• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO–STASIUN SURABAYA PASAR TURI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO–STASIUN SURABAYA PASAR TURI."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian per syar atan dalam memper oleh

Gelar Sar jana Teknik Sipil (S-1)

Diajukan Oleh :

MUHAMMAD FIRMAN HIDAYAT

0853010031

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)
(3)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 3

1.5 Lokasi Penelitian ... 5

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Moda Transpotasi Rel ... 6

2.2 Karakteristik Umum ... 7

2.2.1 Kendali Luar ... 7

2.2.2 Teknologi Rel ... 8

2.2.3 Penggerak Elektrik ... 9

2.2.4 Pemisahan Hierarki ... 10

2.3 Definisi dan Karakteristik Moda Transportasi Rel ... 11

2.3.1 Streetcars (SCR) ... 13

2.3.2 Light Rail Transit (LRT) ... 13

(4)

2.4 Perhitungan Jumlah Sampel ... 23

2.5 Analisa Data ... 24

2.5.1 Uji Validitas ... 24

2.5.2 Uji Reliabilitas ... 24

2.5.3 Uji Kruskall Wallis ... 25

2.6 Perhitungan Standar Operasi ... 26

2.7 Perhitungan Kebutuhan Kereta Penumpang ... 27

2.8 Perencanaan Lokasi Shelter ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Identifikasi Permasalahan ... 29

3.2 Studi Literatur ... 29

3.3 Pengumpulan Data ... 30

3.3.1 Data Primer ... 30

3.3.2 Data Sekunder ... 30

3.4 Uji Statistik ... 31

3.4.1 Uji Validitas ... 31

3.4,2 Uji Reliabilitas ... 32

3.4.3 Uji Kruskall Wallis ... 32

3.5 Bagan Alur Metodologi Penelitian ... 34

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Perhitungan Jumlah Sampel ... 35

(5)

4.2.4 Identifikasi Identitas Berdasarkan Pendapatan ... 38

4.2.5 Identifikasi Identitas Berdasarkan Maksud

Perjalanan ... 39

4.2.6 Identifikasi Identitas Berdasarkan Alasan Beralih ke

Moda Kereta Api ... 40

4.2.7 Identifikasi Identitas Berdasarkan Kendaraan yang

Digunakan ... 41

4.2.8 Identifikasi Identitas Berdasarkan Menggunakan

Moda Kereta api ... 41

4.3 Uji Validitas ... 42

4.4 Uji Reliabilitas ... 45

4.5 Identifikasi Faktor Persepsi Responden Terhadap Pelayanan

Akses Langsung Antar Stasiun ... 46

4.6 Uji Kruskall Wallis ... 59

4.7 Perencanaan Kereta Rute Stasiun Wonokromo-Stasiun

Surabaya Pasar Turi ... 63

4.7.1 Kereta Eksisting Operasi Saat Ini ... 63

4.7.2 Jumlah Penumpang Rencana ... 65

4.7.3 Penentuan Armada Kereta Rencana Jurusan Stasiun

Wonokromo – Stasiun Surabaya Pasar Turi ... 67

4.7.4 Rencana untuk Kebutuhan Perangkutan Rencana .... 71

(6)

4.8.2 Lokasi Shelter Berdasarkan Pertimbangan Angkutan

Umum Sejajar Jalan Rel ... 77

4.8.3 Lokasi Shelter Berdasarkan Jaringan Jalan dan

Aksesibilitas ... 80

4.8.4 Lokasi Shelter Berdasarakan Keseluruhan

Pertimbangan ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(7)

Oleh :

Muhammad Fir man Hidayat 0853010031

ABSTRAK

Saat ini perkembangan moda transportasi mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama moda transportasi darat, sehingga kendaraan yang berada di jalan raya bertambah banyak yang mengakibatkan terjadinya kemacetan. Oleh karena itu, diperlukan moda alternatif yang mampu mengurangi kemacetan yang terjadi di jalan raya seperti moda transportasi kereta api. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner dan observasi di lapangan. Data penumpang dan data gerbong didapat dari Daop VIII Surabaya. Dari hasil pengumpulan data tersebut nantinya akan diperoleh kemauan pengguna jasa transportasi untuk beralih menggunakan moda transportasi kereta api dalam kota, jumlah armada kereta api, jumlah penumpang dan penentuan lokasi shelter kereta api. Berdasarkan ketetapan standar pengoperasian yang diperoleh dari PT. KAI maka pengguna jasa transportasi yang dapat beralih ke kereta api sebanyak 85%. Dari hasil perhitungan armada kereta dan jumlah penumpang rencana didapatkan hasil yaitu pada tahun 2012 sebanyak 2 kereta dan 1354337 orang, tahun 2013 sebanyak 3 kereta dan 1653582 orang, tahun 2014 sebanyak 4 kereta dan 2174286 orang, tahun 2015 sebanyak 6 kereta dan 2973765 orang dan tahun 2016 sebanyak 8 kereta dan 4109330 orang. Dari hasil survei di lapangan dan berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu berdasarkan pertimbangan tata guna lahan, pertimbangan angkutan umum yang sejajar jalur rel dan pertimbangan jaringan jalan dan aksesibilitas maka didapatkan titik-titik lokasi shelter yakni Shelter Kebon Rojo, Shelter Kapasari, Shelter Ambengan, Shelter Kertajaya dan Shelter Ngagel.

(8)

1.1. Latar Belakang

Sarana transportasi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dalam jumlah

pelayanan kepada masyarakat terutama transportasi darat di kota – kota besar seperti

kota Surabaya. Hal ini seiring dengan perkembangan perekonomian kota Surabaya yang

akhir – akhir ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal tersebut dapat dilihat

dari pertumbuhan ekonomi kota Surabaya yang semakin berkembang pesat dan semakin

banyaknya gedung-gedung perkantoran bertingkat dibangun di kota Surabaya yang

mengisyaratkan bahwa kota Surabaya telah bergerak menjadi kota tujuan untuk

berbisnis, untuk lebih memacu perkembangan kota Surabaya maka fasilitas transportasi

dari dan menuju kota Surabaya harus ditingkatkan sarana dan prasarananya.

Sebagai kota tujuan untuk berbisnis maka banyak pendatang yang berasal dari

sekitar kota Surabaya yang menuju kota Surabaya untuk berbisnis. Akibatnya volume

transportasi yang barada di kota Surabaya semakin banyak sehingga menyebabkan

kemacetan di jalan raya khususnya yang menghubungkan Jalan Stasiun Wonokromo

sampai dengan Jalan Semarang sehingga perlu dibangun alternatif transportasi yang

tidak membebani jaringan jalan raya di kota Surabaya, salah satu alternatif adalah

merencanakan trayek kereta api dalam kota yang menghubungkan Jalan Stasiun

Wonokromo sampai dengan Jalan Semarang. Selain tidak menyebabkan kemacetan,

(9)

aktifitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah, rekreasi dan belanja, dengan harapan dapat

mempersingkat waktu perjalanan, dan mengurangi biaya. Sesuai dengan sifatnya yang

massal, kereta api telah membuktikan dirinya sebagai moda angkutan yang efektif dan

efisien dalam melaksakan tugas menghadapi kebutuhan transportasi terutama pada saat

puncak seperti lebaran, tahun baru, dan liburan. Oleh karena itu, transportasi yang

menggunakan jalur jalan rel menjadi salah satu pemecah dari kemungkinan fenomena

kemacetan yang terjadi di jalan raya.

Untuk mewujudkan hal di atas tersebut hendaknya direncanakan suatu sistem

transportasi massal berbasis jalan rel beserta sarana dan prasarana yang mendukung

dengan upaya untuk dapat menunjang kelancaran proses transportasi di dalam kota

khususnya pada kawasan di sekitar Jalan Stasiun Wonokromo sampai dengan Jalan

Semarang. Dengan adanya sistem transportasi berbasis jalan rel ini diharapkan dapat

menarik minat para pelaku transportasi untuk beralih menggunakan jasa transportasi

jalan rel sehingga dapat memudahkan pergerakan manusia dan barang dari kawasan di

sekitar Jalan Stasiun Wonokromo melalui Stasiun Wonokromo ke kawasan Jalan

Semarang melalui Stasiun Surabaya Pasar Turi begitu juga sebaliknya tanpa menambah

volume kendaraan yang diterima jaringan jalan raya di kota Surabaya. Oleh karena itu,

sebagai tema yang berkaitan dengan tugas akhir ini maka perlu dilakukan studi

perencanaan transportasi massal berbasis jalan rel dalam kota dengan rute Stasiun

(10)

1.2. Per umusan Masalah

Masalah yang ditinjau dalam proposal ini adalah :

1. Berapa persentase penumpang yang melakukan perpindahan dari moda angkutan

umum ke Light Rail Transit?

2. Berapa jumlah armada Light Rail Transit yang dibutuhkan sesuai dengan

demand rencana?

3. Bagaimana perencanaan lokasi tempat–tempat pemberhentian Light Rail Transit

yang diperlukan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam proposal ini adalah :

1. Mengetahui presentase penumpang yang melakukan perpindahan dari moda

angkutan umum ke Light Rail Transit.

2. Mengetahui jumlah armada Light Rail Transit yang dibutuhkan sesuai dengan

demand rencana.

3. Mendapatkan lokasi tempat-tempat pemberhentian Light Rail Transit yang

diperlukan.

1.4. Batasan Masalah

Agar tidak menyimpang dari permasalahan yang akan dibahas, maka diberikan

(11)

1. Hanya melakukan penelitian pada trayek Stasiun Wonokromo-Stasiun Surabaya

Pasar Turi.

2. Gambar output perencanaan trase tidak digambar secara detail.

3. Kereta yang digunakan hanya Light Rail Transit.

4. Analisa biaya tidak diperhitungkan.

5. Tidak mendesain konstruksi tempat pemberhentian/shelter.

6. Tidak menganalisa adanya bangkitan dan tarikan dari wilayah – wilayah yang di

lewati trase tersebut.

(12)

1.5. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan pada rute kereta api jurusan Stasiun Wonokromo

– Stasiun Pasar Turi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Sumber : Google Map

Gambar 1.1 Rute Stasiun Wonokromo – Stasiun Surabaya Pasar Turi.

(13)

2.1. Moda Tr anspor tasi Rel

Sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri

maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan atau sedang bergerak di rel.

Kereta api direncanakan untuk mengangkut berbagai jumlah angkutan barang dan

penumpang dalam suatu waktu tertentu. Perencanaan konstruksi jalan rel harus

direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara teknis

dan ekonomis. Secara teknis dapat diartikan konstruksi jalan rel tersebut dapat dilalui

oleh kendaraan rel dengan aman dan tingkat kenyamanan tertentu selama umur

konstruksinya. Secara ekonomis diharapkan pembangunan dan pemeliharaan konstruksi

tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya yang sekecil mungkin dimana masih

memungkinkan terjaminnya keamanan dan tingkat kenyamanan.

Moda transportasi yang menggunakan rel menawarkan berbagai macam

keunggulan dan mempunyai karakteristik biaya tersendiri. Moda transportasi yang

menggunakan rel meliputi beberapa moda, dari satu gerbong yang beroperasi didaerah

yang bercampur dengan lalu lintas, sampai rangkaian panjang yang berkecepatan tinggi,

(14)

2.2. Kar akter istik Umum

Kebanyakan karakteristik yang membedakan moda transportasi rel dengan moda

yang lain disebabkan oleh empat karakteristik yaitu : kendali arah dari luar moda itu

sendiri, menggunakan rel, propulsi listrik, dan jalur yang tersendiri. Perbedaan dari

berbagai moda transportasi rel dapat dibedakan dari fitur-fitur yang dimiliki oleh moda

itu sendiri. Rapid Transit mempunyai keempat fitur diatas, sedangkan beberapa sistem

rel regional tidak menggunakan propulsi listrik tetapi menggunakan propulsi diesel.

2.2.1. Kendali Luar

Kendaraan yang bergerak diatas rel diarahkan secara fisik oleh jalurnya sendiri,

pengendaranya hanya berfungsi untuk mengendalikan kecepatannya saja. Kendali luar

memberikan moda transportasi rel karakteristik sebagai berikut :

1. Mempunyai lebar jalur istimewa yang lebih kecil.

2. Mempunyai kualitas kenyamanan yang lebih tinggi dibanding moda yang ti dak

dipandu jalurnya.

3. Mempunyai identitas yang lebih kuat, yang mana penting untuk menarik

penumpang untuk menggunakan moda tersebut. Panduan fisik juga

menyebabkan dapat digunakannya traksi elektrik, yang menawarkan

karakteristik operasional dan dampak lingkungan yang jauh lebih baik

dibandingkan dengan moda traksi yang lain. Sistem pengendalian mutlak

diperlukan tetapi belum cukup, untuk pengendalian kendaraan yang sepenuhnya

(15)

operasi dengan sangat signifikan. Sebagai konsekuensi dari sistem pengendalian

luar maka moda transportasi rel mempunyai karakteristik performa yang tinggi

dan mempunyai tingkat pelayananyang tinggi, dan mempunyai biaya operasi per

unit yang rendah untuk kapasitas yang begitu besar. Sistem pengendalian luar

juga membutuhkan biaya investasi yang jauh lebih besar daripada yang

dibutuhkan moda transportasi yang membutuhkan pengemudi untuk menentukan

arah gerak dari moda tersebut, dan mempunyai batasan pelayanan sebatas

jaringan relnya saja.

2.2.2. Teknologi Rel

Roda baja yang mempunyai flens yang bergerak diatas dua rel baja menyediakan

penunjang dan panduan dari kendaraan rel yang unik tetapi sangat sederhana. Secara

singkat panduan berupa rel mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Mekanisme dasar yang sederhana : dari empat roda sampai delapan roda per

kendaraan dan dua rel baja sederhana.

2. Mekanisme pemindahan jalur yang paling cepat, paling sederhana, dibanding

dengan semua teknologi sejenis.

3. Karena kontak antara kendaraan dengan rel berupa baja dengan baja maka

memiliki koefisien gesek yang sangat kecil sehingga membuat moda transportasi

rel memiliki konsumsi energi yang paling kecil per ton beban.

4. Rel adalah satu-satunya sistem pengendalian yang tidak hanya dapat

(16)

5. Moda transportasi rel mempunyai kemampuan untuk beroperasi di keadaan

cuaca yang tidak menguntungkan, dimana moda transportasi lain mengalami

hambatan dalam pengoperasiannya, membuat moda transportasi rel adalah moda

transportasi yang paling dapat diandalkan di dalam cuaca dingin (salju).

6. Kendaraan rel modern mempunyai tingkat kenyamanan yang sangat tinggi.

7. Karena bidang kontak moda transportasi berbasis rel adalah pertemuan baja

dengan baja maka menyebabkan ketidakmampuan moda ini untuk melewati

tanjakan yang curam, dan harus dioperasikan dengan tingkat keamanan yang

tinggi karena mempunyai jarak pengereman yang lebih panjang.

8. Meskipun kendaraan berbasis rel modern tidak menimbulkan polusi suara yang

berlebihan di jalur yang lurus dan tikungan yang tidak terlalu tajam, tetapi

menimbulkan suara yang berlebih disaat melalui tikungan yang tajam

dibandingkan dengan moda transportasi yang menggunakan roda karet.

Dari karakteristik diatas menunjukkan bahwa teknologi rel mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan moda transportasi bersistem pengendalian luar lainnya di dalam

kondisi normal.

2.2.3. Penggerak Elektr ik

Dengan perkecualian beberapa sistem rel regional yang menggunakan penggerak

diesel semua rail transit sistem berpenggerak listrik. Karakteristik dari penggerak

(17)

1. Performa dinamik yang sangat baik, terutama di dalam akselerasi yang cepat dan

halus.

2. Motor yang bersih, tahan lama dan perawatan yang murah.

3. Tingkat kebisingan yang sangat rendah dan tidak menimbulkan polusi udara.

4. Membutuhkan investasi yang besar di dalam pengadaan fasilitas penunjang

suplai listrik yang stabil.

5. Tidak boleh ada kendaraan lain yang melintas di jalur rel yang telah di lengkapi

dengan sistem kelistrikan.

6. Ketersediaan suplai listrik yang tidak stabil dapat menyebabkan lumpuhnya

keseluruhan sistem, tidak seperti moda transportasi lain yang menggunakan

sistem propulsi yang lain.

2.2.4. Pemisahan Hier ar ki

Beberapa karakteristik khusus yang dimiliki moda transportasi rel berkaitan erat

dengan pemisahan hierarki yang dimiliki oleh moda ini. Beberapa penyebab

dibedakannya hierarki moda rel ini adalah :

1. Fleksibilitas pergerakan yang dimiliki oleh moda transportasi rel sangat terbatas

sehingga tidak memungkinkan untuk bergerak bebas di dalam lalu lintas yang

tercampur dengan moda transportasi lainnya.

2. Lebih mudah untuk memisah antara jalur jalan rel dengan jalur jalan biasa

(18)

3. Rel adalah satu-satunya sistem teknologi pandu yang memungkinkan untuk

berpotongan dengan jalan maupun berada di dalam badan jalan itu sendiri.

4. Teknologi pandu adalah teknologi yang lebih baik terkait dengan kecepatan

operasi, keamanan, kapasitas dan sebagainya.

5. Pemisahan jalur ini adalah kondisi yang dibutuhkan untuk beroperasinya

rangkaian kereta yang panjang (lebih dari 4 gerbong).

2.3. Definisi dan Kar akter istik Dar i Moda Tr anspor tasi Rel

Semua moda transportasi berbasis rel mempunyai karakteristik khusus yang

disebabkan oleh sistem pengendalian, teknologi rel, dan kebanyakan dari moda tersebut

menggunakan penggerak listrik. Untuk moda transportasi rel yang mempunyai

pemisahan hierarki sebagian atau sepenuhnya (LRT, RRT dan RGR), dapat dikatakan

bahwa, moda tersebut dapat mewakili moda transportasi yang mempunyai kinerja paling

tinggi dibandingkan dengan moda transportasi lainnya, tetapi terbatas hanya pada

luasnya jaringan jalurnya saja, karena biaya investasi yang mahal. Konsekuensinya,

walaupun moda transportasi rel tidak dapat dioperasikan secara efektif pada rute yang

mempunyai permintaan penumpang yang sedikit, biasanya moda transportasi rel

menjadi pilihan yang optimal untuk melayani rute yang mempunyai permintaan

penumpang tinggi.

Kinerja moda transportasi rel tidak selalu superior dibandingkan dengan moda

transportasi lainnya, hal tersebut bergantung tidak hanya pada permintaan yang tinggi,

(19)

kebutuhan performa dan pelayanan, karakteristik dari alternatif moda transportasi,

penyebab eksternal, dan beragamnya kondisi eksisting. Tingginya kualitas pelayanan

dan identitas yang kuat dari moda transportasi berbasis rel yang diakibatkan oleh

pemisahan hierarki jalurnya menyebabkan dampak yang cukup besar terkait dengan

jumlah perjalanan yang dilayani di dalam sebuah kota. Di dalam sebuah kota yang

sistem transportasi massalnya menggunakan bus kota biasanya mempunyai peranan

yang tidak begitu penting dalam pengembangan kota tersebut dibandingkan dengan kota

yang mempunyai sistem transportasi berbasis rel yang modern.

Perbedaan ini dapat disebabkan beberapa faktor. Moda transportasi berbasis rel

menawarkan pelayanan yang sederhana dengan jeda tingkat keberangkatan yang singkat

disaat jam sibuk, terintegrasi dengan stasiun yang nyaman dengan jaringan yang tertata

dan menawarkan tingkat pelayanan yang tinggi. Karena stasiun kereta api bersifat

permanen maka keberadaan stasiun sangat mempengaruhi tingkat investasi dan tata guna

lahan di sekitar stasiun tersebut. Bus biasanya melayani jaringan yang lebih rumit,

dengan pelayanan yang tidak sebagus kereta api. Jarangnya moda ini mempunyai

hierarki yang dibedakan menjadi salah satu titik kelemahannya dibandingkan dengan

moda transportasi berbasis rel. Di dalam moda transportasi berbasis rel dapat

diklasifikasikan menjadi 4 moda, yaitu sebagai berikut :

1. Streetcars (SCR)

2. Light Rail Transit (LRT)

3. Rail Rapid Transit (RRT)

(20)

Di tiap-tiap moda menawarkan karakteristik fisik, kinerja, dan biaya operasional

yang berbeda-beda.

2.3.1. Streetcars (SCR)

Sistem Streetcar (trem) terdiri dari satu, dua, dan terkadang tiga gerbong yang

beroperasi kebanyakan di dalam badan jalan dan bercampur dengan lalu lintas itu

sendiri, tetapi terkadang jalurnya terpisah dengan lalu lintas. Streetcars memiliki

karakteristik pergerakan yang dinamis dan pengendaraan yang nyaman, tetapi kinerjanya

dan kecepatan operasinya sangat bergantung kepada kondisi di sepanjang jalur yang

dilaluinya. Jika jalur yang dilaluinya adalah jalan yang sempit dengan keadaan lalu lintas

yang padat maka kinerjanya akan sangat jelek, tetapi jika yang dilalui adalah jalan yang

lebar dengan sedikit gangguan dari lalu lintas yang ada maka kinerjanya akan sangat

baik.

Sebuah streetcars biasa memiliki 4 sampai 6 gandar dan mempunyai dimensi

panjang 14-21 meter, dengan tempat duduk dari 20-40 % dari total 100 sampai 180

penumpang yang bisa ditampung. Karena tempat beroperasinya streetcars adalah di

dalam badan jalan dan bercampur dengan moda transportasi yang lain maka biasanya

kecepatan operasionalnya dibawah 20 km/jam

2.3.2. Light Rail Transit (LR T)

Light Rail Transit menggunakan tenaga listrik sebagai penggeraknya,

(21)

yang sangat nyaman di satu, dua atau tiga gerbong kereta yang didominasi dengan

pemisahan jalur dengan moda lain yang terkadang berada di elevasi yang berbeda. Light

Rail Transit biasanya mempunyai 6-8 gandar atau dengan beberapa gerbong dengan 4-6

gandar. Kendaraan - kendaraan Light Rail Transit mempunyai panjang dari 20 meter

sampai 32 meter. Di tiap gerbongnya dapat memuat sampai dengan 250 orang dimana

20 sampai 50 % penumpangnya duduk. Kendaraan Light Rail Transit mempunyai

kemampuan akselerasi dan deselerasi yang tinggi, kecepatan maksimum yang dimiliki

Light Rail Transit tergantung kepada model-model dari Light Rail Transit itu sendiri

tetapi berkisar antara 70 sampai 80 km/h. kecepatan operasinya berkisar antara 18

sampai 40 km/h.

Light Rail Transit beroperasi di jalur yang dipisahkan dari jalur moda

transportasi yang lain, yang terkadang terpisah secara elevasi. Pemisahan jalur ini dapat

berkisar 40 % sampai 90 % dari total panjang jaringan jalan relnya. Pemisahan jalur ini

biasanya dilakukan di titik-titik kritis di tengah kota atau di jalanan yang kondisi lalu

lintasnya padat, sehingga sumber-sumber hambatan samping dapat dieliminasi. Jalur

yang terpisah, terutama di daerah yang padat lalu lintasnya memungkinkan Light Rail

Transit untuk mepunyai kecepatan operasi 20 sampai 25 km/h.

2.3.2.1. Per timbangan Light Rail Transit

a. Upaya Untuk Memenuhi Kebutuhan

Satu sistem pengangkutan yang baru memperkenalkan tambahan pilihan akan

(22)

bagi mobilitas perkotaan, satu tantangan utama bagi semua sistem adalah untuk menarik

penumpang. Sebuah sistem pengangkutan massa tidaklah secara otomatis dijamin

memiliki banyak calon penumpang seperti yang telah diperkirakan, dengan pengecualian

bagi orang-orang yang memang bergantung pada transportasi publik yang perlu

diperjuangkan untuk dijadikan sebagai bagian dari sistem pengangkutan. Hal ini

menuntut tarif yang kompetitif, kehandalan dan kecepatan dari pengoperasiannya yang

mana pertimbangan matang diperlukan tipe yang beraneka macam dari sistem

pengangkutan dan alinyemen vertikalnya (at-grade, elevated atau underground) dapat

saja berbeda sangat signifikan, membengkaknya biaya modal awal untuk sistem bawah

tanah harus dipertimbangkan menjadi bagian penting dari suatu investasi di bidang

jaringan transportasi untuk sebuah kota dimana berdampak pada manfaat jangka panjang

dan peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi sebagai imbas dari sebuah alternatif

yang efektif, transit yang cepat ke kendaraan dengan manfaat-manfaat positif

lingkungan. Suatu pendekatan pengembalian jangka panjang bermanfaat sangat besar

dan selayaknya perlu lebih sering dipertimbangkan.

Sistem Transit yang berhasil (mungkin disebabkan oleh tingginya permintaan,

tarif rendah, berkecepatan tinggi atau kombinasi dari faktor-faktor ini) memerlukan

kapasitas yang disesuaikan dengan perkembangan. Dengan berkecepatan tinggi, dan

juga berkapasitas besar, maka memerlukan separasi grade secara penuh dari sistem

transportasi lainnya. Akhirnya, sistem pemisahan penuh dapat diotomatisasi. Dengan

(23)

1. Sistem Terpisah Penuh/Completely Separated Systems (Misalnya Metro, Kereta

Kota dan Sistem Otomatis) mencapai kecepatan tinggi dalam operasi karena

kendaraan-kendaraan tersebut di atas dipisahkan secara penuh.

Kendaraan-kendaraan tersebut biasanya mengangkut penumpang dengan jumlah penumpang

yang banyak untuk kapasitas per jam.

2. Sistem Pemisahan Sebagian/Partially Separated Systems (Misalnya Lintasan

Trem Modern) cenderung untuk memiliki biaya modal awal yang rendah

dibanding dengan sistem pemisahan penuh juga dengan kecepatan operasi yang

rendah, karenanya kendaraan-kendaraan ini memiliki kapasitas yang rendah dan

mengangkut lebih sedikit penumpang.

3. Sistem Pemisahan Nongrade Separated Systems (Misalnya Lintasan Trem,

Sistem Troli) memiliki biaya modal awal rendah, tetapi relatif lambat sehingga

kendaraan ini memiliki kapasitas pengangkutan yang sangat rendah.

b.Pilihan Sistem yang Paling Sesuai

Istilah sistem transportasi perkotaan merujuk pada ragam sistem yang berbeda

termasuk jalur lurus subway monorail, dan AGT (Automated Guideway Transit

System/Transit Pintu Lintas Otomatis) disamping kereta api perkotaan konvensional.

Masing-masing sistem dapat saja lebih bermanfaat secara ekonomis daripada kereta api

perkotaan konvensional, akan tetapi bergantung kepada jalur lintasan, hal ini dapat saja

menjadi kurang efektif berkaitan dengan kapasitas transportasi per jam atau per tujuan,

kecepatan maksimum, dan indikator-indikator kinerja lainnya. Oleh karenanya, adalah

(24)

menetapkan tujuan-tujuan. Pilihan teknologi transportasi perkotaan dimana ada beraneka

ragam dari sistem angkutan perkotaan. Merupakan suatu hal yang mendasar untuk

memilih sistem yang paling sesuai menurut jarak pengangkutan, volume, atau kombinasi

dari beberapa langkah-langkah.

2.3.2.2. Implikasi Pilihan Konstr uksi Alinyemen Ver tikal.

a. Menghadapi Keterbatasan Pilihan

Alinyemen vertikal memiliki pengaruh yang signifikan pada biaya modal awal

dari lingkungan sekitarnya, tetapi berpengaruh lebih kecil pada pilihan teknologi bagi

sistem pengangkutan massa dan biaya-biaya turunan sesudahnya. Dampak dari

alinyemen verikal pada pola perencanaan dan keuntungan bergantung pada begitu

banyak faktor yg berbeda. Hal ini karena diperlukan investasi bernilai besar (modal dan

biaya-biaya turunan) dan berdampak secara signifikan terhadap lingkungan dan

perkotaan, pilihan akan hal ini hampir selalu diselesaikan secara politik.

Suatu pemisahan penuh alinyemen bawah tanah dengan substansial kebebasan

dari faktor-faktor permukaan (jalan, bangunan, dll.) secara teoritis harus me miliki

kebebasan memilih rute tetapi hal ini sering bukanlah yang menjadi persoalan. Maka,

kebebasan rute yang jelas yang mana dapat diberikan oleh alinyemen bawah tanah

anehnya jarang disadari dalam prakteknya. Meskipun, sistem pengangkutan masa

cenderung mengikuti koridor yang sama (biasanya jalan) dimana sistem elevasi secara

logis mengikutinya. Alasannya adalah dengan mengikuti koridor ini menawarkan suatu

(25)

menurunkan biaya hak lintas atas jalan dan dampak terhadap struktur-struktur yang

berdampingan.

Oleh karena anggaran hampir selalu dibatasi dan Metro bawah tanah biasanya

menanggung banyak beban biaya awal, maka keputusan alinyemen selalu melibatkan

lebih dari sekadar masalah teknis. Contohnya untuk kota-kota yang dengan sumber daya

terbatas, pilihannya adalah berupa :

1. Membangun pada suatu di grade atau alinyemen elevasi

2. Menunggu untuk membangun sebuah alinyemen bawah tanah di kemudian hari

bilamana pendanaan telah tersedia.

Sekali telah dibangun, sistem pengangkutan massa menjadi bagian yang

terintegrasi dengan struktur perkotaan dan amat sulit direlokasi. Sehingga, para

pengambil kebijakan sering menghadapi pilihan yang rumit, apakah akan membangun

elevasi tetapi dengan biaya awal yang rendah, sistem sekarang dan berjalan yang secara

umum berbenturan dengan dampak lingkungan karena konstruksi yang berbeda sampai

alinyemen bawah tanah dapat diusahakan/terpenuhi (bahwa persepsi lingkungan dapat

semakin menguat ke depan seiring meningkatnya kemakmuran). Keputusan untuk

membangun struktur elevasi memiliki beberapa implikasi-implikasi awal jangka

panjang:

1. Akan membatasi opsi-opsi bagi transit masa datang atau fasilitas-fasilitas jalan

raya, memaksanya apakah menghadapi transisi atas jarak vertikal yang luas dari

elevasi ke tanjakan atau bawah tanah dari memaksakan (dibuatnya) multi tingkat

(26)

2. Biaya aktual untuk merelokasi suatu jalur lintas bawah tanah yang terlambat

dilakukan biasanya lebih mahal dibandingkan dengan adanya

perbedaan-perbedaan dalam hal biaya pada saat ini karena kebutuhan untuk tetap

mempertahankan jalur lintas yang sekarang sedang beroperasi selama masa

membangun konstruksi-konstruksi baru yang akan beralih dan kemudian lalu

menghancurkan jalur lintas elevasi serta menjaga pelestarian lingkungan.

3. Pembatasan-pembatasan sosial dan lingkungan tempat tinggal (real estate) dari

lingkungan bertetangga yang keras dan dampak lingkungan dari struktur sulit

untuk ditaksir tetapi cenderung meningkat sejalan perjalanan waktu dan usia

struktur elevasi tersebut.

Dalam prakteknya, karakteristik spesifik koridor dalam hal desain perkotaan,

baik saja cara yang ada, geologi tanah dan kondisi keuangan/sosial/politik khususnya

persepsi-persepsi tentang keterjangkauan dan lingkungan hidup menentukan

keseimbangan antara konstruksi ditanjakan, elevasi dan bawah tanah untuk setiap jalur

dari rute. Jika diikuti, maka suatu rute dapat berada pada bawah tanah di area yang

senditif dan elevasi (atau tanjakan) di tempat lain.

Masalah alinyemen biasanya merupakan kepentingan utama bagi angkutan

massal (mass transit), dan selanjutnya bagi strategi angkutan dari suatu kota. Hal ini

akan memperkuat penilaian yang meyakinkan, obyektif, komprehensif dan tepat dari

opsi-opsi alinyemen. Akan tetapi bergantung kepada suatu negara, studi rinci seperti ini

tidak selalu dilaksanakan dan dalam kenyataannya hal ini sulit dicapai. Dalam banyak

(27)

manfaat-manfat jangka pendek memberikan ketepatan yang jelas dalam

kawasan-kawasan yang telah dievaluasi dapat dikuantifikasi tetapi kehilangan pemahaman

komprehensif dalam hal menyeimbangkan dampak-dampak yang dapat dikuantifikasi

terhadap desain perkotaan dan isu-isu lingkungan sepanjang usia sistem tersebut.

b. Besaran Tipikal Biaya

Biaya konstruksi elevasi disebutkan dari 0.7 sampai 7.5 kali biaya konstruksi

tanjakan dengan rasio biaya median mulai dari 1.3 sampai 2.3 untuk ketiga ragam sistem

(Rail, Metro and Light Rail). Biaya potong dan timbun dan konstruksi terowongan

disebutkan dari 0.9 sampai 37.5 kali biaya konstruksi tanjakan dengan rasio biaya

median mulai dari 2.8 sampai 5.8 untuk ketiga ragam sistem tersebut. Median dari biaya

konstruksi terowongan disebutkan mulai dari 1.0 sampai 2.0 kali dari biaya konstruksi

potong dan timbun walaupun konstruksi terowongan bisa saja kurang mahal dalam hal

biaya langsung bila harga tanah mahal. Informasi dari aturan praktis sebelumnya

digunakan untuk memperbandingkan biaya-biaya langsung konseptual akan

mempersempit besaran rasio biaya tipikal.

Para otoritas penghasil kebijakan menekankan, bahwa rasio-rasio ini tidak boleh

digunakan untuk membatasi opsi-opsi analisis dalam tahap-tahap konseptual dari sistem

transit dan perencanaan alinyemen. Variasi potensial dalam keadaan, keterbatasan lahan,

harga tanah dan kondisi geologis begitu besar dan biaya langsung konstruksi adalah

hanya satu unsur yaitu dari menetapkan pilihan alinyemen yang tepat. Biaya-biaya tidak

(28)

elevatsi merupakan biaya riil tambahan dari sebuah sistem transit jika tidak segera

dirasakan dalam hal terkait pembangunan kota.

Hal ini merupakan kecenderungan yaitu bahwa semakin sulit untuk menentukan

lokasi jaringan transit tanjakan yang baru di banyak kota dan meningkatnya biaya tanah

ditambah biaya penanggulangan dampak lingkungan dari solusi-solusi permukaan dan

elevasi berarti akan mempersempit perbedaan besaran biaya antara konstruksi tanjakan

dan elevasi dengan konstruksi bawah tanah.

2.3.3. Rail Rapid Transit (RRT)

Rail Rapid Transit termasuk rubber tired rapid transit (RTRT) adalah moda yang

paling optimal untuk jaringan berkapasitas besar. Rail Rapid Transit mempunyai jalur

yang sangat dikontrol dengan tanpa adanya hambatan samping sama sekali. Alat pandu

yang sederhana, traksi elektrik dan jalur yang aman mengakibatkan kecepatan

maksimum dapat tercapai selama perjalanan sepanjang jalurnya dan hanya dibatasi oleh

kenyamanan penumpang, efisien, berketahanan tinggi dan sangat aman. Rail Rapid

Transit (RRT) dapat dioperasikan sepanjang 10 gerbong dengan hanya satu orang

masinis saja mengakibatkan kapasitas meningkat jauh lebih besar dibandingkan dengan

moda transportasi berbasis rel lainnya kecuali Regional Rail (RGR). Dengan tersedianya

40 pintu menyebabkan waktu hentinya 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan LRT dan

10 samapi 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan bus kota. Kemampuan Rail Rapid

Transit untuk mulai beroperasi sangat tinggi jauh lebih tinggi daripada Light Rail Transit

(29)

Karena karakteristik fisik dan operasinya, RRT adalah moda yang paling

kondusif untuk dioperasikan secara otomatis dibanding dengan moda yang lain. Rapid

transit membutuhkan investasi yang paling tinggi dibandingkan dengan moda yang lain,

hal ini disebabkan karena jalur yang dibedakan sepanjang jalurnya dari moda yang lain

dan stasiun yang besar, dan pengaplikasiannya di jalur yang paling padat. Kendaraan

RRT modern mempunyai panjang 16 sampai 23 meter dan mempunyai lebar dari 2,5

meter sampai 3,2 meter dan dapat beroperasi dari satu sampai sepuluh gerbong. Dan

mempunyai ruang antara 120 sampai dengan 250 orang dengan tempat duduk berkisar

antara 20 sampai 60 % dari kemampuan maksimal kendaraan RRT. Kecepatan

operasinya anatar 25 sampai 60 km/h, dengan frekuensi antara 20 hingga 40 kereta per

jam.

2.3.4. Regional Rail (RGR)

Regional Rail adalah moda transportasi rel jarak jauh, sehingga standar sistem

RGR mempunyai teknologi operasi yang paling tinggi. Sistem ini dioperasikan di jalur

yang dipisah yang biasanya gradenya dipisah dengan moda yang lain, tetapi di jalur

yang bersilangan gradenya diberikan sinyal. Traksinya kebanyakan menggunakan listrik.

Jalur RGR mempunyai karakter melayani perjalanan jarak jauh sekitar 35 km, stasiun

yang besar, kecepatan yang tinggi dan ketahanan yang tinggi. Stasiun tengah kota

biasanya dikombinasikan dengan stasiun antar kota tetapi jumlah stasiunnya terbatas dan

tidak mempunyai banyak wilayah pelayanan di pinggiran kota. Biasanya jeda antara

(30)

Sistem RGR modern memberikan wilayah pelayanan di kota metropolitan

dengan penduduk yang berasal dari berbagai kota menyebabkan tingginya frekuensi

transportasi regional yang terintegrasi dengan stasiun lokal. Sistem RGR mempunyai

kapasitas kursi yang sangat besar, dapat mencapai 128 kursi di gerbong tunggal dan 175

kursi di gerbong tingkat. Kecepatan operasi berkisar antara 30 dan 75 km/h, dengan

kecepatan maksimum 130 km/h.

2.4. Per hitungan J umlah Sampel

Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan Slovin. Hal ini

dilakukan untuk memperoleh data yang cukup representatif untuk mewakili populasi

yang ada.

N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan data yang

masih dapat ditolerir disebut dengan tingkat kepercayaan. Biasanya diambil

sebesar 1% sampai 10%.Pada penelitian ini digunakan standard error

sebesar 9% guna mengurangi kebiasaan yang terlampau besar sehingga

(31)

2.5. Analisa Data

Setelah data-data primer dan sekunder dikumpulkan maka selanjutnya dilakukan

pengolahan data yang diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

2.5.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu derajat ketepaan antara suatu alat untuk mengukur

penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisa validitas item bertujuan untuk

menguji apakah butir pertanyaan benar-benar telah sah, paling tidak kita mampu

mentapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang

diyakini dalam pengukuran. Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Jika r hitung positif, serta r hitung ˃ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut valid.

2. Jika r hitung negatif, serta r hitung ˂ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut tidak

valid.

2.5.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah pengujian yang dimaksudkan untuk menunjukkan sifat

suatu alat ukur dalam pengertian apakah alat ukur yang digunakan cukup akurat atau

konsisten dalam mengukur apa yang ingin diukur. Pengukuran reliabilitas menggunakan

nilai Cronbach Alpha, Suatu kuisioner dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach

Alpha lebih besar dari 0.60. Perhitungan reliabilitas dapat juga diselesaikan dengan

(32)

r = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan

Σσb2 = Jumlah varian butir

σ1 2

= Varian total

2.5.3. Uji Kr uskall Wallis

Uji kruskall wallis adalah pengujian yang digunakan untuk membandingkan dua

atau lebih nilai persepsi secara bersamaan dengan tujuan apakah ada hubungan antara

nilai persepsi dengan penelitian yang sedang dilakukan. Formulasi (statistik uji) dari

Kruskall Wallis :

N = Jumlah keseluruhan

Rj = Jumlah kolom ke-j (setelah diranking)

nj = Banyak data tiap kolom

Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Terima Ho jika Ttabel ˃ Thitung

(33)

2.6. Per hitungan Standar Oper asi

Perhitungan standar pengoperasian kereta ini dilakukan untuk menentukan

armada kereta api yang siap operasi melayani pengguna jasa angkutan umum. Adapun

ketentuan standar operasi sebagai berikut :

Keterangan :

A = Armada (sarana yang dimiliki PT. Kereta Api)

TSG = Tidak siap guna (konservasi)

SG = Siap guna (A – TSG) = 100%

TSGO = Tidak siap guna operasi = 7.5% (Balai Yasa)

SGO = Siap guna operasi (SG – TSGO) = 92.5%

TSO = Tidak siap operasi = 7.5% (didipo/lintas)

SO = Siap operasi (SGO – TSO) = 85% (stamformasi + cadangan)

1. Berdasarkan hasil evaluasi yang diperlukan untuk perawatan sarana di Balai

Yasa ( TSGO ) dihitung mulai pengiriman dari dipo induknya sampai dengan

pengiriman kembali ke dipo induknya (setelah PA) rata – rata satu persatu butuh

5 bulan.

2. Perawatan di Balai Yasa harus dilaksanakan secara rutin, dan berdasarkan

kebutuhan yang berlaku 2 tahun ( 24 bulan ) sekali dan pada tahun 2008

dilaksanakan secara bertahap perawatan dengan periodik 3 tahun sekali.

SO 85% SGO 92.5%

SG 100%

TSO 7.5%

(34)

2.7. Per hitungan Kebutuhan Kereta Penumpa ng

1. Perhitungan jumlah kereta penumpang yang dibutuhkan digunakan rumus

seperti di bawah ini :

Kojb

F

Li

N

=

×

Dimana :

N : Jumlah kereta penumpang yang dibutuhkan

Li : Beban tiap lintasan dalam penumpang km/waktu

F : Frekuensi pengangkutan

Kojb : Kapasitas output tiap rangkaian KA/th dalam km/th

= U X V X km ……… orang-km/th

U : Utilitas rangkaian KA

= Ka penumpang = jam/hari = y = hari/tahun

V : Kecepatan rata – rata rangkaian KA dalam km/jam

Km : kapasitas muat satu kereta

2.8. Perencanaan Lokasi Shelter

Perencanaan lokasi Shelter bertujuan untuk mendapatkan lokasi yang strategis

agar pengguna jasa angkutan umum dapat dengan mudah menjangkau shelter yang

tersedia tanpa harus bersusah payah menuju Stasiun yang ada.

Langkah-langkah pengerjaan yang dilakukan dalam menentukan lokasi shelter

(35)

1. Menyusun pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi penentuan lokasi

shelter kereta api komuter. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah :

a. Pertimbangan I : Pola tata guna lahan di daerah sekitar wilayah studi

b. Pertimbangan II : Rute angkutan umum yang sejajar jalan rel

c. Pertimbangan III :Jaringan jalan dan aksesibilitas yang ada disepanjang

jalan rel

2. Dari masing-masing pertimbangan yang telah disusun, maka bisa ditentukan

titik-titik untuk lokasi shelter. Pengerjaannya diurutkan dari pertimbangan

pertama dan seterusnya.

3. Setelah mendapat lokasi shelter berdasarkan masing-masing pertimbangan, maka

semua titik shelter dari semua pertimbangan tersebut disuperposisikan, sehingga

dapat dilihat lokasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut.

4. Pada gambar dengan semua lokasi shelter dari semua pertimbangan dicari titik

mana yang memenuhi tiga pertimbangan, titik inilah yang diusulkan menjadi

(36)

Pada penyusunan tugas akhir ini perlu suatu metodologi yang praktis dan

sistematis dengan tujuan untuk mempermudah serta memperjelas topik yang akan

dibahas. Metode yang tepat akan memberikan gambaran secara jelas tentang

langkah-langkah yang akan dikerjakan sesuai dengan tujuan. Di bawah ini dijelaskan

masing-masing tahapan studi untuk dapat menyelesaikan permasalahan, antara lain :

3.1. Identifikasi Per masalahan

Mempelajari tentang latar belakang perencanaan kereta api dalam kota jurusan

Stasiun Wonokromo – Stasiun Surabaya Pasar Turi. Juga mengidentifikasi permasalahan

yang timbul dan merumuskannya menjadi suatu tujuan yang harus diselesaikan untuk

mengatasi permasalahan.

3.2. Studi Liter atur

Mempelajari berbagai sumber literatur seperti peraturan-peraturan yang

digunakan, buku acuan serta literatur berupa laporan penelitian studi yang berkaitan dan

dibutuhkan dalam pemecahan masalah guna menambah wawasan dan mendalami teori

(37)

3.3. Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data untuk perencanaan dibutuhkan beberapa

data yang dibagi dua yaitu data primer dan data sekunder yang di uraikan sebagai

berikut :

3.3.1. Data Pr imer

Data-data primer yang diperoleh dilapangan antara lain :

1. Observasi

Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung

di lapangan dan pada obyek yang diteliti.

2. Kuisioner

Kuisioner disebarkan bagi penumpang angkutan umum yang melalui jurusan

Jalan Stasiun Wonokromo – Jalan Semarang, dimaksudkan untuk dapat

mengetahui tingkat kemauan pelaku transportasi untuk beralih ke transportasi

berbasis jalan rel. Pertanyaan-pertanyaan kepada penumpang disajikan dalam

bentuk form survei.

3.3.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Dinas perhubungan, PT. KAI, dan pihak-pihak yang

terkait secara langsung berupa arsip-arsip dan dokumen yang berhubungan dengan

(38)

1. Jumlah penumpang

Jumlah penumpang ini diperoleh dari PT. KAI, jumlah penumpang ini yaitu

jumlah penumpang keseluruhan dari kerata api lintas pendek

(komuter) Sidoarjo – Surabaya yang eksisting saat ini.

2. Jumlah armada kereta api lintas pendek eksisting

Yaitu jumlah armada kereta api yang beroperasi di lapangan yang ada saat ini di

stasiun terkait yang diperoleh dari PT.KAI (Daerah Operasi VIII).

3.4. Uji Statistik

Setelah semua data terkumpul dengan lengkap maka dilakukan uji statistik untuk

mengetahui hasil dari penelitian yang dilakukan. Adapun beberapa uji statistic untuk

penelitian ini yaitu :

3.4.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu derajat ketepaan antara suatu alat untuk mengukur

penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisa validitas item bertujuan untuk

menguji apakah butir pertanyaan benar-benar telah sah, paling tidak kita mampu

mentapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang

diyakini dalam pengukuran. Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Jika r hitung positif, serta r hitung ˃ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut valid.

2. Jika r hitung negatif, serta r hitung ˂ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut tidak

(39)

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah pengujian yang dimaksudkan untuk menunjukkan sifat

suatu alat ukur dalam pengertian apakah alat ukur yang digunakan cukup akurat atau

konsisten dalam mengukur apa yang ingin diukur. Pengukuran reliabilitas menggunakan

nilai Cronbach Alpha, Suatu kuisioner dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach

Alpha lebih besar dari 0.60. Perhitungan reliabilitas dapat juga diselesaikan dengan

rumus reliabilitas metode Alpha sebagai berikut :

r = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan

Σσb2 = Jumlah varian butir

σ12 = Varian total

3.4.3. Uji Kr uskall Wallis

Uji kruskall wallis adalah pengujian yang digunakan untuk membandingkan dua

atau lebih nilai persepsi secara bersamaan dengan tujuan apakah ada hubungan antara

nilai persepsi dengan penelitian yang sedang dilakukan. Formulasi (statistik uji) dari

(40)

Dimana :

N = Jumlah keseluruhan

Rj = Jumlah kolom ke-j (setelah diranking)

nj = Banyak data tiap kolom

Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Terima Ho jika Ttabel ˃ Thitung

(41)

Tidak

Ya

Ya

Tidak

3.4. Bagan Alur Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Bagan Alur Metodologi Penelitian

Data Primer : Data yang di dapat langsung di lapangan dengan cara : -Observasi -Kuisioner

DataSekunder :

a. jumlah penumpang kereta api

b. jumlah armada kereta api Identifikasi Permasalahan

Pengumpulan Data Studi Literatur

Mulai

Uji Validitas (r hitung > r table) Uji Reliabilitas (α > 0,6)

Uji Kruskall Wallis

Selesai

(42)

4.1. Per hitungan J umlah Sampel

Perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan Slovin.

Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang cukup representatif untuk mewakili

populasi yang ada.

N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan data yang

masih dapat ditolerir disebut dengan tingkat kepercayaan. Biasanya diambil

sebesar 1% sampai 10%. Pada penelitian ini digunakan standard

errorsebesar 9% guna mengurangi kebiasaan yang terlampau besar

sehingga sampel yang digunakan lebih presisi.

Perhitungan jumlah sampel :

Jumlah penduduk : Surabaya Utara = 559584 jiwa

Surabaya Timur = 787209 jiwa

Surabaya Selatan = 725738 jiwa

(43)

(Sumber : Surabaya Dalam Angka, Tahun 2011)

Dari nilai yang diperoleh di atas, maka diambil 125 sampel untuk data kuisioner.

4.2. Identifikasi Identitas Responden

Identifikasi identitas responden didapat melalui proses penyebaran kuisioner

pada pengguna angkutan umum yang sejajar jalan rel. Adapun angkutan umum yang

sejajar jalan rel adalah Lyn D dan Lyn F dimana kedua Lyn tersebut mempunyai rute

yang berbeda, Lyn D melayani rute Joyoboyo-Pasar Turi-Sidorame sedangkan Lyn F

melayani rute Joyoboyo-Pegirian-Endrosono. Dari hasil Survei tersebut didapatkan hasil

sebagai berikut :

4.2.1. Identifikasi Identitas Responden Ber dasar kan J enis Kelamin

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan jenis kelamin

diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

WANITA PRIA

66 59

Sumber : Hasil Survei

Dari data tabel berdasarkan jenis kelamin di atas dapat digambarkan seperti

(44)

Gambar 4.1 Diagram persentase berdasarkan jenis kelamin

4.2.2. Identifikasi Identitas Responden Ber dasar kan Usia

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan usia

diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2 Identifikasi Responden Berdasarkan Usia

RENTANG USIA (TAHUN)

10 s/d 20 21 s/d 30 31 s/d 40 41 s/d 50 51 s/d 60

25 41 38 20 1

Sumber : Hasil Survei

Dari data tabel berdasarkan usia di atas dapat digambarkan seperti diagram pada

gambar 4.2 sebagai berikut :

(45)

4.2.3. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Peker jaan

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan pekerjaan

diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.3 seperti berikut :

Tabel 4.3 Identifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan PEKERJAAN

Dari data tabel berdasarkan pekerjaan di atas dapat digambarkan seperti diagram

pada gambar 4.3 sebagai berikut :

Gambar 4.3 Diagram persentase berdasarkan pekerjaan

4.2.4. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Pendapatan

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan pendapatan

diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.4 seperti berikut :

Tabel 4.4 Identifikasi Responden Berdasarkan Pendapatan PENDAPATAN

2.000.000 > 2.000.000

27 8 24 40 24

(46)

Dari data tabel berdasarkan pendapatan di atas dapat digambarkan seperti

diagram pada gambar 4.4 sebagai berikut :

Gambar 4.4 Diagram persentase berdasarkan pendapatan

4.2.5. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Maksud Perjalanan

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan maksud

perjalanan diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.5 seperti berikut :

Tabel 4.5 Identifikasi Responden Berdasarkan Maksud Perjalanan MAKSUD PERJALANAN

SEKOLAH BEKERJA REKREASI USAHA LAIN-LAIN

19 34 37 17 16

Sumber : Hasil Survei

Dari data tabel berdasarkan maksud perjalanan di atas dapat digambarkan seperti

(47)

Gambar 4.5 Diagram persentase berdasarkan maksud perjalanan

4.2.6. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Alasan Ber alih ke Moda Ker eta Api

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan alasan beralih

ke moda kereta api diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.6 seperti berikut :

Tabel 4.6 Identifikasi Responden Berdasarkan Alasan Beralih ke Moda Kereta Api ALASAN BERALIH

WAKTU BIAYA JARAK JADWAL LAIN-LAIN

39 47 6 15 17

Sumber : Hasil Survei

Dari data tabel berdasarkan alasan beralih ke moda kereta api di atas dapat

digambarkan seperti diagram pada gambar 4.6 sebagai berikut :

(48)

4.2.7. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Kendar aan yang Digunakan

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan jenis

kendaraan yang digunakan untuk menuju Stasiun Pasar Turi dari Stasiun Wonokromo

diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.7 seperti berikut :

Tabel 4.7 Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan yang Digunakan JENIS KENDARAAN

TAXI ANGKUTAN UMUM BECAK BUS LAIN-LAIN

10 101 14 0 0

Sumber : Hasil Survei

Dari data tabel berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan di atas dapat

digambarkan seperti diagram pada gambar 4.7 sebagai berikut :

Gambar 4.7 Diagram persentase berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan

4.2.8. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Menggunakan Moda Ker eta Api

Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan

menggunakan moda kereta api diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.8

(49)

Tabel 4.8 Identifikasi Responden Berdasarkan Menggunakan Moda Kereta Api MENGGUNAKAN MODA KERETA API

TIDAK PERNAH 1-3 KALI 4-6 KALI 7-10 KALI >10 KALI

0 22 33 28 41

Sumber : Hasil Survei

Dari data tabel berdasarkan menggunakan moda kereta di atas dapat

digambarkan seperti diagram pada gambar 4.8 sebagai berikut :

Gambar 4.8 Diagram persentase berdasarkan menggunakan moda kereta api

4.3. Uji Validitas

Pengujian validitas terhadap instrumen penelitian masing-masing dilakukan

untuk mengukur tingkat keminatan pengguna jasa angkutan umum untuk beralih

menggunakan moda kereta api dan mengukur persepsi penguna jasa terhadap apa yang

mereka terima.

Pengujian ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara satu item dengan

item keseluruhan dengan menggunakan dasar pengambilan keputusan jika r hitung

positif, serta r hitung > r tabel (taraf signifikansi 0.05) maka instrumen tersebut

(50)

signifikansi 0.05) maka instrumen tersebut tidak valid. Untuk perhitungan r hitung

digunakan software SPSS Statistics 19.0. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diuji

dengan nilai r tabel (N = 125, taraf signifikansi = 0.05) sebesar 0.176 sebagai angka

kritis yang disajikan dalam tabel 4.9 sebagai berikut :

Tabel 4.9 Nilai-nilai r

N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan

(51)

Hasil perhitungan uji validitas instrumen kuisioner secara detail dengan bantuan

program SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut :

Tabel 4.10 Tingkat validitas

Keterangan Jumlah Sampel (N) Persentase

Valid 125 100

Exclude 0 0

Total 125 100

Sumber : Output SPSS

Dari hasil tingkat validitas pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh

kuisioner yang disebar pada responden dinyatakan valid.

Tabel 4.11 Hasil uji validitas terhadap item-item kuisioner

Item Corrected Item-Total Correlation (r hitung)

1. Item 1 = Akses langsung antar Stasiun

(52)

3. Item 3 = Keadaan armada kereta

4. Item 4 = Kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk) ditingkatkan

5. Item 5 = Kelayakan fasilitas kereta (gerbong) ditingkatkan

6. Item 6 = Ketepatan waktu lama perjalanan

7. Item 7 = Keamanan perjalanan

8. Item 8 = Kenyamanan perjalanan

9. Item 9 = Ketepatan waktu kedatangan dan keberangkatan

10. Item 10 = Keramahan pelayanan

Berdasarkan uji validitas, maka alat ukur yang berupa kuisioner ini dapat

digunakan dan dinyatakan valid, karena r hitung dari setiap instrumen penelitian yang

ditunjukkan oleh nilai pada kolom Corrected Item-Total Correlation lebih besar

daripada r tabel yakni 0.176 yang diambil pada level of significan (α= 5%) (Sugiyono,

2012).

4.4. Uji Reliabilitas

Perhitungan koefisien reliabilitas juga dilakukan dengan bantuan software SPSS

statistics 19.0 dengan mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang

mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran reliabilitas menggunakan nilai

Cronbach’s Alpha, suatu kuisioner dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach’s

Alpha lebih besar dari 0,60. Perhitungan reliabilitas dapat juga diselesaikan dengan

(53)

r = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan

Σσb2 = Jumlah varian butir

σ12 = Varian total

Tabel 4.12 Hasil uji reliabilitas

Cronbach's Alpha Keterangan

0.848 Reliabel/handal

Sumber : Output SPSS

Dengan menggunakan software SPSS Statistics 19.0 pengolahan data

menghasilkan reliabilitas 0.848. Nilai ini menurut analisa cukup reliabel atau dapat

diandalkan dan bisa digunakan untuk menguji atau mengukur suatu data karena nilai

Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0.60 sehingga dapat dikatakan reliabel atau handal.

4.5. Identifikasi Faktor Persepsi Responden Ter hadap Pelayanan Akses

Langsung Antar Stasiun

Dari hasil survei kuisioner tentang persepsi responden terhadap pelayanan akses

(54)

Tabel 4.13 Identifikasi persepsi responden terhadap pelayanan akses antar Stasiun.

3 Keadaan armada kereta

13 13 35 39 25

4 Kelayakan fasilitas kereta (tempat

duduk) ditingkatkan 17 15 6 49 38

5 Kelayakan fasilitas kereta

(gerbong) ditingkatkan 17 21 34 10 43

6 Ketepatan waktu lama perjalanan

2 7 19 49 48

7 Keamanan perjalanan 2 9 18 52 44

8

Kenyamanan perjalanan 12 15 10 47 41

9 Ketepatan waktu kedatangan dan

keberangkatan 11 15 12 46 41

10 Keramahan pelayanan 6 19 25 45 30

Sumber : Analisa data

Dari hasil survei di atas menunjukkan bahwa pengguna jasa angkutan umum

mayoritas besar setuju (45.6%) dan sangat setuju (36%) dengan adanya akses langsung

antar Stasiun. Oleh sebab itu, maka perlu direncanakan perencanaan moda Light Rail

Transit agar akses antar Stasiun dapat terpenuhi yaitu jurusan Stasiun Wonokromo –

Stasiun Pasar Turi dan sebagai upaya untuk merealisasikan permintaan pengguna jasa

(55)

Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut akses langsung antar Stasiun

(tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.9 sebagai

berikut :

Gambar 4.9 Diagram persentase berdasarkan pengoperasian akses langsung antar

Stasiun.

Hasil uji frekuensi untuk pengoperasian akses langsung antar Stasiun dengan

menggunakan SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini :

Tabel 4.14 Hasil uji frekuensi pengoperasian akses langsung antar Stasiun

Skor persepsi

Jumlah skor

(Frequency) Persentase

1 (Tidak setuju) 2 1.6

2 (Kurang setuju) 7 5.6

3 (Cukup) 14 11.2

4 (Setuju) 57 45.6

5 (Sangat setuju) 45 36

Total 125 100

(56)

Dari tabel 4.14 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah

sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 1 (Tidak setuju) dengan jumlah skor 2

(1.6%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 7 (5.6%), skor persepsi 3

(cukup) dengan jumlah skor 14 (11.2%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah

skor 45 (36%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 57 (45.6%).

Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut kebersediaan beralih ke

moda kereta api (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada

gambar 4.10 sebagai berikut :

Gambar 4.10 Diagram persentase berdasarkan kebersediaan beralih ke moda kereta

api.

Hasil uji frekuensi untuk kebersediaan beralih ke moda kereta api dengan

(57)

Tabel 4.15 Hasil uji frekuensi kebersediaan beralih ke moda kereta api

Skor persepsi

Jumlah skor

(Frequency) Persentase

1 (Tidak setuju) 2 1.6

2 (Kurang setuju) 11 8.8

3 (Cukup) 17 13.6

4 (Setuju) 59 47.2

5 (Sangat setuju) 36 28.8

Total 125 100

Sumber : Output SPSS

Dari tabel 4.15 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah

sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 1 (Tidak setuju) dengan jumlah skor 2

(1.6%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 11 (8.8%), skor persepsi 3

(Cukup) dengan jumlah skor 17 (13.6%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah

skor 36 (28.8%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 59 (47.2%).

Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut keadaan armada kereta

(tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.11 sebagai

berikut :

(58)

Hasil uji frekuensi untuk keadaan armada kereta dengan menggunakan SPSS

Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut ini :

Tabel 4.16 Hasil uji frekuensi keadaan armada kereta

Skor persepsi

Jumlah skor

(Frequency) Persentase

1 (Tidak setuju) 13 10.4

2 (Kurang setuju) 13 10.4

3 (Cukup) 35 28

4 (Setuju) 39 31.2

5 (Sangat setuju) 25 20

Total 125 100

Sumber : Output SPSS

Dari tabel 4.16 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah

sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 1 (Tidak setuju) dengan jumlah skor

13 (10.4%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 13 (10.4%), skor

persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah skor 25 (20%), skor persepsi 3 (Cukup)

dengan jumlah skor 35 (28%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 39

(31.2%).

Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut kelayakan fasilitas kereta

(tempat duduk) ditingkatkan (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram

(59)

Gambar 4.12 Diagram persentase berdasarkan kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk)

ditingkatkan.

Hasil uji frekuensi untuk kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk) ditingkatkan

dengan menggunakan SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini :

Tabel 4.17 Hasil uji frekuensi kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk) ditingkatkan

Skor persepsi

Jumlah skor

(Frequency) Persentase

1 (Tidak setuju) 17 13.6

2 (Kurang setuju) 15 12

3 (Cukup) 6 4.8

4 (Setuju) 49 39.2

5 (Sangat setuju) 38 30.4

Total 125 100

Sumber : Output SPSS

Dari tabel 4.17 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah

sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 3 (Cukup) dengan jumlah skor 6

(4.8%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 15 (12%), skor persepsi 1

(Tidak setuju) dengan jumlah skor 17 (13.6%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan

(60)

Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut kelayakan fasilitas kereta

(gerbong) ditingkatkan (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti

pada gambar 4.13 sebagai berikut :

Gambar 4.13 Diagram persentase berdasarkan kelayakan fasilitas kereta (gerbong)

ditingkatkan.

Hasil uji frekuensi untuk kelayakan fasilitas kereta (gerbong) ditingkatkan

dengan menggunakan SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut ini :

Tabel 4.18 Hasil uji frekuensi kelayakan fasilitas kereta (gerbong) ditingkatkan

Skor persepsi

Jumlah skor

(Frequency) Persentase

1 (Tidak setuju) 17 13.6

2 (Kurang setuju) 21 16.8

3 (Cukup) 34 27.2

4 (Setuju) 10 8

5 (Sangat setuju) 43 34.4

Total 125 100

Sumber : Output SPSS

Dari tabel 4.18 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah

sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 10

(61)

(Kurang setuju) dengan jumlah skor 21 (16.8%), skor persepsi 3 (Cukup) dengan jumlah

skor 34 (27.2%), dan skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah skor 43 (34.4%).

Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut ketepatan waktu lama

perjalanan (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar

4.14 sebagai berikut :

Gambar 4.14 Diagram persentase berdasarkan ketepatan waktu lama perjalanan.

Hasil uji frekuensi untuk ketepatan waktu lama perjalanan dengan menggunakan

SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut ini :

Tabel 4.19 Hasil uji frekuensi ketepatan waktu lama perjalanan

Skor persepsi

Jumlah skor

(Frequency) Persentase

1 (Tidak setuju) 2 1.6

2 (Kurang setuju) 7 5.6

3 (Cukup) 19 15.2

4 (Setuju) 49 39.2

5 (Sangat setuju) 48 38.4

Total 125 100

Sumber : Output SPSS

Dari tabel 4.19 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah

(62)

(1.6%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 7 (5.6%), skor persepsi 3

(Cukup) dengan jumlah skor 19 (15.2%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah

skor 48 (38.4%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 49 (39.2%).

Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut keamanan perjalanan (tabel

4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.15 sebagai

berikut :

Gambar 4.15 Diagram persentase berdasarkan keamanan perjalanan.

Hasil uji frekuensi untuk keamanan perjalanan dengan menggunakan SPSS

Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.20 berikut ini :

Tabel 4.20 Hasil uji frekuensi keamanan perjalanan

Skor persepsi

Jumlah skor

(Frequency) Persentase

1 (Tidak setuju) 2 1.6

2 (Kurang setuju) 9 7.2

3 (Cukup) 18 14.4

4 (Setuju) 52 41.6

5 (Sangat setuju) 44 35.2

Total 125 100

Gambar

Gambar 3.1 Bagan Alur Metodologi Penelitian
gambar 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.5 Identifikasi Responden Berdasarkan Maksud Perjalanan
Tabel 4.7 Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan yang Digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait