• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI IRFAN MUHAMMAD NUR"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA

CACING OLIGOCHAETA DENGAN

SISTEM SIRKULASI DAN RESIRKULASI

IRFAN MUHAMMAD NUR

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Produksi Budidaya Cacing Oligichaeta dengan Sistem Sirkulasi dan Resirkulasi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014 Irfan Muhammad Nur NIM C14090062

(4)

ABSTRAK

IRFAN MUHAMMAD NUR. Kinerja Produksi Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Sistem Sirkulasi dan Resirkulasi. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan YANI HADIROSEYANI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sistem sirkulasi dan resirkulasi terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa cacing, kualitas media pemeliharaan, serta prospek usaha. Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari sistem sirkulasi dan sistem resirkulasi. Penelitian dilaksanakan bulan September sampai Desember 2013 bertempat di Miranti Fish Farm. Media yang digunakan yaitu campuran lumpur dan kotoran ayam ditambah tepung tapioka 1 : 1 dengan wadah budidaya berupa kotak kayu dengan ukuran (200x100x20) cm3 yang dilapisi terpal biru sebanyak 6 buah. Pupuk yang digunakan kotoran ayam yang difermetasikan ditambah dengan tepung tapioka. Penggenangan substrat (pupuk dan lumpur) dilakukan selama 10 hari, lalu cacing ditebar dan diberi pupuk setiap lima hari sekali. Cacing dipelihara selama 60 hari dan dilakukan pengambilan contoh setiap 10 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem resirkulasi menghasilkan jumlah kepadatan populasi dan biomassa yang lebih tinggi. Jumlah populasi tertinggi sebanyak 3,4 x 106 ind./m2 yang dicapai pada hari ke-40 dan biomassa tertinggi 9,27 kg/m2 yang dicapai pada hari ke-60. Pada perlakuan sistem sirkulasi jumlah populasi tertinggi sebanyak 2,07 x 106 ind./m2 dan biomassa tertinggi 9,09 kg/m2 yang dicapai pada hari ke-60. Sistem resirkulasi lebih layak dijalankan dibandingkan dengan sistem sirkulasi, dengan keuntungan bisa menghemat air dan menghasilkan keuntungan lebih tinggi.

Kata kunci: biomassa, cacing sutera, kepadatan, sirkulasi, resirkulasi

ABSTRACT

IRFAN MUHAMMAD NUR. Production performance of oligochaeta cultivation with circulation and recirculation system. Supervised by TATAG BUDIARDI dan YANI HADIROSEYANI.

This research aims to analyze the effect of circulation system and recirculation system on population growth and biomass of worms, media maintenance quality, and business prospects. The treatment in this study consisted of the circulation and recirculation system. the experiment was conducted from September to December 2013 held at Miranti Fish Farm.The media used is a micture of sludge dan chicken manure 1 : 1 with the cultivation of container in the form of a wooden box with size (200x100x20) cm3 covered with blue tarp for 6 units. The fertilizer that been used is fermented chicken manure mix with tapioca flour. Manure and mud inundation conducted over 10 days and then spread the worms into the media and fertilized once every 5 days. The worms maintained for 60 days and performed sampling every 10 days. The results showed that the recirculation system treatment reached highest population and higher biomass. The highest

(5)

population is at (3,4 x 106 ind./m2) in the 40 days culture periode and the highest biomass (9.27 kg/m2) reached in 60 days. In the Circulation system the highest population is 2,07 x 106 ind./m2 and the highest biomass is 9,09 kg/m2 which achieved in 60 days. Recirculation system is more viable than the circulation system, with benefits of save more water and generate higher profits.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA CACING

OLIGOCHAETA DENGAN SISTEM SIRKULASI DAN

RESIRKULASI

IRFAN MUHAMMAD NUR

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kinerja Produksi Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Sistem Sirkulasi dan Resirkulasi

Nama : Irfan Muhammad Nur NIM : C14090062

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. Pembimbing I

Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Kinerja Produksi Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Sistem Sirkulasi dan Resirkulasi”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Desember 2013 di Miranti Fish Farm, Bojong Kidul No. 79, Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Berbagai pihak telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. dan Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala masukan dan dukungannya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini, kedua orang tua tercinta, R. Nur Apriatman dan Peni Syanti yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, do’a dan dukungan yang tiada henti, serta kakak Mirza Muhammad Nur yang senantiasa memberikan hiburan, motivasi dan semangat kepada penulis. Terima kasih juga disampaikan kepada sahabat saya Hendra Satwika dan M. Ismatullah Jay, serta Keluarga besar Departemen Budidaya Perairan, BDP 46, BDP 47 dan BDP 48.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan, masyarakat, dan seluruh pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... ii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 1 METODE... 2

Waktu dan Tempat... 2

Rancangan Percobaan... 2

Prosedur Penelitian... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN... 4

Hasil... 4

Pembahasan... 8

KESIMPULAN DAN SARAN... 10

Kesimpulan... 10

Saran... 10

DAFTAR PUSTAKA... 11

LAMPIRAN... 13

(12)

DAFTAR TABEL

1 Biomassa dan kepadatan populasi...5

2 Berat Badan Cacing...5

3 Kualitas air...6

4

Analisis usaha...7

DAFTAR GAMBAR

1 Biomassa dan kepadatan cacing sutera pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi selama 60 hari...6

2 Nilai suhu, DO, pH, dan TAN pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi selama 60 hari...7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar wadah penelitian sistem sirkulasi dan resirkulasi...13

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cacing sutera merupakan salah satu cacing air tawar yang termasuk ke dalam filum Annelida, kelas Oligocheata, ordo Haplatoxida dan famili Tubificidae (Pennak 1989). Menurut Ajiningsih (1992) dalam Findy (2011), cacing sutra memiliki kandungan gizi yang tinggi yaitu 65 % protein, 15 % lemak, 14 % karbohidrat dan mudah dicerna oleh benih ikan. Menurut Davis (1972) dalam Rogaar (1979), aktivitas tubifisid terbatas pada kedalaman 0-7 cm dan pengambilan makanan terjadi pada kedalaman 3-6 cm. Sekitar 90% Tubifex sp. menempati daerah permukaan hingga kedalaman 4 cm dan sekitar 10 % terdapat pada kedalaman yang lebih besar dan sedikit sekali ditemukan pada kedalaman lebih besar dari 10 cm.

Saat ini kebutuhan cacing sutra masih diperoleh dari hasil penangkapan alam, ketersediaan cacing sutra juga masih bergantung pada musim, dan jumlah pasokannya tidak kontinyu. Pemakaian cacing sutra dari alam cukup beresiko karena berpotensi membawa parasit atau penyakit ke dalam lingkungan budidaya. Di lain pihak, data produksi ikan lele pada tahun 2011 mencapai 9.675.553 ton (KKP 2012), sehingga menurut perhitungan dibutuhkan cacing sekitar 1.935.110 ton. Oleh karena itu, budidaya cacing sutra perlu dikembangkan untuk memperoleh hasil cacing sutra yang sehat, terkontrol dan berkelanjutan. Melihat kenyataan tersebut, budidaya cacing sutra merupakan sebuah peluang usaha yang berprospek tinggi. Untuk saat ini cacing sutra yang sudah bersih di pasaran Jabodetabek dijual dengan kisaran harga sekitar Rp 20.000/kg.

Sistem sirkulasi artinya pergantian air terus menerus. Pengelolaan air dilakukan dengan cara penggantian air baru setiap saat (sistem terbuka). Penggantian air setiap saat dilakukan agar kualitas air pada wadah pemeliharaan tetap terjaga dengan baik. Sistem resirkulasi atau sistem tertutup artinya menggunaan air itu kembali untuk budidaya. Sistem resirkulasi bertujuan agar biaya produksi lebih efisien dalam lingkungan terkendali melalui pengelolaan air. Sistem resirkulasi memberikan lingkungan budidaya yang diklaim lebih ramah lingkungan dengan efisiensi penggunaan air dan dapat dilakukan di lahan yang tidak terlalu luas. Namun sistem resirkulasi relatif mahal untuk pengoperasiannya, karena menggunakan pompa sirkulasi dan biaya listrik. Untuk itu perlu diteliti kinerja produksi terbaik diantara penggunaan sistem sirkulasi dan sistem resirkulasi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi budidaya cacing sutera pada sistem sirkulasi dan resirkulasi. Parameter uji adalah kinerja produksi (biomassa dan kepadatan populasi), kualitas air serta analisis usaha.

(14)

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 24 September sampai dengan 4 Desember 2013. Persiapan media dilakukan mulai tanggal 24 September sampai dengan 4 Oktober. Pembudidayaan cacing dimulai tanggal 4 Oktober – 4 Desember. Lokasi percobaan bertempat di Miranti Fish Farm, Bojong Kidul No. 79, Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan tiga ulangan. Perlakuan tersebut adalah budidaya cacing menggunakan sistem sirkulasi dan resirkulasi.

Prosedur Penelitian

Persiapan wadah dan substrat

Bak pemeliharaan yang digunakan berupa kotak kayu berukuran 200 cm x 100 cm x 20 cm sebanyak 6 unit (Lampiran 1). Bak dilapisi terpal berwama biru untuk mencegah terjadinya kebocoran bagi budidaya cacing oligochaeta seperti yang dilakukan oleh Chumaidi (1986). Jumlah pupuk yang digunakan sebanyak 100 kg untuk setiap bak pemeliharaan. Pupuk yang digunakan adalah kotoran ayam yang difermentasikan ditambah tepung tapioka. Fermentasi yang dilakukan mengacu pada penelitian sebelumnya (Fadillah 2004). Fermentasi kotoran ayam dimulai dari tahap pembuatan larutan aktivator, yaitu 3,75 gram gula pasir, jumlah EM4 yang digunakan sesuai yang tertera pada label di botol dan 300 ml air. Larutan aktivator tersebut digunakan untuk 10 kg kotoran ayam. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam plastik tertutup selama 5 hari. Setelah 5 hari, kotoran ayam yang sudah difermentasi dijemur hingga kering (Fadillah 2004). Fermentasi tersebut dibuat untuk satu dosis dalam perlakuan penelitian. Sumber karbon yang digunakan yaitu tepung tapioka dengan kandungan unsur karbon sebesar 38,45%. Pemberian karbon ke dalam media pemeliharaan diberikan ketika akan memberi pupuk dengan cara mencampurnya. Pemberian karbon yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan C/N rasio yang ditentukan sebagai berikut (Juhaeni 2002): C/N = (g KA x % C KA) + (g TT x % C TT) (g KA x % N KA) + (g TT x % N TT) 20 = (1000 g x 6,77%) + (Y x 38,45%) 1 (1000 g x 1,44%) + (Y x 0,38%) 20/1 = 67,7 + 0,3845Y 14,4 + 0,0038Y 288 + 0,038Y = 67,7 +0,3845Y 220,3 = 0,3465Y Y = 635,8 Gram/kg

(15)

3 Pemberian tepung tapioka dicampurkan ke dalam kotoran ayam yang difermentasikan dengan dosis 635,8 gram/kg. Media budidaya berupa pupuk dan lumpur halus kering dengan perbandingan 1:1, lalu dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan sambil diaduk supaya tercampur merata. Media dibuat sekitar ketinggian 10 cm. Selanjutnya bak diisi air setinggi 2 cm dan dibiarkan selama 10 hari, supaya pupuk awal pada media dapat terurai oleh bakteri sehingga bakteri tersebut dapat menjadi makanan bagi cacing oligochaeta. Setiap bak dilengkapi dengan inlet dan outlet. Pada bak tandon diberi aerasi sebanyak 3 titik.

Persiapan penebaran

Cacing sutera yang digunakan dalam penelitian ini berukuran kurang lebih 3 ± 0,15 cm dan bobot 2,5 ± 0,34mg/ekor. Benih cacing yang digunakan berasal dari hasil tangkapan alam di daerah Bogor. Penebaran cacing dilakukan setelah penggenangan air pada wadah budidaya selama 10 hari. Cacing dibersihkan dengan cara menambahkan air ke dalam ember lalu di aduk dan dibuang airnya sebelum dilakukan penebaran. Penebaran dilakukan dengan cara menghentikan aliran air lalu menebar merata pada wadah budidaya. Cacing ditebar secara merata sebanyak 1 kg/m2 dengan kepadatan populasi 0,4 x 106 ind/m2.

Pengelolaan pupuk

Kotoran ayam didapatkan dari daerah Bogor. Pupuk yang diberikan adalah pupuk hasil fermentasi. Pemupukan dilakukan 5 hari sekali dengan dosis 1 kg/m2, sehingga pupuk diberikan sebanyak 12 kali selama 60 hari pemeliharaan. Cara pemberian pupuk dilakukan dengan menghentikan aliran air kemudian pupuk ditebar merata. Pupuk hasil fermentasi disimpan di dalam karung dan ditutup terpal.

Pengelolaan kualitas air

Sumber air dari sumur yang dipompakan ke dalam tandon. Sistem pengairan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem sirkulasi dan sistem resirkulasi. Sistem sirkulasi yaitu air dialirkan terus menerus dari tandon ke setiap bak pemeliharaan kemudian air dibuang melalui pembuangan. Sistem resirkulasi yaitu air yang digunakan kembali untuk budidaya. Air dialirkan dari tandon ke setiap bak pemeliharaan dan dikembalikan lagi ke dalam tandon menggunakan pompa air, jika air berkurang maka ditambahkan air ke dalam tandon sesuai jumlah air yang menguap. Debit air yang digunakan yaitu 1 L/menit.

Parameter Penelitian

Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi kinerja produksi (biomassa dan kepadatan populasi), kualitas air, analisis usaha dan analisis data.

(16)

4

Pertumbuhan populasi dan biomassa

Pengambilan data dilakukan dengan cara membenamkan pipa paralon berdiameter 3 cm dengan luas permukaan lubang 7,07 cm2 ke dalam substrat lalu diangkat. Substrat yang terambil ditampung, diambil dan dicuci dengan air mengalir sampai airnya tidak keruh, kemudian disebar di atas kaca yang berukuran 25 cm x 20 cm. Cacing dipisahkan dari substrat menggunakan jarum bedah. Cacing yang terkumpul ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram kemudian dihitung jumlahnya. Pengambilan contoh dilakukan setiap 20 hari sekali. Pengambilan contoh dilakukan pada 3 tempat dalam setiap wadah, yaitu aliran air masuk, tengah dan aliran air keluar.

Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, oksigen terlarut, pH dan TAN (total ammonia nitrogen) yang diukur setiap 10 hari sekali selama 60 hari pemeliharaan. Pengambilan sampel air untuk mengukur suhu, oksigen terlarut, pH, dan TAN diambil dari tiga titik, yaitu inlet, tengah dan outlet pada setiap bak pemeliharaan. Pengukuran menggunakan alat termometer, DO-meter, pH-meter, dan spektrofotometer.

Analisis usaha

Analisis usaha dilakukan untuk mengukur apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Perhitungan meliputi biaya-biaya yang harus dikeluarkan serta keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan produk berdasarkan skala usaha serta teknologi yang digunakan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dalam satu tahun dalam unit produksi per luas.

Analisis data

Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi jumlah individu cacing, biomassa, dan kualitas air. Data hasil pengukuran parameter tersebut digunakan untuk menentukan laju pertumbuhan biomassa dan kepadatan populasi. Parameter yang diuji secara statistik adalah jumlah individu dan biomassa cacing sebelum dan setelah penelitian. Kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan menyertakan tabel dan grafik. Analisis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pelaksanaan penelitian selama pemeliharaan 60 hari, parameter yang diuji menggunakan uji statistik adalah kinerja produksi, yaitu biomassa dan kepadatan populasi cacing. Parameter lain yang diperoleh adalah kualitas air dan analisis usaha.

(17)

5

Kinerja Produksi

Pertumbuhan biomassa dan kepadatan

Tabel 1 menunjukkan biomassa dan kepadatan cacing memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil uji t-Test menyatakan, biomassa dan kepadatan pada hari ke 60 pada sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 1. Biomassa dan kepadatan populasi rata-rata pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi selama 60 hari

Hari ke-

0 20 40 60

Biomassa (kg/m2)

- resirkulasi 1,00a 5,32a 7,77a 9,27a

- sirkulasi 1,00a 4,61 a 7,76a 9,09b

Kepadatan populasi (ind./m2)

- resirkulasi 0,40x106a 0,77 x 106 a 3,4 x 106a 3,09 x 106a

- sirkulasi 0,40x106a 1,07 x 106a 1,19 x106a 2,07 x 106b

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji t-Test).

Tabel 2 menunjukkan, bobot cacing memiliki perbedaan yang signifikan. Cacing pada sistem resirkulasi lebih kecil daripada cacing pada sistem sirkulasi. Tabel 2. Bobot rata-rata (mg/ind.) cacing pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi selama 60 hari

Perlakuan Hari ke -

0 20 40 60

Resirkulasi 2,5 6,9 2,3 3

Sirkulasi 2,5 4,3 6,5 4,4

Gambar 1 menunjukkan biomassa tertinggi yang diperoleh pada perlakuan resirkulasi adalah 9,27 kg/m2 dan pada perlakuan sirkulasi adalah 9,09 kg/m2. Biomassa tersebut dicapai pada hari ke-60 masa pemeliharaan. Pertumbuhan kepadatan, pada perlakuan resirkulasi puncak populasi tertinggi tercapai pada hari ke-40 sebesar 3,4 x106 individu/m2 dan menurun pada hari ke-60, yakni sebesar 3,09 x106 individu/m2.Puncak populasi tertinggi pada perlakuan sirkulasi sebesar 2,07 x 106 individu/m2 yang dicapai pada hari ke-60.

Gambar 1. Biomassa dan kepadatan cacing sutera pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi selama 60 hari

(18)

6

Kualitas air

Selama pemeliharaan, suhu pada wadah budidaya berkisar antara 24-280C. Pada awal pemeliharaan, semua perlakuan memiliki nilai DO yang rendah yaitu pada kisaran 1 mg/L. Konsentrasi DO tertinggi terjadi pada pertengahan sampai akhir masa pemeliharaan dengan nilai 7 mg/L pada perlakuan sirkulasi dan terendah 2,5 mg/L pada perlakuan resirkulasi. Nilai pH berkisar antara 7,2-8,5. Nilai NH3 berkisar 0-0,15 mg/L.

Tabel 3. Kualitas air pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi selama 60 hari

Parameter Satuan Perlakuan

Sirkulasi Resirkulasi

DO mg/L 5 – 7 2,5 – 3,5

pH - 7,2 8 – 8,5

Suhu 0C 26 – 28 25 – 28

NH3 mg/L 0 –0,08 0,05 – 0,15

Gambar 2 menunjukkan suhu berfluktuasi per satuan waktu. Nilai suhu pada awal pemeliharaan berkisar 250C, sedangkan nilai akhir selama masa pemeliharaan pada sirkulasi dan resirkulasi berturut-turut sebesar 250C dan 260C. konsentrasi oksigen terlarut berfluktuasi per satuan waktu. Nilai oksigen terlarut pada awal pemeliharaan berada di atas 3,5 mg/L, pada akhir perlakuan sirkulasi mengalami kenaikan nilai oksigen terlarut sebesar 5 mg/L, sedangkan pada perlakuan resirkulasi mengalami penurunan sebesar 3 mg/L. Nilai pH yang diperoleh berfluktuasi per satuan waktu. Nilai pH pada awal pemeliharaan berkisar 7,2 dan pada akhir pemeliharaan diperoleh nilai pH pada perlakuan sirkulasi dan resirkulasi berturut-turut sebesar 7,2 dan 8. Konsentrasi NH3 pada

pemeliharaan meningkat pada hari ke-20 sebesar 0,15 mg/L pada sistem resirkulasi dan 7,9 mg/L pada sistem sirkulasi. Namun pada akhir pemeliharaan nilai kandungan NH3 menurun untuk perlakuan sirkulasi dan resirkulasi

berturut-turut sebesar 0,06 mg/L dan 0,01 mg/L.

Gambar 2. Suhu, DO, pH, dan NH3 pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem

(19)

7

Analisis Usaha

Analisis usaha dihitung berdasarkan asumsi, usaha menggunakan 18 bak pemeliharaan dengan padat tebar 1 kg/m2. Asumsi perhitungan produksi dilakukan dengan perhitungan rata-rata. Panen yang dilakukan yaitu panen parsial dengan cara memanen 50% setiap 10 hari sekali. Kebutuhan jumlah air pada penelitian sistem resirkulasi yang digunakan selama 60 hari yaitu 1020 liter, sedangkan pada sistem sirkulasi sebanyak 259.200 liter. Harga yang digunakan yaitu harga barang pada tahun 2013. Harga jual diasumsikan sebesar Rp 20.000/kg.

Tabel 4. Analisis usaha

Uraian Sirkulasi Resirkulasi

Biaya investasi Rp 3.179.000 Rp 11.055.000 Biaya tetap Rp 10.548.750 Rp 3.572.250 Biaya variabel Rp 64.106.340 Rp 64.106.340 Biaya total Rp 77.834.090 Rp 78.733.590 Jumlah produksi (kg) 4.320 4.536 HPP (Rp/kg) Rp 16.911 Rp 14.101 Penerimaan/tahun Rp 86.400.000 Rp 90.720.000 Keuntungan/bulan Rp 713.826 Rp 998.868 BEP Rp 40.882.116 Rp 12.176.999 BEP (kg) 2.044 609 PP (tahun) 3,9 3 RC ratio 1,11 1,15 ROI (%) 11 15 Pembahasan

Kinerja produksi biomassa dan kepadatan populasi cacing sutra pada hari ke-20 meningkat, diduga karena cacing yang ditebar merupakan cacing dewasa yang siap untuk bertelur. Cacing yang ditebar berbobot sekitar 2,5 mg. Pophenco (1967) dalam Hadiroseyani et al. (2007) menyatakan bahwa cacing Tubifex sp. dewasa yang siap kawin berukuran sekitar 3 cm dengan bobot tubuh antara 2–5 mg. Ketika sudah berada di wadah budidaya, cacing tersebut mengeluarkan kokon. Jumlah telur dalam setiap kokon 4-5 butir.

Selain itu, pertumbuhan cacing sutra sangat tinggi pada minggu pertama (Lobo dan Alves 2011). Hal ini menyebabkan biomassa dan populasi cacing bertambah karena cacing dewasa yang masih bertahan di dalam wadah budidaya ditambah cacing-cacing muda yang sudah menetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Lobo dan Alves (2011) yang menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan sejak kokon diletakkan sampai menetas sekitar 10-20 hari dan membutuhkan waktu sekitar 40 hari untuk mencapai dewasa. Cacing Oligochaeta yang mengeluarkan kokon akan mengeluarkan kokon kembali setiap dua minggu sekali. Anak cacing akan menghasilkan kokon untuk pertama kali pada umur sekitar 40 – 45 hari (Kasiorek 1974).

(20)

8

Pada hari ke-60 kepadatan populasi mengalami penurunan pada perlakuan resirkulasi yang diduga tingkat kematian yang tinggi pada cacing dewasa. Hal ini terlihat dari banyaknya cacing mati yang berwarna putih pada media. Kematian juga dapat diduga karena persaingan antara cacing dewasa dan cacing muda untuk mendapatkan makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kaster (1980) bahwa ketersediaan makanan merupakan faktor penting untuk kemampuan reproduksinya. Terjadinya peningkatan jumlah individu namun biomassa cenderung turun, dikarenakan cacing yang ada di media pemeliharaan didominasi oleh cacing-cacing muda yang siap bertelur. Sesuai dengan Tabel 2 cacing berbobot 3 mg.

Pada hari ke-60 perlakuan sirkulasi kepadatan populasi dan biomassa mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lobo et al. (2009) yang menyatakan cacing-cacing muda membutuhkan waktu sekitar 21 hari untuk perkembangan embrionya, sehingga pada hari ke-30 dan ke-60 terjadi kenaikan biomassa kembali. Pada hari ke-60 ini cacing-cacing muda tersebut menjadi dewasa dan memproduksi kokon yang pada akhirnya menetas menghasilkan cacing muda. Hasil tersebut terjadi dikarenakan pada perlakuan resirkulasi memiliki sistem tertutup sehingga kokon cacing Oligochaeta lebih tinggi sehingga menghasilkan jumlah individu dan biomassa yang tinggi pula bila dibandingkan dengan perlakuan sirkulasi.

Sebagai perbandingan, penelitian Puspitasari (2012) tentang C/N rasio menghasilkan biomassa tertinggi 1,49 kg/m2 dan kepadatan populasi 0,42 x 106 individu/m2. Penelitian Bonasih (2012) tentang pemberian larutan aktifator menghasilkan biomassa tertinggi 0,53 kg/m2 dan kepadatan populasi 0,1 x 106 individu/m2. Penelitian Mattusin (2012) tentang pemberian aerasi menghasilkan biomassa tertinggi 0,51 kg/m2 dan kepadatan populasi 0,12 x 106 individu/m2. Penelitian Hildayanti (2012) tentang padat tebar menghasilkan biomassa tertinggi 1,275 kg/m2 dan kepadatan populasi 0,25 x 106 individu/m2. Penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk menyempurnakan penelitian-penelitian tersebut dengan produktivitas yang lebih baik, yaitu biomassa 9,27 kg/m2 dan kepadatan populasi 3,4 x 106 individu/m2.

Kualitas air menjadi perhatian utama ketika mengkultur organisme perairan dalam sistem tertutup (Piper 1982 dalam Oplinger et al (2011). Lingkungan baru yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan asalnya akan mempengaruhi nafsu makan cacing, sehingga berpengaruh terhadap penurunan biomassa dan jumlah individu, walaupun cacing Oligochaeta diketahui dapat mentolerir kualitas air yang buruk. Parameter lingkungan yang berpengaruh antara lain suhu, oksigen terlarut, pH, serta amonia.

Siklus hidup cacing sutra dipengaruhi oleh faktor makanan dan suhu (Poddupnaya 1973 dalam Kaster 1980). Suhu selama masa pemeliharaan masih berada dalam kisaran normal yaitu antara 24-28⁰C. Menurut Kaster (1980) kapasitas reproduksi cacing dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu 5 ⁰C cacing tidak akan berkembang, sedangkan pada suhu 15-25 ⁰C cacing berkembang menuju dewasa. Hal ini ditambah pula dengan pernyataan Aston et al (1982) yang menyatakan bahwa cacing menunjukkan reproduksi dan pertumbuhan paling tinggi pada suhu antara 21-29 ⁰C. Oleh karena itu dalam pemeliharaan ini, cacing masih mampu untuk tumbuh dan berkembang.

(21)

9 Pada penelitian ini diperoleh nilai DO tertinggi yaitu 7 mg/L pada perlakuan sirkulasi dan terendah 2,5 mg/L pada perlakuan resirkulasi. DO terendah terjadi pada awal pemeliharaan, yaitu masa setelah penggenangan. Hal ini diduga akibat dari tingginya bahan organik yang terakumulasi. Penelitian Aston (1973) menunjukkan produksi telur cacing tertinggi diperoleh pada konsentrasi DO 2-3 mg/L. Ketahanan cacing disebabkan karena adaptasi dari organ respirasi cacing untuk beroperasi pada konsentrasi oksigen yang rendah bahkan dalam keadaan anaerob. Nilai DO juga akan menurun seiring bertambahnya jumlah individu cacing karena digunakan untuk respirasi. Kebutuhan oksigen tidak hanya untuk aktivitas makan, reproduksi dan proses respirasi cacing sutera tetapi digunakan juga oleh bakteri untuk proses dekomposisi bahan organik. Hasil dekomposisi tersebut antara lain adalah amonia. Selain itu amonia juga dihasilkan dari proses ekskresi organisme, reduksi nitrit, dan kegiatan pemupukan (Boyd & Lichkoppler 1979 dalam Satria 2002). Kisaran DO yang optimal yaitu 2,5-7,0 mg/L (Poddubnaya 1980 dalam Febriyani 2012). Kandungan oksigen juga tetap tinggi yang berkisar antara 3 – 6 mg/L, sehingga tidak terjadi hambatan pada aktivitas makan dan reproduksi cacing sutera. Perbedaan nilai DO antara sistem sirkulasi sebesar 5-7 mg/L dan sistem resirkulasi sebesar 2,5-3,5 mg/L, diduga karena sistem sirkulasi airnya dialirkan terus menerus, sedangkan sistem resirkulasi menggunakan air yang sama.

Kisaran nilai pH selama pemeliharaan adalah 7,2-8,5 untuk semua perlakuan. Kisaran ini masih memungkinkan untuk cacing dapat tumbuh dan berkembang. Whitley (1986) dalam Nurjariah (2005) adalah kisaran pH antara 5,5 – 7,5 dan 6,0-8,0. Pada pH netral bakteri dapat memecah bahan organik menjadi bahan organik yang lebih sederhana dan siap dimanfaatkan oleh cacing sutera (Whitley 1986 dalam Nurjariah 2005).Whitley (1967) menyebutkan bahwa untuk pH 6 ketahanan tubifisid sebesar 77%, pH 7 sebesar 93%, pH 7,5 sebesar 96%, pH 8 sebesar 94%, dan pH 9 sebesar 81%.

Yuherman (1987) mendapatkan kadar ammonia selama pemeliharaan sebesar 0,02 ppm-0,38 ppm sedangkan Syarip (1988), nilai ammonia pada media berkisar antara 0,01 ppm – 1,76 ppm. Kandungan NH3 sebesar 3,6 mg/L

merupakan dosis lethal bagi cacing tubificidae dan akan terganggu bila lebih besar dari 2,7 ppm. Kisaran NH3 yang dihasilkan selama masa pemeliharaan

berlangsung yang berkisar 0,01-0,15 mg/L masih mampu mendukung kehidupan cacing oligochaeta.

Berdasarkan data hasil perhitungan analisis usaha dengan 18 unit bak pemeliharaan, perlakuan sistem resirkulasi memiliki kelayakan untuk usaha. Terlihat bahwa pada perlakuan resirkulasi harga pokok produksi (HPP) yang diperoleh sebesar Rp 14.101, sedangkan pada perlakuan sirkulasi sebesar Rp 16.911 per kg karena pada sistem sirkulasi jumlah air yang digunakan mempengaruhi biaya listrik dan hasil produksi cacing lebih sedikit, sehingga HPP perlakuan sistem sirkulasi lebih tinggi dibandingkan sistem resirkulasi. Keuntungan dari hasil perhitungan penjualan per bulan pada perlakuan resirkulasi sebesar Rp 998.868 sedangkan pada perlakuan sirkulasi keuntungan sebesar Rp 713.826, karena HPP sistem resirkulasi lebih rendah dibandingkan sistem sirkulasi. Setelah menghitungan biaya produksi dibagi dengan hasil penjualan, diperoleh titik pulang pokok (Break Even Point, BEP) biaya dan BEP jumlah produksi. BEP pada sistem resirkulasi sebesar Rp 12.176.999 dan jumlah produksi

(22)

10

609 kg, sedangkan BEP pada perlakuan sirkulasi sebesar Rp 40.882.116 dan jumlah produksi 2.044 kg. Pengembalian modal (Payback Period, PP) sistem resirkulasi membutuhkan waktu 3 tahun sedangkan sistem sirkulasi membutuhkan waktu 3,9 tahun karena sistem resirkulasi menghasilkan penjualan cacing yang lebih tinggi hal tersebut mempengaruhi perputaran arus kas. Kelayakan usaha (Return Cost Ratio, RC rasio) pada perlakuan sistem resirkulasi sebesar 1,15 sedangkan pada perlakuan sistem sirkulasi nilai RC rasio sebesar 1,11 sehingga sistem resirkulasi lebih layak untuk dikembangkan.Laba atas investasi (Return Of Investment / ROI) pada perlakuan sistem resirkulasi sebesar 15% sedangkan pada perlakuan sistem sirkulasi ROI sebesar 11% sehingga dengan laba lebih besar akan mempengaruhi pengembalian investasi lebih cepat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Budidaya cacing dengan sistem resirkulasi memberikan produksi (biomassa dan kepadatan populasi) cacing sutra lebih tinggi daripada sistem sirkulasi. Perlakuan dengan sistem resirkulasi menghasilkan biomassa sebesar 9.27 kg/m2 pada hari ke-60 dan kepadatan populasi puncak sebesar 3,4 x 106 ind./m2 pada hari ke-40. Berdasarkan analisis usaha, sistem resirkulasi lebih layak dijalankan dibandingkan dengan sistem sirkulasi, dengan keuntungan bisa menghemat air dan menghasilkan keuntungan lebih tinggi.

Saran

Budidaya cacing sutra disarankan memakai sistem resirkulasi dengan padat tebar 1 kg/m2 untuk melaksanakan penelitian lanjutan tentang budidayacacing sutera dengan wadah yang lebih panjang, agar dapat memperkuat informasi yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Aston RJ. 1973. Tubificids and Water Quality: A Review. Environ. Pollut. (5) (1973) pp. 1-10.

Aston RJ, Sadler K, Milner AGP. 1982. The Effects of Temperature on The Culture of Sowerbyi (Oligochaeta, Tubificidae) On Activated Sludge. Aquaculture, 29 (1982) 137-145.

Chumaidi S. 1986. Populasi Tubifex sp sp. di dalam Media Campuran Kotoran Ayam dan Lumpur Kolam. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Balitkanwar, Depok. 8 hal.

Febriyani M. 2012. Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Padat Tebar Berbeda pada Sistem Terbuka. [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Fadilah R. 2004. Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutera (Limnodillus) yang Dipupuk dengan Kotoran Ayan yang Difermentasi. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

(23)

11 Fiastri. 1987. Pengaruh debit air dengan modifikasi sistem pembilasan terhadap pertumbuhan Tubifex sp sp. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Findy S. 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian kotoran sapi terhadap pertumbuhan biomassa cacing sutra (Tubificidae). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Hadiroseyani Y, Nurjariah, Wahjuningrum D. 2007. Kelimpahan Bakteri Dalam Budidaya Cacing Limnodrilus sp. yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(1): 79–87

Juhaeni H. 2002. Penambahan Tepung Tapioka yang berbeda terhadap Kelimpahan Bakteri dan Waktu mencapai Kelimpahan Maksimum pada Larutan Kotoran Ayam 100% Jenuh (9gram/liter). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kaster JL. 1980. The Reproductive Biology of Tubifex sp Tubifex spMuller (Oligochaeta, Tubificidae) Under Various Tropic Conditions. Int. Revue ges. Hydrobiol, 72: 709-726.

Kosiorek D. 1974. Development cycle of Tubifex sp Tubifex spmuller in experimental culture. Pol. Arch. Hidrobiol. 21 (3/4/0 : 411-422).

Lobo H, Alves RG. 2011. Reproductive Cycle of Branchiura Sowerbyi (Oligochaeta: Naididae: Tubificinae) Cultivated Under Laboratory Conditions. Zoologia 28 (4): 427–431.

Lobo H, Nascimento S, Alves RG. 2009. The Effect of Temperature on the Reproduction of Limnodrilus hoffmeisteri (Oligochaeta: Tubificidae). Zoologia, 26 (1): 191-193.

Nurjariah. 2005. Kelimpahan Bakteri dalam Budidaya Cacing Sutra Limnodrilus sp. yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Oplinger RW, Bartley M, Wagner EJ. 2011. Culture of Tubifex sp Tubifex sp: Effect of Feed Type, Ration, Temperature, and Density on JuvenileRecruitment, Production, and Adult Survival. North American Journal of Aquaculture, 73 (1): 68-75.

Pennak RW. 1989. Freshwater Invertebrates of The United States. A Wilwy Intescience Publication. New York: John Willey and Sons.

Rogaar H. 1979. The morphology of burrow structures made by tubificids. Department of Soil Science and Geology, Agricultural University of Wageningen.

Satria D. 2002. Kelimpahan Bakteri pada Kejenuhan 50% Kotoran Ayam (4,5 gram/liter) dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Tepung Tapioka. [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Whitley LS. 1967. The Resistence of Tubuficid Worm to Three Common Pollutans. Hydrobiologia, 32: 193-205.

(24)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto wadah penelitian sistem sirkulasi dan resirkulasi

Lampiran 2 Rumus perhitungan Analisis usaha Harga Pokok Produksi

Biaya Produksi Rp 73.053.540 / Tahun

Total Produksi 4.320 / Kg

Harga Pokok Produksi = Rp 16.911 / Kg

Total Modal Rp 77.834.090 / Tahun

Harga Jual Cacing Rp 20.000 / Kg

Keuntungan Rp 3.089 / Kg

Penjualan Cacing Rp 86.400.000 / Tahun

Rp 7.200.000 / Bln

Keuntungan Kotor Harga Jual Cacing x Total Produksi Rp 13.346.460 / Tahun

(25)

13 Rp 1.112.205 / Bln

Keuntungan Bersih Penjualan Cacing - Total Modal

Rp 8.565.910 / Tahun Rp 713.826 / Bln BEP

Break Even Point ( BEP )

BEP = Biaya Tetap

1 - Biaya Variabel Penjualan BEP = 10.548.750 1- 64.106.340 86.400.000 BEP = Rp 40.882.116 BEP = 2.044 Kg PP Payback Period Arus kas dan arus kas komulatif

Tahun Arus kas

Arus kas komulatif 1 8.565.910 8.565.910 2 17.970.820 26.536.730 3 26.536.730 53.073.460 4 35.941.640 89.015.100 5 44.507.550 133.522.650 PP = n + a - b x 1 Tahun c - b

(26)

14 PP = 2 + 77.834.090 (26.536.730) x 1 Tahun 53.073.460 (26.536.730) PP = 3,9

Periode pengembalian hanya

3,9 tahun

Catatan:

n = Tahun terakhir diman jumlah arus kas masih belum bisa menutupi investasi awal

a = Jumlah Investasi awal

b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke - n c = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n + 1 RC rasio

RC Ratio = Penerimaan Total Biaya Total Rp 86.400.000 77.834.090 RC Ratio = 1,11 ROI

Return Of Invesment ( ROI )

ROI = Laba Usaha

Modal Usaha ROI = 8.565.910

77.834.090

(27)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi tanggal 21 April 1990 dari Ayah R. Nur Apriatman dan Ibu Peni Syanti. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMA PLUS YPHB Bogor dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Mandiri IPB dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis melakukan praktek lapang di Ilmi Fish farm, Wangun, Bogor dengan memilih komoditas ikan hias sapu sapu hias (Anchistrus Sp). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Kinerja Produksi Budidaya Cacing Oligochaeta dengan Sistem Sirkulasi dan Resirkulasi”.

Gambar

Tabel  2  menunjukkan,  bobot  cacing  memiliki  perbedaan  yang  signifikan.  Cacing pada sistem resirkulasi lebih kecil daripada cacing pada sistem sirkulasi
Tabel 3. Kualitas air  pada perlakuan sistem resirkulasi dan sistem sirkulasi selama
Tabel 4. Analisis usaha

Referensi

Dokumen terkait

Dalam lingkup sistem jaringan komputer, komponen yang terpenting adalah protokol TCP/IP, salah satunya protokol yang umum digunakan sebagai pengalamatan antar komputer yaitu

Pertemuan Lokasi Pelatihan Jumlah Peserta Media Pembelajaran Bahan 1 Tahap Dasar : Pengenalan dan Proses Produksi Blangkon 1 kali tatap muka dengan alokasi waktu 90

Informasi terbatas untuk beberapa parameter kualitas air di lokasi penelitian (Tabel 1) adalah sebagai berikut: rerata suhu pada kedua lokasi sama yaitu 29 o C.

Seorang anak yang mendapatkan stimulus dalam berbahasa yang tidak sesuai dengan karakteristik tahap perkembangan mereka, maka stimulus tersebut dapat membuat mereka

Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisa sedimentasi yang terjadi pada sudetan Pelangwot dengan menggunakan program bantu HEC-RAS 4.1.0 Konsep yang digunakan dalam

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi ekologi, asosiasi dan tumbuhan lain yang berpotensi sebagai obat pada habitat akar kuning di kebun masyarakat di Desa Sungai

Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan metode pengeringan granulator (50°C selama 5 jam, 60°C selama 4 jam, dan 70°C selama 3 jam). Variabel

664 tahap validasi pakar oleh pakar materi dan media, revisi, dan uji coba yang meliputi uji coba skala kecil dan besar, analisis dan akhirnya diperoleh produk final