• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Berhubungan dengan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Rumah Tangga Sasaran di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor yang Berhubungan dengan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Rumah Tangga Sasaran di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PADA RUMAH TANGGA SASARAN (RTS)

DI DESA BATUKANDIK PULAU NUSA PENIDA

ANAK AGUNG SAGUNG PUTRI KUSUMA DEWI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PADA RUMAH TANGGA SASARAN (RTS)

DI DESA BATUKANDIK PULAU NUSA PENIDA

ANAK AGUNG SAGUNG PUTRI KUSUMA DEWI NIM. 1220025066

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PADA RUMAH TANGGA SASARAN (RTS) DI DESA

BATUKANDIK PULAU NUSA PENIDA

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

ANAK AGUNG SAGUNG PUTRI KUSUMA DEWI 1220025066

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(4)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 13 Juni 2016

Pembimbing

(5)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 12 Juli 2016

Tim Penguji Skripsi Ketua (Penguji I)

(dr. Ni Wayan Septarini, MPH) NIP. 19800929 200801 2 015

Anggota (Penguji II)

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida” tepat pada waktu. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besar kepada :

1. Bapak dr. I Made Ady Wirawan,S.Ked.,MPH.,PhD selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu dr. Ni Wayan Arya Utami, M.AppBsc., Ph.D selaku Kepala Peminatan Gizi dan Pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

3. Kepala Desa dan seluruh pegawai di Desa Batukandik Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung sebagai lokasi penelitian yang telah memberikan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Responden penelitian di Desa Batukandik Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung yang sudah percaya dan memberikan informasi sebagai data primer. 5. Orang tua dan saudara yang telah membantu dan memberikan motivasi, semangat

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman IKM 12 yang sudah memberikan bantuan moril selama proses penyusunan skripsi ini.

7. Semua pihak lain yang telah membantu pengambilan data dan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak dapat sampaikan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar nantinya hasil yang disampaikan dalam skripsi ini berguna dan dapat dimanfaatkan dengan baik.

Denpasar, Juni 2016

(7)

vi

A.A. Sagung Putri Kusuma Dewi

Faktor yang Berhubungan dengan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida

ABSTRAK

Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama. Diketahui skor PPH di Provinsi Bali tahun 2014 masih rendah (58,2%), kondisi ini banyak ditemukan pada RTS (rumah tangga miskin). RTS terbanyak di Bali tahun 2013 terdapat di Desa Batukandik Nusa Penida. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran skor PPH dan jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat pendapatan keluarga, pengeluaran pangan rumah tangga, pantangan makan dan kepemilikan lahan dengan skor PPH.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan studi cross- sectional analitic. Sampel penelitian ini sebanyak 64 RTS menggunakan teknik simple random sampling. Data dianalisis dengan univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan ibu tentang gizi (OR= 4,21; 95%CI OR=1,20-15,78), tingkat pendapatan keluarga (OR= 10; 95%CI OR= 1,99-63,72) dan pengeluaran pangan rumah tangga (OR= 6,28; 95%CI OR= 1,47-37,12) yang berhubungan dengan skor PPH secara sistemaik.

Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan skor PPH adalah dengan promosi makanan beragam, keluarga berencana, peningkatan konsumsi panganan lokal dan pengembagan lahan milik sendiri.

(8)

vii DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MEDICAL FACULTY

UDAYANA UNIVERSITY NUTRITION

Skripsi, June 2016

A.A. Sagung Putri Kusuma Dewi

Factor Correlated to The Score of Expectations Dietary Pattern (PPH) in Target Housholds (RTS) at Batukandik Village Nusa Penida

ABSTRACT

Expectations Dietary Pattern or PPH is a variety composition of food that is based on the energy contribution of the major food groups. PPH known score in Bali province on 2014 is still low (58.2%) almost found in RTS (poor households). Most RTS in Bali on 2013 was found in Batukandik Village, Nusa Penida. The purpose of this research is to describe the relationship of land ownership with a score of PPH.

This research is used a quantitative research with analytical cross-sectional study design. The study sample as many as 64 RTS using simple random sampling technique. The data were analyzed by univariate and bivariate using chi square test.

The results showed that the mother’s knowledge about nutrition (95% CI OR = 1.20- 15.78) (OR = 4.21), the level of household income (85% CI OR = 1.99-63.72) (OR = 10) and household food expenditure (95% CI OR = 1.47-37.12) (OR = 6.28).

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

UNIVERSITAS UDAYANA ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4 Tujuan ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 5

1.5 Manfaat ... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 7

(10)

ix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pola Pangan Harapan (PPH) ... 8

2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Skor PPH ... 13

2.2.1 Jumlah Anggota Keluarga ... 13

2.2.2 Pengetahuan Ibu Tentang Gizi ... 14

2.2.3 Tingkat pendapatan keluarga ... 15

2.2.4 Pengeluaran Pangan Rumah Tangga ... 17

2.2.5 Pantangan Makanan ... 19

2.2.6 Kepemilikan Lahan ... 21

2.3 Teori BLUM ... 22

2.3.1 Kerangka Teori BLUM ... 24

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25

3.1 Kerangka Konsep ... 25

3.2 Hipotesis ... 26

3.3 Definisi Operasional ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Desain Penelitian ... 29

4.6 Instrumen Pengumpulan Data ... 31

(11)

x

4.8 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 32

4.8.1 Teknik Pengolahan Data ... 32

4.8.2 Analisis Data Univariat ... 33

4.8.3 Analisis Data Bivariat ... 33

BAB V HASIL ... 34

5.1 Karakteristik Responden ... 34

5.2 Gambaran Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida . 34 5.3 Gambaran Konsumsi Energi pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 35

5.4 Gambaran Ekonomi, Budaya dan Pengetahuan pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 35

5.5 Analisis Bivariat Faktor yang Berhubungan dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida... 38

BAB VI PEMBAHASAN ... 41

6.1 Gambaran skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 41

6.2 Gambaran Konsumsi Energi pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 42

6.3 Gambaran Ekonomi, Budaya dan Pengetahuan pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 44

6.4 Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 46

6.5 Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Gizi dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 48

6.6 Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 51

(12)

xi

6.8 Hubungan antara Pantangan Makan dengan Skor PPH pada RTS di Desa

Batukandik Pulau Nusa Penida ... 54

6.9 Hubungan antara Kepemilikan Lahan dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ... 55

6.10 Keterbatasan Penelitian ... 57

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 58

7.1 Simpulan ... 58

7.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Susunan Pola Pangan Harapan Nasional ... 9

Tabel 2.2 Contoh Penghitungan Pola Pangan Harapan ... 12

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 27

Tabel 5.1 Karakteristik Responden (n=64) ... 34

Tabel 5.2 Gambaran Skor Pola Pangan Harapan ... 34

Tabel 5.3 Gambaran Konsumsi Energi pada RTS ... 35

Tabel 5.4 Gambaran Faktor yang Berhubungan Skor PPH ... 36

Tabel 5.5 Deskripsi Jawaban per Pertanyan Pengetahuan ibu tentang gizi ... 37

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hendrik L. Blum ... 24 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Teori BLUM Faktor yang Berhubungan dengan Skor

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance

Lampiran 2. Informed Consent

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Daftar Lambang < : Lebih kecil > : Lebih besar % : Persentase Daftar Singkatan

AKE : Angka Kecukupan Energi AKP : Angka Kecukupan Protein AKG : Angka Kecukupan Gizi ASI : Air Susu Ibu

BDD : Bagian yang Datap Dimakan

B2SA : Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman DKBM : Daftar Komposisi Bahan Makanan PPH : Pola Pangan Harapan

RTS : Rumah Tangga Sasaran URT : Ukuran Rumah Tangga

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas terbentang dari Sabang sampai Merauke. Beragam jenis bahan pangan lokal terdapat di Indonesia, yang dapat dikonsumsi sama seperti bahan pangan pokok pada umumnya. Bahan makanan yang dikonsumsi harus memiliki lima kelompok zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk kegiatan sehari-hari yaitu karbohidrat, protein, lemak dan mineral serta tubuh juga memerlukan air dan serat. Tubuh akan terpenuhi zat gizinya apabila kita mengkonsumsi beragam makanan, karena pada setiap bahan pangan yang kita konsumsi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

(18)

2

pengetahuan gizi dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka perbaikan status gizi masyarakat sebagai salah satu prediktor untuk kualitas sumber daya manusia.

Berdasarkan hal tersebut pemerintah membentuk Program Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang bertujuan untuk mengupayakan masyarakat mengkonsumsi beragam makanan yang bergizi, seimbang dan aman, yang dimulai dari konsumsi rumah tangga. Program ini memiliki indikator outcome yaitu skor Pola Pangan Harapan (PPH) semakin beragam konsumsi makanan yang dilakukan oleh masyarakat, maka skor PPH semakin tinggi.

Bali dengan jumlah penduduk 4152,8 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015) dan merupakan destinasi pariwisata menjadikan Bali dikunjungi oleh tamu domestik bahkan mancanegara. Menyebabkan arus globalisasi semakin dirasakan. Bermacam-macam produk buatan dalam negeri sampai buatan luar negeri mudah diakses.

(19)

3

pada tahun 2013 capaian skor PPH mengalami penurunan menjadi 58,7% dan untuk tahun 2014 kembali mengalami penurunan skor PPH menjadi 58,2%. (Badan Pusat Statistik, 2014). Pada penelitian lain dengan kondisi dan karakteristik yang sama terletak di Kecamatan Lakor didapatkan bahwa skor PPHnya adalah 65,9. Hal ini masih dibawah standar dari skor PPH Nasional. (Lily, Y., 2013).

Berdasarkan kondisi skor PPH di Provinsi Bali yang rendah ditambah lagi dengan laporan Badan Ketahan Pangan Kementrian Pertanian RI tahun 2012 mengenai roadmap diversifikasi pangan tahun 2011-2015, Bali berada posisi strata 1 mengalami kondisi sangat rawan pangan yaitu ≤ 14,47% dan presentase pendek pada anak balita ≤ 32%. Dari laporan ini kita dapat mengetahui bagaimana kondisi

ketahanan pangan pada Provinsi Bali yang ternyata mengalami kerawanan. Kondisi rawan pangan lebih banyak di alami oleh RTS yang merupakan rumah tangga miskin.

Penduduk miskin Provinsi Bali terbanyak terdapat pada Kabupaten Klungkung berdasarakan data dari (BPMPD, 2013) yaitu sebesar 14.627 jiwa. Yang tersebar di 4 Kecamatan terdiri dari Kecamatan Dawan sebesar 1840 jiwa, Kecamatan Klungkung sebesar 2804 jiwa, Kecamatan Banjarangkan 3092 jiwa dan Kecamatan Nusa Penida 6891 jiwa.

(20)

4

Dari empat Kecamatan di Kabupaten Klungkung yang memiliki penduduk miskin terbanyak adalah Kecamatan Nusa Penida yang tersebar di 15 desa. Dari 15 desa tersebut yang memiliki penduduk miskin terbanyak adalah Desa Batukandik. Berdasarkan penjelasan diatas sampel penelitian ini diambil di Desa Batukandik Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung dilihat dari banyaknya penduduk miskin, faktor yang mempengaruhi skor PPH (jumlah anggota keluarga, Pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat pendapatan keluarga, pengeluaran rumah tangga, pantangan makan, diet dan kepemilikan lahan). Serta prasarana yang dibutuhkan untuk mengirimkan pasokan bahan makanan.

Rumusan Masalah

Skor PPH di Provinsi Bali masih rendah dan perlu adanya penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan skor PPH . Faktor PPH yaitu jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat pendapatan keluarga, pengeluaran pangan rumah tangga, pantangan makan, diet dan kepemilikan lahan.

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, berikut terdapat beberapa permasalahan yang menjadi pertanyaan dalam penelitian yaitu :

1. Bagaimanakah gambaran skor pola pangan harapan pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

2. Bagaimanakah gambaran konsumsi energi pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

(21)

5

4. Adakah hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

5. Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

6. Adakah hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

7. Adakah hubungan antara pengeluaran pangan rumah tangga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

8. Adakah hubungan antar pantangan makan dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

9. Adakah hubungan antara kepemilikan lahan dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida ?

Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor yang berhubungan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran skor pola pangan harapan pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

2. Mengetahui gambaran konsumsi energi pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

(22)

6

4. Mengetahui hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

5. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

6. Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

7. Mengetahui hubungan antara pengeluaran pangan rumah tangga dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

8. Mengetahui hubungan antara pantangan makan dan diet dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida .

9. Mengetahui hubungan antara kepemilikan lahan dengan Skor PPH pada RTS di Desa Batukandik Pulau Nusa Penida.

Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

(23)

7

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini merupakan salah satu langkah dalam membantu pemerintah terkait dengan program P2KP (Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan).

2. Peneliti dapat mengaplikasikan teori yang didapat dalam proses perkuliahan dan mendapatkan pengalaman secara langsung dalam melakukan pengamatan.

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pola Pangan Harapan (PPH)

Pola Pangan Harapan atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. FAO-RAPA (1989) mendefinisikan PPH adalah komposisi kelompok pangan utama bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya.

PPH pertama kali dikenalkan oleh FAO-RAPA pada tahun 1988 yang kemudian dikembangkan oleh Indonesia melalui workshop yang diselenggarakan Departemen Pertaniaan yang bekerja sama dengan FAO.

Tujuan utama penyusunan PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan yang dianjurkan, terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai citarasa.

Dalam aplikasinya PPH dikenal dengan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman atau dikenal dengan istilah menu B2SA. Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan sesuai dengan PPH maka secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga terpenuhi. Oleh karena itu skor PPH mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan.

(25)

9

memenuhi fungsi makanan tersebut. Semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat diperoleh dengan mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam dalam jumlah yang cukup

dan seimbang. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu jenis bahan makanan yang dapat

menyediakan zat gizi secara lengkap. Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai

kelompok pangan sesuai PPH maka secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga

terpenuhi.

Untuk tingkat Nasional telah disepakati susunan Pola Pangan Harapan (PPH) berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 sebagai acuan dalam pembagunan pangan dan gizi. Angka Kecukupan Energi (AKE) di tingkat konsumsi sebesar 2.000 Kkal/kap/hari dan 2.200 Kkal/kap/hari di tingkat ketersediaan.Sedangkan Angka Kecukupan Protein (AKP) di tingkat konsumsi adalah sebesar 52 gram/kap/hari, dan 57 gram/kap/hari di tingkat ketersediaan.

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Susunan Pola Pangan Harapan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Susunan Pola Pangan Harapan Nasional

Sumber : Harmonisasi PPH Nasional PPKP – BKP dan GMSK – IPB, 2002 No Kelompok Pangan Pola Pangan Harapan Nasional

(26)

10

Keterangan:

1. (Kolom 6) % AKG = o o 5

2000 a x 100%

2. (Kolom 8) Skor pangan = (kolom 6) x (kolom 7). Hasil perkalian dari masing-masing kelompok pangan dijumlahkan sehingga diperoleh total skor 100. 3. (Kolom 7) Penetapan rating atau bobot.

Dalam penghitungan skor PPH adapun beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :

1. Konversi bentuk, jenis, dan satuan

Pangan yang dikonsumsi rumah tangga terdapat dalam berbagai bentuk, jenis dengan satuan yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan konversi ke dalam satuan dan jenis komoditas yang sama (yang disepakati). Contoh : jika rumah tangga mengonsumsi pangan dengan satuan URT (ukuran rumah tangga), misalnya 5 butir telur ayam dan 3 potong tempe, maka berat telur dan tempe dalam satuan gram diperoleh setelah dilakukan konversi satuan. Satu (1) butir telur ayam = 60 gr dan satu (1) potong tempe = 25 gr.

2. Pengelompokan pangan menjadi 9 kelompok (pada tabel 2.2)

(27)

11

3. Menghitung konsumsi energi menurut kelompok pangan

Pada tahap ini perlu dilakukan : perhitungan kandungan energi setiap jenis pangan yang dikonsumsi dengan bantuan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Kolom energi dalam DKBM menunjukkan kandungan energi (kkal) per 100 gram bagian yang dapat dimakan (BDD).

4. Menghitung total konsumsi energi dengan cara menjumlahkannya dari kelompok pangan 1 sampai dengan 9.

5. Menghitung kontribusi energi tiap kelompok pangan ke 1 s.d ke 9

Kolom ini merupakan langkah untuk menilai pola/komposisi konsumsi pangan dengan cara menghitung kontribusi energi menurut AKG (AKE konsumsi untuk rata-rata nasional tahun 2004 adalah 2000 kkal/kap/hari) dari setiap kelompok pangan. dalam bentuk persen (%). Contoh : kontribusi energi dari kelompok padi-padian terhadap AKG adalah 1150/2000 x 100 % = 57.5%. 6. Menghitung skor PPH.

a. Tahap I : isi kolom 8 = (kolom 6) x (kolom 7). Contoh skor konsumsi kelompok padi-padian adalah 57.5 x 0.5 = 28.8

b. Tahap II : isi kolom 10 sesuai hasil pada kolom 8 dengan memperhatikan batas skor maksimum (kolom 9). Jika skor AKE lebih tinggi dari skor maksimum maka yang diambil adalah skor maksimum. Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum maka yang diambil adalah skor AKE.

7. Menghitung total skor mutu konsumsi pangan

(28)

12

Tabel 2.2 Contoh Penghitungan Pola Pangan Harapan

Keterangan :

a. Energi Aktual : Konsumsi aktual (kkal/kap/hari) b. % Aktual : % Terhadap Total (Energi Aktual) c. % AKE : % Terhadap AKE (2000 kkal/kap/hari) d. Skor aktual : % Aktual x bobot

e. Skor AKE : % AKE x bobot

f. Sama dengan skor AKE atau gunakan skor Maksimal jika Skor AKE > Skor Maksimal No Kelompok Pangan Energi

Aktual

% Aktual % AKE Bobot Skor Aktual Skor AKE Skor Maksimal Skor PPH

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1 Padi- padian 1150 52.6 57.5 0.5 26.3 28.8 25.0 25.0

2 Umbi-umbian 75 3.4 3.8 0.5 1.7 1.9 2.5 1.9

3 Pangan Hewani 100 4.6 5.0 2.0 9.2 10.0 24.0 10.0 4 Minyak dan Lemah 600 27.5 30.0 0.5 13.7 15.0 5.0 5.0 5 Buah/Biji Berminyak 50 2.3 2.5 0.5 1.1 1.3 1.0 1.0

6 Kacang-kacangan 65 3 3.3 2.0 6.0 6.5 10.0 6.5

7 Gula 50 2.3 2.5 0.5 1.1 1.3 2.5 1.3

8 Sayur dan Buah 85 3.9 4.3 5.0 19.4 21.3 30.0 21.3

9 Lain-lain 10 0.5 0.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

(29)

13

Faktor yang Berhubungan dengan Skor PPH

Situasi pangan dan gizi di masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain dan sangat kompleks. Faktornya yaitu :

2.2.1 Jumlah Anggota Keluarga

Keluarga merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat. Dimulai dari keluargalah kebiasan makan seseorang akan muncul.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilaksanakan di Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat Daya Provinsi Maluku mengenai pengaruh karakteristik sosial ekonomi keluarga terhadap keanekaragaman konsumsi pangan yaitu adanya hubungan yang erat mengenai besar keluarga terdahap gizi keluarga. Bagi mereka yang berpendapatan rendah akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika anggota rumah tangga yang harus diberi makan jumlahnya sedikit (Jomima&Rajab, 2014). Berdasarkan pemantauan konsumsi gizi tingkat rumah tangga tahun 1995-1998 menyatakan bahwa anggota rumah tangga yang semakin banyak akan semakin mengalami kecendrungan turunnya rata-rata asupan energi dan protein per kapita per hari yang ditunjukkan dengan preverensi tertinggi pada rumah tangga yang beranggotakan diatas 6 orang (Notoatmojo, 2003).

(30)

14

Dengan kondisi keluarga miskin dengan banyak anak, menyebabkan anak-anak dapat menderita karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak keluarga terutama di Indonesia anak bungsu yang sering mengalami kekurangan asupa gizi (Notoatmojo, 2007). Seharusnya anak bungsu lebih banyak mendapatkan nutrisi demi tumbuh kembang yang optimal. Dibandingkan dengan anak yang lebih tua walau memang harus tetap mendapatkan nutrisi yang sesuai untuk tubuhnya. Kondisi yang paling rawan dalam masalah gizi adalah anak-anak, wanita hamil dan menyusui. Perhatian yang lebih besar seharusnya diberikan guna mengurangi dalih untuk mempunyai keluarga besar dengan jalan membantu yang miskin memperbaiki keadaan sosial dan ekonominya (Achmad Djaeni S, 2000).

Indonesia sampai saat ini memiliki program yang berguna untuk membatasi jumlah anggota keluarga, yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan katahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, sejahtera. Program tersebut adalah KB yait Keluarga Berencana dimana dalam program KB tersebut disarankan untuk memiliki 2 anak lebih baik, jarak antar kelahiran yang tidak berdekatan sekitar tiga tahun. Agar kebutuhan akan konsumsi pangan yang baik dan bergizi dapat terpenuhi oleh anak.

2.2.2 Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

(31)

15

Sedangakan status gizi lebih apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang membahayakan tubuh (Almatsier, 2004).

Bila seorang ibu memiliki pengetahuan gizi yang baik maka dapat memberikan pilihan makanan yang optimal kepada keluarga. Dan dapat mencapai skor PPH yang idel serta zat gizi yang tinggi. Bila pengetahuan gizi yang dimiliki ibu rendah maka pemilihan makan hanya pada batas ketertarikan panca indra tanpa memikirkan status gizi yang ada pada makanan (Achmad Djaeni S, 2000). Namun pada penelitian sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik sosial ekonomi keluarga terhadap keanekaragaman konsumsi pangan di Kecamatan Letti Kabupaten Maluku Barat Daya Provinsi Maluku menyatakan tidak adanya hubungan pengetahuan gizi terhadap jenis pangan yang dikonsumsi (Jomima&Rajab, 2014). Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan keluarga, kondisi iklim ekstrim sehingga sering menyebabkan gagal panen dan keterbatasan untuk memperoleh bahan pangan.

Tetapi menurut Meitycorfrida Mailoal (2013) terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal dengan pengetahuan gizi. hal didukung oleh hasil penelitia yaitu responden yang mencapai tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi sebesar 47%. Dari hasil itu menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin meningkat pengetahuan akan pangan dan gizi. Didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryafal dkk (2014) penelitian yang dilakukan di Kota Pontianak semakin tinggi pendidikan maka semakin baik konsumsi pangan suatu keluarga.

2.2.3 Tingkat pendapatan keluarga

(32)

16

Kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kebutuhan pangan dan bukan pangan. Dengan kata lain pada tingkat pendapatan keluarga tertentu, rumah tangga akan menghabiskan pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan. Namun secara alamih kebutuhan pangan akan mencapai titik jenuh sementara untuk kebutuhan non pangan dan kualitas pangan tidak.

Berdasarkan Hukum Engel (Nicholson 1991 exp 2001 dalam Erwin&Karmini, 2015) menyatakan bahwa rumah tangga yang mempunyai upah atau pendapatan rendah akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok. Sedangkan rumah tangga yang berpendapatan tinggi akan membelanjakan sebagian kecil dari total pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pokok keluarga.

Tingkat pendapatan keluarga dapat digunakan untuk dua tujuan yaitu konsumsi dan tabungan. Besar kecilnya pendapatan yang diterima seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi. Semakin besar tingkat pendapatan yang diperoleh maka akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, apabila tingkat tingkat pendapatan rendah maka diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah pula (Hattas, 2011).

Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi pada tingkat pendapatan keluarga. Semakin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan makanan dapat terpenuhi. Dengan demikian tingkat pendapatan keluarga memiliki faktor utama dalam pemilihan bahan makanan yang berkualitas dan kuantitas. Besar kecilnya pendapatan rumah tangga juga tidak lepas dari pekerjaan dari orangtua serta tingkat pendidikan (Soekirman, 1991).

(33)

17

PPH, hal ini dikarenakan Kecamatan Pontianak merupakan daerah pertanian sehingga tidak terdapat hubungan antara akses pangan pendapatan, tidak menjadikan faktor utama karena masyarakat dapat mengakses pangan melalui produksi sendiri. Menurut Erwin&Karmini (2015) menyatakan hal yang berbeda pada penelitian yang mereka laksanakan, mengatakan bahwa adanya hubungan pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan terhadap pola konsumsi. Menurut Jomina & Rajab (2014) pendapatan keluarga sebagian besar berasal dari sektor pertanian dan pertenarkanan. Dengan perolehan hasil pendapatan rata-rata keluarga sebesar Rp. 808.177,17. Dari meningkatnya pendapatan maka kecukupan akan makanan terpenuhi. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan.

2.2.4 Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

Pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan keluarga dalam kemapuannya memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan (Salimar dkk 2009 dalam ). Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan 60% dikategorikan rawan pangan sedangkan rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan <60% dikategorikan tahan pangan. Kemampuan keluarga dalam membeli bahan makanan dilihat dari besar kecilnya pendapatan keluarga, harga makanan dan tingkat pengolahan bahan makan tersebut (Apriadji, 1986).

Menurut hukum Working proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bermacan jenis pengeluaran tidak bervariasi sesuai dengan tingkat pendapatan, ukuran keluarga dan tabungan (Pakpahan, 2012). Dikatakan juga bahwa semakin kaya suatu rumah tangga maka semakin kecil proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan.

(34)

18

transformasi, informasi mengenai pengeluaran pangan akan diubah menjadi informasi konsumsi energi. Maka dari itu kecukupan energi akan berkolerasi dnegan tingkat pengeluaran pangan.

Berdasarkan data Susenas pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan selama tahun 2002-2013 menunjukan pergesaran dimana pada awalnya pengeluaran untuk makanan lebih tinggi dari pada non makan, namun pada tahun 2007 menunjukan peresentase pengeluaran non makanan seimbang dengan pengeluaran makanan. Untuk persentase makanan pada tahun 202 sebesar 58,47% dan non makanan sebesar 41,53%.

Pada tahun 2013 persentase untuk makanan menjadi 50,66% dan non makanan 49,34%. Dan untuk rata-rata pengeluaran per kapita per bulan tahun 2013 untuk makanan sebesar Rp. 356.435,- dan non makanan sebesar Rp. 347.126,-. Secara rinci persentase penduduk Indonesia tahun 2013 untuk makanan adalah yang paling tinggi pengeluaran makanan dan minuman yaitu sebesar 25,88%, padi-padian 16,26% tembakau dan sirih 12,32%, sayur-sayuran 8,74%, ikan 7,96%, telur dan susu 6,04% dan untuk kelompok makanan yang lainnya kurang dari 5%.

Prsentase pengeluaran di Bali, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali. Total rata-rata per kapita per bulan pengeluaran tahun 2014 sebesar Rp. 1.097.749 Untuk makanan sebesar Rp. 458.723 dan non makanan sebesar Rp. 639.026 (Badan Pusat Statistik, 2014).

(35)

19

Berdasarakan hasil penelitian lain di Kecamatan Letti tahun 2014 mengenai rata- rata pengeluaran rumah tangga untuk pangan pokok sebesar Rp. 338.515 per bulan dengan persentase untuk membeli pangan pokok beras. Hal ini dikarenakan beras memiliki harga yang mahal dibandingkan bahan pangan pokok lainnya seperti jagung dan singkong kayu/ubi kayu. Pengeluran jagung dan singkong kecil disebabkan sebagian besar rumah tangga telah menanam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga secara pribadi. Menurut Rikha D.R (2007) menyatakan bahwa adanya hubungan yang segnifikan antara pengeluran rumah tangga dengan skor PPH. Dapat dilihat dari penelitian yang dilaksanakan pada keluarga petani sawah tadah hujan. Dapat dilihat bahwa rumah tangga dengan pengeluaran pangan kurang memiliki skor PPH kurang sebanyak 25 keluarga dan skor PPH idel tinggi sebanyak 25 keluarga. Namun pada rumah tangga pengeluaran cukup memilik skor PPH yang kurang terdapat 3 keluarga dan yang memiliki skor PPH idea tinggi terdapat 34 keluarga. Menurut Jomina & Rajab (2014) rata- rata pengeluran rumah tangga sebesar Rp. 637.156 per bulan dan untuk pengeluaran rumah tangga konsumsi sebesar Rp. 438.072 per bulan. Hasil ini menunjukan pengeluran rumah tangga sebagian besar lebih dialokasikan untuk konsumsi. Jadi adanya hubunga yang mempengaruhi antara pengeluran rumah tangga dengan tingkat konsumsi.

2.2.5 Pantangan Makanan

(36)

20

Kebudayaan mempunyai pengaruh yang kuat untuk menentukan seseorang dalam memilih makanan dan bagaimana cara mengolahnya, untuk kebutuhan tubuh yang mendasar. Serta kebudayaan juga mempengaruhi kapan makanan tersebut boleh atau tidak dikonsumsi. Hal ini sering terjadi salah satu contohnya adalah di negara Asia memiliki kepercayaan bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung protein hewani menyebabkan keracunan pada ASI (Suhardjo, 2003). Hal ini merupakan hal yang merugikan untuk kesehatan. Sesungguhnya protein hewani sangat baik kandungannya dalam ASI karena bagus untuk tumbuh kembang dari bayi yang mengkonsumsi ASI.

Sering kali tiga kelompok ini dikaitkan dengan hal-hal yang tabu atau memiliki pantangan makan yaitu balita, ibu hamil dan ibu menyususi. Sesungguhnya hal yang dianggap tabu itu benar tapi sering malah merugikan karena banyak makanan yang dikonsumsi sangat penting dan mempengaruhi kondisi tubuh.

Dalam hal agama pantangan yang khususya untuk Agama Islam disebutkan haram dan seseorang yang melanggar hukum berdosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi.

(37)

21

menjadi patangan tersebut seharusnya dikonsumsi karena sangat bagus untuk kebutuhan tubuh.

Menurut Wahida Y.M (2006) berdasarkan penelitian yang dilaksanakan menyatakan adanya hubungan pantangan makan yang dilihat dari aspek religi dan tradisi dengan pengaruh terhadap pola konsumsi pangan, yaitu menunjukan bahwa nilai religi 67,3% RT yang menganggap ada jenis makanan pokok bersifat religi dan tradisi. Masyarakat Wamena sangat mengormati dan menjaga ubi jalar, hal ini dilakukan karena masyarakat Wamena menganggap ubi jalar dibawa oleh nenek moyang. Pada suatau upacara ubi jalur dapat digunakan sebagai salah satu (satu bahan) yang digunakan untuk hidangan menu utama. Jadi menu utamanya hanya ubi jalar saja tidak ada yang lain.

2.2.6 Kepemilikan Lahan

Petani di Indonesia rata kepemilikan lahan sangat kecil mengingat harga tanah yang semakin mahal sedangakan kemampuan para petani untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah minim bagaimana cara untuk membeli lahan. Maka dari itu para petani yang memungkinkan untuk menggarap lahan milik orang lain nanti hasil panennya akan dibagi dua.

Semakin hari semakin banyak ada bangunan semakin sedikit tempat untuk bercocok tanam. Hal ini menyebabkan mengurangi wilayah pertanian. Sedangakn kebutuhan manusia akan bahan pokok makanan semakin meningkat yang tidak diimbangi dengan ketersedian lahan dan pembangunan gedung-gedung yang tidak terencana tanpa memperhatikan dampak lingkungan.

(38)

22

memiliki hubungan yang saling berpengaruh, karena semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin besar peluang tercapainya ketahanan pangan rumah tangga. Menurut Rikha D.R (2007) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan skor PPH dengan kepemilikan lahan. Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan 67 keluarga yang memiliki lahan pertanian sendiri dengan petani memiliki lahan sendiri didapatkan hasil skor PPH idel dan tinggi 45 keluarga dan petani penggarap sebesar 14 keluarga. Petani penggarap mendapatkan hasil yang mereka kerjakan dengan cara bagi hasil dengan pemilik setengah-setengah.

Menurut Zahara&Nina, M (2012) menyatakan tidak adanya hubungan kepemilikan lahan dengan skor PPH. Dapat dilihat dari hasil penelitian yang mengatakan nilai koefisian determinan kepemilikan lahan rendah dan negatif yang artinya tidak ada pengaruhnya variabel luas pekarangan terhadap naik turunnya skor PPH.

Teori BLUM

Menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang mempengaruhi status dejarat kesehatan masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(39)

23

2. Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada dirinya.

3. Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan sangat menentukan dalam pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan perawatan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi apakah dapat dijangkau atau tidak, yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan.

(40)

24

2.3.1 Kerangka Teori BLUM

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hendrik L. Blum Sumber : Notoatmojo (2007)

Sehat Fisik

Mental

dan Sosial

GENETIK

PELAYANAN KESEHATAN (kuantitas dan

kualitas)

PERILAKU KESEHATAN

LINGKUNGAN (Sosial, ekonomi, budaya,

Gambar

Tabel 2.1 Susunan Pola Pangan Harapan Nasional
Tabel 2.2 Contoh Penghitungan Pola Pangan Harapan
Gambar  2.1 Kerangka Teori Hendrik L. Blum

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian serta pemikiran di atas, maka penulis merasa terdorong untuk mendalami dan meneliti dengan topik “Analisis Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat melalui UPK

fisik. Indikator dari dimensi ini adalah: a) jasa yang ditawarkan berkualitas tinggi; b) jasa yang ditawarkan memiliki fitur yang lebih baik dibandingkan pesaing- nya; dan

183 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, dimana dalam undang-undang tersebut terlihat jelas dan tegas ada pemisahan

Skrining II dilaku- kan dengan cara yang sama dengan skrining I, tetapi untuk memilih kembali bebe- rapa sel hibridoma penghasil McAb yang potensial menghasilkan McAb tinggi dan

Hasil supervisi akademik yang dilakukan sebelum tindakan penelitian diperoleh pada kondisi awal RPP tematik guru kelas di SDI wairhek masih rendah. Kemampuan

[r]

Meskipun lebih dari separo responden istri migran menyatakan bahwa dengan perginya suami untuk bekerja ke Malaysia beban pekerjaan rumah tangga menjadi semakin berat,

Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dalam jangka panjang, pada tahap awal dilakukan inventarisasi, identifikasi dan pemetaan terhadap keberadaan tari Balanse Madam