9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Aglomerasi
Aglomerasi berasal dari kata agglomerate, atau dalam bahasa
Arab
لّتَكَتُم
,
مِلْمَلتُم
yang artinya bertimbun, bertumpuk-tumpuk.1Sedangkan secara istilah aglomerasi merupakan kecenderungan
berkumpulnya beberapa macam perusahaan pada suatu tempat tertentu.2
1. Sejarah aglomerasi
Masalah lokasi dari setiap kegiatan pembangunan baik secara
nasional maupun wilayah harus dipertimbangkan dengan tepat agar
kegiatan berlangsung secara produktif dan efisien. Banyak ekonomi
telah menyusun berbagai teori lokasi. Akan tetapi analisis mereka
ditunjukkan pada perusahaan-perusahaan individual yang memilih
lokasinya dalam keadaan yang terisolasi.3
Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang telah
diintrodusir oleh para pencetusnya, teori Von Thunen dan teori Alfred
Weber dianggap penting. Menurut Von Thunen, jenis pemanfaatan
lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula pada
aksesibilitas relatif.4
Analisis penentuan lokasi optimum seperti yang dikemukakan oleh
Von Thunen, telah mendapat perhatian utama dalam pemikiran Alfred
Weber. Weber telah mengembangkan analisis penentuan lokasi
optimum yaitu lokasi yang mempunyai biaya produksi yang terendah
yang berarti orientasi transportasi dan orientasi tenaga kerja dianggap
sebagai kekuatan lokasional primer, ia mengemukakan pula adanya
1
Atabik Ali, Kamus Inggris-Indonesia-Arab, Multi Karya Grafika, Yogyakarta, 2010, hlm. 18.
2
Meity Taqdir Qodratillah, et. al, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Jakarta, 2011, hlm. 6.
3
Rahardjo Adisasmita, Dasar-dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005, hlm. 39-40.
4
kecenderungan aglomerasi lokasional yaitu menumpuknya berbagai
industri di beberapa pusat saja dan tidak membentuk suatu pola
persebaran yang merata di seluruh wilayah. Teori Weber sebenarnya
menentukan dua kekuatan lokasional primer, yaitu orientasi transpor
dan orientasi tenaga kerja. Weber telah mengembangkan pula
dasar-dasar analisis wilayah pasar dan merupakan seorang ahli teori lokasi
yang pertama membahas mengenai aglomerasi. Pemikiran Weber telah
memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek, diantaranya yaitu
penentuan lokasi yang optimal dan kontribusinya yang esensial dalam
pengembangan wilayah yaitu mengenai munculnya pusat-pusat
kegiatan ekonomi (industri).5
2. Keuntungan Aglomerasi
Keuntungan aglomerasi (aglomeration economies) pada dasarnya
merupakan kekuatan utama dari sebuah pusat pertumbuhan. Alasannya
adalah karena dia dapat memberikan keuntungan eksternal baik dalam
bentuk penurunan penurunan biaya atau peningkatan peluang pasar
bagi para pengusaha yang beroperasi dalam pusat tersebut.6
Keuntungan aglomerasi baru dapat muncul bilamana terdapat
keterkaitan yang erat antara kegiatan ekonomi yang ada pada
konsentrasi baik dalam bentuk keterkaitan dengan input (backward
linkages) atau keterkaitan dengan output (forward linkages). Dengan
adanya keterkaitan ini akan menimbulkan berbagai bentuk keuntungan
eksternal bagi para pengusaha, baik dalam bentuk penghematan biaya
produksi, ongkos angkut bahan baku dan hasil produksi dan
penghematan biaya penghematan fasilitas karena beban dapat
ditanggung bersama. 7
5
Ibid., hlm. 42-43.
6
Sjafrizal, Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 147.
7
Bila dilihat secara lebih rinci, ternyata keuntungan aglomerasi
secara makro secara makro terdiri dari beberapa unsur didalamnya.
Keuntungan aglomerasi meliputi tiga unsur utama yaitu:8
a. Keuntungan Skala Besar.
Keuntungan skala besar merupakan keuntungan yang diperoleh
dalam bentuk penurunan biaya produksi rata-rata per unit, karena
produksi dilakukan dalam skala besar. Sedangkan produksi dalam
skala besar tersebut dimungkinkan bila terdapat jaminan
ketersediaan bahan baku dan pasar, karena perusahaan berlokasi
dalam suatu pusat pertumbuhan dimana di dalamnya terdapat
kegiatan ekonomi yang saling terkait satu sama lainnya baik dari
segi input maupun output. Penurunan biaya produksi ini
merupakan keuntungan eksternal yang menimbulkan daya tarik
bagi seorang investor untuk datang dan mengembangkan kegiatan
produksi dalam pusat pertumbuhan.9
b. Keuntungan Lokalisasi
Keuntungan lokalisasi adalah keuntungan dalam bentuk
penghematan ongkos angkut, baik untuk bahan baku dan hasil
produksi, yang timbul karena berlokasi secara terkonsentrasi
dengan perusahaan terkait lainnya dalam sebuah pusat
pertumbuhan. 10
c. Keuntungan Urbanisasi
Keuntungan urbanisasi yaitu keuntungan yang muncul karena
penggunaan fasilitas dalam sebuah pusat pertumbuhan secara
bersama seperti listrik, pergudangan, telepon, dan utilitas lainnya
yang menunjang kegiatan operasi perusahaan. Alasan utamanya
adalah karena penggunaan fasilitas secara bersama akan dapat
menurunkan biaya karena dapat ditanggung secara bersama.
Keuntungan eksternal ini juga akan dapat mengembangkan
8
Ibid., hlm. 148.
9
Ibid., hlm. 148.
10
kegiatan produksi bagi kegiatan ekonomi yang telah berada di
dalam pusat dan sekaligus juga menimbulkan daya tarik bagi
kegiatan ekonomi lain untuk masuk berlokasi dalam pusat
pertumbuhan tersebut.11
3. Aglomerasi dalam Pandangan Islam
Untuk menganalisis pembangunan kota dan wilayah, harus
memahami sepenuhnya mengenai kekuatan-kekuatan aglomerasi dan
deglomerasi. Kekuatan-kekuatan tersebut dapat menjelaskan terjadinya
konsentrasi dan dan dekonsentrasi kegiatan industri dan
kegiatan-kegiatan lainnya. Manfaat yang ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan tersebut
adalah penghematan skala, penghematan lokasi, dan penghematan
urbanisasi.12 Penghematan aglomerasi mempunyai pengaruh terhadap
pengembangan dan pertumbuhan kota, maka sebaiknya pemborosan
urbanisasi dan penghematan deglomerasi bersifat membatasi
pertumbuhan.13
Tidak boros merupakan salah satu prinsip pokok dalam konsumsi.
Islam mengajarkan agar dalam konsumsi, konsumen muslim
mengedepankan kesederhanaan, yakni menganjurkan agar konsumsi
sampai tingkat minimum (standar) sehingga bisa mengekang hawa
nafsu yang berlebihan. Konsumsi yang berlebihan adalah perbuatan
keji karena termasuk pemborosan. Islam menganjurkan konsumsi yang
dilakukan seimbang, tidak terlalu kikir dan tidak berlebihan.14
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Isra’ ayat 27:
11
Ibid., hlm. 149-150.
12
Rahardjo Adisasmita, Op. Cit., hlm. 45-46.
13Ibid.,
hlm. 49.
14
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Q.S. AL-Israa’: 27). 15
B. Persepsi Konsumen
Dalam bahasa Inggris, persepsi adalah perception, yaitu cara pandang
terhadap sesuatu atau mengutarakan pemahaman hasil olahan daya pikir,
artinya persepsi berkaitan dengan faktor faktor eksternal yang direspon
melalui panca indra, daya ingat, dan daya jiwa.16 Dalam pengertian lain
persepsi diartikan sebagai adalah proses yang digunakan oleh seorang
individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi
masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki
arti.17
Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada
rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan
individu yang bersangkutan. Kata kunci dalam definisi persepsi adalah
individu. Seseorang mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara
dengan cepat sebagai seorang yang agresif dan tidak jujur, yang lain
mungkin menganggap orang yang sama sebagai seseorang yang pintar dan
suka membantu. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek
yang sama.18
Perilaku pembelian juga dipengaruhi oleh persepsi atau pandangan
seseorang mengenai suatu kondisi atau situasi tertentu. Setiap orang yang
akan melakukan tindakan pasti sebelumnya akan dipengaruhi persepsi
yang telah dimiliki sebelumnya. Pengetahuan tentang persepsi konsumen
merupakan hal penting yang harus diketahui pemasar dalam rangka
merancang strategi komunikasinya. Persepsi tidak hanya tergantung pada
rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan
15
Veithzal Rivai, et. al., Islamic Business and Economic Ethics, Bumi Aksara, Jakarta, 2012, hlm. 56-57.
16
Rosleny Marliani, M.Si, Psikologi Umum, CV Pustaka Setia, Bandung, 2010, hlm 187.
17
Ekawati Rahayu Ningsih, Manajemen Pemasaran, Stain, Kudus, 2009, hlm. 71-72.
18
lingkungan sekitar dan kondisi individu yang bersangkutan. Orang yang
termotivasi siap bertindak, namun bagaimana orang itu bertindak akan
dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Orang dapat
memiliki tingkat persepsi yang berbeda atas obyek yang sama karena
proses persepsi yang dimulai dari tahapan sensasi yang dilanjutkan dengan
penerimaan selektif, perhatian selektif, pemahaman selektif, dan ingatan
selektif.19
Persepsi konsumen berkaitan erat dengan kesadarannya yang subjektif
mengenai realitas, sehingga apa yang dilakukan seorang konsumen
merupakan reaksi terhadap persepsi subjektifnya, bukan berdasarkan
realitas yang objektif. Persepsi diartikan sebagai proses yang dilakukan
individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan ke dalam gambaran
yang berarti dan masuk akal mengenai dunia.20
Konsumen sebagai salah satu dari individu mengenali dunia luarnya
dengan menggunakan alat inderanya. Bagaimana individu dapat mengenali
dirinya seendiri maupun keadaan sekitarnya, hal ini berkaitan dengan
persepsi (perception). Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan
mengalami persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
proses pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak
berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat
susunan syaraf yaitu otak, danterjadilah proses psikologi, sehingga
individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan sebagainya,
individu menamainya persepsi.21
19
Ekawati Rahayu Ningsih, Perempuan dalam Strategi Komunikasi Pemasaran, Idea Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 47-49.
20
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen dalam perspektif ilmu ekonomi islam,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 91-92.
21
1. Dasar Perilaku Konsumen
Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan
amanah dari Allah SWT kepada sang khalifah agar dipergunakan
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama. Islam mengajarkan
kepada sang khalifah untuk memakai dasar yang benar agar
mendapatkan keridhoan dari Allah.22 Sebagaimana Firman Allah yang
terdapat dalam QS. Al-A’raf ayat 31:
Artinya:“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makanlah dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebihan.”(QS. Al-A’raf: 31)23
2. Faktor yang Memengaruhi Persepsi
Dalam kenyataan orang-orang dapat melihat pada sesuatu yang
sama, namun merasakan sebagai berbeda. Ada beberapa faktor yang
membentuk dan kadang-kadang mendistorsi persepsi. Faktor tersebut
adalah the perceiver, the object, atau the target yang dirasakan dan
konteks the situation di mana persepsi dibuat. Faktor-faktor yang
memengaruhi persepsi tersebut digambarkan oleh Robbins dan Judge
seperti di bawah ini:24
22
Muhammad, Ekonomi Mikro (Dalam Perspektif Islam), BPFE, Yogyakarta, 2005, hlm. 162.
23
Al-Qur’an dan Terjemhannya QS. Al-A’raf Ayat 31, Departemen Agama Republik Indonesia, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1982, hlm. 225.
24
Gambar 2.125
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi Menurut Robbins dan Judge
Gambar tersebut menunjukkan bahwa persepsi dibentuk oleh tiga
faktor, yaitu (1) perceiver, orang yang memberikan persepsi, (2) target,
orang atau objek yang menjadi sasaran persepsi, dan (3) situasi,
keadaan pada saat persepsi dilakukan.26
Faktor perceiver mengandung komponen: (a) Attitudes (sikap), (b)
Motives (motif), (c) Interest (minat atau kepentingan), (d) Experience
(pengalaman) dan (e) Expections (harapan). Faktor target mengandung
25
Ibid., hlm. 60.
26
Ibid., hlm. 60.
Factors in the perceiver
Attitudes
Motives
Interest
Experience
Expections
Perception Factors in the situation
Time
Work setting
Social setting
Factors in the target
Novelty
Motion
Sounds
Size
Background
Proximity
komponen: (a) novelty (sesuatu yang baru), (b) motion (gerakan), (c)
Sounds (suara), (d) size (besaran atau ukuran), (e) Background (latar
belakang, (f) Proximity (kedekatan) dan (g) Similarity (kesamaan).
Sedangkan faktor situasi mengantung komponen: (a) time (waktu), (b)
work setting (pengaturan kerja) dan (c) social setting (pengaturan
sosial). 27
Apabila melihat target dan berusaha menginterpretasikan apa yang
dilihat, interpretasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik personal.
Karakteristik yang memengaruhi persepsi termasuk sikap, kepribadian,
motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan. Sebaliknya
karakteristik dari target yang diamati juga memengaruhi apa yang
dirasakan. Walaupun perceiver dan target tidak berubah, situasi dapat
berbeda.28
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen. Diantaranya:29
a. Faktor budaya
Pengertian budaya sangat luas dan kompleks, berikut ini
dikemukakan beberapa unsur budaya yang dapat mempengaruhi
perilaku konsumen dalam pembelian suatu produk. Unsur-unsur
tersebut terdiri dari: Pertama, Budaya: merupakan penentu
keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Kedua, Sub-budaya:
masing-masing budaya terdiri dari sub budaya yang lebih kecil
yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi
anggotanya. Sub budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok
ras, daerah geografis, dan lain-lain. Ketiga, Kelas sosial: kelas
sosial terdiri dari anggota masing-masing kelas sosial cenderung
berperilaku lebih mirip satu sama lain, anggota kelas lain
dipandang lebih tinggi atau lebih rendah dari kelas sosial sendiri,
27
Ibid., hlm. 61.
28Ibid.
, hlm. 61.
29
kelas sosial seseorang ditandai oleh sejumlah variabel seperti
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Pada akhirnya kelas sosial
tersebut akan mempengaruhi daya beli dan minat anggota kelas
tersebut terhadap suatu produk.30 Budaya mengacu pada
seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan simbol yang bermakna
lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran
dan melakukan evaluasi sebagai anggota masayarakat.31
b. Faktor sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri
dari:32
1) Kelompok acuan: seseorang yang terdiri dari semua kelompok
yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak
langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.33
2) Keluarga: anggota keluarga merupakan kelompok acuan
primer yang paling berpengaruh. Kita dapat membedakan
antara dua keluarga dalam kehidupan pembeli yaitu keluarga
orientasi, terdiri dari orang tua dan saudara kandung
seseorang.34
3) Peran dan status: setiap orang pasti berpartisipasi ke dalam
banyak kelompok sepanjang hidupnya, apakakah di dalam
keluarga, klub, organisasi, dan lain-lain. Kedudukan seseorang
dalam kelompok tersebut dapat ditentukan berdasarkan peran
dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan
dilakukan oleh seseorang. Dan masing-masing peran tersebut
akan menghasilkan status.35
30
Ibid., hlm. 85.
31
James F. Engel, et. al, Perilaku Konsumen, Jilid. 1, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 69.
32
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, PT. INDEKS, Jakarta, 2004, hlm. 187.
33
Ibid., hlm. 188.
34
Ibid., hlm. 188.
35
c. Faktor pribadi
Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi, yaitu meliputi:
1) Usia dan tahap siklus hidup: usia sangat mempengaruhi
kebutuhan seseorang akan jenis makanan, pakaian,
perlengkapan hidup, dan lain-lain. Konsumsi juga dibentuk
oleh siklus hidup keluarga.36
2) Pekerjaan dan lingkungan ekonomi.37
3) Gaya hidup: pola hidup seseorang diekspresikan dalam
aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan
lingkungannya.38
4) Kepribadian dan konsep diri: kepribadian merupakan
karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang
lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan
bertahan lama terhadap lingkungannya.39
d. Faktor psikologis
1) Motivasi: dorongan yang meyebabkan seseorang melakukan
tindakan.40
2) Persepsi: proses yang digunakan oleh seseorang untuk
memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi
masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang
memiliki arti.41
3) Pembelajaran: meliputi perubahan perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman.42
36
Ibid., hlm 190.
37
Ibid., hlm 191.
38
Ibid., hlm 191.
39
Ibid., hlm 191.
40
Ibid., hlm 193.
41
Ibid., hlm 193.
42
4) Keyakinan dan sikap: keyakinan merupakan gambaran
pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Sedangkan
sikap adalah evaluasi, perasaan emosional dan kecenderungan
tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan
bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau
gagasan.43
4. Proses persepsi
Persepsi terjadi melalui suatu proses, dimulai ketika dorongan
diterima melalui pengertian kita. Kebanyakan dorongan yang
menyerang pengertian kita saring, sisanya diorganisir dan
diinterpretasikan. Proses yang menyertai pada beberapa informasi yang
diterima oleh pikiran kita dan mengabaikan informasi lainnya
dinamakan selective attention atau selective perception. Selective
attention dipengaruhi oleh karakteristik orang atau objek yang
dipersepsikan. Selective perception dipicu oleh sesuatu atau orang yang
mungkin yang diluar konteks.44
Model proses persepsi digambarkan oleh McShane dan Von
Glinow seperti berikut ini: 45
43
Ibid., hlm 200.
44
Wibowo, Op. Cit., hlm. 61.
45
Gambar 2.246
Model proses persepsi menurut McShane dan Von Glinow
5. Variabel-variabel dalam perilaku konsumen
Ada tiga variabel dalam perilaku konsumen, yaitu stimulus,
respons, dan antara.47
a. Stimulus
Stimulus merupakan variabel yang berada di luar diri
individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses
pembelian. Contohnya, merek dan jenis barang, iklan, pramuniaga,
penataan barang dan ruangan toko.48
b. Respons
Respons merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi
dari variabel stimulus. Respons sangat bergantung pada faktor
individu dan kekuatan stimulus. Contohnya, keputusan membeli
46
Ibid., hlm. 62.
47
Danang Sunyoto, Perilaku Konsumen, CAPS, Yogyakarta, 2013, hlm. 8.
48
Ibid., hlm. 8.
Environmental stimuli
Feeling Hearing Seeing Smeling Tasting
Selective attention and emotional marker response
Perceptual organization and interpretation
barang, pemberi penilaian terhadap barang dan perubahan sikap
terhadap suatu produk.49
c. Intervening
Intervening merupakan variabel antara stimulus dan
respons. Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk
motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa, dan persepsi
terhadap suatu barang. Peran variabel intervening adalah untuk
memodifikasi respons.50
Stimulus variables
Gambar 2.3
Hubungan antara variabel stimulus, variabel respons dan variabel
intervening51 6. Konsep Berfikir Konsumen
Ada dua bentuk konsep berpikir konsumen yang hadir dalam dunia
ilmu ekonomi hingga saat ini. Konsep yang pertama adalah utility, hadir
dalam ilmu ekonomi konvensional. Konsep utility diartikan sebagai
konsep kepuasan konsumen dalam konsumsi barang dan jasa. Konsep
yang kedua adalah mashlahah, hadir dalam ilmu ekonomi Islam.
Konsep mashlahah diartikan sebagai konsep pemetaan perilaku
berdasarkan asas kebutuhan dan prioritas, dia sangat berbeda dengan
utility yang pemetaan majemuknya tidak terbatas.52
Dua konsep ini berbeda karena dibentuk oleh masing-masing
epistemologi yang berbeda pula. Utility yang memiliki karakteristik
kebebasan lahir dari epistemologi Smithian yang mengatakan bahwa
motivasi hidup itu ialah from freedom to natural liberty (dari
kemerdekaan menuju kebebasan alamiah). Ciri kemerdekaan ala
49
Ibid., hlm. 8.
50
Ibid., hlm. 8.
51Ibid.
, hlm. 8.
52
Muhammad Muflih, Op. Cit., hlm. 93.
Respons variables Intervening
Smithian adalah unggulnya rasa dalam memimpin tingkah laku
manusia. Ciri ini memfungsikan kemerdekaan rasio sebagai alat
kendali perilaku manusia. Dengan demikian, perilaku konsumen
teritegrasi dengan corak rasionalisme, dan norma agama sengaja
dikesampingkan.53
Sementara itu, mashlahah lahir dari epistemologi Islam.
Sebenarnya motivasi konsep mashlahah serupa dengan Smithian untuk
mencapai kebebasan alamiah. Namun, dalam Islam aktualisasi siri dan
peranan manusia dalam mencapai kebebasan alamiah tidak
sepenuhnya dikendalikan oleh hukum rasio manusia, melainkan
dikendalikan pula oleh premis-premis risalah. Dengan demikian,
karena dia tidak menganut rasionaisme, maka rasio selalu
menyesuaikan alurnya dengan risalah.54
Sikap hemat, membatasi diri kepada barang yang halal, dan
prioritas terhadap kebutuhan pokok tidak ditemukan pada konsep
ulility, melainkan hanya pada konsep mashlahah.55 Seperti dalam Firman Allah surat Al-Baqarah [2] ayat 168 berikut:
Artinya:“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.”56
Ini menunjukkan bahwa tampaknya sulit mencari titik temu dua
konsep tersebut. Oleh karena sulit dipertemukan, maka tidak mungkin
53
Ibid., hlm. 93-94.
54Ibid.,
hlm. 94.
55Ibid.,
hlm. 94.
56
menstransformasi sifat persepsi konsumsi Islami ke dalam konsep
utility. Mereka memiliki proporsisi yang berbeda.57
Dari penelusuran berbagai literatur yang membahas tentang utility,
ditemukan beberapa proposisi utility sebagai berikut:
a. Konsep utility membentuk persepsi kepuasan materialistis.
b. Konsep utility mempengaruhi persepsi keinginan konsumen.
c. Konsep utility mencerminkan peranan self-interest konsumen.
d. Persepsi terntang keinginan memiliki tujuan untuk mencapai
kepuasan materialistis.
e. Self-interest mempengaruhi persepsi kepuasan materialistis
konsumen.
f. Persepsi kepuasan menentukan keputusan (pilihan) konsumen.
Penggabungan proposisi 1 sampai 6 secara sistematis
menghasilkan teori utility yang dipandang mampu menjelaskan
pengaruh konsep utility terhadap keputusan konsumen. Secara
diagramatis teori utility ini dapat digambarkan sebagai berikut:58
Gambar 2.359
Persepsi tentang keinginan
Konsep Persepsi kepuasan Kepuasan
Utility materialistis konsumen
Self-interest
Dari teori ini dapat dijelaskan mengapa konsep utility tidak sama
dengan mashlahah. Konsep utility, yang diturunkan oleh epistemologi
Smithian, membaurkan konsumen pada persepsi kepuasan
materialistis. Kepuasan materialistis tersebut terukur menurut nilai
57
Muhammad Muflih, Op. Cit., hlm. 94.
58Ibid.,
hlm. 94-95.
59
kepuasan yang didapat dari setiap jumlah barang dan jasa yang
dikonsumsi. Berbarengan dengan itu, persepsi tentang keinginan yang
merupakan pengembaraan rasional individu mengejar hasrat individu
untuk mencapai kepuasan yang sebenarnya memiliki titik jenuh itu.
Dia senafas dengan motif self-interest dalam mencapai kepuasan.
Namun, self-interest lebih cenderung menonjolkan subjektivitas ego
individu. Dengan demikian, secara teoritis keputusan komsumen
individu yang secara langsung digerakkan oleh persepsinya mengenai
kepuasan yang mungkin dicapai dari suatu jenis komoditi, secara
berantai digerakkan pula oleh persepsi tentang keinginan dan
self-interest.60
Sedangkan pada berbagai literatur yang menerangkan tentang
perilaku konsumen muslim, ditemukan beberapa proposisi sebagai
berikut:
a. Konsep mashlahah membentuk persepsi kebutuhan manusia.
b. Konsep mashlahah membentuk persepsi tentang penolakan tentang
kemadharatan.
c. Konsep mashlahah memanifestasikan persepsi individu tentang
upaya setiap pergerakan amalnya mardhatillah.
d. Persepsi tentang penolakan terhadap kemadharatan membatasi
persepsinya hanya pada kebutuhan.
e. Upaya mardhatillah mendorong terbentuknya persepsi kebutuhan
islami.
f. Persepsi seorang konsumen dalam memenuhi kebutuhannya
menentukan keputusan konsumsinya.61
Setiap proposisi dari dari 1 sampai 6 tersebut membentuk sebuah
teori mashlahah. Dalam teori tersebut, konsep maslahah memengaruhi
60
Ibid., hlm. 95-96.
61
keputusan konsumen muslim. Teori tersebut digambarkan dalam
diagram berikut:62
Gambar 2.463
Persepsi penolakan
terhadap kemudharatan
Konsep Persepsi kebutuhan Keputusan
mashlahah Islami konsumen
Persepsi tentang mardhatillah
Teori mashlahah pada dasarnya merupakan integrasi dari fakir dan
zikir. Dia menggambarkan motif kesederhanaan individu pada setiap
bentuk keputusan konsumsinya.64
ىِّمُأ ِنِْتَ ثَّدَح ٍبْرَح ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح ُّىِصْمِْلْا ِكِلَمْلا ِدْبَع ُنْب ُماَشِه اَنَ ثَّدَح
ِهَّللا َلْوُسَر ُتَعَِسَ ُلْوُقَ ي َبِرَكيِدْعَم َنْب َماَدْقِمْلا ِتَعَِسَ اَهَّ نَأ اَهِّمُأ ْنَع
–
ملسو هيلع هَّللا ىلص
–
ُلْوُقَ ي
<<
ٍنْطَب ْنِم اِّرَش ًءاَعِو ُّىِمَدآ َّلاَم اَم
ٌثُلُ ثَ ف ُهُسْفَ ن َّىِمَدلآا ِتَبَلَغ ْنِإَف ُهَبْلُص اَنْمِقُي ٌتاَمْيَقُل ِّىِمَدلآا ُبْسَح
سَفَّ نلِل ٌثُلُ ثَو ِباَرَّشلِل
Artinya:“Tidak ada wadah yang dipenuhi manusia lebih buruk dari
pada perut. Cukuplah bagi putra-putra anak Adam beberapa suap yang dapat menguatkan tubuhnya. Kalaupun harus memenuhi perutnya, maka hendaklah sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk bernafas.”65
62
Ibid., hlm. 97.
63
Ibid., hlm. 97.
64
Ibid., hlm. 97.
65
Dalam hal ini, karena mashlahah bertujuan melahirkan manfaat,
persepsi yang ditentukannya ialah konsumsi sesuai dengan kebutuhan.
Konsep mashlahah tidak selaras dengan kemudharatan, itulah
sebabnya dia melahirkan persepsi yang menolak kemudharatan seperti
barang-barang yang haram, termasuk yang syubhat, bentuk konsumsi
yang mengabaikan kepentingan orang lain, dan yang membahayakan
diri sendiri. Niat dalam mendapatkan manfaat disemangati oleh
persepsi sesuai kebutuhan (kebutuhan islami). Tidak dikatakan
mardhalillah apabila sikap berlebihan dengan mendahulukan strata
konsumsi mewah lebih diutamakan daripada kebutuhan pokok. Karena
hal ini akan mengabaikan aspek manfaat dan menggantinya dengan
aspek kesenangan. Dalam kondisi tertentu, persepsi kebutuhan bisa
menjangkau aspek sekunder dan tersier manakala yang pokok
(dharuriyat) telah dipenuhi terlebih dahulu.66
Kebutuhan manusia banyak ragamnya dan memiliki
tingkatan-tingkatan yang secara umum terbagi tiga, yaitu kebutuhan primer
(daruriyyat), sekunder (hajiyyat), dan tersier (tahsiniyyat). Kebutuhan
yang menduduki peringkat kedua dan ketiga tidak sama pada setiap
orang, akan tetapi kebutuhan primer manusia sejak dahulu hingga
sekarang menurut M. Quraish Shihab dapat dikatakan sama, yaitu
kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Hal ini tertera dalam
Al-Qur’an ketika Allah mengingatkan Adam dan Hawa Pada saat mereka
berada di surga:67
Artinya:“Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan
tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa
66
Muhammad Muflih, Op. Cit., hlm. 92-98.
67
dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.”
(QS. Thaahaa [20]:118-119). 68
Ketiga jenis kebutuhan tersebut memotivasi manusia untuk
berusaha memenuhinya melalui konsumsi berbagai barang. Ada
sebagian orang sangat berlebihan dalam berkonsumsi sehingga
menimbulkan sikap israf, namun sebaliknya ada yang terlalu kikir dan
bakhil dalam melakukan konsumsi. Konsumsi dalam Islam memiliki
dua sisi, yaitu untuk diri sendiri dan orang lain, yaitu saudara seiman
yang miskin melaui kegiatan infak.69
7. Tipe-tipe Konsumen
Menurut Handi Irawan yang dikutip oleh Danang Sunyoto dalam
bukunya Perilaku Konsumen, perilaku konsumen Indonesia
dikategorikan menjadi sepuluh, yaitu:70
a. Berpikir jangka pendek (short term perspektive), salah satu cirinya
adalah dengan mencari yang serba instan.71
b. Tidak terencana (dominated by unplanned behavior). Hal ini
tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk
yang kelihatan menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).72
c. Suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah
situs sosial networking seperti Facebook dan Twitter sangat
diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.73
d. Gagap teknologi (not adaptive to high trchnology). Sebagian besar
konsumen Indonesia tidak begitu menguasai teknologi tinggi.
Hanya sebatas pengguna biasa dan hanya menggunakan fitur yang
umum digunakan kebanyakan pengguna lain.74
68
Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 118-119, Al Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama RI, Jamunu, 1967, hlm. 490.
69
Isnaini harahap, Op. Cit., hlm. 149-150.
70
Danang Sunyoto, Op. Cit., hlm. 5.
71
Ibid., hlm. 5.
72
Ibid., hlm. 5.
73
Ibid., hlm. 5.
74
e. Berorientasi pada konteks (context, not context ariented).
Konsumen kita cenderung menilai dan memilih sesuatu dari
tampilan luarnya. Dengan begitu, konteks-konteks yang meliputi
suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu sendiri.75
f. Suka buatan luar negeri (receptive to COO effect) sebagian
konsumen Indonesia juga lebih menyukai produk luar negeri dari
pada produk dalam negeri, karena bisa dibilang kualitasnya juga
lebih bagus dibanding produk di Indonesia.76
g. Beragama (religious). Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap
isu agama. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu
dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta.
Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung
simbol-simbol agama.77
h. Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen
Indonesia suka bersosialisasi dan mengukur kesuksesan dengan
materi dan jabatan sehingga mendorong untuk pamer.78
i. Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen
Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri, namun unsur
fanatisme kedaerahannya ternyata cukup tinggi.79
j. Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards
environment). Jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen
terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka
yang tinggal di perkotaan. Begitu pula dengan kalangan menengah
atas yang relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Lagi
pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium
sehingga akan lebih mudah memasarkan produk yang tema ramah
lingkungaan kepada mereka.80
75Ibid.,
hlm. 5.
76
Ibid., hlm. 6.
77
Ibid., hlm. 6.
78Ibid.,
hlm. 6.
79Ibid.,
hlm. 6.
80
8. Tipe-tipe Keputusan Konsumen
Tipe keputusan konsumen ada dua, yaitu keputusan-keputusan
asortimen (assortiment decisions), dan keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan pasar.81
a. Keputusan-keputusan asortimen
Konsep asortimen merupakan kombinasi dasar
barang-barang dan jasa-jasa yang memenuhi kebutuhan individu dan
kelompok.82
b. Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pasar
Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pasar
merupakan keputusan yang berkaitan dengan produk dan merek
khusus yang diperlukan untuk mengimplementasi sebuah strategi
asortimen.83
Keputusan-keputusan asortimen dan keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan pasar merupakan kerangka dasar untuk perilaku
konsumen di pasar.84
Setiap individu berhak mempunyai sikap terhadap sesuatu.
Konsumen berhak untuk menyukai atau tidak menyukai produk
tertentu, konsumen berhak untuk bergerak mendekati atau menjauhi
sesuatu dan lain-lain. Karena pengakuan terhadap sikap konsumen
adalah hal terpenting dalam suatu proses pembelian konsumen. Konsep
sikap adalah salah satu konsep yang paling sering menjadi fokus
perhatian dalam penelitian konsumen. Sikap menyebabkan orang-orang
akan berperilaku secara konsisten terhadap obyek yang sama.
Walaupun sebenarnya interpretasi masing-masing orang tidak harus
sama terhadap sesuatu hal baru. Dengan bersikap maka dapat
menghemat tenaga dan pikiran. Oleh karena itu terkadang sikap relatif
sulit berubah karena saking terpolanya dan konsistennya sikap. Untuk
81
Ibid., hlm. 88.
82
Ibid., hlm. 88.
83
Ibid., hlm. 88-89.
84
mengubah sikap seseorang mungkin akan membutuhkan waktu lama
dan mengharuskan penyelesaiannya secara besar-besaran melalui
tindakan, pengalaman dan proses pembelajaran yang konsumen lakukan
maka hal ini akan berpengaruh pada perilaku pembelian mereka.
Keyakinan dibentuk melalui proses belajar dan tindakan pembuktian.
Keyakinan konsumen terhadap suatu merek akan membentuk citra
positif atau negatif konsumen terhadap produk tersebut. Keyakinan
konsumen yang positif terhadap suatu produk tertentu sangat
diharapkan oleh pemasar, karena pada akhirnya keyakinan akan
menimbulkan kesetiaan konsumen dalam pemakaian suatu produk.
Maka harus diusahakan untuk selalu bisa merubah keyakinan konsumen
menjadi keyakinan yang baik terhadap produk yang ditawarkan.85
Setiap perilaku atau tindakan pasti mempunyai dan beriorientasi
tujuan (goal-oriented behavoir). Artinya untuk memenuhi
kebutuhannya, seorang konsumen harus memiliki tujuan akan setiap
tindakannya. Definisi dari tujuan adalah suatu cara untuk memenuhi
kebutuhannya. Tujuan dibedakan menjadi tujuan generik (generic
goals), yaitu kategori umum dari tujuan yang dipandang sebagai
sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan. Dan kebutuhan produk
spesifik (specifik product goals), yaitu produk atau jasa dengan merek
tertentu yang dipilih oleh konsumen sebagai tujuannya.86
C. Kenyamanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ) kenyamanan
adalah keadaan nyaman. Kenyamanan merupakan kebutuhan dasar setiap
manusia. Kebutuhan akan makan, minum, pelindung (shelter), ataupun
tempat peristirahatan ketika lelah, semuanya membutuhkan kenyamanan
untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.87
85
Ekawati Rahayu Ningsih, Op. Cit., hlm. 50-51.
86Ibid.,
hlm. 54.
87
Keterkaitan dengan rasa nyaman, menurut Kolcaba (2003)
kenyamanan terkait dengan:88
a. Kenyamanan fisik terkait dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh
individu itu sendiri.
b. Kenyamanan psikospiritual terkait dengan kesadaran internal diri,
yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan, dan
lainnya.
c. Kenyamanan lingkungan terkait dengan lingkungan, kondisi dan
pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna, suhu,
pencahayaan, suara, dan lain-lain.
d. Kenyamanan sosial kultural terkait dengan hubungan interpesonal,
keluarga, dan sosial atau masyarakat (keuangan, perawatan
kesehatan individu, kegiatan religius, serta tradisi keluarga).
D. Pelayanan
pelayanan adalah bentuk pemberian yang diberikan oleh produsen
baik terhadap pelayanan barang yang diproduksi maupun terhadap jasa
yang ditawarkan guna memperoleh minat konsumen, dengan demikian
pelayanan mempengaruhi minat konsumen terhadap suatu barang atau jasa
dari pihak perusahaan yang menawarkan produk atau jasa.89
Dalam kamus ekonomi oleh Winardi dinyatakan bahwa pelayanan
adalah bentuk pemberian layanan yang diberikan oleh produsen baik
terhadap pengguna barang diproduksi maupun jasa yang ditawarkan. Hal
yang paling penting dalam suatu usaha adalah kualitas pelayanan yang
diberikan, konsumen akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan
sangat baik. Karena keberhasilan suatu produk sangat ditentukan pula baik
tidaknya pelayanan yang diberikan perusahaan dalam memasarkan
88
Katharine Kolcaba, Comfort Theory and Practice: a vision for holistic helath care and research. : Springer Publishing Com, New York, 2003, hlm. 10. Diakses melalui:
https://books.google.co.id/books?id=nduGie_ouQkC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q& f=false, pada tanggal 06 – Agustus -2017, pukul 11:12 WIB.
89
produknya baik itu pelayanan sewaktu penawaran produk, pelayanan
keramahan wiraniaga, pelayanan satpam, pelayanan kasir, pelayanan
pengaturan parkir, hingga pelayanan terhadap kondisi produk pasca
pembelian.90
E. Produk Unggulan
Produk adalah apa pun yang ditawarkan untuk pasar yang dapat
memenuhi keinginan atau kebutuhan tertentu.91 Produk didefinisikan
sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan
perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan yang dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan.92
Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari
produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk
mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan
kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas
organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk dapat pula
didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen
melalui hasil produksinya. Produk dipandang penting oleh konsumen dan
dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.93
1. Klarifikasi Produk
Dalam mengembangkan strategi pemasaran untuk produk dan jasa,
pemasar mengembangkan beberapa klarifikasi produk. Pertama,
pemasar membagi produk dan jasa menjadi dua kelas besar
berdasarkan pada jenis konsumen yang menggunakannya, yaitu:94
90
Winardi, Marketing dan Perilaku Konsumen, Penerbit Mandar Maju,. Bandung, 1991, hlm. 93.
91
Philip Kotler, et. al., Manajemen Pemasaran, Indeks, Jakarta, 2005, hlm. 84.
92
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Manajemen Pemasaran, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 153.
93
Kotler Amstrong, Prinsip-prinsip pemasaran, Edisi keduabelas, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 2001,hlm. 346.
94
a) Produk konsumen
Produk konsumen adalah apa yang dibeli oleh konsumen
akhir untuk konsumen pribadi.95
b) Produk Industri
Produk industri adalah barang yang dibeli untuk diproses
lebih lanjut atau untuk dipergunakan dalam menjalankan bisnis.
Jadi, perbedaan antara produk konsumen dan produk industri
didasarkan pada tujuan produk tersebut dibeli.96
c) Mutu produk
Mutu adalah salah satu alat penting bagi pemasar untuk
menetapkan posisi. Mutu mempunyai dua dimensi, yaitu tingkat
dan konsistensi. Ketika mengembangkan suatu produk, pemasar
mula-mula harus memilih tingkat mutu yang akan mendukung
posisi produk di pasar sasaran. Di sini, mutu produk berarti
kemampuan produk untuk melaksanakan fungsinya.97
d) Sifat-sifat produk
Suatu produk dapat ditawarkan dengan berbagai sifat. Sifat
adalah alat bersaing untuk membedakan produk perusahaan dari
produk pesaing. Beberapa perusahaan amat inovatif dalam
menambahkan sifat-sifat baru.98
e) Rancangan produk
Cara lain untuk menambah nilai bagi pelanggan adalah lewat
rancangan produk yang membedakan. Rancangan adalah konsep
yang lebih luas dari pada gaya. Rancangan akan menawarkan salah
satu alat paling ampuh untuk membedakan dan menetapkan posisi
produk dan jasa perusahaan. Rancangan yang bagus dapat menarik
perhatian, memperbaiki kinerja produk, mengurangi biaya
95
Ibid., hlm. 155.
96
Ibid., hlm. 157.
97Ibid.,
hlm. 159.
98
produksi, dan memberikan keunggulan kuat untuk bersaing bagi
produk di pasar sasaran.99
2. Perilaku produk
Dari sudut pandang strategi salah satu sasaran besar pemasaran
adalah untuk meningkatkan kemungkinan dan frekuensi konsumen
melakukan kontak dengan produk, membeli dan menggunakannya dan
melakukan pembelian ulang.100
a. Kontak produk
Konsumen dapat mengalami kontak dan terlibat dengan suatu
produk melalui berbagai cara yang berbeda.101
b. Loyalitas merek
Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang
dikonsumsi atau digunakan akan membeli ulang produk atau merek
tersebut. 102
3. Lingkungan produk
Lingkungan produk adalah rangsangan yang berkaitan dengan
produk yang ditunjukkan ke dan dipahami seluruhnya oleh
konsumen.103
a. Ciri-ciri produk
Ciri-ciri produk dapat dievaluasi konsumen dalam hal
kesesuaian dengan tata nilai, kepercayaan, dan pengalaman masa
lampau mereka. Pemasaran dan informasi-informasi lainnya juga
juga memengaruhi apakah pembelian dan penggunaan suatu
produk akan menjanjikan sesuatu yang bermanfaat. Di samping itu
kemasan, nama merek, dan indifikasi merek juga dapat menjadi
faktor yang dipertimbangkan. Kenyataannya bagi beberapa
pembeli, citra merek yang tercipta melalui variabel nonproduk
99
Ibid., hlm. 159-160.
100
Danang Sunyoto, Op. Cit., hlm. 141.
101Ibid.,
hlm. 142.
102Ibid.,
hlm. 142.
103
seperti harga, promosi, dan saluran distribusi mungkin merupakan
aspek penentu pembelian yang paling penting.104
b. Kemasan
Kemasan adalah elemen dari lingkungan produk. Ada
empat sasaran pengemasan yang dipertimbangkan, yaitu:
1) Kemasan harus melindungi produk di sepanjang perjalanan
melalui saluran distribusi hingga mencapai sasarannya.
2) Kemasan harus ekonomis dan tidak menambah biaya yang
tidak dibutuhkan pada produk.
3) Kemasan harus memungkinkan konsumen menyimpan dan
menggunakannya dengan mudah.
4) Kemasan secara efektif dapat digunakan untuk
mempromosikan produk kepada konsumen.105
Di samping bentuk dari kemasan itu sendiri, warna
kemasan juga dianggap memiliki dampak yang penting terhadap
efeksi, kognisi, dan perilaku konsumen. Dampak ini lebih dari
sekedar menarik perhatian konsumen dengan cara menggunakan
warna yang menarik perhatian. Tetapi selama ini para ahli
berkeyakinan bahwa warna kemasan menggambarkan suatu makna
bagi konsumen serta dapat digunakan secara strategis.106
4. Strategi produk
Untuk jangka pendek, strategi produk baru didesain untuk
memengaruhi konsumen agar mau mencoba produk. Sedangkan untuk
jangka panjang, strategi produk didesain untuk mengembangkan
loyalitas merek dan mendapatkan pangsa pasar yang besar. Aspek
kritis pada saat mendesain strategi produk membutuhkan
penganalisisan hubungan antara konsumen-produk. Hal ini berarti
bahwa afeksi, kognisi, perilaku, dan lingkungan konsumen yang terkait
dengan produk harus dipertimbangkan secara saksama pada saat
104
Ibid., hlm. 145.
105
Ibid., hlm. 146.
106
peluncuran produk baru dan harus dipantau di sepanjang siklus hidup
suatu produk.107
a. Karakteristik konsumen.
Berbagai jenis konsumen yang berbeda dapat mengadopsi
suatu produk baru pada tahapan siklus hidup produk yang berbeda
pula. 108
Ada lima grup pengadopsi dikarakteristikkan sebagai berikut:
1) Inovator (inovattors) mereka yang suka berpetualang dan
mau mengambil risiko.
2) Pengadopsi awal (early adopters) adalah mereka yang
dihormati dan sering memengaruhi mayoritas awal.
3) Mayoritas awal (late majority), menghindari risiko dan
terinci dalam pembelian mereka.
4) Mayoritas akhir (last majority) adalah mereka yang
berhati-hati terhadap sebuah ide baru.
5) Pengekor (langgerds) adalah mereka yang sangat tradisional
dan berpaku pada tata nilai mereka sendiri.109
Salah satu fokus penelitian konsumen adalah untuk
mengindentifikasi karakteristik inovator dan perbedaan mereka
dari konsumen lainnya. 110
b. Karakteristik produk
Menurut Peter dan Olson yang dikutip ada beberapa
karakteristik produk sebagai berikut:111
1) Kompatibilitas
Kompatibilitas (compatibility) adalah sejauh mana suatu
produk konsisten dengan afeksi, kognisi, dan perilaku
konsumen saat ini. 112
107
Ibid., hlm. 147.
108
Ibid., hlm. 147.
109Ibid.,
hlm. 147-148.
110
Ibid., hlm. 148.
111
2) Kemampuan untuk diujicoba
Kemampuan untuk diujicoba (trialability) ini menjelaskan
sejauh mana suatu produk dapat dicoba dalam jumlah yang
terbatas atau dipilah ke dalam jumlah-jumlah yang kecil jika
untuk melakukan uji coba ternyata membutuhkan biaya yang
tinggi.113
3) Kemampuan untuk diteliti
Kemampuan untuk diteliti (observability) mengacu pada
sejauh mana produk atau dampak yang dihasilkan produk
tersebut dapat dirasakan oleh konsumen lain.114
4) Kecepatan
Kecepatan (speed) adalah seberapa cepat manfaat suatu
produk dipahami oleh konsumen.115
5) Kesederhanaan.
Kesederhanaan (simplicity) adalah sejauh mana suatu
produk dengan mudah dimengerti dan digunakan konsumen.116
6) Manfaat relatif
Manfaat relatif (relative advantage) adalah sejauh mana
suatu produk memiliki keunggulan bersaing yang bertahan atas
kelas produk, bentuk produk, dan merek lainnya.117
5. Tingkat Produk
Dalam merencanakan penawaran pasarnya, marketer atau pemasar
harus mempertimbangkan lima tingkat produk. Setiap tingkat
menambah nilai konsumen, dan kelimanya merupakan hirarki nilai
konsumen (customer value hierarchy).
Tingkat yang paling dasar adalah manfaat inti (core benefit), yaitu
manfaat atau layanan dasar yang konsumen sebenarnya beli atau
112
Ibid., hlm. 148.
113
Ibid., hlm. 148-149.
114
Ibid., hlm. 149.
115
Ibid., hlm. 149.
116
Ibid., hlm. 149.
117
dapatkan. Pada tingkat kedua, pemasar harus dapat mengubah manfaat
inti menjadi produk dasar (basic product). Pada tingkat ketiga,
pemasar menyiapkan produk yang diharapkan (expected product),
yaitu perlengkapan dan kondisi tertentu yang biasanya diharapkan ada
oleh para pembeli produk tersebut. Pada tingkat keempat, pemasar
menyiapkan produk bernilai tambah (augmented product) yang
melebihi harapan konsumen. Di tingkat kelima adalah produk
potensial (potential product), yang merupakan semua augmentasi dan
transformasi yang mungkin dijalani oleh produk atau penawaran
tersebut di masa mendatang. 118
6. Positioning dan Keunggulan Kompetitif Produk
Perencanaan Strategi perusahaan yang baik akan menjadi titik awal
menuju keberhasilan pemasaran. Dalam perencanaan strategi
pemasaran di dalamnya termasuk juga membahas tentang bagaimana
strategi memposisikan produk agar diterima pasar dan sesuai dengan
keinginan konsumen, oleh karena itu tehnik dan trik-trik posisioning
harus diimplementasikan dengan baik.119
Positioning adalah strategi komunikasi yang berhubungan dengan
bagaimana khalayak menempatkan suatu produk, merek, atau
perusahaan di dalam otaknya, di dalam alam khayalannya, sehingga
khalayak memiliki penilaian tertentu. Dengan demikian positioning
harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan langkah yang
tepat. Pengelola pemasar harus mengetahui bagaimana konsumen
memproses informasi, menciptakan persepsi dan bagaimana persepsi
mempengaruhi pengambilan keputusannya. Sebab sekali informasi
ditempatkan pada posisi yang salah ia akan sulit dirubah.120
Dalam setiap perencanaan pemasaran strategi, perusahaan harus
selalu memikirkan dan kemudian mensosialisasikan keunggulan
kompetitif produknya kepada masyarakat. Perusahaan juga harus
118
Philip kotler, et. al., Op. Cit., hlm. 84-86.
119
Ekawati Rahayu Ningsih, Op. Cit., hlm. 24-25.
120
selalu memperhatikan situasi kompetisi yang selalu berubah. Program
pemasaran dari perusahaan kompetitor dapat memberikan dampak bagi
strategi pemasaran perusahaan sendiri, sehingga program pemasaran
pesaing harus terus dianalisa dan dimonitor. Reaksi yang diberikan
pesaing terhadap strategi pemasaran dan promosi perusahaan sendiri
juga sangat penting untuk diperhatikan.121
Keberhasilan suatu perusahaan mencapai tujuan dan sasaran
perusahaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan
memaparkan produknya. Tujuan perusahaan untuk dapat menjamin
kelangsungan hidupnya, berkembang dan mampu bersaing, hanya
mungkin apabila perusahaan dapat menjual produknya dengan harga
yang menguntungkan pada tingkat kuantitas yang diharapkan serta
mampu mengatasi tantangan dari para pesaing dalam pemasaran.122
F. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Ariesy Tri Mauleny dengan Judul Aglomerasi, Perubahan Sosial
Ekonomi, dan Kebijakan Pembangunan Jakarta, dalam penelitiannya
dihasilkan bahwa aglomerasi produksi berpengaruh nyata dan positif
terhadap pertumbuhan ekonomi namun negatif terhadap tingkat
kemiskinan dan IPM. Sementara aglomerasi penduduk berpengaruh
nyata dan negatif bagi pertumbuhan dan tingkat kemiskinan namun
positif terhadap IPM.123
Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini,
bahwa pada dasarnya penelitian yang peneliti lakukan ini menekankan
wapada persepsi konsumen terhadap sistem aglomerasi pada produk
unggulan di Pasar Pragolo Kabupaten Pati. Sedangkan penelitian
miliknya Ariesy Tri Mauleny menekankan pada analisis Aglomerasi,
121
Ibid., hlm. 25.
122
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep dan Strategi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 57.
Perubahan Sosial Ekonomi, dan Kebijakan pembangunan Jakarta.
Penelitian yang peneliti lakukan berpengaruh pada produk unggulan
dengan sistem aglomerasi, sedangkan peneliti Ariesy Tri Mauleny
menekankan pada Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, dan
Kebijakan pembangunan Jakarta. Sementara persamaannya adalah
sama-sama meneliti tentang Aglomerasi.
2. Agung Budi Santoso dan Hastu Prabatmodjo dengan judul Aglomerasi
Industri dan Perubahan Sosial Ekonomi di Kabupaten Bekasi, Hasil
analisisnya menunjukkan bahwa perlahan namun pasti aglomerasi
industri di Kabupaten Bekasi mampu menempatkan diri sebagai
“prime mover” perekonomian wilayah lewat kontribusi yang
signifikan terhadap PDRB Kabupaten, Provinsi, hingga skala nasional
meskipun sempat terpengaruh oleh krisis ekonomi dan pemberlakuan
AFTA.124
Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini,
bahwa pada dasarnya penelitian yang peneliti lakukan ini menekankan
pada persepsi konsumen terhadap sistem aglomerasi pada produk
unggulan di Pasar Pragolo Kabupaten Pati. Sedangkan penelitian
miliknya Agung Budi Santoso dan Hastu Prabatmodjo menekankan
pada Aglomerasi Industri dan Perubahan Sosial Ekonomi di Kabupaten
Bekasi. Persamaannya adalah sama-sama meneliti Aglomerasi.
3. Ardyan Wahyu Sandhika dan Mulya Hendarto dengan judul Analisis
Pengaruh Aglomerasi, Tenaga Kerja, Jumlah Penduduk, dan Modal
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kendal, Hasil penelitian
menunjukkan aglomerasi memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan
ekonomi dan Kabupaten Kendal yang signifikan.125
124 Agung Budi Santoso dan Hastu Prabatmodjo, ”Aglomerasi Industri dan Perubahan Penduduk Kabupaten Bekasi”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V1N2.
125 Wahyu Sandhika dan Mulya Hendarto, “ Analisis Pengaruh Aglomerasi, Tenaga Kerja,
Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini,
bahwa pada dasarnya penelitian yang peneliti lakukan ini menekankan
pada persepsi konsumen terhadap sistem aglomerasi pada produk unggulan di Pasar
Pragolo Kabupaten Pati, sedangkan penelitian miliknya Ardyan Wahyu
Sandhika dan Mulya Hendarto menekankan pada pengaruh aglomerasi,
tenaga kerja, jumlah penduduk, dan modal terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Kendal. Sementara persamaannya adalah
sama-sama meneliti Aglomerasi.
4. Deny Ferdyansyah dan Eko B. Santoso dengan Judul Pola Spasial
Kegiatan Industri Unggulan di Provinsi Jawa Timur (Studi Kasus:
Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki), Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan industri unggulan tekstil,
barang kulit, dan alas kaki memiliki pola kegiatan industri unggulan
yang terspesialisasi dan dispers dengan konsentrasi industri yang
tinggi. 126
Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini,
bahwa pada dasarnya penelitian yang peneliti lakukan ini menekankan
pada persepsi konsumen terhadap sistem aglomerasi pada produk
unggulan, sedangkan penelitian miliknya Deny Ferdyansyah dan Eko
B. Santoso menekankan pada Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan
di Provinsi Jawa Timur. Sementara persamaannya adalah sama-sama
yang diteliti adalah Industri Unggulan.
5. Hizkia Erfran Mawey dengan judul Motivasi, Persepsi, dan Sikap
Konsumen Pengaruhnya terhadap Kepuasan Pembelian Produk PT.
Rajawali Nusindo Cabang Manado. Hasil penelitiannya menunjukkan
secara simultan dan parsial variabel motivasi, persepsi, dan sikap
126 Deny Ferdyansyah dan Eko B. Santoso, “ Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di
Provinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki)”
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian
konsumen.127
Berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini,
bahwa pada dasarnya penelitian yang peneliti lakukan ini menekankan
pada persepsi konsumen terhadap sistem aglomerasi pada produk
unggulan, sedangkan penelitian miliknya Hizkia Erfran Mawey
menekankan pada Motivasi, Persepsi, dan Sikap Konsumen
Pengaruhnya terhadap Kepuasan Pembelian Produk. Sementara
persamaannya adalah sama-sama yang diteliti adalah persepsi
Konsumen.
G. Kerangka Berfikir
Penelitian mengenai persepsi konsumen dilakukan untuk melihat
bagaimana penilaian konsumen terhadap produk unggulan Kabupaten Pati
yang dihasilkan/diproduksi oleh berbagai UMKM yang ada di Kabupaten
Pati dengan menggunakan sistem pemasaran aglomerasi di Pasar Pragolo.
Dengan mengetahui persepsi konsumen pada sistem Aglomerasi,
dapat membantu UMKM Kabupaten Pati untuk mengembangkan produk
yang dihasilkannya dan terpacu untuk bersaing membuat produk terbaik.
Untuk itu maka bentuk kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
127
Gambar 2.5 Kerangka berfikir
UMKM
Aglomerasi
Produk Unggulan Kota Pati
Persepsi Konsumen