KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/KMK.01/2013
TENTANG PENATAAN PEGAWAI
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, dibutuhkan sumber daya manusia yang ideal dari sisi komposisi, kompetensi/potensi, dan kinerja;
b. bahwa untuk memperoleh sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu dilakukan penataan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penataan Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4018) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263); 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis dan Evaluasi Jabatan di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PM.1/2007;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.01/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Work Load Analysis) di Lingkungan Departemen Keuangan;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.01/2008 tentang Assessment Center Departemen Keuangan; 10.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009
tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan;
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.01/2011 tentang Mekanisme Penetapan Dalam Jabatan dan Peringkat Bagi Penetapan Pelaksana Dalam Jabatan dan Peringkat di Lingkungan di Lingkungan Kementerian Keuangan;
13.Keputusan Menteri Keuangan Nomor
454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan;
14.Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/23.2/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil;
15.Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENATAAN PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN. PERTAMA : Menetapkan pelaksanaan Penataan Pegawai di Lingkungan
Kementerian Keuangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri Keuangan ini.
KEDUA : Pelaksanaan penataan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA dilakukan oleh setiap unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal.
KETIGA : Ruang lingkup Penataan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA mencakup pejabat struktural eselon II, eselon III, eselon IV, eselon V, pejabat fungsional, dan pelaksana.
KEEMPAT : Penataan Pegawai diselenggarakan oleh tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat dan tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I.
KEENAM : Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Salinan Keputusan Menteri Keuangan ini disampaikan kepada :
1.
Wakil Menteri Keuangan;2.
Sekretaris Jenderal;3.
Direktur Jenderal Anggaran;4.
Direktur Jenderal Pajak;5.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai;6.
Direktur Jenderal Perbendaharaan;7.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara;8.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan;9.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang;10.
Inspektur Jenderal;11.
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;12.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal;13.
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;14.
Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan TeknologiPEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENATAAN PEGAWAI
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... 2
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 3
B. Dasar Hukum ... 4
C. Maksud dan Tujuan ... 6
D. Ruang Lingkup ... 6
E. Pengertian ... 6
BAB II : PERSIAPAN PENATAAN PEGAWAI A. Pengumpulan Data Pendukung ... 9
B. Pemetaan Pegawai ... 11
1. Pengukuran Kompetensi/Potensi ... 11
2. Penilaian Kinerja ... 17
3. Kategorisasi Hasil Pengukuran Kompetensi/ Potensi dan Penilaian Kinerja ... 18
4. Penyusunan Box ... 19
C. Penyusunan Alternatif Strategi Penataan Pegawai ... 21
1. Exit Strategy ... 21
2. Development Strategy ... 24
3. Entry Strategy ... 28
D. Penetapan Strategi Penataan Pegawai dalam Box ... 28
BAB III : PELAKSANAAN PENATAAN PEGAWAI A. Tahap Pembentukan Tim Penangan Penataan Pegawai ... 29
B. Tahap Pelaksanaan Strategi Penataan Pegawai ... 32
BAB IV : MONITORING DAN EVALUASI A. Monitoring ... 54
B. Evaluasi ... 55
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reformasi birokrasi Kementerian Keuangan merupakan
konsekuensi logis dari pelaksanaan reformasi keuangan negara. Tujuan reformasi birokrasi Kementerian Keuangan adalah menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif, serta aparatur negara yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang prima.
Program reformasi birokrasi Kementerian Keuangan meliputi penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan manajemen sumber daya manusia (SDM). Dalam implementasinya, program reformasi birokrasi mengidentifikasi adanya masalah di bidang SDM, antara lain distribusi pegawai yang tidak merata, baik dari segi komposisi, maupun kompetensi. Pada suatu unit terdapat kelebihan pegawai, sebaliknya pada unit lain terdapat kekurangan pegawai. Kondisi ini terjadi karena pola penempatan pegawai belum sepenuhnya berdasarkan analisis kebutuhan.
Kelebihan atau kekurangan pegawai adalah kondisi dimana jumlah pegawai lebih banyak atau lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan organisasi. Jumlah ideal kebutuhan pegawai diperoleh dari perbandingan jumlah pegawai yang ada dengan kebutuhan pegawai sesuai beban kerja. Sedangkan di lain pihak dapat ditemukan kondisi yang dari sisi pendidikan, pangkat/golongan, dan usia (komposisi pegawai) tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi.
Optimalisasi kinerja menyaratkan hardcompetency maupun soft
Permasalahan di bidang SDM di atas menuntut dilakukannya Penataan Pegawai yang terstruktur dan komprehensif. Dengan dilaksanakannya Penataan Pegawai diharapkan dapat mewujudkan kesesuaian antara komposisi, dan kompetensi pegawai dengan kebutuhan organisasi, dan optimalisasi kinerja birokrasi. Selain itu, dengan Penataan Pegawai diharapkan dapat mengakselerasi penerapan manajemen kinerja dan meningkatkan kualitas pengembangan SDM.
Kementerian Keuangan menginginkan yang terbaik bagi
organisasi dan pegawainya, sehingga program Penataan Pegawai harus mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak (win-win solution). Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan suatu pedoman Penataan Pegawai yang dapat menjadi acuan bagi unit kerja eselon I Kementerian Keuangan dalam menata pegawai di lingkungan unit masing-masing.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4018) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Analisis dan Evaluasi Jabatan di
Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PM.1/2007;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.01/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Work Load Analysis) di Lingkungan Departemen Keuangan;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.01/2008 tentang Assessment Center Departemen Keuangan;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan;
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan;
13. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
Kep/23.2/M.PAN/2004 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil;
14. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil.
C. Maksud dan Tujuan
Penataan Pegawai mempunyai maksud untuk mewujudkan kesesuaian antara komposisi, dan kompetensi pegawai dengan kebutuhan organisasi, dan optimalisasi kinerja organisasi.
Tujuan Penataan Pegawai adalah sebagai berikut:
1. untuk menyusun peta pegawai berdasarkan kinerja dan
kompetensi/ potensi;
2. untuk menyusun program pengembangan SDM yang mendukung peningkatan kinerja dan kompetensi/potensi;
3. untuk menyusun dan melaksanakan strategi penataan yang meliputi program pengembangan, mutasi, dan promosi untuk meningkatkan kinerja dan kompetensi/potensi,
4. untuk menyusun dan melaksanakan strategi penataan berupa pemberhentian dengan kompensasi tertentu untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan memastikan pegawai mendapatkan bekal yang layak.
5. untuk mendistribusi pegawai secara proporsional berdasarkan kebutuhan setiap unit kerja;
D. Ruang Lingkup
1. Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PNS adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan, kecuali pegawai yang sedang menjalankan cuti di luar tanggungan negara;
2. Penataan Pegawai adalah proses untuk merasionalkan komposisi dan kompetensi/potensi pegawai Kementerian Keuangan agar sesuai dengan tugas, fungsi, dan beban kerja;
3. Formasi Jabatan adalah jumlah jabatan yang tersedia dalam suatu unit organisasi;
4. Kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan berupa perilaku yang perlu dimiliki oleh setiap pegawai agar dapat melaksanakan tugas secara efektif;
5. Potensi adalah kapasitas yang dimiliki oleh pegawai yang masih dapat dikembangkan;
6. Kinerja adalah suatu hasil pada sebuah fungsi pekerjaan atau aktivitas selama periode tertentu untuk mencapai tujuan organisasi;
7. Pemetaan Pegawai adalah pengelompokan pegawai berdasarkan Kompetensi/Potensi dan Kinerja ke dalam 9 (sembilan) Box
Pemetaan Pegawai;
8. Batas Usia Pensiun yang selanjutnya disingkat BUP adalah batas usia dimana pegawai berdasarkan peraturan kepegawaian harus diberhentikan sebagai PNS;
9. Golden Handshake yang selanjutnya disingkat GHS adalah kompensasi berupa uang dengan nilai tertentu yang dihitung berdasarkan perhitungan tertentu yang terdiri atas komponen gaji bersih dan tunjangan khusus pembinaan keuangan negara yang diberikan kepada pegawai yang mengajukan Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri dalam program Penataan Pegawai dan disetujui oleh pejabat yang berwenang;
10. Mutasi adalah pemindahan PNS dalam jabatan dan/atau unit kerja;
12. Capacity Building adalah strategi yang ditujukan untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan kompetensi, keterampilan, keahlian, pengalaman, dan kinerja pegawai melalui pendidikan dan pelatihan serta penugasan lainnya;
13. Exit Strategy adalah strategi Penataan Pegawai yang diterapkan dalam hal berdasarkan hasil Pemetaan Pegawai terjadi kelebihan pegawai atau ketidaksesuaian komposisi dan kompetensi pegawai;
14. Development Strategy adalah strategi Penataan Pegawai yang diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi atau kinerja pegawai.
15. Entry Strategy adalah strategi Penataan Pegawai yang diterapkan
dalam hal berdasarkan hasil Pemetaan Pegawai terjadi
kekurangan pegawai;
BAB II
PERSIAPAN PENATAAN PEGAWAI
Persiapan Penataan Pegawai meliputi pengumpulan data pendukung, pemetaan pegawai, penyusunan alternatif strategi Penataan Pegawai, dan penetapan strategi penataan terhadap pegawai sesuai kedudukannya dalam
Box pemetaan.
A. PENGUMPULAN DATA PENDUKUNG
1. Analisis Organisasi
Analisis organisasi dilaksanakan dalam rangka membangun organisasi yang efektif dan efisien, mampu beradaptasi dengan dinamika lingkungan serta dapat melaksanakan tugas dan fungsi yang diemban dalam situasi dan kondisi yang semakin kompleks.
Prinsip-prinsip organisasi yang harus diperhatikan dalam melaksanakan analisis organisasi antara lain pembagian habis tugas dan pemisahan tugas dan fungsi yang jelas sehingga tidak terjadi
overlaping dalam pelaksanaan tugas. Analisis organisasi merupakan proses yang terpisah dari kegiatan Penataan Pegawai dan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan.
2. Analisis dan Evaluasi Jabatan
Berdasarkan hasil analisis organisasi dilaksanakan analisis dan evaluasi jabatan untuk menghasilkan informasi jabatan (uraian jabatan). Informasi jabatan ini bertujuan untuk memperjelas kedudukan, tugas, tanggung jawab dan wewenang masing-masing jabatan pada setiap unit organisasi.
Analisis dan Evaluasi Jabatan didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.01/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Analisis dan Evaluasi Jabatan di Lingkungan
3. Analisis Beban Kerja
Analisis beban kerja adalah suatu teknik manajemen yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan volume kerja. Analisis Beban Kerja dilaksanakan terhadap pelaksana untuk mengetahui kebutuhan pelaksana dalam menyelesaikan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
Analisis beban kerja dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.01/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Work Load Analysis) di Lingkungan Departemen Keuangan.
4. Penentuan Jumlah Kebutuhan Pegawai
Berdasarkan hasil Analisis organisasi, analisis dan evaluasi jabatan dan analisis beban kerja, ditentukan jumlah kebutuhan pegawai dengan ketentuan:
a. bagi pejabat struktural, diperoleh dari formasi yang ada dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja unit;
b. bagi pelaksana, diperoleh dari hasil Analisis Beban Kerja pada masing-masing unit organisasi; dan
c. bagi pejabat fungsional, sesuai kebutuhan unit.
Berdasarkan hasil seluruh tahapan dalam pengumpulan data pendukung Penataan Pegawai sebagaimana tersebut di atas, dapat terjadi kemungkinan :
a. kelebihan pegawai, yaitu kondisi dimana jumlah pegawai saat ini lebih banyak dari jumlah kebutuhan.
b. kekurangan pegawai, yaitu kondisi dimana jumlah pegawai saat ini lebih sedikit dari jumlah kebutuhan.
Pemetaan pegawai adalah pengelompokan pegawai berdasarkan Kompetensi/Potensi dan Kinerja dengan tujuan untuk memudahkan dalam:
1. mengidentifikasi pegawai yang menjadi target Penataan Pegawai;
2. mengidentifikasi pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan oleh pegawai untuk menjamin pengembangan karirnya;
3. mengidentifikasi pegawai sebagai kandidat yang sesuai untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi;
4. memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan komposisi,
Kompetensi/Potensi dan Kinerja pegawai yang diperlukan untuk mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Pemetaan Pegawai dilakukan melalui pengukuran Kompetensi/ Potensi dan penilaian Kinerja. Pegawai dikelompokkan berdasarkan jenis jabatan yang terdiri dari pejabat struktural, pejabat fungsional dan pelaksana.
1. Pengukuran Kompetensi/Potensi
a. Pejabat Struktural
Terhadap pejabat struktural dilakukan pengukuran kompetensi. Pengukuran kompetensi pejabat struktural dilaksanakan melalui Assessment Center sebagaimana telah
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.01/2008 tentang Assessment Center Departemen
Keuangan dan Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor
55/SJ/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Assessment Center.
Terhadap para pejabat struktural yang sudah mengikuti
Assessment Center dan hasilnya masih berlaku, maka hasil
b. Pejabat Fungsional
Terhadap pejabat fungsional dilakukan pengukuran kompetensi melalui Assessment Center atau potensi melalui Psikotes. Pelaksanaan Assessment Center atau Psikotes
dilaksanakan oleh masing-masing unit Eselon I dan
dikoordinasikan dengan Sekretariat Jenderal c.q Biro Sumber Daya Manusia dan unit pembina jabatan fungsional terkait di lingkungan Kementerian Keuangan.
c. Pelaksana
Terhadap pelaksana dilakukan pengukuran potensi. Pengukuran potensi dilaksanakan melalui psikotes untuk memperoleh gambaran mengenai potensi kemampuan dan
kepribadian setiap pegawai. Potensi kemampuan dan
kepribadian tersebut selanjutnya dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1) Inteligensi
Inteligensi menggambarkan potensi kemampuan seseorang untuk memahami, mengklasifikasikan objek, menalar secara logis, baik induktif maupun deduktif, beradaptasi atau belajar dan mengembangkan konsep-konsep tentang sesuatu dan menggunakannya untuk menerangkan dan menginterpretasikan kejadian-kejadian dilingkungannya. Inteligensi dijabarkan kembali dalam bentuk aspek psikologis berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
- Aspek psikologis untuk tingkat SD sampai dengan D1
NO ASPEK DEFINISI
1. Kecerdasan Umum
Kapasitas kecerdasan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan
2. Daya
Tangkap
Kemampuan untuk
menangkap inti suatu
NO ASPEK DEFINISI
3. Logika
Berpikir
Kemampuan untuk
menemukan pola hubungan antara beberapa hal
4. Kemampuan
Numerik
Kemampuan melakukan
pengolahan terhadap suatu hal berupa logika matematis
- Aspek psikologis untuk tingkat D3 sampai dengan S3
NO ASPEK DEFINISI
1. Kecerdasan Umum
Kapasitas kecerdasan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan
2. Daya Analisa Sintesa
Kemampuan memahami
situasi atau masalah secara
mendalam dan
Kemampuan memahami dan mengungkapkan ide-ide
4. Kemampuan
Non Verbal
Kemampuan untuk bekerja
dengan angka-angka dan
aspek non verbal lainnya secara efektif
5. Fleksibilitas Berpikir
Kemampuan untuk melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang
6. Kemampuan
Numerik
Kemampuan melakukan
Inteligensi dapat diukur dengan menggunakan beberapa alat tes, antara lain :
a. tes Inteligensi untuk mengukur potensi atau
kecerdasan seseorang;
b. tes kemampuan umum (TKU) untuk mengukur
kemampuan atau pengetahuan umum seseorang; atau
c. alat tes lain yang setara.
2) Emosi
Emosi menggambarkan potensi kemampuan
seseorang dalam memahami, mengendalikan, dan
menggunakan emosi untuk dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi berbagai situasi. Emosi dijabarkan kembali dalam bentuk aspek psikologis berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
- Aspek psikologis untuk tingkat SD sampai dengan D1
NO ASPEK DEFINISI
1. Stabilitas Emosi
Kemampuan mengendalikan
perasaan dengan cara
menyeimbangkan rasio dan emosi secara akurat dan mantap dalam menghadapi lingkungan
2. Pemahaman
Situasi Sosial
Kemampuan dan kepekaan
dalam memahami situasi
dan kondisi lingkungan
sekitar
3. Penyesuaian
Diri
Kemampuan menyesuaikan
diri dengan lingkungan
secara adekuat 4. Toleransi
terhadap Stres
Kemampuan dalam
NO ASPEK DEFINISI
5. Kedewasaan Kemampuan untuk dapat
memahami dan menghadapi suatu permasalahan dengan efektif
- Aspek psikologis untuk tingkat D3 sampai dengan S3
NO ASPEK DEFINISI
1. Stabilitas Emosi
Kemampuan mengendalikan
perasaan dengan cara
menyeimbangkan rasio dan emosi secara akurat dan mantap dalam menghadapi lingkungan dan kelebihan diri sendiri
3. Penyesuaian
Diri
Kemampuan menyesuaikan
diri dengan lingkungan
secara adekuat
4. Toleransi terhadap Stres
Kemampuan dalam
menghadapi situasi yang menekan
5. Kedewasaan Kemampuan untuk dapat
memahami dan menghadapi suatu permasalahan dengan efektif
Emosi dapat diukur dengan menggunakan tes
3) Sikap Kerja
Sikap kerja menggambarkan kecenderungan
perilaku seseorang dalam situasi kerja. Sikap kerja dijabarkan kembali dalam bentuk aspek psikologis berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
- Aspek psikologis untuk tingkat SD sampai dengan D1
NO ASPEK DEFINISI
1. Potensi Usaha
Potensi energi yang dimiliki untuk melaksanakan suatu tugas
2. Sistematika Kerja
Kemampuan untuk
mengatur pengerahan energi saat bekerja
3. Irama Kerja Ritme kerja yang ditampilkan selama bekerja
4. Daya Tahan Kemampuan untuk
mempertahankan sikap kerja
walaupun berada pada
situasi kerja yang kurang mendukung
5. Kerja Sama Kemampuan untuk bekerja
sama dengan orang lain
- Aspek psikologis untuk tingkat D3 sampai dengan S3
NO ASPEK DEFINISI
1. Potensi Usaha
Potensi energi yang dimiliki untuk melaksanakan suatu tugas
2. Sistematika Kerja
Kemampuan untuk
mengatur pengerahan energi saat bekerja
NO ASPEK DEFINISI
4. Daya Tahan Kemampuan untuk
mempertahankan sikap kerja
walaupun berada pada
situasi kerja yang kurang mendukung
5. Hasrat
Berprestasi
Keinginan untuk berprestasi yang didorong oleh kekuatan agresi yang terarah untuk mencapai tujuan diinginkan
6.
Kepemimpin-an
Kemampuan mengatur/
mengarahkan orang lain
untuk melaksanakan suatu tugas secara efektif dan efisien
7. Kerja Sama Kemampuan untuk bekerja
sama dengan orang lain
8. Ketegasan Kemampuan untuk
menentukan sikap secara
mandiri dan mampu
mengatasi pengaruh secara luas
Sikap kerja dapat diukur dengan menggunakan tes
inventory dan tes projective.
Terhadap pelaksana pada suatu unit eselon I dapat dilakukan pengukuran kompetensi apabila diperlukan. Pengukuran kompetensi untuk pelaksana mekanismenya
diserahkan kepada masing-masing unit eselon I dan
berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal c.q Biro SDM.
2. Penilaian Kinerja
3. Kategorisasi Hasil Pengukuran Kompetensi/Potensi dan penilaian Kinerja.
a. Pengukuran Kompetensi dan Potensi
1) Pejabat Struktural:
Perhitungan nilai kompetensi pejabat struktural
ditetapkan dengan cara menjumlahkan nilai dari
Kompetensi Umum dan Kompetensi Inti pejabat struktural berdasarkan hasil Assessment Center. Kategorisasi nilai kompetensi tersebut dilakukan dengan menggunakan kurva normal sehingga diperoleh kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah.
2) Pejabat Fungsional:
Perhitungan dan Kategorisasi nilai Kompetensi atau Potensi pejabat fungsional mekanismenya diserahkan kepada masing-masing unit eselon I dan berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal c.q Biro Sumber Daya Manusia. Perhitungan dan Kategorisasi tersebut akan ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal.
3) Pelaksana:
Hasil pengukuran potensi terhadap Pelaksana diperoleh dari hasil psikotes dengan kategori Tinggi,
Sedang dan Rendah. Nilai potensi dikelompokan
berdasarkan rekomendasi area pengembangan seorang Pelaksana yang terdiri dari Luas, Sedang, dan Terbatas dengan kategori sebagai berikut:
a) Pendidikan SD sampai dengan D1
NO KATEGORI NILAI
1 Luas 0-3 aspek dibawah persyaratan
minimal
2 Sedang 4-6 aspek dibawah persyaratan
NO KATEGORI NILAI
3 Terbatas > 6 aspek dibawah persyaratan minimal
b) Pendidikan D3 sampai dengan S3
NO KATEGORI NILAI
1 Luas 0-4 aspek dibawah persyaratan
minimal
2 Sedang 5-7 aspek dibawah persyaratan
minimal
3 Terbatas > 7 aspek dibawah persyaratan minimal
Persyaratan minimal nilai untuk setiap aspek yang diukur melalui psikotes adalah nilai 3 (tiga).
b. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja diperoleh berdasarkan Nilai Kinerja Pegawai dengan kategori sebagai berikut:
NO KATEGORI NILAI
1 Tinggi 90% sampai dengan 120%
2 Sedang 75% sampai dengan < 90%
3 Rendah < 75%
4. Penyusunan Box
Nilai Kompetensi/Potensi dan Nilai Kinerja Pegawai berdasarkan kategori yang telah ditetapkan disusun ke dalam Box
a. Box Pemetaan Pegawai bagi Pejabat Struktural
Para pegawai yang berada dalam setiap Box akan dibagi berdasarkan usia sebagai berikut :
- Pegawai usia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun;
- Pegawai usia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun;
- Pegawai usia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun.
C. PENYUSUNAN ALTERNATIF STRATEGI PENATAAN PEGAWAI
1. Exit Strategy
Exit Strategy dilakukan dalam hal terjadi kelebihan pegawai
atau ketidaksesuaian antara kebutuhan organisasi dengan
Jenis-jenis Exit Strategy: a. Soft Landing
Soft landing adalah alternatif penyelesaian kelebihan pegawai yang ditujukan bagi para pegawai yang masih memiliki kompetensi atau potensi untuk dikembangkan dan masih cukup produktif.
Soft Landing terdiri dari: 1) Mutasi :
a) Disalurkan ke unit kerja lain di lingkungan Kementerian Keuangan.
ditujukan bagi Pelaksana, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional yang berusia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun dengan kinerja rendah dan kompetensi atau potensi sedang atau berusia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun dengan kinerja sedang dan kompetensi atau potensi rendah;
b) Alih jabatan sebagai pejabat fungsional atau pejabat struktural;
ditujukan bagi Pelaksana, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional yang berusia < 45 (empat puluh lima) tahun dengan kinerja rendah dan kompetensi atau potensi tinggi.
c) Dilimpahkan ke instansi lain;
Mutasi Plus adalah mutasi dengan didahului
Capacity Building. Strategi ini ditujukan bagi:
a) Pelaksana, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional yang berusia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun dengan kinerja sedang dan kompetensi atau potensi rendah;
b) Pelaksana, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional yang berusia < 50 (kurang dari lima puluh) tahun dengan kinerja rendah dan kompetensi atau potensi tinggi;
c) Pelaksana, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional yang berusia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun dengan kinerja rendah dan kompetensi atau potensi sedang.
3) Pengetatan Batas Usia Pensiun
Ditujukan bagi para pejabat struktural eselon II yang sudah berusia > 56 (lebih dari lima puluh enam) tahun.
b. Medium Landing
Medium landing dilaksanakan melalui mekanisme Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri (PAPS) dengan mendapat GHS terhadap pegawai dengan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan.
Pegawai yang termasuk target medium landing, dapat mengajukan permohonan PAPS, dan apabila memenuhi persyaratan akan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Pegawai dimaksud akan mendapat GHS yang besaran dan mekanisme pemberiannya akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.
c. Hard Landing
Hard Landing adalah berupa pembebasan dari jabatan bagi pejabat struktural dan penurunan peringkat jabatan bagi pelaksana. Penurunan peringkat jabatan ditetapkan sampai dengan 3 (tiga) tingkat dengan ketentuan bagi pelaksana yang memiliki peringkat jabatan < 3 (tiga) diturunkan ke peringkat 1 (satu).
Bagi pejabat fungsional, hard landing berupa penurunan TKPKN dengan persentase dan ketentuan yang ditetapkan oleh unit eselon I masing-masing.
Hard Landing diberlakukan bagi :
1) pejabat struktural, pejabat fungsional dan pelaksana yang berusia antara 45 s.d 56 (empat puluh lima sampai dengan lima puluh enam) tahun dengan kompetensi atau potensi dan kinerja rendah;
2) pejabat struktural, pejabat fungsional dan pelaksana yang berusia antara 45 s.d 56 (empat puluh lima sampai dengan lima puluh enam) tahun dengan kompetensi atau potensi sedang dan kinerja rendah;
3) pejabat struktural, pejabat fungsional dan pelaksana yang berusia antara 50 s.d 56 (lima puluh sampai dengan lima puluh enam) tahun dengan kompetensi atau potensi tinggi dan kinerja rendah;
Dalam menerapkan development strategy, sebelumnya perlu dilaksanakan proses identifikasi kebutuhan pengembangan pegawai berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara awal oleh atasan langsung, Kontrak Kinerja, manual Indikator Kinerja Utama (IKU), hasil penilaian kinerja pegawai, daftar riwayat hidup, uraian jabatan dan hasil pengukuran kompetensi atau potensi pegawai. Berdasarkan proses ini, dapat ditentukan
development strategy yang paling efektif untuk setiap pegawai.
Development Strategy yang dapat diterapkan di lingkungan Kementerian Keuangan antara lain:
a. Promosi
Ditujukan bagi pegawai yang memiliki kompetensi atau potensi dan kinerja tinggi. Diberikan kesempatan pertama untuk diangkat pada jabatan yang lebih tinggi.
b. Capacity Building, antara lain: 1) Special Assignment
Ditujukan bagi pegawai memiliki kompetensi atau potensi tinggi dan kinerja sedang atau tinggi.
Pelaksanaannya melalui penugasan khusus untuk
melaksanakan kegiatan atau program strategis dengan target pencapaian yang lebih menantang.
2) Leadership Development
Ditujukan bagi pegawai yang memiliki kompetensi atau potensi tinggi dan kinerja sedang atau tinggi. Merupakan seluruh kegiatan atau penugasan yang
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
kepemimpinan pegawai.
Bentuk penugasannya dapat berupa penugasan khusus dalam proyek tertentu, pelatihan kepemimpinan,
3) Pengkayaan Pekerjaan
Memberikan variasi tugas yang lebih kaya dibanding tugas saat ini (pengkayaan secara vertikal disebut job enrichment, sementara pengkayaan secara horisontal disebut job enlargement)
4) On The Job Development
Memberikan keterampilan, pengetahuan dan arahan secara langsung di tempat kerja.
5) Training
a) Pelatihan/Lokakarya atau Tugas Belajar
Mengirimkan pegawai untuk mengikuti
pelatihan, seminar, kursus, lokakarya atau tugas
belajar untuk meningkatkan ketrampilan atau
pengetahuannya dalam bidang tertentu.
b) Action Based Learning
Proses training yang dilakukan secara kontinyu dengan mengacu pada pemecahan permasalahan riil yang ditemui di lapangan. Peserta belajar mengenai
konsep sambil memecahkan permasalahan riil
(learning by doingprinciple). c) Studi Literatur
Memberikan manual, buku, laporan, video atau kaset sebagai bahan referensi belajar secara mandiri.
d) Cross Training
Mengirimkan pegawai untuk mengikuti training
dalam bidang lain (cross skills) yang bertujuan untuk mempersiapkannya masuk dalam beragam pilihan jabatan.
Merupakan program untuk mempertahankan pegawai yang berusia kurang dari 56 (lima puluh enam) tahun dengan kinerja tinggi, tetapi kompetensi atau potensinya rendah, pada jabatan semula saat dilakukan pemetaan.
d. Coaching
Coaching merupakan pemberian saran, bimbingan, bantuan dan umpan balik kepada pegawai dalam mengatasi
masalah kinerja karena kurangnya pengetahuan dan
keterampilan. Coaching dilaksanakan oleh atasan langsung. e. Counseling
Counseling merupakan proses pemberian saran, bimbingan, bantuan dan umpan balik kepada pegawai agar mampu mengatasi masalah pribadi yang mengganggu kinerja dari counselor kepada counselee. Counseling merupakan proses bimbingan yang dilakukan oleh atasan atau senior kepada pegawai untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungannya, sehingga mampu mengambil langkah-langkah yang tepat guna memecahkan masalah yang dihadapinya.
f. Mentoring
Mentoring merupakan aktifitas supporting dan bimbingan yang menyediakan dukungan, petunjuk, persahabatan, dan penghargaan yang dilakukan mentor untuk mentee dalam rangka membantu mentee melakukan pekerjaannya lebih efektif, efisien dan/atau untuk kemajuan dalam karirnya pada Kementerian Keuangan. Mentoring merupakan proses coaching
dan counseling yang dilaksanakan pada pegawai yang masuk dalam program Manajemen Talenta.
3. Entry Strategy
Dilakukan dalam hal terjadi kekurangan pegawai atau ketidaksesuaian antara kebutuhan organisasi dengan komposisi, kinerja dan kompetensi atau potensi pegawai. Entry Strategy
dilaksanakan melalui rekrutmen pegawai yang berasal dari internal maupun eksternal.
Rekrutmen internal dilaksanakan melalui distribusi atau mutasi pegawai antar unit. Sedangkan rekrutmen eksternal dilaksanakan melalui rekrutmen yang berasal dari Fresh Graduate, lulusan Program Diploma sekolah Tinggi Akuntansi Negara, instansi lain atau profesional.
Rekrutmen ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan.
D. PENETAPAN STRATEGI PENATAAN PEGAWAI DALAM BOX
Penetapan strategi Penataan Pegawai disusun berdasarkan hasil Pemetaan Pegawai. Apabila terjadi kekurangan pegawai dilakukan entry strategy. Dalam hal terjadi kelebihan pegawai dilakukan exit strategy, dan dapat juga dilaksanakan pengembangan dalam bentuk development strategy dengan beberapa variasi.
BAB III
PELAKSANAAN PENATAAN PEGAWAI
Pelaksanaan Penataan Pegawai Kementerian Keuangan terdiri dari tahap pembentukan tim penangan penataan pegawai dan pelaksanaan strategi Penataan Pegawai.
A. Tahap Pembentukan Tim Penangan Penataan Pegawai
Untuk melaksanakan Penataan Pegawai maka dibentuk tim penangan Penataan Pegawai.
Tim Penangan Penataan Pegawai, meliputi:
1. Tim penangan Penataan Pegawai Tingkat Pusat
Tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat mempunyai tugas dan wewenang:
a. melaksanakan mutasi atau penempatan pejabat struktural eselon II, dan eselon III;
b. melaksanakan mutasi atau penempatan pejabat struktural eselon IV, pejabat fungsional, dan pelaksana yang mendapat mutasi antar unit eselon I atau ke luar Kementerian Keuangan.
c. menerima usul PAPS pejabat eselon II, eselon III, eselon IV, pejabat fungsional, dan pelaksana yang telah dikaji dan disetujui oleh pimpinan unit eselon I;
d. memberikan rekomendasi terhadap usul PAPS yang diajukan oleh unit eselon I kepada Menteri Keuangan dan Sekretaris Jenderal;
e. melaksanakan proses pemberhentian pejabat struktural eselon II, eselon III, eselon IV, pejabat fungsional, dan pelaksana sesuai ketentuan yang berlaku;
f. Melaksanakan pemberian GHS;
Tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat beranggotakan sekurang-kurangnya:
1. Ketua merangkap anggota : Sekretaris Jenderal
2. Wakil Ketua merangkap
anggota
: Inspektur Jenderal
3. Sekretaris merangkap
anggota
: Kepala Biro SDM
4. Anggota : Pimpinan unit eselon I
: Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan
: Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan
: Kepala Biro Hukum
: Kepala Biro Bantuan Hukum : Kepala Biro Komunikasi dan
Layanan Informasi
Pembentukan tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.
2. Tim Penangan Penataan Pegawai Tingkat Unit Eselon I
Tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I mempunyai tugas dan wewenang:
a. melaksanakan sosialisasi terhadap pegawai dan memastikan bahwa informasi tentang Penataan Pegawai tepat diketahui oleh setiap pegawai pada unit eselon I masing-masing;
b. melaksanakan Analisis Organisasi dan Analisis Beban Kerja;
c. menghitung kebutuhan pejabat struktural, pejabat fungsional, dan pelaksana;
d. melaksanakan Pemetaan Pegawai;
Pegawai dan mengusulkan rencana Penataan Pegawai kepada Menteri Keuangan;
g. setelah menerima persetujuan dari Menteri Keuangan, unit eselon I melakukan koordinasi internal untuk mempersiapkan pelaksanaan Penataan Pegawai;
h. menyiapkan development strategy bagi pejabat struktural, pejabat fungsional, dan pelaksana yang masuk Box VI, VII, VIII, dan IX;
i. mengirimkan hasil pemetaan pada setiap pegawai sesuai dengan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II;
j. menerima dan meneliti usul PAPS bagi pejabat struktural eselon II, eselon III, eselon IV, pejabat fungsional, dan pelaksana;
k. menetapkan rekomendasi usul PAPS;
l. meneruskan usul PAPS pejabat struktural eselon II, eselon III, eselon IV, pejabat fungsional, dan pelaksana yang telah disetujui kepada tim penangan Penataan Pegawai tingat pusat;
m. melaksanakan solusi Penataan Pegawai yang lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Kementerian Keuangan;
n. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kepada
Menteri Keuangan c.q. Sekretaris Jenderal.
Tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I beranggotakan sekurang-kurangnya:
1 Ketua merangkap anggota : Pimpinan Unit Eselon I
2 Sekretaris merangkap
: Pejabat Eselon III yang membidangi organisasi dan tatalaksana
Tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Pimpinan Unit Eselon I a.n Menteri Keuangan.
3. Tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat maupun tingkat unit eselon I dapat membentuk tim pelaksana harian, tim kerja dan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk membantu pelaksanaan tugas.
B. Tahap Pelaksanaan Strategi Penataan Pegawai
Dari hasil pemetaan dan penetapan strategi Penataan Pegawai, tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I melaksanakan Penataan Pegawai dengan mekanisme pelaksanaan strategi sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Berdasarkan Jabatan, Usia dan Posisi dalam Box
a. Kelompok Pelaksana
1) Penetapan Kebutuhan Pelaksana
Kebutuhan pelaksana pada setiap unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan diperoleh berdasarkan hasil Analisis Beban Kerja (ABK). Melalui instrumen ABK, selanjutnya dapat ditetapkan kelebihan atau kekurangan pelaksana di setiap unit Eselon I.
Dalam hal terjadi kekurangan pelaksana, maka dapat dilakukan entry strategy berupa rekrutmen internal yaitu perpindahan pelaksana antar unit eselon I, maupun rekrutmen eksternal yaitu penerimaan pegawai baru baik dari umum atau lulusan Program Diploma Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
2) Penetapan Pelaksana yang Menjadi Target Exit Strategy
Pelaksana yang menjadi target exit strategy
ditentukan berdasarkan pemetaan hasil pengukuran kompetensi atau potensi, penilaian kinerja dan usia. Pengukuran kompetensi atau potensi Pelaksana dilakukan
melalui metode yang ditetapkan. Hasil dimaksud
dikelompokkan dalam tiga kategori. Dari hasil Pengukuran Kompetensi atau Potensi dan Penilaian Kinerja tersebut dipetakan dalam 9 (sembilan) Box, yaitu:
a) Box I : Kinerja rendah, Potensi rendah
(1) pelaksana yang berada dalam Box I dan berusia < 56 (kurang dari lima puluh enam) tahun akan
ditawarkan untuk mengambil program
PAPS+GHS;
(2) bagi pelaksana yang mengambil program
PAPS+GHS, serta berusia minimal 50 (lima puluh) tahun dengan masa kerja 20 (dua puluh) tahun, akan mendapat pensiun sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(3) pelaksana yang tidak mengambil program PAPS, akan diturunkan peringkat jabatannya.
b) Box II : Kinerja rendah, Potensi sedang
(1) Usia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun
(2) Usia 45 s.d < 56 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun
Dalam hal Pelaksana dimaksud berusia 45 s.d < 56 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun maka kepada yang bersangkutan dapat diterapkan 2 (dua) alternatif:
(a) yang bersangkutan mengambil program
PAPS; atau
(b) diturunkan peringkat jabatannya.
Bagi Pelaksana yang mengajukan PAPS dan diijinkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian serta berusia minimal 50 (lima puluh) tahun dengan masa kerja 20 (dua puluh) tahun, selain mendapat GHS juga akan mendapat pensiun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c) Box III: Kinerja rendah, Potensi tinggi
Pegawai yang termasuk dalam Box ini akan dicari penyebab rendahnya kinerja oleh atasan langsung, sesuai dengan mekanisme development strategy sebagaimana tercantum dalam Bab II.
(1) Usia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun
(2) Usia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun
Dalam hal Pelaksana dimaksud berusia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun, kepada yang bersangkutan disalurkan ke instansi lain, apabila di tempat baru dibutuhkan keterampilan khusus maka diberikan Capacity Building.
(3) Usia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun
Dalam hal Pelaksana dimaksud berusia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari
lima puluh enam) tahun, kepada yang
bersangkutan diberlakukan PAPS+GHS.
Jika PAPS+GHS tidak diambil, kepada yang bersangkutan diturunkan peringkat jabatannya.
d) Box IV: Kinerja sedang, Potensi rendah
(1) Usia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun
Dalam hal Pelaksana dimaksud berusia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun, dimutasikan dengan diberikan capacity building
sesuai kompetensi yang dibutuhkan di tempat baru.
(2) Usia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun
(3) Usia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun
Dalam hal Pelaksana dimaksud berusia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun maka kepada yang bersangkutan diberlakukan PAPS+GHS.
e) Box V: Kinerja tinggi, Potensi rendah
Dalam hal Pelaksana berusia dimaksud kurang dari 55 (lima puluh lima) tahun maka kepada yang bersangkutan dikenakan freeze strategy.
3) Pelaksana yang berada pada Box II, III, IV, V, VI, VII, dan VIII diberi development strategy dalam hal jumlah target
exit strategy sudah terpenuhi. Development Strategy
diarahkan supaya yang bersangkutan bisa bergerak atau meningkat kompetensi atau potensi dan kinerjanya.
4) Pelaksana yang berada pada Box IX diprioritaskan untuk diusulkan menjadi pejabat eselon IV dalam hal tersedia formasinya. Pengusulan menjadi pejabat eselon IV dilakukan secara hierarki sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal belum tersedia formasinya, untuk tetap menjaga performa, diberi assignment atau penugasan-penugasan yang khusus atau lebih strategis yang bersifat pengkayaan pekerjaan.
5) Tata Cara Soft Landing bagi Pelaksana Dilimpahkan ke instansi lain
Pelaksana dengan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan untuk dapat dilakukan soft landing, disalurkan
ke instansi lain yang membutuhkan. Pembekalan
diberikan kepada yang bersangkutan dalam hal di tempat yang baru memerlukan keterampilan khusus.
6) Tata Cara Medium Landing bagi Pelaksana
a) Pelaksana dengan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan untuk dapat dilakukan medium landing, dapat mengajukan usulan untuk mengikuti program PAPS.
b) PAPS diajukan secara tertulis kepada Menteri Keuangan secara hierarki.
c) Permintaan PAPS tersebut akan dikaji oleh tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I.
d) Apabila memenuhi persyaratan medium landing, maka tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I akan mengusulkan PAPS tersebut ke tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat.
e) Apabila tidak memenuhi persyaratan medium landing, maka PAPS tersebut tidak akan diproses.
7) TataCara Hard Landing bagi Pelaksana
Pelaksana dengan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan untuk dapat dilakukan soft landing dan
medium landing tapi tidak mengambil akan dikenakan
hard landing berupa penurunan peringkat jabatan. b. Kelompok Pejabat Struktural
1) Penetapan Kebutuhan Kelompok Pejabat Struktural
Kebutuhan pejabat struktural pada setiap unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan diperoleh berdasarkan Formasi Jabatan.
2) Pemetaan Pejabat Struktural
Untuk melakukan pemetaan pejabat struktural, para pejabat yang telah mengisi formasi tersebut diukur kompetensinya dan dinilai kinerjanya. Berdasarkan hasil pengukuran kompetensi dan penilaian kinerja disusun Box
pemetaan pejabat struktural.
3) Dari hasil pemetaan akan dapat dilihat pejabat struktural yang masuk kategori Box I sampai dengan IX.
4) Bagi pejabat stuktural, target utama dari solusi Penataan Pegawai adalah development strategy, soft landing, dan
medium landing.
5) Hard Landing berupa pembebasan dari jabatan hanya dapat dilaksanakan dalam hal soft landing dan medium Landing yang ditawarkan tidak diambil.
6) Hasil Pemetaan Pejabat Struktural dan Solusi
Penataannya:
a) Box I: Kinerja rendah, Kompetensi rendah
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia < 56 (kurang dari lima puluh enam) tahun, ditawarkan PAPS+GHS.
Apabila pejabat struktural yang berada pada
(1) Usia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun, maka
dimutasikan di lingkungan Kementerian
Keuangan. Apabila di tempat yang baru
dibutuhkan keterampilan khusus maka kepada yang bersangkutan diberikan capacity building. (2) Usia 45 s.d < 56 (empat puluh lima sampai
dengan kurang dari lima puluh enam) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia 45 s.d < 56 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun, maka kepada yang bersangkutan dilakukan PAPS+GHS.
(3) Bagi pejabat strukural eselon II dilakukan Pengetatan BUP.
Apabila pejabat struktural yang berada pada Box II tidak mengajukan PAPS maka dilakukan pembebasan jabatan.
c) Box III: Kinerja rendah, Kompetensi tinggi
(1) Usia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia kurang dari < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun, maka dilakukan alih jabatan menjadi pejabat fungsional atau disalurkan ke instansi lain, dan apabila di tempat baru
dibutuhkan keterampilan khusus maka
(2) Usia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun, maka
kepada yang bersangkutan disalurkan ke
instansi lain, apabila di tempat baru dibutuhkan keterampilan khusus maka diberikan capacity building.
(3) Usia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun, maka kepada yang bersangkutan mengajukan PAPS dan mendapat GHS.
(4) Bagi pejabat struktural eselon II dilakukan Pengetatan BUP.
Apabila pejabat struktural yang berada pada
Box III tidak mengajukan PAPS maka dilakukan pembebasan jabatan.
d) Box IV: Kinerja sedang, Kompetensi rendah
(1) Usia < 45 (kurang dari empat puluh lima) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia < 45 (kurang dari empat puluh lima)
tahun, maka dimutasikan di lingkungan
Kementerian Keuangan (soft landing). Apabila di tempat yang baru dibutuhkan keterampilan
khusus maka kepada yang bersangkutan
dengan kurang dari lima puluh) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia 45 s.d < 50 (empat puluh lima sampai dengan kurang dari lima puluh) tahun, maka kepada yang bersangkutan dilakukan mutasi bidang kerja yang sejenis (teknis).
(3) Usia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun
Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia 50 s.d < 56 (lima puluh sampai dengan kurang dari lima puluh enam) tahun, maka kepada yang bersangkutan mengajukan PAPS dan mendapat GHS.
(4) Bagi pejabat struktural eselon II dilakukan Pengetatan BUP.
e) Box V: Kinerja tinggi, kompetensi rendah
(1) Dalam hal pejabat struktural dimaksud berusia < 56 (kurang dari lima puluh enam) tahun, maka kepada yang bersangkutan dikenakan freeze strategy.
(2) Bagi pejabat struktural eselon II dilakukan Pengetatan BUP.
7) Tata Cara Soft Landing bagi Kelompok Pejabat Struktural.
Soft Landing yang diterapkan bagi pejabat struktural adalah mutasi, alih jabatan atau dilimpahkan
a) Pimpinan unit eselon I menyampaikan usul pejabat struktural yang akan dikenakan soft landing ke tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat bagi :
(2) pejabat struktural eselon IV yang akan dipindahkan antar unit eselon I atau ke instansi lain.
b) Pimpinan unit eselon II pada masing-masing unit eselon I menyampaikan usul pejabat struktural eselon IV yang akan dipindahkan di lingkungan unit eselon I masing-masing ke tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I.
c) Usul tersebut akan dikaji oleh tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat atau tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I.
d) Tim penangan Penataan Pegawai tingkat pusat atau tim penangan Penataan Pegawai tingkat unit eselon I
akan melakukan penelaahan dengan alternatif
rekomendasi:
(1) disalurkan ke unit eselon I lain di lingkungan
Kementerian Keuangan sebagai pejabat
struktural; (2) alih jabatan; atau
(3) dilimpahkan ke instansi lain.
e) Dalam hal tidak dapat dilakukan alternatif tersebut diatas maka kepada yang bersangkutan akan dikenakan freeze strategy.
f) Didalam program soft landing ini, khusus bagi pejabat struktural eselon II, tidak diberlakukan perpanjangan BUP atau tetap 56 (lima puluh enam) tahun, kecuali untuk pejabat tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
8) Tata Cara Medium Landing bagi Kelompok Pejabat Struktural
a) Pejabat struktural dengan persyaratan untuk dapat dilakukan medium landing, dapat mengajukan usul untuk mengikuti program PAPS.
penangan Penataan Pegawai tingkat pusat.
d) Apabila memenuhi persyaratan medium landing, maka akan diproses pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri. Namun, apabila tidak memenuhi persyaratan medium landing, maka permintaan berhenti sebagai PNS tidak akan diproses.
e) Dalam hal yang bersangkutan telah diberhentikan dengan hormat sebagai PNS, maka akan memperoleh GHS dan akan memperoleh hak pensiun sesuai ketentuan yang berlaku apabila yang bersangkutan berusia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun.
9) Tata Cara Hard Landing bagi Kelompok Pejabat Struktural Pejabat struktural dengan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan untuk dapat dilakukan soft landing dan
medium landing tapi tidak mengambil akan dikenakan
hard landing berupa pembebasan dari jabatan. c. Kelompok Pejabat Fungsional
1) Penetapan Kebutuhan Kelompok Pejabat Fungsional
Kebutuhan pejabat fungsional ditetapkan oleh unit eselon I pembina jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan.
2) Pemetaan Pejabat Fungsional
Untuk melakukan pemetaan pejabat fungsional, para pejabat tersebut dinilai kinerjanya berdasarkan Nilai
Kinerja Pegawai. Sedangkan kompetensi/potensinya
diukur berdasarkan mekanisme yang diatur dan
3) Dalam hal terjadi kekurangan pejabat fungsional, maka dapat dilakukan entry strategy berupa pengangkatan Pejabat Fungsional.
4) Dalam hal terjadi kelebihan pejabat fungsional, maka dapat dilakukan proses pembebasan atau pemberhentian dari jabatannya sesuai ketentuan yang berlaku pada jabatan fungsional.
5) Development strategy bagi pejabat fungsional dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
d. Kelompok Pegawai Dipekerjakan atau Diperbantukan dibagi menjadi:
1) Pegawai Kementerian Keuangan yang dipekerjakan atau diperbantukan di instansi lain tanpa ada penetapan batas waktu berakhirnya penugasan. Terhadap para pegawai diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
a) Pegawai yang ditugaskan lebih dari 5 (lima) tahun
Para pegawai tersebut akan ditawarkan untuk beralih status sebagai pegawai pada instansi dimana yang bersangkutan ditugaskan atau kembali ke Kementerian Keuangan.
Dalam hal yang bersangkutan memilih untuk kembali ke Kementerian Keuangan, akan dilakukan pengukuran kompetensi atau potensi dan penilaian
kinerja dengan mekanisme yang diberlakukan
terhadap pegawai Kementerian Keuangan.
b) Pegawai yang ditugaskan kurang dari 5 (lima) tahun
Terhadap para pegawai yang masa tugasnya kurang dari 5 (lima) tahun akan diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan baru dengan batas
waktu penugasan, sampai yang bersangkutan
memiliki masa penugasan 5 (lima) tahun. Selanjutnya
terhadap pegawai tersebut akan diberlakukan
atau diperbantukan di instansi lain dengan adanya batas waktu berakhirnya penugasan yang ditetapkan sebelumnya.
Terhadap para pegawai yang telah
menyelesaikan masa penugasannya akan dilakukan pengukuran kompetensi atau potensi dan penilaian kinerja sesuai dengan mekanisme yang diberlakukan terhadap pegawai Kementerian Keuangan.
2. Ketentuan dan Persyaratan Pengajuan PAPS
a. Pelaksana, pejabat struktural dan pejabat fungsional yang tidak dapat mengajukan PAPS, yaitu:
1) Sedang dalam ikatan dinas atau wajib bekerja;
2) Sedang menjalani MPP;
3) Sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara;
4) Sedang menjalani tugas belajar;
5) Sedang dalam proses penyelesaian hukuman disiplin
berupa pemberhentian dan sedang dalam proses
pengajuan keberatan ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK); dan
6) Berada pada Box VI, VII, VIII, dan IX. Dalam hal tetap mengajukan akan dipertimbangkan tanpa mendapat GHS.
b. Adapun pegawai yang sedang dalam proses pemeriksaan
dugaan pelanggaran disiplin atau sedang dalam pemeriksaan tindak pidana serta sedang menjalani hukuman disiplin selain pemberhentian, bisa mengajukan PAPS dengan ketentuan:
2) Bagi Pegawai yang sedang menjalani hukuman disiplin atau mendapat surat peringatan mendapat GHS yang besarannya akan diperhitungkan dengan jumlah TKPKN yang harus dipotong sebagai akibat penjatuhan hukuman disiplin.
3) Bagi yang mengajukan keberatan atas penjatuhan
hukuman disiplin, harus menarik kembali keberatannya tersebut dalam surat bermaterai.
c. Bagi Pegawai yang sedang dalam proses pemeriksaan dugaan melakukan tindak pidana, belum dapat mengajukan PAPS atau MPP Plus sampai dengan ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
d. Apabila pegawai yang mengajukan PAPS telah disetujui dan ditetapkan dalam surat keputusan, kemudian meninggal dunia sebelum dilakukan pembayaran uang GHS dan hak-hak lainnya sesuai keputusan ini, maka pembayaran dilakukan kepada ahli waris.
3. Mekanisme Development Strategy
BOX II : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Sedang, Kinerja Rendah
Berdasarkan data yang diperoleh dari :
1. Kontrak kinerja, manual indikator kinerja utama, hasil penilaian kinerja pegawai, daftar riwayat hidup, uraian jabatan, dan data pendukung lainnya;
2. Wawancara awal dan/atau observasi, yang bertujuan untuk menentukan penyebab rendahnya kinerja.
Development Strategy
BOX III : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Tinggi, Kinerja
Berdasarkan data yang diperoleh dari :
1. Kontrak kinerja, manual indikator kinerja utama, hasil penilaian kinerja pegawai, daftar riwayat hidup, uraian jabatan, dan data pendukung lainnya;
2. Wawancara awal dan/atau observasi, yang bertujuan untuk menentukan penyebab rendahnya kinerja.
Hasil Identifikasi Permasalahan Kinerja
1. Rendahnya kinerja disebabkan oleh
permasalahan pribadi, seperti: masalah keluarga, sikap, perilaku, motivasi, kepuasan kerja, dll.;
2. Rendahnya kinerja disebabkan oleh
permasalahan pekerjaan, seperti:
kurangnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki, ketidakjelasan Standard Operating Procedure (SOP), beban kerja yang tidak sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, keahlian yang tidak sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan, dan kondisi eksternal lainnya yang tidak mendukung.
Development Strategy
1. Terkait permasalahan pribadi:
counseling untuk mengarahkan pegawai dalam memahami dirinya sendiri dan
lingkungannya, sehingga mampu
mengambil langkah-langkah yang tepat
guna memecahkan masalah yang
BOX III : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Tinggi, Kinerja Rendah
Mekanisme Penjelasan
2. Terkait permasalahan pekerjaan:
a. coaching, dan secara bertahap
mengarahkan pegawai yang
bersangkutan ke dalam Box VII; b. training terkait dengan tugas yang
kurang dikuasai.
BOX IV : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Rendah, Kinerja Sedang
Hasil pengukuran kompetensi atau potensi untuk melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Dari hasil identifikasi tersebut, dapat ditentukan pekerjaan yang lebih sesuai agar kinerjanya dapat lebih meningkat.
Development Strategy
Training terkait keterampilan yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang menjadi target mutasi.
BOX V : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Rendah, Kinerja Tinggi
BOX V : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Rendah, Kinerja Tinggi
Mekanisme Penjelasan
Development Strategy
Development Strategy dapat dilakukan melalui: 1. freeze strategy;
2. training untuk pengembangan diri.
BOX VI : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Sedang, Kinerja Sedang
Berdasarkan data yang diperoleh dari :
1. Kontrak kinerja, manual indikator kinerja utama, hasil penilaian kinerja pegawai, daftar riwayat hidup, uraian jabatan, dan data pendukung lainnya;
2. Wawancara awal dan/atau observasi, yang bertujuan untuk menentukan penyebab kinerja yang belum optimal.
Hasil Identifikasi
1. Kurang optimalnya kinerja disebabkan
oleh permasalahan pribadi, seperti
masalah keluarga, sikap, perilaku,
motivasi, kepuasan kerja, dll.;
2. Kurang optimalnya kinerja disebabkan oleh permasalahan pekerjaan, seperti ketidakjelasan SOP, beban kerja yang tidak sesuai dengan sumber daya yang dimiliki,
keahlian yang tidak sesuai dengan
BOX VI : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Sedang, Kinerja Sedang
Mekanisme Penjelasan
Development Strategy
Development strategy yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kinerja sehingga secara bertahap akan mengarahkan pegawai yang bersangkutan ke dalam Box VIII.
1. Bagi pegawai yang memiliki masalah
pribadi dilakukan counseling untuk
mengarahkan pegawai menyelesaikan
masalah pribadinya tersebut sehingga yang bersangkutan dapat lebih fokus dalam meningkatkan kinerjanya;
2. Bagi pegawai yang memiliki permasalahan pekerjaan:
a. coaching;
b. on the job development;
c. training terkait dengan tugas yang kurang dikuasai.
BOX VII : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Tinggi, Kinerja Sedang
Berdasarkan data yang diperoleh dari :
1. Kontrak Kinerja, manual indikator kinerja utama, hasil penilaian kinerja individu, daftar riwayat hidup, uraian jabatan, dan data pendukung lainnya;
BOX VII : Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Tinggi, Kinerja Sedang
Mekanisme Penjelasan
Hasil Identifikasi
1. Kurang optimalnya kinerja disebabkan oleh permasalahan pribadi, seperti:
masalah keluarga, sikap, perilaku,
motivasi, kepuasan kerja, dll.;
2. Kurang optimalnya disebabkan oleh
permasalahan pekerjaan, seperti:
kurangnya pengetahuan atau ketrampilan yang dimiliki, ketidakjelasan SOP, beban kerja yang tidak sesuai dengan sumber daya yang dimiliki, keahlian yang tidak sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan, dan kondisi eksternal lainnya yang tidak mendukung.
Development Strategy
1. Terkait permasalahan pribadi, dilakukan
counseling;
2. Terkait permasalahan pekerjaan:
Secara bertahap akan mengarahkan
pegawai yang bersangkutan ke dalam Box
IX. Development strategy untuk meningkatan kinerja melalui:
a. special assignment;
b. leadership development;
c. on the job development;
d. training terkait dengan tugas yang kurang dikuasai;
BOX VIII: Pegawai dengan Kompetensi atau Potensi Sedang,
Berdasarkan data yang diperoleh dari :
1. Kontrak Kinerja, manual indikator kinerja utama, hasil penilaian kinerja individu, daftar riwayat hidup, uraian jabatan, dan data pendukung lainnya;
2. Wawancara awal dan/atau observasi, yang bertujuan untuk menentukan penyebab kompetensi/potensi yang belum optimal.
Development Strategy
Terhadap pejabat struktural yang berada pada
Box VIII, development strategy yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi menuju Box IX:
1. job enlargement; 2. job enrichment;
3. training terkait dengan kompetensi yang perlu ditingkatkan;
4. leadership development; 5. special assingment.
Terhadap pelaksana yang berada pada Box VIII,
development strategy diberlakukan sebagaimana terhadap pejabat struktural ditambah dengan Promosi. Untuk kemudian terhadap pelaksana
yang siap dipromosikan akan dilakukan