• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II Tinjauan Pustaka"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab 2 ini berisikan penjalasan-penjelasan yang menjadi dasar dari penelitian yang akan dilaksanakan. Berbagai penjelasasn tersebut antara lain tentang satelit, system orbit, komponen dinamika satelit sebagai dasar pemodelan satelit, teori control LQR dan metode metaheuristik PSO

2.1 Satelit

2.1.1 Pengertian Satelit

Secara umum, satelit merupakan sebuah objek yang bergerak sesuai dengan orbitnya terhadap objek lain dalam periode revolusi dan rotasi tertentu. Lebih jauh lagi, satelit dibagi menjadi 2 jenis yaitu satelit buatan dan satelit alami. Objek luar angkasa yang bukan buatan manusia bergerak dengan orbit tertentu terhadap sebuah planet atau objek luar angkasa lain yang lebih besar dari dirinya disebut satelit alami seperti bulan satelit dari Bumi, Io satelit dari Jupiter, Titan satelit dari saturnus dan lainnya. Sebaliknya, objek buatan manusia yang diluncurkan ke luar angkasa mengorbit planet atau benda langit tertentu dan memiliki tujuan tertentu disebut dengan satelit buatan[2].

2.1.2 Orbit Geostasioner

Letak orbit suatu satelit dibedakan berdasarkan jaraknya dari ekuator bumi. Berdasarkan jaraknya, orbit satelit dibagi menjadi 3 yaitu LEO (Low Earth Orbit), MEO (Medium Earth Orbit) dan HEO (High Earth Orbit). Sebuah satelit yang berada pada orbit HEO berada pada ketinggian lebih dari 35786 km dari ekuator bumi disebut juga dengan satelit GEO kepanjangan dari Geostationary Earth Orbit atau Geosychronous Earth Orbit[2]. Sebuah satelit GEO memiliki periode orbit yang sama dengan periode orbit bumi, dengan kata lain, satelit tersebut bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan rotasi bumi, sehingga bagi pengamatnya yang berada di bumi, satelit tersebut tampak seolah-olah tidak bergerak dan tetap berada pada tempatnya.

Konsep GEO satelit pertama kali dipopulerkan oleh Arthur C. Clarke pada 1940 dan satelit pertama yang diluncurkan pada orbit tersebut diluncurkan pada 1963.

Dengan memanfaatkan karakteristiknya yang relative tetap terhadap pengamat di bumi, satelit GEO dimanfaatkan dalam berbagai kebutuhan yaitu sebagai satelit komunikasi, meteorology dan navigasi.

Dikarenakan posisinya yang tinggi, satelit GEO dapat mencakup permukaan bumi yang luas, yakni sekitar 81o baik latitude maupun longitude[7]. Dengan karakteristik stasioner relatifnya, kebutuhan akan

(2)

5

antenna bergerak tereliminasi. Hal ini berarti bahwa antenna yang ada di bumi dapat dibuat berukuran relative lebih kecil, lebih murah dan stasioner tanpa perlu dilakukan pergerakan terus menerus[8].

Dalam pemanfaatannya dalam bidang meteorology, satelit GEO memberikan gambaran infrared dari permukaan bumi dan atmosfir untuk observasi cuaca, oceanography dan pelacakan atmosfir. Sampai tahun 2019 sendiri telah terdapat 19 satelit untuk kepentingan meteorologi[9].

Sedangkan pada navigasi, satelit GEO dapat meningkatkan system satelit navigasi dengan menyampaikan clock, ephermeris dan eror inosfer dan memberikan sinyal referensi tambahan dimana dapat meningkatkan akurasi posisi sekitar 5 hingga 1 meter[10].

2.1.3 Analisa Matematis dan Pemodelan Sistem

Dalam analisa matematis maka digunakan beberapa notasi untuk merepresentasikan besaran-besaran maupun konstantanta fisik sebagai berikut: 𝑚 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑘𝑔)

𝑎 = 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝑘𝑚 𝑠⁄ ) 2 𝐹 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 (𝑁𝑒𝑤𝑡𝑜𝑛)

𝐹𝑔 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖 (𝑁𝑒𝑤𝑡𝑜𝑛)

𝐹𝑟= 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑜𝑟𝑜𝑛𝑔 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 (𝑁𝑒𝑤𝑡𝑜𝑛) 𝐹𝜃 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑗𝑒𝑡 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 (𝑁𝑒𝑤𝑡𝑜𝑛) 𝐺 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑢𝑚𝑖 (𝑁𝑚/𝑘𝑔2) 𝑀 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑢𝑚𝑖 (𝑘𝑔) 𝑚 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑡𝑒𝑙𝑖𝑡 (𝑘𝑔) 𝑟

= 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 1 𝑑𝑎𝑛 2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑡𝑒𝑙𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑚𝑖 (𝑘𝑚) 𝑟̇ = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 (𝑘𝑚 𝑠⁄ )

𝑟̈ = 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 (𝑘𝑚 𝑠⁄ ) 2 𝑟⃗ = 𝑣𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖

𝑟̂ = 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑣𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 𝑣 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑛𝑒𝑎𝑟 (𝑚 𝑠⁄ )

(3)

6 𝜃

= 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑡𝑒𝑙𝑖𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑔𝑒𝑜𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑒𝑟 (𝑑𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒) 𝜃̂ = 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑣𝑒𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙

𝜃̇ = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 (𝑑𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒

⁄ ) 𝑠

𝜃̈ = 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 (𝑑𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒 𝑠2

⁄ )

𝜔 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 (𝑟𝑎𝑑 𝑠⁄ ) 2.1.3.1 Komponen Dinamik

Dalam pemodelan satelit terdapat beberapa komponen dinamika pada satelit yang menjadi dasar pemodelan antara lain sebagai berikut : A. Gaya

Gaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan suatu benda bergerak dari keadaan diam atau diam dari keadaan bergerak. Diamna beberapa gaya yang nekerja pada kasus satelit ialah :

1. Hukum Newton II

Hukum newton II dinyatakan dengan formulasi sebagai berikut :

𝐹 = 𝑚𝑎 (2.1)

Berrati bahwa gaya yang terdapat pada suatu objek sama dengan dan sebanding dengan massa benda (𝑚) dan percepatannya (𝑎).

2. Gaya Gravitasi Bumi

Isac Newton menjelasakan dalam postulat Hukum Newton tentang gravitasi yang berbunyi :

“Setiap partikel di Alam semesta akan menarik partikel lain dengan gaya yang besarnya berbanding lurus dengan massa partikel itu dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak keduanya”

Postulat tersebut dapat diformulasikan menjadi persamaan : 𝐹𝑔 = 𝐺𝑀𝑚

𝑟2 (2.2)

(4)

7 Keterangan :

𝐹𝑔 : Gaya gravitasi (𝑁)

𝐺 : Konstanta gravitasi (6.67𝑥10−11𝑁𝑚2 𝑘𝑔2

)

𝑀 : Massa bumi (𝑘𝑔) 𝑚 : Massa objek (𝑘𝑔)

𝑟 : Jarak antara objek teramati dengan bumi (𝑚) 3. Gaya Dorong Satelit Radial

Gaya dorong berfungsi untuk mengontrol pergerakan satelit dalam hal ini pada arah radialnya, dinotasikan sebagai 𝐹𝑟 4. Gaya Dorong Satelit Tangensial

Gaya dorong berfungsi untuk mengontrol pergerakan satelit dalam hal ini pada arah tangensial, dinotasikan sebagai 𝐹𝜃 B. Vektor

Vektor merupakan kuantitas yang memiliki panjang dan arah. Vektor-vektor dapat dinyatakan secara geometris sebagai segmen-segmen garis terarah atau panah-panah di ruang-2 atau ruang-3, arah panah menentukan arah vektor dan panjang panah menyatakan besarnya. Ekor panah menyatakan initial point dan ujung panah menyatakan terminal point

C. Koordinat Kutub

Koordinat kutub ialah letak suatu titik yang didefinisikan berdasarkan jarak r dan sudut 𝜃. Dalam penelitian kali ini digunakan koordinat kutub dengan ilustrasi sebafai :

Gambar 2.1 Ilustrasi gerak satelit pada koordinat kutub

(5)

8

dimana 𝑥 = 𝑟𝑐𝑜𝑠𝜃, 𝑦 = 𝑟𝑠𝑖𝑛𝜃 dan 𝑟 = √𝑥2 + 𝑦2, dengan r sebagai jarak pusat bumi dengan posisi satelit dan 𝜃 adalah besar sudut antara pergeseran posisi satelit dari posisi awal diluncurkan atau posisi geostasionernya.

2.1.3.2 Pemodelan Satelit

Berdasarkan komponen dinamika pada satelit maka dapat dilakukan pemodelan. Berdasarkan koordinat kutub, dapat diketahui bahwa 𝑥 = 𝑟𝑐𝑜𝑠𝜃, 𝑦 = 𝑟𝑠𝑖𝑛𝜃 dan 𝑟⃗ = 𝑟. 𝑟̂ dimana 𝜃, 𝑟⃗, 𝑟, 𝑟̂ berupa fungsi waktu.

Sehingga hubungan antara 𝑟̂ dengan 𝜃̂ dapat dicari dengan[2] : Diketahui unit vector posisi pada keadaan radial sebagai

𝑟̂ = 1

𝑟. 𝑟⃗ =1

𝑟(𝑟 𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑖 + 𝑗 𝑟 𝑠𝑖𝑛𝜃) = 𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑖 + 𝑗 𝑠𝑖𝑛𝜃 (2.3)

Diketahui unit vector posisi pada keadaan tangensial sebagai

𝜃̂ = −𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑖 + 𝑗 𝑐𝑜𝑠𝜃 (2.4)

Diferensialkan persamaan 2.3 dan 2.4 Maka diperoleh 𝑑𝑟̂

𝑑𝑡 = −𝑠𝑖𝑛𝜃.𝑑𝜃

𝑑𝑡 𝑖 + 𝑗 𝑐𝑜𝑠.𝑑𝜃 𝑑𝑡

= 𝜃̇(−𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑖 + 𝑗 𝑐𝑜𝑠𝜃)

= 𝜃̇. 𝜃̂ (2.5)

𝑑𝜃̂

𝑑𝑡 = −𝑐𝑜𝑠𝜃.𝑑𝜃

𝑑𝑡 𝑖 − 𝑗 𝑠𝑖𝑛.𝑑𝜃 𝑑𝑡

= 𝜃̇(−𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑖 + 𝑗 𝑠𝑖𝑛𝜃)

= −𝜃̇. 𝑟̂ (2.6)

Selanjutnya dicari persamaan kecepatan satelit dengan mendiferensialkan 𝑟⃗ = 𝑟. 𝑟̂ sebagai berikut

Missal : 𝑢 = 𝑟 maka 𝑢 =𝑑𝑟

𝑑𝑡 = 𝑟̇

𝑣 = 𝑟̂ maka 𝑣= 𝑑𝑟̇

𝑑𝑡

Sehingga persamaan kecepatan diperoleh sebagai 𝑑𝑟⃗

𝑑𝑡 = 𝑟̇𝑟̂ +𝑑𝑟̇

𝑑𝑡

(6)

9

= 𝑟̇𝑟̂ + 𝑟𝜃̇𝜃̂ (2.7) Selanjutnya percepatan satelit dicari dengan mendiferensialkan persamaan kecepatan 𝑑𝑟⃗

𝑑𝑡 = 𝑟̇𝑟̂ + 𝑟𝜃̇𝜃̂ dengan ketentuan bahwa 𝑟̇ ialah kecepata radial dan 𝑟𝜃̇ ialah kecepatan tangensial sebagai berikut :

Missal :

𝑢1 = 𝑟̇ maka 𝑢1 =𝑑𝑟̇

𝑑𝑡 = 𝑟̈ 𝑢2 = 𝑟 maka 𝑢2 = 𝑑𝑟

𝑑𝑡 = 𝑟̇

𝑣1 = 𝑟̂ maka 𝑣1 = 𝑑𝑟̂

𝑑𝑡 𝑣2 = 𝜃̇𝜃̂ maka 𝑣2 = 𝜃̇𝜃̂ + 𝜃̇𝑑𝜃̂

𝑑𝑡

Sehingga persamaan percepatan dapat di peroleh melalui 𝑑2𝑟⃗

𝑑𝑡2 = 𝑢′1. 𝑣1+ 𝑣′1. 𝑢1+ 𝑢′2. 𝑣2+ 𝑣′2. 𝑢2

= 𝑟̈𝑟̂ +𝑑𝑟̂

𝑑𝑡𝑟̇ + 𝑟̇𝜃̇𝜃̂ + 𝑟𝜃̈𝜃̂ + 𝜃̇𝑑𝜃̂

𝑑𝑡𝑟

= 𝑟̈𝑟̂ + 𝜃̇𝜃̂𝑟̇ + 𝑟̇𝜃̇𝜃̂ + 𝑟𝜃̈𝜃̂ + 𝜃̇(−𝜃̇. 𝑟̂)𝑟

= 𝑟̈𝑟̂ + 2𝑟̇𝜃̇𝜃̂ + 𝑟𝜃̈𝜃̂ − 𝑟𝜃̇2𝑟̂

= (𝑟̈ − 𝑟𝜃̇2)𝑟̂ + (2𝑟̇𝜃̇ + 𝑟𝜃̈)𝜃̂ (2.8)

Didapatkan percepatan pada arah radial sebagai 𝑟̈ − 𝑟𝜃̇2 dan percepatan pada arah tangensial sebagai 2𝑟̇𝜃̇ + 𝑟𝜃̈

Kemudian untuk emperoleh gaya yang mengenai stelit digunakan hukum newto II seperti pada persamaan 2.1 sehingga akan dicari gaya pada arah radial maupuntangensial

a. Gaya radial

Gaya pada arah radial berupa gaya dorong yang berlawanan atau menjauhi bumi dan gaya gravitasi yang menarik satelit. Notasinegatif diberikan karena gaya gravitasi memiliki arah yang berlawanan dengan gaya pada arah radial. Sehingga gaya pada arah radial dapat dicari dengan

𝐹 = 𝑚. 𝑎

⇔ 𝐹𝑟−𝐹𝑔 = 𝑚(𝑟̈ − 𝑟𝜃̇2)

⇔ 𝐹𝑟− 𝐺𝑀𝑚

𝑟2 = 𝑚(𝑟̈ − 𝑟𝜃̇2) (2.9)

b. Gaya tangensial

Gaya pada arah tangensial dapat diperoleh dengan subtitusi 2𝑟̇𝜃̇ + 𝑟𝜃̈ sebagai fungsi percepatan pada

(7)

10

persamaan 2.8 Sehingga diperoleh gaya pada arah tangensial sebagai

𝐹𝜃 = 𝑚(2𝑟̇𝜃̇ + 𝑟𝜃̈) (2.10)

Berdasarkan perhitungan dari persamaan 2.1 hingga 2.10 Didapatkan persamaan gerak satelit yang merupakan persamaan 2.11

{𝑚 (𝑟̈(𝑡) − 𝑟(𝑡)𝜃̇2(𝑡)) = 𝐹𝑟− 𝐺 𝑀𝑚

𝑟2(𝑡)

𝑚(2𝑟̇(𝑡)𝜃(𝑡)̇ + 𝑟(𝑡)𝜃(𝑡)̈ ) = 𝐹𝜃 (2.11)

Kedua ruas dibagi dengan 𝑚 dan memilih order 2 sebagai output system maka diperoleh :

{

𝑟̈(𝑡) = 𝑟(𝑡)𝜃̇2(𝑡) − 𝐺𝑀 𝑟2(𝑡)+𝐹𝑟

𝑚 𝜃̈(𝑡) =−2𝑟̇(𝑡)𝜃̇(𝑡)

𝑟(𝑡) − 𝐹𝜃 𝑟(𝑡)𝑚

(2.12)

2.2 Linierisasi Sistem non-linear

Hampir semua system alami yang ada merupakan system non-linear dimana system berarti suatu model matematika atau abstraksi model fisika yang menghubungkan masukan dengan keluaran atau tanggapan sistem[11], berarti system non-linear merupakan sebuah model fisika yang tidak memenuhi konsep linearitas. System non-linear karena sifat non-linearnya menyebabkan system tersebut susah untuk dianalisa, selain itu transformasi laplace juga tidak dapat dilakukan terhadapnya, demikian pula root locus, diagram bode dan berbagai metode lainnya tak dapat diterapkan pada system non-linear. Model linear digunakan karena kemudahannya dalam analisa dinamik, analisa kestabilan local, banyaknya metode control linear, dan untuk keperluan mempercepat simulasi[12]. State atau keadaan merupakan konsep mendasar pada control system. State merupakan himpunan terkecil variable yang dipilih sedemikian rupa sehingga apabila nilainya diketahui pada 𝑡0 dan semua masukan diketahui untuk waktu yang lebih besar dari 𝑡0, maka keluaran system dapat dihitung untuk waktu selnjutnya 𝑡(𝑡+1). Secara umum, input, state, dan output ialah kumpulan variable yang akan dinyatakan sebagai besaran vector. Sebagai contoh, input sebanyak n-variable dituliskan sebagai :

(8)

11 𝑢(𝑡)

= [ 𝑢1(𝑡) 𝑢2(𝑡)

⋮ 𝑢𝑛(𝑡)

] (2.13)

Linearity atau kelinearan merupakan salah satu konsep yang paling penting dalam teori sistem[11]. Suatu system dapat dikatakan system linear apabila memiliki sifat superposisi sebagai berikut :

𝑢1

→ 𝑦1 (2.14) dan

𝑢2

→ 𝑦2 (2.15) maka

𝑢1 + 𝑢2

→ 𝑦1+ 𝑦2 (2.16)

Berarti bahwa, saat 𝑢1 menghasilkan 𝑦1 dan 𝑢2 menghasilkan 𝑦2 maka masukan 𝑢1+ 𝑢2 menghasilkan 𝑦1+ 𝑦2. Namun sayangnya, hampir semua system alami merupakan system non-linear, oleh karena itu dibutuhkan proses linierisasi untuk mempermudah analisa.

Apabila diberikan sebuah model matematika sebagai berikut : 𝑥̇(𝑡)

= 𝑓(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡)) (2.17)

Dimana 𝑥̇(𝑡) merupakan bagaimana system berubah terhadap waktu, 𝑥(𝑡) merupakan state saat ini dan 𝑢(𝑡) merupakan input. Maka linearisasi merupakan proses pencarian kombinasi state dan input LTI yang menghasilkan hasil yang sama pada batasan tertentu sehingga memenuhi : 𝑥̇(𝑡) = 𝑓(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡)) 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑𝑠→ 𝑥̇(𝑡)

= 𝐴𝑥(𝑡) + 𝐵(𝑢) (2.18)

Linearisasi dapat dilakukan dengan 2 langkah, yang pertama ialah menentukan equilibrium point atau fixed points sehingga 𝑥̅ sedemikian

(9)

12

sehingga 𝑓(𝑥̅) = 0, kemudian melinierkan dengan bantuan Deret Taylor dan Matrix Jacobian[13]. Jika diberikan system non-linear :

𝑥̇(𝑡)

= 𝑓(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡)) (2.19)

dengan 𝑥̃(𝑡0) = 𝑥̃0, maka diketahui bahwa 𝑥̃(𝑡) merupakan solusi persamaan 2.19 Dengan input 𝑢̃(𝑡). Missal 𝑥̃(𝑡) + 𝑧(𝑡) ialah solusi dari system linear dengan nilai 𝑡 = 0 ialah 𝑥̃0+ 𝑧0 dan input 𝑦̃(𝑡) + 𝑣(𝑡) dan mengasumsikan nilai z dan v sangat kecil diperoleh[2]:

𝑑𝑥̃

= 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃) (2.20) 𝑑𝑡

dengan 𝑥̃(𝑡0) = 𝑥̃0, maka 𝑑(𝑥̃ + 𝑧)

𝑑𝑡 = 𝑓(𝑥̃ + 𝑧, 𝑢̃

+ 𝑣) (2.21)

Dan 𝑥̃(𝑡0) + 𝑧(𝑡0) = 𝑥̃0+ 𝑧0

Dengan menggunakan ekspansi Deret Taylor pada persamaan 2.21 maka diperoleh persamaan :

𝑓(𝑥̃ + 𝑧, 𝑢̃ + 𝑣) = 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃) + (𝜕𝑓

𝜕𝑥 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑧 +𝜕𝑓

𝜕𝑢 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑣) + (𝜕𝑓

𝜕𝑥2 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑧 + 𝜕𝑓

𝜕𝑢2 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑣) + ⋯ (𝜕𝑓

𝜕𝑥𝑛 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑧 + 𝜕𝑓

𝜕𝑢𝑛 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑣) (2.22)

dimana

(10)

13

𝜕𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)

𝜕𝑥

=

[

𝜕𝑓1

𝜕𝑥1

𝜕𝑓2

𝜕𝑥1

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑥1

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑥1

𝜕𝑓1

𝜕𝑥2

𝜕𝑓2

𝜕𝑥2

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑥2

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑥2

𝜕𝑓1

𝜕𝑥𝑛−1

𝜕𝑓2

𝜕𝑥𝑛−1

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑥𝑛−1

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑥𝑛−1

𝜕𝑓1

𝜕𝑥𝑛

𝜕𝑓2

𝜕𝑥𝑛

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑥𝑛

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑥𝑛 ]

(2.23)

dimana matrix 2.? dinamakan matrix jacobian pada fungsi 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃) terhadap variable x dan

𝜕𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)

𝜕𝑢

=

[

𝜕𝑓1

𝜕𝑢1

𝜕𝑓2

𝜕𝑢1

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑢1

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑢1

𝜕𝑓1

𝜕𝑢2

𝜕𝑓2

𝜕𝑢2

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑢2

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑢2

𝜕𝑓1

𝜕𝑢𝑛−1

𝜕𝑓2

𝜕𝑢𝑛−1

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑢𝑛−1

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑢𝑛−1

𝜕𝑓1

𝜕𝑢𝑛

𝜕𝑓2

𝜕𝑢𝑛

𝜕𝑓𝑛−1

𝜕𝑢𝑛

𝜕𝑓𝑛

𝜕𝑢𝑛 ]

(2.24)

dimana matrix 2.? dinamakan matrix jacobian pada fungsi 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃) terhadap variable u

Dikarenakan telah diasumsikan bahwa 𝑥̅ sedemikian sehingga 𝑓(𝑥̅) = 0 dan nilai z dan v sangat kecil sehingga orde tinggi pada deret taylor dapat diabaikan maka didapatkan :

𝑧̇(𝑡) = (𝜕𝑓

𝜕𝑥 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑧 +𝜕𝑓

𝜕𝑢 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑣) (2.25)

Misalkan 𝐴(𝑡) =𝜕𝑓

𝜕𝑥 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑧 dan 𝐵(𝑡) =𝜕𝑓

𝜕𝑢 𝑓(𝑥̃, 𝑢̃)𝑣 sehingga dapat dituliskan dalam bentuk state space sebagai hasil linearisasi :

(11)

14 𝑧̇(𝑡) = 𝐴(𝑡)𝑧(𝑡)

+ 𝐵(𝑡)𝑣(𝑡) (2.26)

2.3 Sistem Kendali Optimal

Metode dan teknik yang sekarang kita ketahui sebagai ‘kontrol klasik’ akan jadi akrab bagi kebanyakan orang. Secara keseluruhan, sistem atau plant yang dapat dipertimbangkan menggunakan metode kontrol klasik merupakan sistem yang bersifat linear, time-invariant, dan SISO. Tujuan utama menggunakan metode desain kontrol klasik adalah untuk menstabilkan plant, sedangkan tujuan yang lainnya adalah memproleh respon transient, steady state error, bandwidth dan robustness pada plant.

Metode kontrol klasik merupakan kombinasi dari metode analitis (misalnya:

Transformasi Laplace, Routh test), metode grafis (misalnya: Nyquist plots, Nichols charts), dan sangat banyak pengetahuan dasar. Untuk sistem yang memiliki higher-order, multiple-input atau sitem yang tidak memiliki sifat yang pada umumnya dapat diasumsikan menggunakan pendekatan kontrol klasik, menggunakan kontrol modern. Tujuan utama dari kontrol modern adalah untuk memberikan solusi yang lebih luas dibandingkan yang bisa dipecahkan menggunakan kontrol klasik. Salah satu cara utama kontrol modern untuk mencapai tujuan adalah dengan menyediakan array dari desain analitis yang memudahkan proses desain. Langkah awal dari sebuah desain, harus mengerti pokok yang mendasari secara fisika, untuk merumuskan menjadi menjadi permasalahan matematis. Kemudian prosedur desain analitis, penerapannya belakangan ini menggunakan software komersil, menghasilkan sebuah solusi yang pada umumnya didapatkan dengan proses trial and error iterative[14].

Kontrol optimal merupakan salah satu dari kontrol modern yang menetapkan keluaran untuk menyediakan desain analitis dari jenis khusus yang menarik. Hasil akhir dari sistem pada desain kontrol optimal ini tidak selalu untuk menjadi stabil, memiliki bandwidth yang pasti, atau memenuhi salah satu dari hambatan yang diinginkan terkait dengan kontrol klasik, tapi sistem ini seharusnya menjadi yang terbaik pada jenis tersebut, oleh karena itu disebut optimal[14].

(12)

15

Gambar 2.2 Diagram blok kendali optimal

Istilah optimal pada system kendali optimal pada umumnya mengacu pada minimalisasi, seperti meminimalkan waktu, kesalahan, bahan bakar, dan lainnya[15]. Pada prinsipnya, solusi optimal pada system kendali optimal merujuk pada pencarian sinyal kendali u(t) sehingga nilai cost function atau indeks performa dapat di optimasi[15]. Pada umumnya, kendali optimal memiliki dua fungsi yaitu sebagai regulator dimana bekerja menstabilkan suatu system agar variable/output tertentu tetap kecil dan sebagai tracker yang berarti mengontrol system agar mengikuti trayektori dan memenuhi batasan batasan tertentu[15]. Penyelesaian solusi system kendali optimal menggunakan analisa system berupa state space.

Asumsikan sebuah system denga representasi state space : 𝑋̇ = 𝐴𝑥(𝑡) + 𝐵𝑢(𝑡)

𝑌 = 𝐶𝑥(𝑡) + 𝐷𝑢(𝑡) (2.27)

dimana 𝑋̇ merupakan persamaan system, A merupakan state system, B merupakan input system, C merupakan output system, D merupakan feedforward, 𝑥(𝑡) merupakan state variable, dan 𝑢(𝑡) merupakan output variable.

Jika matrix C merupakan matrix identitas dan matrix D bernilai 0, maka input dari system tersebut merupakan hasil kali antara state variable dengan gain matriks K, hal ini sering disebut dengan state feedback control law:

𝑢 = −𝐾𝑥 (2.28)

2.3.1 Konsep control optimal LQR

Pada teori control optimal modern terdapat beberapa metode yang dapat digunakan. Diantara beberapa metode tersebut ialah pole placement atau juga disebut full state feed back, LQR, LQG yang merupakan gabungan antara LQR dengan kalman filter, dan 𝐻. Pada permasalahan LQR, pada dasarnya ialah mencari nilai matrix K yang optimal dengan menentukan matrix pembobotan Q dan R.

(13)

16

Pada permasalahan LQR, optimalitas suatu system diukur oleh indeks quadratic berikut :

𝐽(𝑢) = ∫ (𝑥0 𝑇𝑄𝑥 + 𝑢𝑇𝑅𝑢)𝑑𝑡 (2.29)

dimana J merupakan indeks quadratic, 𝑄𝜖𝑅𝑛×𝑛 merupakan matrix persegi positive semi-definite, 𝑅𝜖𝑅𝑚×𝑚 merupakan matrix persegi positife definite[16]. Sebuah system yang optimal di dapatkan dengan meminilisir nilai dari J sehingga perpindahan system x menuju 0 menggunakan energy control sesedikit mungkin dan deviasi state sekecil mungkin.

Sehingga pada permasalahan LQR, diperlukan untuk mencari nilai matrix pembobotan Q dan R sehinga nilai didapatkan nilai J seminimal mungkin. Solusi dari permaslahan LQR diperoleh dengan menentukan optimasl state feedback control law persamaan 2.30[16]

𝑢 = −𝐾𝑥 (2.30)

dimana K ialah

𝐾 = 𝑅−1𝐵𝑇𝐹 (2.31)

diaman F merupakan solusi dari ARE (Algebraic Riccati Equation):

𝐴𝑇𝐹 + 𝐹𝐴 − 𝐹𝐵𝑅−1𝐵𝑇𝐹 + 𝑄 (2.32)

Sehingga dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa prosedur untuk menyelesaikan permasalahan LQR ialah :

1. Carilah matrix A dan B dari linearisasi system dalam bentuk representasi state space sebuah system yang memenuhi 𝑥̇ = 𝐴𝑥 + 𝐵𝑢

2. Tentukan nilai Q dan R yang meminimalisir indeks performansi 𝐽(𝑢) = ∫ (𝑥0 𝑇𝑄𝑥 + 𝑢𝑇𝑅𝑢)𝑑𝑡

3. Carilah solusi F dari persamaan ARE (Algebraic Riccati Equation) 𝐴𝑇𝐹 + 𝐹𝐴 − 𝐹𝐵𝑅−1𝐵𝑇𝐹 + 𝑄

4. Hitung 𝐾 = 𝑅−1𝐵𝑇𝐹

2.4 Metode PSO

Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) merupakan teknik optimalisasi stokastik yang didasarkan pada kawananhewan[17]. Dimana optimalisaasi stokastik berarti bahwa metode optimasi tersebut menghasilkan dan menggunakan variabel acak. Eberhart dan Kennedy

(14)

17

merupakan tokoh yang mengusulkan algoritma optimalisasi tersebut pada tahun 1995. Algoritma PSO mensimulasikan perilaku social binatang, termasuk serangga, hewan ternak, burung dan ikan[17]. Kawanan hewan tersebut menyesuaikan cara kerja sama untuk mencari makanan. Setiap individu pada kawanan tersebut terus merubah pola pencarian berdasarkan pembelajaran dari pengalaman dirinya sendiri dan individu lainnya[17].

Dalam mempelajari perilaku social hewan dengan teori buatan, untuk membangun system kawanan hewan buatan dengan perilaku kerjasama oleh computer, Millonas mengajukan lima prinsip dasar sebagai berikut[17] :

1. Proximity : kawanan tersebut harus mampu melakukan perhitungan ruang dan waktu yang sederhana.

2. Quality : kawanan harus mampu untuk merasakan perubahan kualitas di lingkunga dan menanggapinya.

3. Diverse response : kawanan tidak boleh membatasi cara untuk mendapatkan sumber daya dalam ruang lingkup yang sempit.

4. Stability : kawanan tidak boleh merubah mode perilakunya pada setiap perubahan lingkungan

5. Adaptability : kawanan harus merubah mode perilakunya saat perubahan tersebut layak untuk dilakukan.

Gambar 2.3 ilustrasi proses optimalisasi dengan algoritma PSO Secara sederhana, pada algortima PSO, tedapat beberapa individu yang bertujuan mencapai sebuah sumber daya. Pada tiap iterasinya, tiap individu dari kawanan tersebut bergerak dangan kecepatan dan posisi yang berbeda untuk mencapai sumberdaya tersebut. Sehingga pada iterasi ke-n semua individu mencapai titik sumberdaya tersebut seperti diilustrasikan pada gambar 2.12.

Algoritma PSO berdasarkan Eberhart dan Kennedy secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

(15)

18

𝑣𝑘+1𝑖 = 𝑣𝑘𝑖 + 𝑐1𝑟1(𝑃𝑘𝑖 − 𝑥𝑘𝑖) + 𝑐2𝑟2(𝑃𝑘𝑔− 𝑥𝑘𝑖) (2.33) Dimana perubahan kecepatan dapat dituliskan dengan :

𝑘𝑘+1𝑖 = 𝑥𝑘𝑖 + 𝑣𝑘+1𝑖 (2.34)

Dengan variable sebagai berikut : 𝑥𝑘𝑖 : posisi particle -i pada iterasi ke –k 𝑣𝑘𝑖 : kecepatan partikel

𝑃𝑘𝑖 : posisi individual terbaik yang diingat 𝑃𝑘𝑔 : posisi kawanan terbaik yang diingat 𝑐1𝑐2 : parameter kognitif dan social 𝑟1𝑟2 : nomor acak antara 0 dan 1

Alur algoritma tersebut dapat dituliskan pada 3 tahap dan beberapa sub- tahap sebagai berikut :

1. Inisialisasi

a. Tenteukan iterasi maksimal, nilai 𝑐1 𝑑𝑎𝑛 𝑐2

b. Inisialisasi posisi awa partikel secara acak 𝑥0𝑖 ∈ 𝑫 𝑝𝑎𝑑𝑎 ℝ𝒏 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 = 1, … , 𝑝.

c. Inisialisasi kecepatan awal partikel secara acak 0 ≤ 𝑣0𝑖 ≤ 𝑣0𝑚𝑎𝑥 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 = 1, … , 𝑝.

d. Iterasi awal k=1 2. Optimalisasi

a. Evaluasi nilai fungsi 𝑓𝑘𝑖 menggunakan koordinat posisi𝑥0𝑖. b. Jika 𝑓𝑘𝑖 ≤ 𝑓𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖 maka 𝑓𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖 = 𝑓𝑘𝑖, 𝑃𝑘𝑖 = 𝑥𝑘𝑖.

c. Jika 𝑓𝑘𝑖 ≤ 𝑓𝑏𝑒𝑠𝑡𝑔 maka 𝑓𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖 = 𝑓𝑘𝑖, 𝑃𝑘𝑔 = 𝑥𝑘𝑖.

d. Jika kondisi akhir terpenuhi maka menuju ke langkah 3.

e. Perbarui semua kecepatan partikel𝑣𝑘𝑖 untuk i = 1,…,p.

f. Perbarui semua posisi partikel𝑥𝑘𝑖 untuk i = 1,…,p.

g. Menuju iterasi selanjutnya, k+1.

h. Menuju tahap 2(a) 3. Akhiri proses PSO

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penelitian kemudian diketahui bahwa aktivasi kaspase-8 yang diinduksi oleh zat antikanker, menyebabkan apoptosis yang tidak bergantung pada ikatan antara ligan

Penulis tidak hanyan memberikan tahapan dan gambaran dalam analisis stabilitas lereng namun juga memberikan contoh perhitungan untuk rekayasa geoteknik yang

“Sementara perusahaan-perusahaan asuransi mendasarkan penjaminan dan proses penetapan biaya dengan variable terbatas untuk pelanggan tertentu, teknologi yang muncul

Dengan adanya website ini diharapkan mampu menambah informasi masyarakat luas tentang Keripik Tortila Jagung dan juga dapat menjadi Media Promosi Usaha Unit

[Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui identitas pria transseksual di Gang Abadi Jalan Adi Sucipto. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang

Berpijak pada hasil penelitian sebelumnya bahwa jendela model jalusi dan top- hung mampu mensuplai ventilasi alami sebagaimana disyaratkan bagi bangunan tropis lembab, yaitu

Gunungan sebagai suatu karya budaya jawa yang adiluhung mewakili berbagai nilai kepercayaan masyarakat Jawa tentang dunianya menjadi lambing Kebudayaan Kota Yogyakarta

Memenuhi Berdasarkan hasil hasi verifikasi terhadap dokumen Bill of Lading dari kegiatan penjualan ekspor Produk Jadi oleh PT Puriartha Artistika Jati Indonesia selama 12 (dua