• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Suatu kota akan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang menyangkut aspek fisik, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan teknologi. Perkembangan fisik yang dimaksud menyangkut perubahan areal pada penggunaan lahan kekotaan maupun penggunaan lahan kedesaan (Yunus, 2000). Lahan terbangun banyak ditemui di daerah perkotaan karena pengaruh adanya kepadatan penduduk tinggi serta maraknya aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Banyak lahan tidur yang diubah menjadi lahan terbangun guna memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Pembangunan di daerah perkotaan akan terus terjadi seperti permukiman penduduk, bangunan toko, perkantoran, fasilitas pendidikan maupun kesehatan, serta fasilitas lain penunjang kebutuhan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, pembangunan di daerah perkotaan akan mencapai titik jenuh. Menurut Giyarsih (2001), kota yang telah mencapai titik jenuh dan tidak mampu menampung aktivitas manusia akan berdampak pada urbanisasi di pinggiran kota.

Urbanisasi di pinggiran kota berdampak pada tingginya minat masyarakat pendatang untuk bermukim di wilayah tersebut. Pinggiran kota merupakan wilayah yang memiliki sifat kekotaan dengan masih adanya unsur-unsur desa di dalamnya. Dalam arti lain, pinggiran kota merupakan wilayah peralihan antara desa dengan kota. Dalam perkembangannya, pembangunan ke arah pinggiran kota akan mengakibatkan adanya penambahan ruang yang bersifat kekotaan di daerah pinggiran kota yang disebut dengan perkembangan sentrifugal (Yunus, 2005). Urbanisasi di pinggiran kota akan berdampak pada peningkatan aktivitas sosial ekonomi penduduk yang secara tidak langsung akan meningkatkan kebutuhan akan lahan. Menurut Miljkovic, et al. (2012) urbanisasi dalam banyak kasus telah memberi efek dramatis di wilayah pinggiran kota dan akan menyebabkan degradasi lahan. Selain urbanisasi, ada pula ruralisasi yang terjadi karena banyak masyarakat desa yang berpindah ke kota untuk bekerja, sehingga banyak yang memilih bermukim di daerah pinggiran kota karena berbagai pertimbangan salah

(2)

2

satunya seperti terhindar dari kemacetan lalu lintas maupun lingkungan yang masih nyaman untuk ditinggali.

Wilayah pinggiran kota dapat tumbuh dengan cukup pesat menjadi wilayah perkotaan dan didominasi oleh lahan terbangun yang diperluas secara horisontal (Amoateng, et al. 2013). Menurut Astuti, dkk. (2012), permasalahan akibat perkembangan kota merupakan kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi perkotaan ke daerah pinggiran perkotaan (urban fringe) yang lazim disebut proses perembetan kenampakan fisik perkotaan ke arah luar (fenomena gejala urban sprawl). Yunus (2008) menyatakan kondisi wilayah peri-urban atau pinggiran kota memang sangat dinamis apabila dibandingkan dengan daerah perkotaan maupun perdesaan. Hal ini disebabkan karena wilayah pinggiran kota menjadi sasaran pendatang yang berasal dari dalam kota, kota-kota lain maupun dari wilayah perdesaan untuk bertempat tinggal.

Secara garis besar arah pengembangan wilayah Kabupaten Sleman dibagi menjadi dua strategi, yakni kawasan konservasi yang harus dijaga serta wilayah pengembangan. Untuk wilayah konservasi, Sleman Utara sebagai sumber resapan air, Sleman Barat untuk sumber pangan, dan Sleman Timur sebagai kawasan peninggalan budaya yaitu Candi Prambanan. Kecamatan Godean merupakan bagian wilayah Kabupaten Sleman yang berada di sebelah barat Kota Yogyakarta dan termasuk ke dalam wilayah pinggiran. Menurut dokumen RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, kawasan perkotaan yang termasuk ke dalam pusat kegiatan nasional (PKN) Kecamatan Godean seluas kurang lebih 163 Ha sedangkan luas pusat kegiatan lokal (PKL) seluas 251 Ha. Daerah ini cukup berkembang dengan pesat menjadi kawasan perkotaan dan pusat kegiatan baru. Kawasan perkotaan di Kecamatan Godean meliputi Desa Sidoarum dan juga Desa Sidomoyo karena lebih dekat dengan pusat kota dibandingkan dengan desa lainnya. Faktor kedekatan dengan pusat kota ini menjadikan kedua desa tersebut banyak dipadati oleh bangunan seperti permukiman maupun bangunan lain pendukung aktivitas sosial ekonomi penduduk.

Di wilayah Kecamatan Godean ini terkenal dengan usaha industri kecil dan mikro seperti kripik belut, genting dari tanah liat, serta batako. Daya tarik

(3)

3

Pasar Godean serta sentra kripik belut menjadikan wilayah ini sangat dikenal oleh masyarakat. Selain itu, potensi sumberdaya alam tanah liat cukup dimanfaatkan dengan baik seperti kerajinan genting, sehingga tak heran bila banyak ditemui industri genting di kecamatan ini. Tak hanya itu, saat ini banyak pula bermunculan minimarket karena wilayah yang semakin ramai dengan banyaknya permukiman baru. Dengan adanya fasilitas publik yang mendukung aktivitas masyarakat tersebut, tentu saja menjadi suatu daya tarik tersendiri untuk bertempat tinggal di wilayah ini, dan menyebabkan perkembangan wilayah dengan ciri-ciri kekotaan.

Penggunaan lahan di wilayah yang termasuk ke pinggiran kota seperti Kecamatan Godean akan mengalami perubahan yakni dari penggunaan lahan untuk pertanian menjadi penggunaan lahan non-pertanian. Adanya konversi lahan pertanian ke non-pertanian tersebut dapat memberikan dampak terhadap wilayah sekitarnya. Luas lahan tidak akan pernah bertambah akan tetapi permintaan terhadap tanah terus meningkat untuk sektor non-pertanian. Proses konversi lahan yang terjadi di wilayah pinggiran kota jumlahnya dapat terus meningkat. Menurut Rosnila (2004), perubahan penggunaan lahan tidak dapat dihindari dalam suatu proses pelaksanaan pembangunan wilayah. Tentunya perubahan tersebut terjadi karena adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat demi menuju status mutu kehidupan yang lebih baik. Contoh nyatanya seperti meningkatnya kebutuhan akan ruang seperti permukiman, transportasi, maupun tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah.

Rencana detail tata ruang (RDTR) dibuat untuk dapat dijadikan pedoman pembangunan suatu daerah. Dengan adanya perubahan penggunaan lahan yang terjadi, nantinya dapat diketahui kesesuaian fakta di lapangan dengan apa yang sudah direncanakan oleh pemerintah setempat. Sebab itu, perlu diketahui tingkat kesesuaian antara penggunaan lahan saat ini dengan yang sudah direncanakan dalam RDTR. Kesesuaian tersebut dapat dilihat melalui bentuk perubahan penggunaan lahan yang terjadi apakah sudah sesuai dengan rencana tata ruang. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat kesesuaian RDTR yang

(4)

4

sudah diterapkan hingga saat ini dan selanjutnya dapat diberikan suatu arahan kebijakan baru untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Perpindahan penduduk yang marak terjadi ke wilayah pinggiran kota menyebabkan kepadatan penduduk di wilayah pinggiran semakin bertambah. Jumlah penduduk yang meningkat akan berdampak pada bertambahnya berbagai macam aktivitas sosial ekonomi penduduk yang secara tidak langsung juga meningkatkan kebutuhan lahan. Hal ini dapat memicu terjadinya alih fungsi lahan untuk mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang meningkat tersebut. Alih fungsi lahan di wilayah pinggiran kota sudah banyak terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir ini. Lahan termasuk ke dalam sumberdaya yang terbatas dan kini menjadi kebutuhan manusia yang jumlahnya semakin berkurang dari waktu ke waktu. Menurut Nilsson, et al. (2014) wilayah peri-urban adalah suatu zona perubahan sosial ekonomi, zona restrukturisasi, dan juga zona pengembangan intensif yang dapat mempengaruhi keberadaan lahan di wilayah tersebut.

Kebutuhan lahan oleh penduduk seharusnya diimbangi dengan ketersediaan lahan yang ada. Segala macam aktivitas masyarakat harus mampu mendukung penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya. Namun, sayangnya alih fungsi lahan banyak terjadi di wilayah pinggiran kota. Banyak lahan yang dikonversi untuk pemanfaatan baru akibat peningkatan aktivitas penduduk di wilayah tersebut. Alih fungsi lahan yang marak terjadi adalah dari lahan lahan pertanian yang kemudian diubah pemanfaatannya menjadi lahan non-pertanian. Peningkatan aktivitas penduduk dapat menambah jumlah alih fungsi lahan yang terjadi.

Seperti yang terjadi di Kecamatan Godean, pertumbuhan penduduk semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Kecamatan Godean dalam angka tahun 2010, jumlah penduduk di kecamatan ini berjumlah 92.820 sedangkan pada tahun 2000 masih berjumlah 76.212 jiwa. Artinya dalam kurun waktu sepuluh tahun, pertumbuhan penduduk sebesar hampir 17.000 jiwa penduduk. Hal ini tentu saja berdampak pada peningkatan aktivitas penduduk

(5)

5

yang mendorong permintaan lahan juga ikut meningkat. Akibatnya, alih fungsi lahan sudah banyak terjadi di kecamatan ini. Sebanyak 4 Ha lahan persawahan berkurang dalam kurun waktu dua tahun yakni dari tahun 2010-2012, di mana tahun 2010 total luas lahan pertanian seluas 1.396 Ha dan berkurang menjadi 1.392 Ha pada tahun 2012 (BPS, 2012). Namun, menurut dokumen RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, kecamatan ini termasuk ke dalam kawasan pertanian tanaman pangan beririgrasi di Selatan Selokan Mataram yang perlu dipertahankan. Alih fungsi lahan yang terjadi perlu diketahui kesesuaiannya dengan RDTR berdasarkan pada penggunaan lahan saat ini.

Dokumen rencana detail tata ruang yang ada dapat digunakan sebagai acuan pembangunan suatu wilayah. Namun, tak selamanya dokumen ini sesuai dengan apa yang tejadi di lapangan. Hal inilah yang menarik untuk dikaji pada kasus alih fungsi lahan di wilayah pinggiran kota kaitannya dengan konsistensi RDTR terhadap penggunaan lahan eksisting. Dari pernyataan tersebut, diharapkan mampu menjawab pertanyaan:

1. Bagaimana alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Godean dari tahun 2009-2014?

2. Bagaimana kesesuaian perubahan penggunaan lahan dengan RDTR? 3. Bagaimana kecenderungan ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap

fungsi kawasan dan faktor-faktor geografis setempat?

4. Apa saja arahan kebijakan yang dapat dikemukakan untuk mengatasi permasalahan yang ada?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang kajian perubahan penggunaan lahan dan kesesuaiannya dengan rencana detail tata ruang wilayah adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Godean tahun 2009-2014.

2. Menilai kesesuaian perubahan penggunaan lahan yang terjadi dengan RDTR Kecamatan Godean tahun 2009-2029.

(6)

6

3. Mengkaji kecenderungan ketidaksesuaian penggunaan lahan berdasarkan fungsi kawasan dan faktor-faktor geografis.

4. Menyusun rekomendasi arahan kebijakan untuk mengatasi ketidaksesuaian antara penggunaan lahan yang ada dengan RDTR.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi beberapa pihak yang terkait masalah kesesuaian alih fungsi lahan terhadap RDTR di Kecamatan Godean dari tahun 2009 hingga 2014. Beberapa manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:

• Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan serta dapat dijadikan bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai gambaran tentang alih fungsi lahan.

• Manfaat Praktis

Dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan kualitas pembangunan wilayah melalui hasil yang diperoleh seperti tingkat konsistensi RDTR terhadap penggunaan lahan yang ada saat ini.

• Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah alih fungsi lahan maupun kaitannya dengan RDTR serta RTRW yang telah ditetapkan.

1.5 TINJAUAN PUSTAKA

Kota merupakan sebuah daerah yang bersifat dinamis, baik ditinjau dari segi sosial budaya, ekonomi maupun secara spasial, dan ciri utamanya adalah pendominasian kegiatan non-pertanian di banyak bidang. Perkembangan kota ditandai dengan semakin berkurangnya lahan kosong. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk di daerah kota yang diiringi pula oleh semakin tingginya kebutuhan akan ruang, terutama untuk permukiman. Kemudian, kebutuhan akan ruang yang tidak dapat dibangun di dalam kota karena

(7)

7

kelangkaan ruang akan mulai teralihkan ke daerah pinggiran kota yang ketersediaan lahannya masih banyak (Huriati, 2008).

1.5.1 Perkembangan Wilayah Pinggiran Kota

Penduduk sebagai penentu pola atau arah kecenderungan penggunaan lahan di suatu daerah ditentukan oleh perubahan, penyebaran, bidang pekerjaan, organisasi masyarakat dan tingkat kehidupannya. Bintarto (1968, dalam Kamalia, 2007) menyatakan bahwa perkembangan kota akan mengalami dua proses yaitu perluasan keluar (outward extention) dan pembangunan ke dalam (internal reorganization). Akibat adanya perluasan kota akan dapat terjadi beberapa zona baru yaitu zona sub urban dan sub urban fringe. Terjadinya perubahan penggunaan lahan terutama yang ada di daerah pinggiran juga dapat disebabkan adanya hubungan antara desa dengan kota yang ditimbulkan oleh adanya kebutuhan sosial, ekonomi, kultur yang timbal balik, kemajuan di bidang pendidikan, lalu lintas, dan komunikasi.

Menurut Yunus (2001), terdapat enam faktor yang mempengaruhi proses perkembangan kota secara sentrifugal. Keenam faktor itu adalah aksesibilitas fisikal, fasilitas pelayanan umum, karakteristik lahan, karakter pemilik lahan, keberadaan peraturan tentang tata guna lahan (penggunaan lahan), dan faktor prakarsa pembangunan perumahan atau investor. Aksesibilitas dipengaruhi oleh aspek transportasi baik jaringan maupun moda transportasi. Fasilitas pelayanan umum merupakan faktor penarik agar penduduk datang ke wilayahnya. Karakteristik lahan berhubungan dengan topografi wilayah, polusi udara, ketersediaan air bersih, drainase, dan lain-lain. Pemilik lahan berkaitan dengan perubahan pemilikan lahan di mana masyarakat ekonomi lemah lebih cenderung untuk menjual lahannya. Keberadaan peraturan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas perkembangan keruangan di pinggiran kota. Serta faktor prakarsa yang dapat mengarahkan pengembangan spasial wilayah pinggiran kota.

(8)

8 1.5.2 Pengertian Lahan

Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya. Selanjutnya seluruh faktor-faktor yang ada di atasnya tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Di dalamnya juga terdapat hasil kegiatan manusia, baik saat ini maupun masa lampau (FAO, 1975 dalam Eko dan Sri, 2012). Dalam pengertian yang lebih luas, lahan sangat terkait dengan aktivitas manusia maupun fauna di masa lalu maupun di masa sekarang. Hampir seluruh aktivitas yang dikerjakan manusia selalu berkaitan dengan lahan. Contohnya seperti kegiatan pertanian, industri, transportasi, permukiman, hingga untuk rekreasi. Untuk itu, lahan menjadi suatu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup.

Lahan selalu terkait dengan ruang ataupun lokasi tertentu di dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu, lahan juga merupakan konsep geografis yang karakteristiknya akan sangat tergantung dari lokasinya. Dengan begitu, kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu akan berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya (Vink, 1975 dalam Gandasasmita, 2001).

1.5.3 Pengertian Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan ialah segala bentuk campur tangan manusia, baik secara menetap maupun secara berkala untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink, 1975 dalam Gandasasmita, 2001). Campur tangan manusia tersebut terlihat dalam kegiatan memanipulasi berbagai proses ekologi yang berlangsung pada suatu tempat. Dalam hal tersebut, manusia bertindak sebagai pengatur ekosistem untuk menunjang penggunaan lahan. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Rosnila (2004), penggunaan lahan secara umum didefinisikan sebagai penggolongan penggunaan lahan yang dilakukan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah rekreasi.

Penggunaan lahan terdiri atas dua kelompok yakni penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Secara garis besar, penggunaan lahan pertanian dibedakan ke dalam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air

(9)

9

dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan lahan dapat dikenal seperti sawah, tegalan, kebun campuran, perkebunan, dan hutan. Sedangkan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad, 2010).

1.5.4 Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan memiliki banyak definisi dan pengertian yang mengacu pada makna yang berkaitan dengan kegiatan manusia di muka bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kajian penggunaan lahan secara rinci mencakup enam aspek, yakni subjek, objek, bentuk, orientasi, metode, dan hasil penggunaan lahan (Ritohardoyo, 2009). Sementara itu, Yunus (2008) mengemukakan penggunaan lahan dapat ditinjau dari berbagai matra antara lain dari segi bentuk/tipe, hukum, ekonomi, sosial, objek, subjek, orientasi, rotasi, produksi, produktivitas, politik, dan budaya. Kebutuhan akan lahan untuk menampung kebutuhan akan permukiman dan non permukiman (fungsi lain) selalu meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan fungsi, sementara itu lahan terbuka di bagian dalam wilayah perkotaan nyaris habis atau mungkin sudah habis. Atas dasar inilah maka tidak ada pilihan lain kecuali membangun permukiman dan fungsi-fungsi yang baru di luar kawasan terbangun yang masih merupakan daerah persawahan/pertegalan/perkebunan atau bentuk penggunaan lahan pertanian lainnya. Alih fungsi lahan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal (meliputi tingkat urbanisasi dan kondisi sosial ekonomi di suatu wilayah), serta faktor internal (meliputi lokasi lahan, guna lahan, ukuran lahan, pendapatan rumah tangga, aspek kebijaksanaan yang berlaku serta aktor-aktor yang terlibat dalam proses alih fungsi lahan pertanian) (Fadjarajani, 2001, dalam Rohmadiani, 2011).

Perubahan penggunaan lahan juga dapat didefinisikan sebagai proses perubahan penggunaan lahan ke bentuk lainnya yang dapat bersifat permanen maupun hanya sementara. Perubahan yang sifatnya permanen seperti penggunaan lahan untuk sawah yang berubah menjadi permukiman ataupun industri. Tentunya perubahan ini bersifat tidak akan kembali (irreversible), lain halnya jika lahan

(10)

10

sawah tersebut berubah menjadi lahan perkebunan yang biasanya hanya bersifat sementara. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian merupakan suatu fenomena dinamis yang berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya, dan politik masyarakat (Winoto et al., 1996 dalam Rosnila, 2004).

1.5.5 Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana umum tata ruang merupakan hasil dari suatu perencanaan tata ruang yang selanjutnya akan menghasilkan rencana rinci tata ruang yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan serta dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan pembangunan bagi semua pihak terkait. Rencana umum tata ruang ini meliputi rencana tata ruang nasional, rencana tata ruang provinsi, dan rencana tata ruang kabupaten/kota. UU No. 26 Tahun 2007 merupakan suatu undang-undang penataan ruang terbaru yang dirancang agar setiap kota/kabupaten dapat melaksanakan pembangunan daerahnya melalui penataan ruang yang disesuaikan dengan materi maupun substansi dari undang-undang tersebut.

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sleman dibuat dengan tujuan penataan ruang di daerah tersebut dapat terkendali. Menurut Perda Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, RTRW kabupaten menjadi pedoman dalam penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten. Selanjutnya rencana rinci tata ruang kabupaten yang telah ada dapat dikembangkan lebih rinci lagi menjadi rencana detail tata ruang (RDTR) yang mengatur tata ruang di masing-masing kecamatan. RDTR Kecamatan Godean telah disusun pada tahun 2009 yang secara langsung berkaitan dengan RTRW Kabupaten Sleman. RDTR ini nantinya dapat dijadikan pedoman pembangunan dalam hal penataan ruang agar terwujud pembangunan yang berkelanjutan.

1.5.6 Kedudukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penataan

(11)

11

Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya. Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota.

Sesuai dengan Permen PU No 20 Tahun 2011 tentang pedoman penyusunan RDTR dan peraturan zonasi kabupaten/kota, RDTR disusun dengan dilengkapi peraturan zonasi. Peraturan zonasi tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Kegiatan zonasi atau pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain tersebut dilakukan sesuai dengan kriteria pengklasifikasian zona dan subzona yang telah disusun.

1.5.7 Faktor-faktor Geografis

Geografi merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk permukaan bumi serta hubungan timbal balik antara manusi dan lingkungannya. Ilmu geografi ini menarik banyak perhatian karena posisinya yang menjadi jembatan di antara ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu sosial. Pentingnya ilmu-ilmu geografi ini terletak pada isinya yang menelaah hubungan manusia dan lingkungan alam. Oleh sebab itu, geografi disebut juga ilmu tentang sebaran gejala-gejala alami dan manusia di permukaan bumi. Selain itu, geografi merupakan ilmu tentang integrasi wilayah yakni bagaimana wilayah tersebut tersusun oleh gejala-gejala fisik dan sosial. Tidak semua lingkungan alam merupakan lingkungan geografis dan tidak semua faktor alam itu merupakan faktor geografis. Menurut Daldjoeni (1997), terdapat delapan faktor geografis yang berupa:

1. Lokasi merupakan suatu tempat yang penting karena dipengaruhi oleh unsur relasi keruangan yang lain. Lokasi ini juga bekaitan dengan jarak dari tempat lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wilayah. 2. Iklim menentukan hasil pertanian seperti Indonesia yang beriklim tropis

(12)

12

3. Bentuk relief mempengaruhi pelaksanaan pengangkutan perbedaan relief yang menonjol juga menentukan suhu tahunan.

4. Jenis tanah dapat menentkan kesuburan wilayah di mana tanah yang kadar kapur tinggi dapat melahirkan daerah yang penduduknya kurang sejahtera. Tanah yang subur mendasari kepadatan penduduk di suatu wilayah.

5. Keberadaaan flora dan fauna ini mempengaruhi kegiatan ekonomi manusia dan juga mutu pangannya.

6. Kondisi dan ketersediaan air ini menentukan dapat tidaknya suatu wilayah dihuni dengan baik.

7. Sumber-sumber mineral yang dapat mendorong perdagangan.

8. Kontak dengan lautan yang penting untuk perkembangan wilayahnya.

1.5.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi geografis dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen basis data yang terintegrasi menggunakan teknologi komputerisasi untuk melakukan proses yang berkelanjutan dan menyeluruh seperti pengumpulan data, penyimpanan data, pengaksesan data, analisis dan menampilkan data menggunakan posisi obyek di permukaan bumi untuk mendukung pengambilan keputusan. Sistem informasi geografis ini juga menawarkan sistem yang dapat mengintegrasikan data yang memiliki sifat keruangan (spasial) dengan data tekstual. Melalui sistem ini, data yang ada dapat dikelola serta dilakukan manipulasi untuk keperluan analisis secara komprehensif dan sekaligus menampilkan hasilnya yang biasanya dalam bentuk peta maupun tabel dan laporan.

Terdapat banyak manfaat apabila melakukan perencanaan tata ruang menggunakan SIG antara lain seperti penanganan data geospasial yang lebih mudah, dapat dilakukan pemutakhiran data serta revisi, selain itu juga dapat menghemat waktu maupun biaya karena dibandingkan pemetaan manual. Tentu saja hal tersebut dapat meningkatkan persentase keakuratan guna pengambilan keputusan seperti perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian dalam penataan ruang (Muta’ali, 2013).

(13)

13 1.5.9 Penelitian Sebelumnya

Terdapat beberapa penelitian yang sebelumnya juga mengkaji perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota serta yang berkaitan dengan RDTR. Penelitian tersebut antara lain skripsi karya Noni Huriati (2008) yang berjudul Perkembangan Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta Tahun 1992-2006. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan analisis deskriptif dengan overlay peta hasil foto udara dan analisis kuantitatif menggunakan korelasi sperman rho. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota. Dalam penelitian ini juga disebutkan adanya faktor keruangan jawa kuno yang mempengaruhi dinamika wilayah.

Terdapat pula penelitian dari Trigus Eko dan Sri Rahayu (2012) yang berjudul Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuiannya terhadap RDTR di Wilayah Peri-urban Studi Kasus: Kecamatan Mlati. Penelitian ini menerapkan metode kuantitatif dengan teknik analisis deskripsi dari overlay peta, serta metode kualitatif untuk mendeskripsikan hasil observasi langsung dan wawancara. Hasil yang diperoleh berupa adanya perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian ke non pertanian yakni permukiman dengan laju paling tinggi berada sebesar 13,12% dan tingkat kesesuaiannya dengan RDTR sebesar 65,91%. Diketahui pula perubahan yang banyak terjadi di Kecamatan Mlati adalah lahan pertanian menjadi lahan permukiman dengan tumbuh suburnya perumahan baru di wilayah tersebut.

Penelitian Septiana Anggita (2012) yang berjudul Evaluasi Penggunaan Lahan di Kota Kediri Tahun 2003-2013 menggunakan metode penelitian survei dengan analisis SIG (sistem informasi geografis) yang dilakukan dengan melakukan overlay peta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting dengan RDTRK sebesar 56,3 %. Selain itu, dapat diketahui pula faktor-faktor pengaruh yang menyebabkan ketidaksesuaian penggunaan lahan di Kota Kediri.

Muhammad Taufik (2009) juga meneliti tentang evaluasi penggunaan lahan, penelitiannya yang berjudul Evaluasi Perencanaan Tata Guna Lahan Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Kec. Lowokbaru, Kota Malang) mengkaji

(14)

14

kesesuaian penggunaan lahan kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan. Hasil dari kesesuaian lahan tersebut kemudian dievaluasi dengan Rencana Detail Tata Ruang kota. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menganalisa peta pola penggunaan lahan yang kemudian di-overlay dengan peta RDTRK dari hasil pengolahan Google Earth. Hasil yang diperoleh adalah adanya perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan dalam kurun waktu lima tahun, di mana permukiman mengalami peningkatan paling tinggi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu ialah terletak pada penggunaan analisis alih fungsi lahan dan laju perubahannya. Setelah itu, dikaitkan antara RDTR dengan perubahan penggunaan lahan dan akan diketahui klasifikasi kesesuaiannya yakni sesuai, belum sesuai, dan tidak sesuai. Selanjutnya mencari pengaruh faktor geografis serta fungsi kawasannya terhadap ketidaksesuaian yang ada. Kemudian akan diberikan rencana arahan kebijakan untuk menghindari ketidaksesuaian yang terus berlangsung agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan.

(15)

15

Tabel 1.5.9 Daftar Penelitian Terdahulu

No Nama Tahun Judul Metode Hasil

1 Noni Huriati 2008 Perkembangan Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta Tahun 1992-2006 (skripsi)

Analisis deskriptif dengan overlay peta hasil foto udara dan analisis kuantitatif menggunakan korelasi sperman rho

Adanya perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran kota dan luas lahan permukiman semakin bertambah yang konsentris memanjang mengikuti jalan. Dalam penelitian ini juga disebutkan adanya faktor keruangan jawa kuno yang mempengaruhi dinamika wilayah.

2. Muhammad Taufik

2009 Evaluasi Perencanaan Tata Guna Lahan Wilayah Perkotaan (Studi Kasus Kec. Lowokbaru, Kota Malang) (laporan penelitian)

Metode deskriptif dengan menganalisa peta pola penggunaan lahan eksisting yang kemudian di-overlay dengan peta RDTRK dari hasil pengolahan Google Earth

Telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan dalam kurun waktu lima tahun, di mana permukiman mengalami peningkatan paling tinggi. Diketahui pula bahwa sebagian besar lahan yang ada di Kecamatan Lowokbaru tersebut sudah sesuai dengan RDTRK yakni seluas 85% dari luas wilayah secara keseluruhan.

3. Septiana Anggita

2012 Evaluasi Penggunaan Lahan di Kota Kediri Tahun 2003-2013 (laporan penelitian)

Metode penelitian survei dengan analisis SIG (sistem informasi geografis) yang dilakukan dengan melakukan overlay peta

Adanya ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting dengan RDTRK sebesar 56,3 %. Selain itu, dapat diketahui pula faktor-faktor pengaruh yang menyebabkan ketidaksesuaian penggunaan lahan di Kota Kediri.

(16)

16 4. Trigus Eko dan

Sri Rahayu

2012 Perubahan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya terhadap RDTR di Wilayah Peri-urban Studi kasus: Kecamatan Mlati (laporan penelitian)

Metode deskriptif kuantitatif untuk mengolah data sekunder seperti overlay peta menggunakan SIG dan metode kualitatif untuk mengolah hasil wawancara.

Persentase perubahan penggunaan lahan yang terjadi dari tahun 1996-2009 sebesar 10,32%. Kecenderungan perubahan yang cukup besar terjadi pada lahan pertanian menjadi permukiman yakni sebesar 13,21% dan tingkat kesesuaiannya sebesar 65,91%.

5. Anindyakusuma Hapsari

2015 Kesesuaian Alih Fungsi Lahan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Wilayah Peri-Urban Kasus: Kecamatan Godean Tahun 2009-2014

Metode deskriptif dan metode survei dengan menggunakan SIG untuk melihat perubahan penggunaan lahan yang terjadi sehingga dapat diketahui kesesuaiannya dengan RDTR

Perubahan yang paling banyak terjadi ialah lahan persawahan menjadi lahan permukiman. Untuk kesesuaiannya terdapat tiga klasifikasi yakni sesuai dengan luas 129,80 Ha belum sesuai 11,18 Ha, dan tidak sesuai seluas 7,86 Ha dari luas perubahan secara keseluruhan. Ketidaksesuaian yang terjadi dipengaruhi oleh fungsi kawasan pengembangan dan kawasan konservasi serta dipengaruhi oleh faktor geografis berupa jenis tanah, ketersediaan air, lokasi, dan kemiringan lereng.

(17)

17

1.6 KERANGKA PEMIKIRAN

Pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah pinggiran kota dapat disebabkan oleh adanya urbanisasi oleh masyarakat yang ingin menetap di daerah tersebut. Daerah pinggiran kota seperti Kecamatan Godean menjadi primadona untuk masyarakat pendatang karena ketersediaan lahan untuk bermukim yang masih cukup luas serta harga lahan yang tidak setinggi yang ada di daerah perkotaan. Tingginya pertumbuhan penduduk tersebut memicu adanya peningkatan aktivitas sosial ekonomi penduduk terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk menuju taraf mutu hidup yang lebih baik. Tentu saja, kebutuhan lahan juga akan meningkat karena setiap aktivitas sosial ekonomi penduduk tersebut membutuhkan lahan sebagai sarananya. Kebutuhan lahan yang meningkat di daerah pinggiran kota akan menimbulkan dinamika wilayah, karena banyak perubahan yang terjadi baik itu dari segi fisik dan sosial ekonominya.

Dinamika daerah pinggiran yang telah terjadi selanjutnya akan mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Alih fungsi lahan ini dapat diukur melalui perubahan bentuk, perubahan luas, maupun persebarannya. Alih fungsi lahan yang ada perlu diketahui kesesuaiannya dengan rencana detail tata ruang (RDTR) yang mengacu pada penggunaan lahan yang ada. Nantinya, akan diketahui tingkat kesesuaian antara RDTR yang ada dengan penggunaan lahan saat ini untuk selanjutnya dapat dibuat rencana arahan kebijakan yang dapat mendukung pembangunan suatu di daerah pinggiran kota agar lebih tertata. Dengan rentang waktu berlaku RDTR yakni 20 tahun, maka keseuaiannya dapat dibagi menjadi tiga yakni sesuai, tidak sesuai, dan belum sesuai karena RDTR Kecamatan Godean berlaku hingga tahun 2029. Untuk itu, perlu tindakan dan penanganan yang tepat agar nantinya RDTR dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan yang telah dituliskan pada dokumen perencanaan. Selengkapnya, sistematika penjelasan tersebut dapat dilihat melalui bagan yang ada di bawah ini:

(18)

18

Gambar 1.6 Diagram Kerangka Pemikiran

1.7 HIPOTESIS

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibuat di atas, maka terdapat hipotesis yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti:

1. Bentuk penggunaan lahan sawah merupakan lahan yang terluas mengalami perubahan menjadi lahan permukiman.

Pertumbuhan penduduk tinggi

Peningkatan aktivitas sosial ekonomi penduduk

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perubahan bentuk penggunaan lahan Perubahan luas Persebaran/distribusi Dinamika daerah pinggiran Perubahan Penggunaan Lahan Kebutuhan lahan meningkat Sesuai Kesesuaian

Rencana arahan kebijakan

Belum sesuai Tidak sesuai

Fungsi kawasan

Faktor-faktor geografis Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kebijakan Pemerintah tentang Penataan Ruang

(19)

19

2. Terdapat ketidaksesuaian antara jenis penggunaan lahan yang direncanakan dalam RDTR dengan penggunaan lahan yang ada saat ini. 3. Ketidaksesuaian antara penggunaan lahan aktual dengan RDTR

Gambar

Gambar 1.6 Diagram Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah terumuskan 5 strategi dan kebijakan IS/IT yang sebaiknya diterapkan di FIT Tel-U berdasarkan pertimbangan 3 hal, pertama kebutuhan

Terkait dengan hal tersebut di atas, maka telaah kurikulum menjadi salah satu parameter akademik yang senantiasa perlu dilakukan sehingga tingkat kompetensi mahasiswa

L : Ya Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib, hanya oleh karena kasihMu kepada orang berdosa ini. P : Ajarilah kami selalu mengingat Tuhan yang mati di kayu

Salah satu bentuk risiko akibat tindakan pelayanan kesehatan di RS adalah kesalahan pengobatan (medication error), yang dapat berupa kesalahan identifikasi pasien, salah nama

Kewenangan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 94, tetapi Tidak

Menurut studi yang dilakukan oleh Antariksa Budileksmana (2005: 491) menyatakan bahwa dengan periode pengamatan pada return pasar tahun 1999- 2004, pengujian membuktikan

Variabel adversity quotient, lingkungan keluarga, dan minat berwirausaha diukur dengan skala Likert, yaitu skala dipergunakan untuk mengetahui setuju atau tidak

Cara pengamatan populasi nematoda parasit pada akar dan tanah adalah sebagai berikut: Untuk pengambilan contoh akar tanaman kopi pada petak yang diperlakukan dan petak kontrol