• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kapasitas Produksi Nasional 1. Pengertian Kapasitas Produksi Nasional Besar kecilnya jumlah barang dan jasa jasa yang dapat dihasilkan oleh suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Kapasitas Produksi Nasional 1. Pengertian Kapasitas Produksi Nasional Besar kecilnya jumlah barang dan jasa jasa yang dapat dihasilkan oleh suatu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kapasitas Produksi Nasional

1. Pengertian Kapasitas Produksi Nasional

Besar kecilnya jumlah barang dan jasa –jasa yang dapat dihasilkan oleh suatu perekonomian tergantung kepada besar kecilnya kapasitas produksi nasional. Sedangkan besar kecilnya kapasitas produksi nasional tergantung kepada komposisis, kualitas serta kuantitas dari pada faktor-faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian tersebut . Faktor-faktor produksi tersebut dapat dibedakan :

1. Faktor produksi alam ( naturan resources ) 2. Faktor produksi tenaga kerja ( human resources ) 3. Faktor produksi capital ( capital resources )

Kapasitas produksi suatu perekonomian menunjukkan batas kemampuan daripada perekonomian tersebut dalam menghasillkan barang-barang dan jasa-jasa untuk tiap satuan waktunya. Kemampuan suatu perekonomian dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut kadang-kadang digunakan sepenuhnya ( full-employment ), kadang-kadang tidak digunakan / sebagaian dari kapasitas perekonomian menganggur / tidak terpakai ( under-employment )

Tingginya kapasitas produksi nasional yang dipergunakan disebut tingkat employment/tingkat kesempatan kerja yang suatu ketika dalam keadaan full-employment dan under-full-employment . Perekonomian dikatakan dalam keadaan over-employment apabila kapasitas produksi nasional sudah dalam penggunaan penuh, akan tetapi permintaan nasional akan barang dan jasa totalnya masih terus bertambah. Dalam keadaan seperti ini jumlah produksi nasional tidak lagi bertambah dan umumnya mengalami perubahan atau pengalokasian kembali faktor-faktor produksi ( reallocation of resources ). Pergeseran faktor-faktor produksi dari kelompok perusahaan yang satu ke kelompok perusahaan yang lain yang kita istilahkan dengan reallocation of resources yang umumnya terjadi apabila kelompok perusahaan yang merebut faktor-faktor produksi tadi mau membayar faktor-faktor produksi yang dibutuhkan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang semula . Perekonomian yang mengalami over-employment bertendi menimbulkan inflasi

Seperti dikemukakan diatas bahwa tingkat kesempatan kerja mungkin ada dalam keadaan full-employment, under-employment dan over-employment, untuk dapat memperoleh gambaran tentang sejauh manakah tingkat employment yang terjadi menyimpang dari kapasitas produksi yang ada , kita dapat menggunakan

(2)

inflantory gap dan deflantory gap dapat kita terjemahkan dengan celah inflasi dan celah deflasi . Semakin besar inflantory gap-nya akan berarti semakin besar over-employment-nya dan semakin besar angka deflantory gap-nya berarti semakin jauh tingkat employment berada dibawah tingkat full-employment yang dengan perkataan lain semakin besar tingkat pengangguran yang terjadi.

inflantory gap adalah besarnya perbedaan antara jumlah investasi yang terjadi dengan besarnya full-employment saving ( saving pada tingkat full-employment) dimana investasi tersebut melebihi besarnya full-employment saving. Sedangkan deflantory gap angka yang menunjukkan besarnya perbedan antara investasi yang terjadi dengan full-employment saving dimana besarnya investasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan full-employment saving-nya.

2. Contoh Soal Kapasitas Produksi Nasional Contoh soal :

Diketahui :

Fungsi konsumsi pertahun : C = 0,75 Y + 20 m.rp Besarnya investasi pertahun : I = 40 m.rp

Ditanyakan :

a. Hitung besarnya inflantionary gap dan deflationary gap, jika diketahui perekonomian mempunyai kapasitas produksi 200 m.rp/tahun

b. Hitung besarnya inflantionary / deflationary gap bila diketahui besarnya kapasitas peroduksi nasional 280 m.rp

Jawab :

a. Perekonomian dengan kapasitas produksi 200 m.rp /th dengan fungsi konsumsi

(3)

Besarnya full employment saving : S= Y – C = 200 – ( 0,75 * 200 + 20 )

= 200 – 170 = 30 m.rp/thn Besarnya inflantionary gap

I · G = investasi – full employment saving = 40 m.rp – 30 m.rp

= 10 m.rp

b. Perekonomian dengan kapasitas produksi 280 m.rp/thn , akan mempunyai full employment saving sebesar :

S = Y – C = 280 – (0,75 * 280 + 20 ) = 280 – 230

= 50 m.rp

Besarnya deflationary gap

D.G . = full employment saving – investasi = 50 m.rp – 40 m.rp

(4)

B. COR dan ICOR

1. Pengertian COR dan ICOR

Konsep capital-output ratio (COR) atau sering juga disebut koefisien modal menunjukkan hubungan antara besarnya investasi (modal) dengan nilai output. Konsep COR ini dikenal melalui teori yang dikemukakan oleh Harrod-Domar. i. Average Capital Output Ratio (ACOR), yaitu perbandingan antara capital yang

digunakan dengan output yang dihasilkan pada suatu periode tertentu. COR atau ACOR ini bersifat statis karena hanya menunjukkan besaran yang menggambarkan perbandingan modal dan output.

ii. Ratio Modal-Output Marginal atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu suatu besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan /menambah satu unit output baik secara fisik maupunsecara nilai (uang). Konsep ICOR ini Iebih bersifat dinamis karena menunjukkan perubahan kenaikan/ penambahan output sebagai akibat langsung dari penambahan kapital.

2. Rumus Incremental Capital Output Ratio (ICOR)

Dari pengertian pada butir (ii), maka ICOR bisa diformulasikan sebagai berikut :

Dimana :

∆K = perubahan kapital ∆Y = perubahan output

Dari rumus (1) didapatkan pengertian bahwa ICOR merupakan statistik yang menunjukkan kebutuhan perubahan stok kapital untuk menaikkan satu unit output. Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk menghitung ICOR bukan lagi hanya penambahan barang modal baru atau perubahan stok kapital melainkan Investasi (I) yang ditanam baik oleh swasta maupun pemerintah sehingga rumusan ICOR dimodifikasi menjadi:

ICOR = ∆K /∆Y...(1)

(5)

Dimana I = Investasi

∆Y = perubahan output

Rumus (2) dapat diartikan sebagai banyaknya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mendapatkan 1 unit output.

Sebagai contoh, misalnya besarnya investasi pada suatu tahun dinegara A adalah sebesar Rp 200 miliar, sedangkan tambahan output yang diperoleh dari hasil penanaman investasi itu adalah sebesar Rp 40 miliar, maka nilai ICOR negara A adalah sebesar 5 (200 miliar / 40 miliar). Angka ini menunjukkan bahwa untuk menaikkan 1 unit output diperlukan investasi sebesar 5 unit.

Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh investasi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar investasi seperti pemakaian tenaga kerja, penerapan teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Dengan demikian untuk melihat peranan investasi terhadap output berdasarkan konsep ICOR, maka peranan faktor-faktor selain investasi diasumsikan konstan ( ceteris paribus) Dengan kata lain, ACOR menunjukkan hubungan antara segala sesuatu yang telah diinvestasikan pada masa lalu dengan keseluruhan pendapatan. Sedangkan ICOR menunjukkan segala sesuatu yang saat ini ditambahkan pada modal atau pendapatan. ACOR merupakan konsep statis, sementara ICOR merupakan konsep dinamis. Istilah COR sebagaimana sering digunakan dalam ilmu ekonomi biasanya berkaitan dengan ICOR. Nilai rasio ini biasanya bergerak antara 3 dan 4 dan menunjuk pada suatu periode waktu.

Konsep COR dapat diterapkan tidak hanya pada perekonomian secara keseluruhan, tetapi juga di berbagai sektor perekonomian. Besarnya COR tergantung pada teknik produksi yang digunakan. Pada sektor yang teknik produksinya bersifat padat modal, COR-nya akan tinggi. Sebaliknya sektor dengan teknik produksi padat karya COR-nya akan rendah. Sektor-sektor seperti transportasi, telekomunikasi, perhubungan, perumahan dan industri barang modal

(6)

sektor tersebut disebabkan oleh besarnya modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan setiap output yang diinginkan. Dengan kata lain, sektor - sektor tersebut merupakan sektor yang menggunakan teknik produksi yang bersifat lebih padat modal ketimbang sektor-sektor lain. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika sektor-sektor tersebut memiliki COR yang tinggi.

Sementara COR di sektor pertanian, industri barang konsumsi manufaktur (misalnya tekstil atau rokok), dan industri jasa pada umumnya relatif rendah. Rendahnya nilai COR tersebut merupakan konsekuensi dari teknik produksi yang relatif padat karya. sehingga kebutuhan modal yang diperlukan tidak seperti sektor-sektor yang menggunakan teknik produksi yang cenderung lebih padat modal. Nilai COR keseluruhan dari suatu negara adalah rata-rata dari semua rasio sektoral tersebut.

Referensi

Dokumen terkait