BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Desain
Menurut Landa (2014), desain adalah bentuk komunikasi visual yang terjadi setiap hari secara aktif dan pasif. Sebuah desain dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari sebuah ide melalui media-media kepada target audiens yang dituju. Ide ini dirancang melalui proses kreasi, seleksi, dan organisasi dari berbagai macam elemen-elemen visual.
2.1.1. Elemen Desain
Elemen desain adalah salah satu faktor penting dalam perancangan sebuah desain.
Terdapat enam elemen desain yang diperjelaskan sebagai berikut:
1. Garis
Garis terbentuk menjadi 2 macam yaitu poin dan garis. Poin atau dot terbentuk dari garis-garis kecil yang biasanya terlihat bulat dan bundar.
Dalam media digital, sebuah pixel dapat terlihat sebagai poin. Garis terbentuk dari poin-poin yang memanjang sehingga membuat barisan. Pada dasarnya, fungsi dari gari adalah untuk menggambarkan bentuk, tulisan, pola, membuat batasan komposisi, membantu dalam arah penglihatan dan masih banyak lagi.
2. Bentuk
Bentuk adalah garis besar dari sesuatu benda. Bentuk bersifat tertutup atau closed area yang digambarkan sebagian atau seluruhnya oleh garis, warna,
nada atau tekstur. Pada dasarnya, bentuk itu terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu kotak, segitiga dan bulat.
3. Arah
Semua garis dan bentuk memiliki arah-arah yang menunjukan sebuah suasana atau keadaan. Arah ini dapat membuat sebuah ilusi adanya gerakan dalam sebuah desain. Selain itu, arah dapat dijadikan sebuah simbol atau sarana tekanan visual dalam sebuah desain. Terdapat tiga jenis garis arah yaitu horizontal, vertikal dan miring yang dapat digunakan secara sendiri atau bercampuran untuk pembuatan sebuah desain.
4. Ukuran
Ukuran adalah hubungan besar atau kecilnya antara benda atau komponen dalam satu desain. Ukuran digunakan dalam sebuah desain untuk memberi kepentingan atau menonjol terhadap sebuah benda atau komponen, serta dapat memberi fokus, bimbingan, dan perhatian visual dalam sebuah desain.
5. Tekstur
Tekstur adalah permukaan taktil, simulasi, atau representasi dari sebuah permukaan atau bahan. Dalam seni visual, terdapat dua jenis tekstur yaitu:
a. Tactile texture memiliki tekstur yang dapat dirasakan dan disentuh sentuh secara fisik. Beberapa teknik pencetakan yang dapat menghasilkan tekstur pada media seni cetak seperti debossing, stamping, engraving, dan letterpress.
b. Visual Texture adalah ilusi atau visualisasi tekstur dari tekstur yang nyata.
6. Warna
Warna adalah sebuah sarana untuk memberi dampak, mengorganisir, dan menimbulkan emosi. Elemen warna dapat terbagi menjadi tiga kategori yaitu hue, value, dan saturation.
Hue adalah nama yang diberi kepada warna. Warna terdapat tiga warna primer yaitu merah, hijau dan biru (RGB). Warna primer ini juga dapat disebut additive primaries karena jika warna-warna tersebut dicampur akan menjadi cahaya putih. Gabungan dari warna-warna primer akan menghasilkan warna sekunder. Warna sekunder adalah campuran dari warna-warna primer seperti oren, hijau, dan ungu (CMYK).
Gambar 2.1.1. Additive Color System (Sumber: Design Basics, Lauer & Pentak, 2012, hlm.257)
Value adalah level terangnya hitam dan putih terhadap warna. Warna hitam dan putih tidak dapat terlihat dalam spektrum warna. Maka dari itu,
hitam dan putih adalah achromatic atau netral, dan tidak termasuk sebagai hue . Jika hitam dan putih dicampur akan menghasilkan warna abu.
Saturation adalah cerah dan pudarnya warna atau hue . Warna dengan intensitas yang tinggi dapat mencapai maximum chroma jika tidak memiliki warna yang menetralisir seperti hitam dan putih, dan juga tidak tercampur oleh warna netral seperti abu.
Gambar 2.1.2. Color Pyramid
(Sumber: Graphic Design: Learn it, Do it , Hughes, 2019, hlm.26)
Penggunaan warna secara digital terbagi menjadi 2 sistem yaitu RGB dan CMYK. Warna merah, hijau, dan biru (RGB) lebih relevan pada layar dan media digital. Setiap warna pada sistem RGB menggunakan nilai numerik antara 0 dan 255, dimana 0 berarti fully off dan 255 berarti fully on, dan memiliki sistem kombinasi menggunakan hexadecimal system . Warna cyan, magenta, kuning, dan hitam (CMYK) lebih relevan pada printer dan media yang cetak atau bertinta. Empat warna ini digunakan karena
campuran warna cyan, magenta, kuning, dan hitam dapat dilapis sehingga membuat warna yang diinginkan.
7. Tipografi
Tipografi dalam sebuah desain adalah elemen penting yang mengacu pada desain tulisan dan penampilan kata-kata. Dalam sebuah typeface atau font family berisi serangkaian font dimana terangkai dari set karakter atau glyph individu yang memiliki ukuran dan jenis desain tertentu.
Setiap font terdiri dari anatomi yang mendeskripsikan karakteristik dan jenis font. Dalam anatomi font terdapat ascender, descender, capline, meanline, baseline, cap height, stress, shaft, counter, serif, terminal, bowl, crossbar, dan tittle.
Gambar 2.1.3. Anatomi Font
(Sumber: White space is not your enemy: Graphic design as Visual Communication in a multimedia world, Golombisky & Hagen, 2010, hlm.87)
Komponen-komponen anatomi ini akan membagikan dan mengklasifikasikan font menjadi empat kategori utama yaitu serif, sans serif, script, dan dekoratif.
a. Serif adalah jenis typeface yang memiliki garis pada ujung stroke pada ujung font. Biasa font jenis serif digunakan pada media cetak seperti koran atau majalah. Typeface serif dapat dibagi lagi menjadi empat sub-kelompok yaitu old-style, transitional, modern, dan slab.
Gambar 2.1.4. Contoh Serif
(Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.192)
b. Sans-serif adalah jenis typeface yang tidak memiliki serif pada setiap ujung stokes. Jenis font ini biasanya memiliki ketebalan yang sama dan umumnya digunakan pada media online karena dianggap gampang untuk dibaca. Typeface sans - serif dapat dibagi lagi menjadi tiga sub-kelompok yaitu grotesques. square, dan geometric.
Gambar 2.1.5. Contoh Sans-serif
(Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.193)
c. Script adalah jenis typeface yang dianggap dan terlihat seperti hand-lettered . Jenis font ini termasuk script yang berhubung, script yang tidak berhubung, script yang terlihat seperti tulisan tangan, dan script yang terlihat seperti kaligrafi. Typeface script dapat dibagi lagi menjadi dua sub-kelompok yaitu formal dan casual.
Gambar 2.1.6. Contoh Script
(Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.193)
d. Dekoratif adalah jenis typeface yang unik dan seringkali terlihat ornamental. Jenis font ini biasanya digunakan sebagai judul dalam poster
dan periklanan karena keunikannya. Typeface script dapat dibagi lagi menjadi dua sub-kelompok yaitu grunge dan grafiti.
Gambar 2.1.7. Contoh Dekoratif
(Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.194)
2.1.2. Prinsip Desain
Menurut Macnab (2011), prinsip adalah hukum, aturan, atau etika dasar yang mendukung perubahan dan pertumbuhan alam yang relevan dalam setiap kultur.
Dalam desain, prinsip mengatur alurnya elemen desain serta keseimbangan, harmoni, ritme, proporsi, kesatuan, dan urutan elemen tersebut.
1. Format
Format desain adalah parameter lahan atau area pengerjaan sebuah desain.
Selain itu, format juga termasuk ukuran, tipe media atau proyek, atau template yang digunakan pada desain. Contohnya adalah cover CD, poster, mobile ads, dan lain-lainnya.
2. Perspektif dan Ruang
Perspektif dan ruang mengacu kepada gerakan atau ilusi adanya kejauhan melalui latar belakang, latar tengah, dan latar depan. Terdapat empat metode
untuk mencapai adanya perspektif yaitu penggunaan garis horizontal, ukuran dan skala yang relatif, perspektif linear, dan perspektif atmospheric.
3. Keseimbangan
kesemibangan adalah stabilitas atau kesetimbangan yang terbuat dari campuran komposisi elemen-elemen desain. Keseimbangan dalam sebuah desain dapat menggunakan 2 metode yaitu symmetry dan asymmetry .
4. Hirarki Visual
Hirarki visual adalah cara pengaturan dan penempatan informasi dan visual elemen pada sebuah desain. Dalam hirarki visual, emphasis adalah aspek penting dalam aransemen visual elemen untuk memandu. Dengan menaruh elemen yang lebih penting dengan membuat sebuah elemen superordinate (dominan) dan membuat yang tidak penting lebih subordinating (subtle).
Menurut Landa (2014), sebuah desain dapat mencapai emphasis dengan melalui isolasi, penempatan, skala, kontras, direksi atau petunjuk.
Gambar 2.1.8. Metode Emphasis
(Sumber: Graphic Design Solution, Landa, 2014, hlm.34)
Gambar 2.1.9. Metode Structures Diagram Emphasis (Sumber: Graphic Design Solution, Landa, 2014, hlm.35)
5. Ritme
Ritme adalah penggunaan elemen secara repetisi yang konsisten atau pola pada sebuah desain. Elemen visual yang digunakan sebaiknya memiliki kesamaan yang jelas sehingga membuat aliran visual yang konsisten pada setiap desain.
6. Kesatuan
Kesatuan adalah hubungan elemen-elemen dalam sebuah desain yang bekerja bersama sehingga menjadi sebuah karya yang terlihat kompak.
7. Grid
Grid adalah kumpulan garis horisontal dan vertikal yang menjadi kerangka untuk membantu mengatur, mengorganisir, mengelompokan, dan
menyetarakan komponen-komponen desain pada layout media desain (Golombisky & Hagen, 2010).
Dalam pembuatan sebuah grid, terisi komponen-komponen yang harus diperhatikan yaitu:
a. Format - Ukuran media yang menyatakan area desain.
b. Margin - Jarak antara ujung media di atas, bawah, kiri, dan kanan yang dapat ditentukan secara bebas. Penggunaan margin adalah untuk memberi indikasi atau batasan pada area layout media.
Gambar 2.1.10. Margin
(Sumber: White space is not your enemy: Graphic design as Visual Communication in a multimedia world, Golombisky & Hagen, 2010, hlm.59)
c. Column, row, and gutter - Area vertikal dan horizontal dalam margin yang memisahkan area desain. Jarak antara setiap kolom dan baris disebut gutter.
Gambar 2.1.11. Contoh Alley dan Gutter
(Sumber: White space is not your enemy: Graphic design as Visual Communication in a multimedia world, Golombisky & Hagen, 2010, hlm.60)
d. Modules - Area individu yang terbuat dari persimpangan antara kolom dan baris.
Setiap komponen tersebut digunakan dalam sebuah desain sehingga menghasilkan sebuah sistem grid. Terdapat empat jenis sistem grid yang dapat digunakan dalam sebuah layout desain yaitu manuscript, multicolumn, modular, dan baseline.
a. Manuscript - Jenis grid yang paling simple, biasanya konten desain terpadu dalam satu segi empat.
Gambar 2.1.12. Contoh Sistem Grid Manuscript (Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.288)
b. Multicolumn - Jenis grid yang memiliki banyak column .
Gambar 2.1.13. Contoh Sistem Grid Multicolumn (Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.288)
c. Modular - Jenis grid yang terbagi menjadi banyak modules . Biasanya memiliki campuran dan banyak column, rows, dan gutter.
Gambar 2.1.14. Contoh Sistem Grid Modular (Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.289)
d. Baseline - Struktur grid yang tidak terlihat tetapi digunakan sebagai panduan untuk sebuah desain, biasanya terbentuk dalam garis vertikal.
Gambar 2.1.15. Contoh Sistem Grid Baseline (Sumber: Graphic Design; Learn it. Do it, Hughes, 2019, hlm.290)
2.2. Aplikasi Mobile
Menurut Sturm et al. (2017), aplikasi adalah sebuah program atau software yang didesain untuk memenuhi sebuah tujuan atau menyelesaikan sebuah masalah.
Aplikasi mobile adalah program atau software yang didesain khusus untuk penggunaan dalam perangkat mobile. Setiap perangkat mobile memiliki sebuah operating system (OS) masing-masing yang memiliki karakteristik berbeda.
Beberapa OS termasuk android, IOS, windows, blackberry, ColorOS, dan lain-lainnya.
2.2.1. Jenis Aplikasi Mobile
Rosul (2016) menjelaskan bahwa aplikasi mobile dapat terbagi menjadi tiga jenis yaitu native, web app, dan hybrid.
1. Native
Aplikasi native merupakan aplikasi yang dibuat khusus untuk satu operating system (OS) pada platform atau perangkat tertentu. Aplikasi native memanfaatkan fitur-fitur dalam OS pada perangkat pengguna sehingga dapat membuat aplikasi lebih nyaman untuk digunakan dan bisa disesuaikan dengan target pengguna. Beberapa fitur-fitur ini termasuk notifikasi, waktu, GPS, kamera, dan QR reader. Jenis aplikasi native umumnya dapat diunduh dari toko dari OS perangkat pengguna seperti Playstore dan Appstore dan memerlukan instalasi pada perangkat tersebut untuk menggunakannya . 2. Web App
Web app adalah software yang mengalih pengguna ke server yang web-hosted ( website browser) di smartphone . Tipe aplikasi ini umumnya dibuat menggunakan HTML5, CSS, dan Javascript. Web app tidak menggunakan banyak memori pada perangkat karena data-data tersimpan pada server website tersebut.
3. Hybrid
Aplikasi hybrid adalah aplikasi campuran dari native dan web app yang dibuat menggunakan teknologi web multi-platform. Jenis aplikasi ini memiliki karakteristik aplikasi native dimana memerlukan pengguna untuk mengunduh dari toko pada OS perangkat pengguna dan menginstalnya namun memiliki konten yang bekerja seperti web app .
2.2.2. Kategori Aplikasi Mobile
Poetker (2019) menjelaskan bahwa aplikasi dapat secara umum dikategorikan menjadi enam tipe yaitu educational, lifestyle, social media, productivity, entertainment, dan game.
1. Edukasi
Jenis aplikasi ini memiliki tujuan untuk memberitahu, mengajarkan, dan mengedukasikan pengguna terhadap sebuah topik atau informasi. Beberapa contoh untuk aplikasi ini termasuk duolingo, ruangguru, dan kids academy.
2. Gaya Hidup
Tipe aplikasi ini bertujuan untuk membuat hidup pengguna lebih nyaman dan fokus untuk mempergampang sebuah proses atau aspek dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh dari tipe aplikasi ini termasuk grab, zillow, tinder, traveloka, dan tripadvisor.
3. Sosial Media
Aplikasi tipe ini bertujuan untuk menghubungkan orang dari aspek sosial dan komunikasi. Beberapa contoh tipe aplikasi ini termasuk instagram, facebook, dan whatsapp.
4. Produktivitas
Tipe aplikasi productivity bertujuan untuk utilitas dan umumnya dibuat dengan satu fungsi dan tujuan. Beberapa contoh tipe aplikasi ini termasuk kalkulator, google drive, dan kamera.
5. Hiburan
Tipe aplikasi ini bertujuan untuk membuat pengguna sibuk dan mengisi waktu dengan aplikasinya melalui hiburan-hiburan dalam format video, gambar, teks, atau konten bersuara. Beberapa contoh tipe aplikasi ini termasuk youtube, podcastone, dan webtoon.
6. Game
Tipe aplikasi ini merupakan aplikasi yang berisi permainan yang dapat dimainkan secara online dan offline. Beberapa contoh tipe aplikasi ini termasuk pubg, candy crush, dan sudoku.
2.3. User Interface (UI) dan User Experience (UX) 2.3.1. User Interface (UI)
Menurut Hannah (2019), user interface merupakan estetika desain pada semua aspek visual dalam sebuah media atau produk yang dapat berinteraksi dengan pengguna. UI berfokus pada pembuatan tampilan visual yang menarik namun tetap memaksimalkan kemudahan, efisiensi, dan aksesibilitas penggunaan.
Terdapat empat elemen UI utama yang dapat ditemukan disetiap desain aplikasi yaitu kontrol untuk input, komponen untuk navigasi, komponen untuk informasi, dan container. Elemen-elemen ini merupakan bagian yang digunakan untuk meningkatkan interaksi dengan pengguna dan menyediakan touchpoint sehingga pengguna dapat bernavigasi.
Untuk merancang UI yang baik, maka terdapat lima prinsip UI yaitu:
1. Meminimalisir beban kognitif
Beban kognitif merujuk kepada kemampuan mental yang diperlukan oleh pengguna untuk memproses sebuah produk. Menurut teori tentang memori oleh Miller (1956), manusia dapat mengingat ±7 benda sebelum dilupakan dari otak . Maka dari itu, elemen-elemen visual pada sebuah UI tidak berlebihan dan memiliki hirarki visual dan emphasis yang kuat sehingga tidak membebani kognitif pengguna.
2. Konsistensi
Konsistensi pada sebuah desain memungkinkan pengguna untuk menggunakan pengetahuan sebelumnya ke tugas yang baru. Hal ini berarti pengguna tidak memerlukan banyak waktu untuk berpikir dan untuk mengerti perbedaan komponen dalam sebuah desain.
3. Kejelasan
Untuk mengurangi kebingungan, elemen dan komponen desain pada sebuah UI memiliki tampilan yang terus terang dan jelas. Hal ini juga meningkatkan interaksi desain yang lebih intuitif sehingga pengguna tidak perlu berpikir.
4. Mudah Ditebak
Interaksi pada aplikasi juga sebaiknya memiliki tingkat prediktabilitas yang tinggi sehingga pengguna merasa memiliki kontrol atas interaksi mereka.
Faktor-faktor seperti memberitahu status sistem, menjelaskan penyebab, dan memberikan wawasan terhadap setiap proses atau interaksi.
5. Tidak Mengganggu Mata
Sebuah UI yang baik tidak mengganggu fokus pengguna terhadap tujuan utama dari aplikasi.
2.3.2. User Experience (UX)
Menurut Soegaard (2018), UX adalah proses mendesain sebuah experience atau pengalaman dalam menggunakan sebuah servis atau produk. UX berfokus pada pengertian calon pengguna melalui riset, dan menganalisa data-data tersebut sehingga dapat merancang sebuah alur desain yang terbaik untuk calon pengguna.
Proses untuk mengerti pengguna ini disebut sebagai design thinking. Design thinking merupakan sebuah proses iterasi yang memprioritas pengalaman dan emosi pengguna dalam mencari solusi. Maka itu, kemampuan untuk berempati dan berpikir dalam perspektif pengguna sangatlah penting dalam pengembangan desain UX.
Melalui proses design thinking, tahap perancangan UX dapat dibagi menjadi lima tahap yaitu empathize, define, ideate, prototype dan testing.
Gambar 2.2. Proses Design Thinking
1. Empathize
Tahap empati berfokus kepada pengertian masalah dan solusi pengguna terhadap masalah tersebut. Untuk mengerti masalahnya, riset sangatlah penting untuk menemukan data terkait dengan siapa, di mana, kapan, apa, bagaimana, dan mengapa. Riset ini dapat dilakukan dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif.
Selain pengertian masalah, pengertian terhadap target pengguna juga penting. Pengertian terhadap pemikiran, perilaku, keperluan, frustasi, dan kepribadian target penggunaan sehingga dapat membantu menetapkan solusi dan desain UX. Hal ini dapat dijabarkan melalui customer journey map, skema observasi AEIOU, dan empathy map.
2. Define
Tahap define berfokus kepada menetapkan masalah dan target pengguna secara lebih detail dibanding pada tahap empati. Menggunakan data-data yang diperoleh pada tahap empati, target pengguna dapat dikerucutkan dan dibuat menjadi dua sampai lima profil pengguna. Profil ini akan digunakan sebagai basis untuk memecahkan masalah dan pembuatan solusi. Profil ini dapat dijabarkan melalui persona .
3. Ideate
Tahap ideate adalah tahap untuk mencari ide-ide untuk memecahkan masalah. Ide-ide ini dipertimbangkan dan dievaluasi efektivitas dan efisiensinya sebagai solusi untuk target pengguna.
4. Prototype
Prototype adalah cara untuk memvisualisasikan hasil akhir produk dan mendapatkan validitas solusi sehingga bisa memecahkan masalah.
5. Testing
Prototype yang dibuat diuji kepada target pengguna. Tahap ini berfokus untuk mendapatkan feedback dari pengguna. Dari feedback ini, validitas desain sebagai solusi dapat dievaluasi dan dapat dipertimbangkan efektivitas dan efisiensinya sehingga dapat desain diperbaiki atau diubah.
2.4. Insomnia
Menurut buku handbook of insomnia, insomnia merupakan sebuah kondisi dimana seseorang kesulitan tertidur atau kesulitan untuk tetap tertidur selama minimal tiga malam per minggu dalam jangka waktu minimal 3 bulan. Insomnia dapat dialami pada setiap strata populasi, tetapi umumnya lebih terlihat pada wanita dan usia lanjut (Taylor, Gehrman, Dautovich, Lichstein, & McCrae, 2014).
2.4.1. Penyebab Insomnia 1. Usia
Usia adalah salah satu faktor signifikan yang dapat mempengaruhi kondisi tidur. Tingkatnya kemungkinan menderita insomnia berkorelasi dengan tingkatnya usia karena perubahan dalam kehidupan sehari-hari seperti perubahan dalam siklus tidur, perubahan aktivitas sehari-hari, perubahan dalam kesehatan, dan peningkatan konsumsi medikasi. Maka dari itu,
2. Faktor Eksternal
Individu yang menderita insomnia lebih mudah terpengaruh faktor-faktor eksternal yang dapat mengganggu tidur seperti suara, cahaya, gerakan, kenyamanan, dan temperatur. Hal ini adalah faktor-faktor yang sulit untuk dikontrol oleh individu sehingga menyebabkan adanya insomnia.
Selain itu, penggunaan atau kehadiran alat elektronik seperti televisi, smartphone , radio atau telepon dalam ruangan tidur dapat menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat menyebabkan insomnia. Penggunaan alat elektronik juga mungkin terkait dengan teori classical conditioning dimana kehadiran alat elektronik sebagai ‘cues’ atau indikasi untuk otak sehingga menyebabkan perasaan tidak mengantuk ketika menggunakannya.
3. Fisiologi
Insomnia dianggap sebagai gangguan dari hyperarousal dan manifestasi dari kelebihan arousal dalam otak. Daerah otak manusia yang lebih aktif ketika tidur adalah sistem pengaktif retikuler, bagian otak yang mengontrol mayoritas neurotransmitter pathways seperti norepinephrine, acetylcholine, dopamine, serotonin, histamine, atau neuropeptide A and B . Bagian otak ini bertanggung jawab untuk meningkatkan tingkat arousal yang menyebabkan gejala-gejala insomnia.
Selain itu, penderita insomnia ditemukan memiliki peningkatan dalam aktivitas sympathetic nervous system yang menunjukkan peningkatan pada detak jantung, suhu tubuh, konduktansi kulit galvanik, dan tingkat
metabolisme tubuh di malam hari. Gejala ini meningkatkan arousal sebelum tidur dan menimbulkan kondisi fight-or-flight pada tubuh.
4. Ritme Circadian
Ritme circadian adalah pola biologis yang terjadi dalam 24 jam, salah satunya termasuk siklus bangun dan tidur. Bobérly, Daan, Wirz-Justice, &
Deboer (2016) mengajukan sebuah model dua proses tentang regulasi tidur dimana model tersebut menjelaskan tentang bagaimana homeostatic (proses S) dan proses circadian (proses C) bekerja secara bersamaan dalam otak manusia. Model ini menjelaskan bahwa siklus tidur dikontrol oleh jam biologis endogen terletak di suprachiasmatic nucleus (SCN) dalam hipotalamus. Ritme jam biologis ini memiliki sistem waktu sendiri yang melebihi 24 jam, tetapi dapat disinkronkan dengan 24 jam melalui tanda-tanda dari lingkungan seperti siklus terang-gelap.
Sleep homeostatic (proses S) adalah perasaan ingin tidur yang diakumulasi terhadap tingkatnya durasi waktu bangun. Proses S akan menurun pada saat tidur dan meningkat saat bangun. Ritme circadian (proses C) terkait dengan variasi ritme waktu tidur terlihat dari tingkat kecenderungan tidur terhadap kurangnya jangka waktu tidur. Kedua proses ini bekerja secara bersama untuk menentukan kecenderungan dan durasi tidur pada tubuh.
Gambar 2.3. Ilustrasi Model Dua-Proses Regulasi Tidur (Sumber: Handbook of Insomnia, Taylor et al. 2014, hlm.18)
Individu yang melalui perbedaan antara ritme circadian internal tubuh dengan waktu siklus bangun-tidur tubuh dapat menimbulkan gejala-gejala insomnia seperti advance sleep phase disorder, dimana ritme circadian menyebabkan siklus bangun-tidur yang lebih cepat, atau delayed sleep phase disorder, dimana ritme circadian menyebabkan siklus bangun-tidur yang lebih lambat. Perubahan ini dapat disebabkan oleh perubahan dari gaya hidup dari faktor eksternal.
2.4.2. Jenis-jenis Insomnia
Setiap penderita insomnia mengalami penyebab dan dampak yang berbeda. Sumi (2020) menjelaskan bahwa insomnia dapat dibagi menjadi dua jenis utama yaitu:
1. Insomnia Akut
Insomnia akut, disebut juga short-term insomnia atau adjustment insomnia, adalah episode kesulitan tidur yang singkat yang biasanya disebabkan oleh sebuah peristiwa dan situasi yang menimbulkan stres, kehilangan orang yang dicintai, pandemik, efek rebound dari narkoba atau obat, dan perubahan
terhadap pekerjaan atau hubungan. Jenis insomnia ini biasanya berlangsung selama kurang dari tiga bulan, dan gejalanya dapat menghilang atau memudar dengan sendirinya. Insomnia akut dapat berlanjut menjadi insomnia kronis jika gejala insomnia melebihi tiga bulan.
2. Insomnia Kronis
Insomnia kronis adalah pola kesulitan atau masalah tidur dalam jangka waktu yang panjang, biasanya berlanjut minimal tiga malam per minggu selama tiga bulan atau lebih. Insomnia kronis dapat disebabkan oleh keadaan yang menimbulkan stres, pola tidur yang tidak teratur, sleep hygiene yang buruk, mimpi buruk, gangguan kesehatan mental, masalah fisik atau neurologis, medikasi, masalah dari lingkungan tidur, dan gangguan penyakit tidur lainnya.
Secara umum, insomnia dapat diklasifikasikan sebagai insomnia akut atau kronis, tetapi ada beberapa istilah lainnya yang digunakan untuk mengklasifikasikan gejala insomnia lebih spesifik yaitu:
1. Sleep onset insomnia - Kesulitan untuk tertidur walaupun telah menghabiskan 20-30 menit untuk tidur
2. Sleep maintenance insomnia - Kesulitan untuk tetap tertidur, sering terbangun ketika sedang tidur, dan kesulitan untuk tidur lagi setelah terbangun.
3. Early morning awakening insomnia - Terbangun lebih cepat dari yang diinginkan atau sebelum waktu yang direncanakan tanpa gangguan atau keterlibatan dari faktor lainnya.
4. Insomnia campuran - Insomnia yang memiliki campuran dari sleep onset insomnia, sleep maintenance insomnia, dan early morning awakening insomnia.
5. Comorbid insomnia - Insomnia sekunder yang disebabkan oleh penyakit atau gangguan mental lain seperti kecemasan , depresi, sleep apnea, gastroesophageal reflux (GERD) , atau sakit secara fisik.
2.4.3. Gejala Insomnia
Gejala-gejala penderita insomnia dapat diklasifikasikan menggunakan comprehensive sleep assessment yang terdapat pada diagnostic and statistical manual of mental disorder versi kelima (DSM-5) dan international classification of sleep disorder versi ketiga (ICSD-3) .
Menurut DSM-5 , individu dapat didiagnosis sebagai penderita insomnia jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.1. Kriteria dan spesifikasi DSM-5 (Sumber: Handbook of Insomnia, Taylor et al. 2014, hlm.4)
Kriteria Spesifikasi
a Tidak puas dengan kualitas atau kuantitas tidur
Keluhan dari seorang individu (atau bersama dengan anak dan/atau orang tua) atau keluhan dari pengasuh atau anggota keluarga
b Spesifikasi gejala 1. Kesulitan ketiduran; atau
2. Kesulitan untuk tetap tertidur; atau 3. Terbangun kepagian atau terlalu cepat
Dalam DSM-5, penderita insomnia yang memenuhi kriteria disebut sebagai insomnia disorder. Kriteria DSM-5 memerlukan keluhan dari individu (atau bersama dengan anak dan/atau orang tua) atau keluhan dari pengasuh atau anggota keluarga mengenai kurang tidur dan gangguan pada hidup sehari-hari.
Jika keluhan mengenai kurang tidur tidak diikuti oleh kurangnya gangguan aktivitas sehari-hari maka tidak dapat didiagnosis sebagai penderita insomnia.
Gangguan tidur harus terjadi rata-rata tiga kali dalam satu minggu dalam jangka waktu tiga bulan. Selain itu, jika kekurangan tidur diikuti oleh kurangnya oportunitas tidur yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan atau gaya hidup yang disruptive , maka individu tidak dianggap sebagai penderita insomnia.
tidur c Efek negatif yang
dialami
1. Kelelahan atau energi rendah
2. Gangguan kognitif (cth. perhatian, konsentrasi, ingatan)
3. Gangguan mood (cth. irritabilitas, disforia) 4. Gangguan dalam pekerjaan atau pelajaran 5. Gangguan dalam kegiatan interpersonal atau
sosial
6. Gangguan perilaku (cth. hiperaktif, impulsif, agresi)
7. Memberikan dampak negatif terhadap pengasuh atau dalam kegiatan keluarga (cth.
kelelahan, perasaan kantuk) d Frekuensi Minimal 3 malam per minggu e Durasi Minimal 3 bulan
f Oportunitas tidur Oportunitas tidur yang cukup
Menurut ICSD-3 , individu dapat didiagnosis sebagai penderita insomnia jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.2. Kriteria dan spesifikasi ICSD-3 (Sumber: Handbook of Insomnia, Taylor et al. 2014, hlm.5)
Dalam ICSD-3, penderita insomnia yang memenuhi kriteria disebut sebagai chronic insomnia disorder. Kriteria ICSD-3 memerlukan keluhan dari individu (atau bersama dengan anak dan/atau orang tua) atau keluhan dari
Kriteria Spesifikasi
a Pasien, orang tua atau pengasuh melaporkan
1. Kesulitan ketiduran; atau
2. Kesulitan untuk tetap tertidur; atau 3. Terbangun kepagian atau terlalu cepat 4. Pada anak-anak, kesulitan mengikut waktu
tidur c Efek negatif yang
dialami
1. Kelelahan atau perasaan tidak enak ( malaise)
2. Gangguan pada perhatian, konsentrasi atau ingatan
3. Gangguan dalam kegiatan sosial, keluarga, pekerjaan, atau akademis
4. Gangguan mood atau iritabilitas 5. Perasaan kantuk pada pagi hari
6. Gangguan perilaku (cth. hiperaktif, impulsif, agresif)
7. Kurang motivasi/energi/inisiatif
8. Lebih cenderung untuk membuat kesalahan atau kecelakaan
9. Keprihatinan tentang atau tidak puas dengan tidur
d Frekuensi Minimal 3 malam per minggu e Durasi Minimal 3 bulan
f Oportunitas tidur Oportunitas tidur yang cukup
g Gejala tidur lainnya Keluhan insomnia tidak dapat didukung oleh gejala tidur lainnya
pengasuh atau anggota keluarga mengenai kurang tidur dan gangguan pada hidup sehari-hari. Gangguan tidur harus terjadi rata-rata tiga kali dalam satu minggu dalam jangka waktu tiga bulan. ICSD-3 menambahkan kriteria dalam situasi dimana insomnia adalah efek samping atau gejala sekunder dari penyakit atau kondisi lainnya (sub-chronic insomnia disorder) .
2.4.4. Penanganan Insomnia
Penanganan insomnia dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu psychological-behavioral treatment dan pharmacologic treatment (Buysse &
Sateia, 2010).
2.4.4.1. Psychological-behavioral Treatment 1. Sleep Hygiene
Pada dasarnya terapi, pengobatan, atau pencegahan insomnia tidak dapat lepas dari penregulasian atau pengubahan gaya hidup. Dalam metode sleep hygiene, perilaku seputar konsumsi jumlah alkohol dan kafein, waktu olahraga, dan jadwal bangun-tidur dipantau dan diatur sehingga dapat mengeliminasi faktor-faktor internal penyebab insomnia melalui kontrol (mengontrol gaya hidup penderita insomnia).
Dalam metode sleep hygiene , beberapa perilaku dan kebiasaan penderita insomnia yang diregulasi termasuk:
a. Mengurangi jumlah konsumsi minuman yang mengandung alkohol atau kafein.
b. Tidak mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol empat sampai enam jam sebelum waktu tidur.
c. Tidak mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein pada sore atau malam hari.
d. Berolahraga secara rutin.
e. Tidak berolahraga dua jam sebelum waktu tidur.
f. Mengikuti jadwal waktu tidur-bangun yang sama setiap hari.
Sebagai metode pengobatan independen ( stand-alone treatment), metode sleep hygiene sulit untuk divalidasi efektivitasnya karena tidak memiliki instruksi formal dan standar yang dapat diikuti atau ditaati.
2. Behavioral Therapy
Behavioral therapy adalah metode yang berfokus kepada perilaku penderita insomnia dimana pengobatan dilakukan seputar intervensi atau pengaturan jadwal dan waktu tidur ( stimulus control) . Umumnya, metode ini mengkombinasikan bersama metode lain seperti edukasi tidur, sleep hygiene , dan cognitive therapy.
Stimulus control adalah metode yang berfokus untuk mengubah stimulus atau asosiasi ranjang sebagai tempat yang terkait dengan kurang atau kesulitan tidur dengan mengatur waktu tidur atau penggunaan ranjang penderita insomnia. Dalam metode ini penderita insomnia disuruh untuk menggunakan ranjang hanya untuk tidur atau aktivitas seksual. Selain itu,
penderita insomnia diminta untuk bangun pada waktu yang sama setiap hari melalui alarm atau cara lainnya.
a. Sleep Restriction adalah metode untuk mengatur jumlah waktu tidur penderita insomnia dengan mengubah jadwal, memberi restriksi atau meregulasi waktu yang dihabiskan saat bangun dan tidur.
b. Relaxation Therapy adalah metode untuk penderita insomnia yang memiliki fisiologi dan metal arousal yang tidak stabil dapat diajarkan prosedur untuk berelaksasi yang dapat dilakukan sebelum tidur. Beberapa metode relaksasi termasuk imagery, meditation, biofeedback, dan lain-lainnya.
3. Cognitive Therapy
Cognitive therapy adalah metode yang fokus untuk mengubah opini atau pola pikir penderita insomnia terhadap tidur. Penderita insomnia memiliki kecenderungan untuk terlalu berfokus terhadap tidur dan dampak-dampak negatif yang disebabkan olehnya. Fokus ini akan mengakibatkan peningkatan secara fisiologi dan emosional sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada hidup sehari-hari.
Untuk mengubah pemikiran penderita insomnia, terdapat 3 instruksi utama dilakukan:
a. Identifikasi tipe pikiran yang mengintervensi tidur.
b. Pertanyakan validitas pikiran yang mengintervensi tersebut.
Melalui berulangnya proses identifikasi, validasi, dan pengubahan pemikiran, penderita insomnia akan mengurangi tingkat arousal dan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur. Umumnya metode ini dikombinasikan bersama metode lain seperti edukasi tidur, sleep hygiene , dan behavioural therapy karena efisiensi dan efektivitasnya belum dipastikan dapat bekerja sebagai metode independen ( stand-alone treatment).
2.4.4.2. Pharmacologic Treatment
Pharmacologic treatment adalah pengobatan melalui konsumsi obat. Menurut clinical guideline manuscript, metode pengobatan ini sebaiknya digunakan sebagai opsi kedua jika metode pengobatan lainnya seperti cognitive therapy tidak efektif. Penderita insomnia wajib berwaspada ketika menjalani metode pharmacology treatment karena berisiko untuk kecanduan atau residual daytime impairment.
Dalam metode pengobatan ini terdapat tiga kelas medikasi yang seringkali digunakan yaitu benzodiazepine receptor agonists (BzRAs), non-benzodiazepine hypnotics, and antidepressants.
1. Benzodiazepine Receptor Agonists (BzRAs)
Benzodiazepine receptor agonists (BzRAs) adalah salah satu kelas medikasi yang dapat menimbulkan pengurangan pada waktu untuk tertidur dan waktu bangun setelah tertidur, meningkatkan jumlah waktu tidur dan kontinuitas tidur. BzRAs dianggap sebagai medikasi yang lebih aman ketika overdosis dan bersifat tidak aditif, tetapi dapat menimbulkan balik gejala-gejala
insomnia ketika tumbuh telah meningkatkan toleransi terhadap BzRAs atau withdrawal setelah tidak menggunakan medikasi. Medikasi ini juga terbukti memiliki efek samping pada pagi hari yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti amnesia, kelelahan pada pagi hari, dan gangguan kognitif lain-lainnya. Contoh obat yang memiliki BzRAs adalah estazolam, temazepam, triazolam, dan flurazepam.
2. Non-benzodiazepine Hypnotics
Non-benzodiazepine hypnotics adalah kelas medikasi yang khusus dalam mengurangi reseptor yang spesifik. Medikasi ini tidak adiktif dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibanding BzRAs. Namun, medikasi ini dapat menyebabkan ketergantungan atau kecanduan, serta efek samping lainnya seperti penurunan memori jangka pendek, kegelisahan, menimbulkan balik gejala-gejala insomnia, dan kondisi gangguan makan yang terkait dengan tidur. Contoh obat-obat yang mengandung non-benzodiazepine hypnotics termasuk eszopiclone, zolpidem, dan zaleplon.
3. Tricyclic Antidepressant (TCAs)
Tricyclic antidepressant (TCAs) atau antidepressant umumnya digunakan untuk penyembuhan depresi, tetapi dapat digunakan sebagai pencegah insomnia. Medikasi ini memiliki efektifitas yang tidak tentu terhadap latensi tidur, jumlah tidur, dan jumlah terbangun, tetapi medikasi ini tidak menyebabkan efek samping seperti kecanduan karena dosis tidak harus
ditambah dan tidak menyebabkan withdrawal setelah tidak menggunakan medikasi. Obat-obat antidepresan termasuk doxepin dan trazodone.