Dasar – dasar genetika dan pemuliaan tanaman. Terjemahan J.P. Mogea. Erlangga : 190 – 207.