• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIETAS LOKAL PADI SAWAH ASAL SUMATERA BARAT BERDAYA HASIL TINGGI. Local Rice Varieties from West Sumatera Province with High Yielding Ability

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VARIETAS LOKAL PADI SAWAH ASAL SUMATERA BARAT BERDAYA HASIL TINGGI. Local Rice Varieties from West Sumatera Province with High Yielding Ability"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

VARIETAS LOKAL PADI SAWAH ASAL SUMATERA BARAT

BERDAYA HASIL TINGGI

Local Rice Varieties from West Sumatera Province

with High Yielding Ability

Abd. Aziz Syarif

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumbar Jl. Raya Padang Solok km 40 Sukarami – Solok 27366

E-mail: abd.azizsyarif@yahoo.co.id ABSTRACT

High elevation area is one of the agroecosystem of rice cultivation in West Sumatra, comprising of about 15 percent of the total areas. Unlike for the low elevation area, the number of high yielding (improved) varieties for this agroecosystem is very limited. Majority of farmers cultivate low yielding local varieties. During 2011 and 2012 we conducted exploration and individual selection of local rice population from four districts in West Sumatra. The selected plants (288 panicles) were screened for low temperature tolerance and good agronomic traits using head to row trial at high elevation rice field (920 m asl), resulting 15 selected lines. The selected lines along with three check varieties (Sarinah, Inpari 28, and Saganggam Panuah) were further evaluated for their yielding ability at the same location using a Complete Randomized Block Design with three replications. Three to four seedlings (4 weeks after seeding) were planted on 2.5x4 sqm plots with 25x25 cm planting distance. The crop was fertilized with 300 kg/ha of NPK (15-15-15) and 100 kg/ha of Urea. The results showed that 7 out of 15 tested lines gave significantly higher yield than that of the three check varieties and one lines higher than one check variety. The lines giving higher yields than that of three check varieties were Anak Daro Pandai Sikek-2 (7.76 t/ha), Randah Katumba-5 (6.43 t/ha), K. Kusiuk-SR-11-15 (7.31 t/ha), Katumba-3 (7.50 t/ha), Kuniang Camat-2 (6.72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6.81 t/ha), K. Kusuik-Sr-29-2 (6.45 t/ha), and Saribu Gantang Randah-9 (6.56 t/ha). The line giving higher yield than that of one check variety was Ombilin Kuriak (6.13 t/ha). The yields of three check varieties were 5.32 t/ha (Sarinah), 5.55 t/ha (Inpari-28), and 5.49 t/ha (Saganggam Panuah). This research proved that variability in local rice population can be exploited to obtain high yielding lines through individual selection.

Keywords: high elevation rice, local varieties, high yield

ABSTRAK

Sawah dataran tinggi meliputi sekitar 15 persen luas total sawah di Sumatera Barat. Berbeda dengan kondisi pertanaman padi sawah dataran rendah, jumlah varietas unggul untuk ekosistem ini masih sangat terbatas. Umumnya petani masih menggunakan varietas lokal berdaya hasil rendah. Pada tahun 2011dan 2012 telah dilakukan eksplorasi dan seleksi individu (pure line selection) untuk mendapatkan individu tanaman yang unggul dari populasi tanaman varietas lokal di beberapa kabupaten di Sumatera Barat. Observasi 288 individu hasil seleksi dengan metode malai per baris (head to row) di sawah dataran tinggi (920 m dpl) menghasilkan 15 galur varietas lokal terpilih. Galur-galur ini bersama tiga varietas pembanding (Sarinah, Inpari 28, Saganggam Panuah) diuji daya hasilnya pada MK 2012 pada lokasi yang sama. Pengujian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak

(2)

Kelompok dengan tiga ulangan. Bibit berumur 4 minggu ditanam pada plot-plot berukuran 4 x 2,5 m dengan jarak tanam 25 x 25 cm, 3-4 bibit/rumpun. Pemupukan dilakukan dengan 300 kg NPK (15-15-15) dan 100 kg urea yang diberikan tiga kali yakni 10 hari, 4 minggu dan 7 minggu setelah tanam masing-masing sepertiga bagian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa 7 dari 15 galur memberikan hasil nyata lebih tinggi dibanding hasil ketiga varietas pembanding sedangkan satu galur lainnya hanya nyata lebih tinggi dari satu varietas pembanding. Galur-galur yang hasilnya nyata lebih tinggi dibanding ketiga varietas pembanding adalah Anak Daro Pandai Sikek-2 dengan rataan hasil 7,76 t/ha, Randah Katumba-5 (6,43 t/ha), K. Kusuik-Sr-11-15 (7,31 t/ha), Katumba-3 (7,50 t/ha), Kuniang Camat-2 (6,72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6,81), K. Kusuik-Sr-29-2 (6,45 t/ha), dan Saribu Gantang Randah-9 (6,56 t/ha). Satu galur yang nyata lebih tinggi hasilnya dari satu varietas pembanding adalah Ombilin Kuriak-4 (6,13 t/ha). Hasil tiga varietas pembanding yang digunakan adalah 5,32 t/ha (Sarinah), 5,55 t/ha (Inpari-28), dan 5,49 t/ha (Saganggam Panuah). Penelitian ini membuktikan bahwa keragaman dalam populasi varietas lokal padi sawah dataran tinggi dapat dimanfaatkan untuk memperoleh galur-galur berpotensi hasil tinggi melalui seleksi individu.

Kata kunci: padi sawah, dataran tinggi, varietas lokal

PENDAHULUAN

Ketahanan pangan merupakan salah satu fokus program pemerintah Indonesia pada periode 2010 – 2015. Karena beras merupakan makanan pokok utama rakyat Indonesia, ketahan pangan sering direduksi menjadi swasembada beras. Keadaan ini masih akan tetap mewarnai kebijakan ketahanan pangan nasional pada 15 – 20 tahun ke depan (Suryana, 2008). Salah satu usaha dalam mempertahankan swasembada beras adalah meningkatkan produktivitas padi pada lingkungan sub optimal.

Agroekosistem sawah dataran tinggi adalah salah satu lingkungan sub optimal daerah produksi padi di Sumatera Barat. Luas sawah dataran tinggi (>700m dpl) di Sumatera Barat cukup signifikan, diperkirakan sekitar 15 – 20 persen dari total luas sawah 256.000 ha. Sampai saat ini, produktivitas padi sawah dataran tinggi di Sumbar adalah 4,5 – 4,7 t/ha, sedangkan pada sawah dataran rendah adalah 6,0 – 6,5 t/ha (BPS Agam, 2007, BPS Solok, 2005).

Rendahnya hasil padi dataran tinggi tersebut adalah karena sebagian besar kultivar yang dibudidayakan adalah kultivar lokal. Sampai saat ini pertanaman padi pada sawah dataran tinggi di Sumatera Barat masih didominasi oleh kultivar lokal. Hal ini terutama karena masih terbatasnya ketersediaan varietas unggul yang beradaptasi baik dan berdaya hasil tinggi pada lingkungan dataran tinggi terutama terhadap tekanan suhu rendah, kabut, dan penyakit blas. Bahkan, terdapat kecenderungan peningkatan luas pertanaman padi kultivar lokal. Tanaman padi pada dataran tinggi tropis menghadapi kendala atau cekaman suhu rendah (< 20o C) (Yoshida, 1981). Gejala cekaman suhu rendah yang umum pada tanaman padi adalah keterlambatan muncul bibit, diskolorasi daun, degenerasi ujung malai, ketidaksempurnaan keluar malai, pelambatan umur berbunga, dan kehampaan yang tinggi. Berdasarkan stadia pertumbuhan, tanaman padi lebih rentan terhadap

(3)

tekanan suhu rendah pada stadia pembungaan/anthesis dibanding stadia mikrosporogenesis (Cruz, Kothe, dan Federizzi, 2006). Di samping ini, tanaman padi pada dataran tinggi juga menghadapi tekanan penyakit blas (terutama blas leher), sehingga ketahanan terhadap penyakit blas menjadi salah satu tujuan perbaikan kultivar (Partoatmodjo et. al., 1982).

Usaha untuk mendapatkan kultivar padi yang toleran suhu dingin dan memiliki sifat agronomis yang diingini (terutama daya hasil tinggi) dapat dilakukan melalui kegiatan perakitan kultivar, yakni dengan menggabungkan sifat ketenggangan terhadap suhu rendah dengan sifat daya hasil tinggi (dan umur genjah) melalui hibridisasi. Namun, metode ini membutuhkan biaya yang besar dan waktu lama, enam sampai tujuh tahun. Hal ini tidak menjadi masalah jika target areal kultivar yang dirakit cukup luas, sehingga kontribusinya secara ekonomis signifikan, sebagaimana halnya pada program perakitan kultivar toleran suhu rendah di Australia (Singh et. al., 2006). Pemuliaan padi untuk ketahanan terhadap suhu rendah/dataran tinggi tidak termasuk program utama pada penelitian padi secara nasional (Balitpa, 2002). Berdasarkan hal ini, maka perbaikan kultivar padi dataran tinggi cukup dengan memanfaatkan potensi yang ada pada kultivar lokal yang sudah dibudidayakan dalam waktu yang lama.

Potensi berharga yang terkandung dalam kultivar lokal adalah, pertama, adaptasinya yang sudah teruji. Adaptasi yang baik kultivar lokal terhadap suhu rendah adalah akibat adanya seleksi alam yang berulang dalam jangka waktu lama sehingga menghasilkan perbaikan progresif dan kumulatif menuju ketenggangan (Jennings, Coffman, dan Kaufman, 1979). Kedua, sebagai suatu populasi alami, kultivar lokal memiliki keragaman antar individu yang tinggi dalam sifat-sifat agronomi seperti tinggi tanaman, jumlah butir/malai, dan umur. Ketiga, mutu tanak (nasi) kultivar lokal sudah sesuai dengan preferensi konsumen. Keragaman antar individu pada kultivar lokal merupakan kelemahan sekaligus potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan galur-galur unggul yakni dengan melakukan seleksi (memilih) individu yang memiliki sifat agronomis unggul.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hasil dan sifat agronomis 15 galur padi lokal dataran tinggi hasil seleksi individu dan seleksi galur dari populasi variets yang dilakukan tahun sebelumnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di tanah petani Desa Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang (Kabupaten Solok – Sumatera Barat ) dengan ketinggian tempat 920 m dpl, dari Maret sampai dengan Agustus 2013. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 18 perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diuji adalah 18 genotipe padi sawah dataran tinggi yang terdiri dari 15 galur hasil seleksi individu dan seleksi galur varietas lokal padi sawah dataran tinggi dari empat kabupaten di Sumatera Barat (Solok, T. Datar, Agam, dan 50 Kota).

(4)

Bibit berumur empat minggu setelah semai ditanam pada plot-plot berukuran 2,5 x 4 m, dengan jarak tanam 25 x 25 cm, tiga sampai empat bibit per rumpun. Pemupukan dilakukan dengan pemberian 300 kg NPK (15-15-15) dan 100 kg Urea yang diberikan pada umur 10 hari, 4 minggu, dan 7 minggu setelah tanam, masing-masing sepertiga bagian. Pengamatan dilakukan terhadap umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif/rumpun, jumlah gabah bernas/rumpun, prosentase gabah hampa, bobot 1000 gabah, dan hasil per plot.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Hasil

Hasil gabah kering giling (GKG) yang diperoleh pada pengujian ini berkisar antara 5,19 – 7,76 t/ha, tertinggi pada galur Anak Daro PS-1 dan terendah pada Marleni Kuniang-5 (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil (t/ha) Galur Padi Sawah Dataran Tinggi dan Selisihnya dengan Hasil Tiga Varietas Pembanding. Batang Barus, MK 2013

Varietas Rataan Selisih dengan varietas pembanding (cek) Sarinah Inpari 28 S. Panuah Anak Daro PS-2 7,76 2,44* 2,21* 2,27* Marleni Kuniang-5 5,19 -0,13 -0,36 -0,30 Randah Katumba-5 6,43 1,11* 0,88* 0,94* Kr. Kusuik Putiah-2 5,79 0,47 0,24 0,30 Kr. Kusuik-Sr-29-1 5,72 0,40 0,17 0,23 Putiah Malereang-3 5,71 0,39 0,16 0,22 Kr. Kusuik-Sr-11-15 7,31 1,99* 1,76* 1,82* Katumba-3 7,50 2,18* 1,95* 2,01* Kuniang Camat-2 6,72 1,40* 1,17* 1,23* Kuriak Saruaso-3 5,38 0,06 -0,17 -0,11 Kusuma Putiah-3 6,81 1,49* 1,26* 1,32* Ombilin Kuriak-4 6,13 0,81* 0,58 0,64 Kr. Kusuik-Sr-29-2 6,45 1,13* 0,90* 0,96* 1000 Gantang Randah-9 6,56 1,24* 1,01* 1,07* Rosna-5 5,58 0,26 0,03 0,09 Sarinah (Cek 1) 5,32 0,00 -0,23 -0,17 Inpari 28 (cek 2) 5,55 0,23 0,00 0,06 Saganggam Panuah (cek 3) 5,49 0,17 -0,06 0,00

*Berbeda nyata berdasarkan uji LSD

(5)

Tingkat hasil ketiga varietas pembanding (cek) adalah setara dan tidak berbeda nyata sesamanya. Karena itu, pembandingan dilakukan terhadap ketiga pembanding tersebut. Pada Tabel 1 terlihat bahwa delapan galur (Anak Daro-PS-2, Randah Katumba-5, K. Kusuik-Sr-11-15, Katumba-3, Kuniang Camat-Daro-PS-2, Kusuma Putiah-3, K. Kusuik-Sr-29-2, dan 1000 Gantang Randah-9) memberikan hasil yang nyata lebih tinggi dibanding ketiga varietas cek, dan satu galur (Ombilin Kuriak-4) nyata lebih tinggi dibanding salah satu cek (Sarinah), dengan perbedaan hasil berkisar 0,81 – 2,44 t/ha. Hasil pengujian ini lebih baik dibanding hasil pengujian daya hasil galur-galur hasil persilangan yang dilakukan Gunarsih et al. (2011) pada dataran tinggi di Tanah Datar (850 m dpl), Arifuddin dan Djufri (2012) di Papua yang menunjukkan tidak satu pun galur memberikan hasil nyata lebih tinggi dibanding varietas Sarinah. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha perbaikan varietas padi dataran tinggi untuk hasil tinggi tidak harus dilakukan melalui persilangan, tetapi dapat juga melalui seleksi individu pada populasi varietas lokal yang ada.

Komponen hasil

Terdapat perbedaan nyata pada komponen hasil di antara galur atau varietas yang diuji (Tabel 2).

Tabel 2. Komponen Hasil Galur/Varietas Padi Sawah Dataran Tinggi. MK 2013.

Varietas Malai/rpn Gabah/ malai % Hampa 1000 biji (g) Anak Daro PS-2 15,6 118,7 17,1 26,7 Marleni Kuniang-5 12,7 143,9 34,9 28,7 Randah Katumba-5 18,9 135,3 32,9 25,5 Kr. Kusuik Putiah-2 14,2 136,7 32,2 25,7 Kr. Kusuik-Sr-29-1 17,3 118,2 36,5 25,5 Putiah Malereang-3 16,8 102,7 37,7 27,8 Kr. Kusuik-Sr-11-15 17,7 118,1 26,4 26,0 Katumba-3 16,1 111,5 19,2 31,1 Kuniang Camat-2 18,1 122,4 35,3 29,5 Kuriak Saruaso-3 19,6 121,2 30,1 21,0 Kusuma Putiah-3 18,6 100,5 15,9 27,2 Ombilin Kuriak-4 13,4 94,5 23,7 28,4 Kr. Kusuik-Sr-29-2 16,4 118,4 30,5 27,9 1000 Gantang Randah-9 17,5 131,6 23,0 20,6 Rosna-5 18,5 114,7 26,0 23,8 Sarinah (Cek 1) 18,7 (20,1)a 89,0 (113,2)a 30,3 (22,4)b 27,1 (28,5)a Inpari 28 (cek 2) 18,4 (19,8)a 91,8 (115,0)a 28,8 (20,9)b 27,0 (28,4)a Saganggam Panuah (cek 3) 18,2

(19,6)a 104,0 (127,2)a 18,0 (10,1)b 23,8 (25,2)a LSD 0.05 1,4 23,2 7,9 1,4 a

Nilai pengamatan ditambah LSD 0,05 bNilai Pengamatan dikurang LSD 0,05

(6)

Berdasarkan nilai batas empat komponen hasil yaitu nilai pengamatan pada varietas cek ditambah nilai LSD (untuk malai/rumpun, jumlah gabah total/malai dan berat 1000 biji) atau dikurang nilai LSD (untuk persentase gabah hampa) terlihat bahwa delapan galur yang hasilnya nyata lebih tinggi dibanding hasil varietas cek, tidak satupun memiliki jumlah malai per rumpun lebih tinggi. Jadi, tingginya hasil pada galur-galur tersebut tidak disebabkan oleh tingginya nilai komponen hasil ini.

Lebih tingginya hasil galur Anak Daro PS-2 dibandingkan hasil cek 1 dan cek 2 adalah karena lebih tingginya jumlah gabah total dan lebih rendahnya persentase hampa, karena berat 1000 bijinya tidak berbeda nyata, sedangkan dibanding cek 3 adalah karena berat 1000 biji.

Tabel 3. Komponen Hasil yang Berkontribusi terhadap Hasil Tinggi pada Beberapa Galur Padi Sawah Dataran Tinggi. Batang Barus, MK 2013

Galur Cek Malai/rumpun Gabah/malai % Hampa 1000 biji

Anak Daro PS-2 Sarinah - X X -

Inpari 28 - X X -

S. Panuah - - - X

Randah Katumba-5 Sarinah - X - -

Inpari 28 - X - - S. Panuah - X - X K. Kusuik-Sr-11-15 Sarinah - X - - Inpari 28 - X - - S. Panuah - - - X Katumba-3 Sarinah - - X X Inpari 28 - - X X S. Panuah - - - X

Kuniang Camat-2 Sarinah - X - X

Inpari 28 - X - X

S. Panuah - - - X

Kusuma Putiah-3 Sarinah - - X -

Inpari 28 - - X - S. Panuah - - - X K. Kusuik-Sr-29-2 Sarinah - X - - Inpari 28 - X - - S. Panuah - - - X 1000 Ganatang R-9 Sarinah - X - - Inpari 28 - X - - S. Panuah - X - -

Randah Katumba-5 memberi hasil lebih tinggi dibanding hasil cek 1 dan cek 2 adalah karena kontribusi jumlah gabah total dan kehampaan yang rendah, sedangkan dibanding hasil cek 3 adalah karena kontribusi jumlah gabah per malai dan berat 1000 biji. Selengkapnya untuk galur-galur yang hasilnya nyata lebih tinggi dibanding hasil varietas pembanding dapat dilihat pada Tabel 3. Secara umum, terlihat bahwa hasil tinggi galur-galur pada penelitian ini lebih banyak

(7)

disebabkan oleh tingginya jumlah gabah per malai, disusul oleh lebih tingginya berat 1000 biji dan rendahnya kehampaan.

Tinggi Tanaman dan Umur Panen

Kecuali galur Kuriak Kusuik-Sr-11-15, seluruh galur yang diuji menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibanding varietas cek Sarinah dan Inpari 28. Dibanding varietas cek Saganggam Panuah, galur-galur yang diuji juga menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi, kecuali galur Kuriak Kusuik-Sr-11-15, Putiah Malereang-3, Kuriak Saruaso-3, dan 1000 Gantang Randah (Tabel 4).

Tabel 4. Tinggi Tanaman dan Umur Panen Galur dan Varietas Padi Lokal Dataran Tinggi. Batang Barus, MK 2013

Galur/Varietas Tinggi Tanaman (cm) Umur Panen (HSS)*

Anak Daro PS-2 131,4 156 Marleni Kuniang-5 136,3 156 Randah Katumba-5 125,0 156 Kr. Kusuik Putiah-2 128,0 156 Kr. Kusuik-Sr-29-1 131,9 150 Putiah Malereang-3 102,5 156 Kr. Kusuik-Sr-11-15 97,5 156 Katumba-3 140,1 150 Kuniang Camat-2 128,1 150 Kuriak Saruaso-3 113,6 156 Kusuma Putiah-3 127,2 150 Ombilin Kuriak-4 148,1 156 Kr. Kusuik-Sr-29-2 128,1 156 1000 Gantang Randah-9 104,2 156 Rosna-5 129,0 136 Sarinah (Cek 1) 74,4 136 Inpari 28 (cek 2) 93,0 136

Saganggam Panuah (cek 3) 112,9 136

LSD 0,05 7,8 -

Postur tanaman yang lebih tinggi adalah salah satu sifat yang umum dijumpai pada varietas lokal tanaman padi dan merupakan salah satu kelemahan pada varietas lokal untuk mendapatkan hasil tinggi karena rentan mengalami rebah.

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN

Delapan galur padi sawah dataran tinggi yang diuji memberikan hasil gabah kering giling nyata lebih tinggi dibanding tiga verietas pembanding. Galur-galur tersebut adalah Anak Daro Pandai Sikek-2 (7,76 t/ha), Kuriak Kusuik-Sr-11-15 (7,31 t/ha), Katumba-3 (7,50 t/ha), Randah Katumba-5 (6,43 t/ha), Kuniang Camat-2 (6,7Camat-2 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6,81 t/ha), K. Kusuik-Sr-Camat-29-Camat-2 (6,45 t/ha), dan Saribu Gantang Randah-9 (6,56 t/ha). Tingginya hasil pada delapan galur tersebut umumnya disebabkan komponen hasil jumlah gabah per malai, disusul bobot 1000 gabah, dan fertilitas malai. Tinggi tanaman galur-galur berdaya hasil tinggi yang diperoleh berkisar 97,5 – 140,1 cm dengan umur panen 150 - 156 hari atau 14 – 20 hari lebih lama dari umur varietas pembanding. Galur-galur tersebut perlu diuji lebih lanjut terhadap kestabilan hasil dan mutu giling serta mutu tanaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifuddin dan F. Djufri. 2012. Pengujian Beberapa Galur Harapan dan Varietas Unggul Dataran Tinggi di Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua. dalam Prosiding Seminar Nasional Penelitian Padi 2008. Sukamandi

Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam. 2007. Kabupaten Agam Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok. 2000. Kabupaten Solok Dalam Angka.

Balai Penelitian Tanaman Padi. 2002. Penelitian Padi; Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional

da Cruz, P.R., S.C Kothe and L.C. Federizzi. 2006. Rice Cold Tolerance at Reproductive Stage in A Controlled Environment. Scientia Agricola vol 63 no. 3.

Gunarsh, C., S. Zen, dan J. Hendri. 2011. Evaluasi Daya Hasil Galur-Galur Padi Sawah Dataran Tinggi. p. 53-58 dalam Prosiding Seminar PERIPI, 9 Desember 2011. Jennings, P.R., W.R. Coffman, and H.E. Kaufman. 1979. Rice Improvement. IRRI Los

Banos, Philippines.

Partoatmodjo, A., A. Santika, I. Sahi, dan Suwarno, 1982. Pemuliaan Padi Dataran Tinggi. dalam Penelitian Pemuliaan Padi. Pusat Penelitian dan Pengemangan Tanaman Pangan.

Singh, R.P., J.P. Brennan, T. Ferrel, T. William, R. Reinke, L. Lewis, and J. Mullen. 2005. Sydney eScholarship Repository. The University of Sydney, New South Wales. Suryana, A. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, san Swa Sembada

Beras. dalam Pengembangan Inovasi Pertanian vol 1, no 1. Badan Litbang Pertanian.

Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Reseach Institute. Los Banos Philippines.

Gambar

Tabel 1.  Hasil (t/ha) Galur Padi Sawah Dataran Tinggi dan Selisihnya dengan  Hasil Tiga Varietas Pembanding
Tabel 2.  Komponen Hasil Galur/Varietas Padi Sawah Dataran Tinggi. MK 2013.
Tabel 3.  Komponen  Hasil  yang  Berkontribusi  terhadap Hasil Tinggi pada  Beberapa Galur Padi Sawah Dataran Tinggi

Referensi

Dokumen terkait