TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian per syar atan dalam memper oleh
Gelar Sar jana Teknik Sipil (S-1)
Diajukan Oleh :
MUHAMMAD FIRMAN HIDAYAT
0853010031
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Pembatasan Masalah ... 3
1.5 Lokasi Penelitian ... 5
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Moda Transpotasi Rel ... 6
2.2 Karakteristik Umum ... 7
2.2.1 Kendali Luar ... 7
2.2.2 Teknologi Rel ... 8
2.2.3 Penggerak Elektrik ... 9
2.2.4 Pemisahan Hierarki ... 10
2.3 Definisi dan Karakteristik Moda Transportasi Rel ... 11
2.3.1 Streetcars (SCR) ... 13
2.3.2 Light Rail Transit (LRT) ... 13
2.4 Perhitungan Jumlah Sampel ... 23
2.5 Analisa Data ... 24
2.5.1 Uji Validitas ... 24
2.5.2 Uji Reliabilitas ... 24
2.5.3 Uji Kruskall Wallis ... 25
2.6 Perhitungan Standar Operasi ... 26
2.7 Perhitungan Kebutuhan Kereta Penumpang ... 27
2.8 Perencanaan Lokasi Shelter ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Identifikasi Permasalahan ... 29
3.2 Studi Literatur ... 29
3.3 Pengumpulan Data ... 30
3.3.1 Data Primer ... 30
3.3.2 Data Sekunder ... 30
3.4 Uji Statistik ... 31
3.4.1 Uji Validitas ... 31
3.4,2 Uji Reliabilitas ... 32
3.4.3 Uji Kruskall Wallis ... 32
3.5 Bagan Alur Metodologi Penelitian ... 34
BAB IV ANALISA DATA 4.1 Perhitungan Jumlah Sampel ... 35
4.2.4 Identifikasi Identitas Berdasarkan Pendapatan ... 38
4.2.5 Identifikasi Identitas Berdasarkan Maksud
Perjalanan ... 39
4.2.6 Identifikasi Identitas Berdasarkan Alasan Beralih ke
Moda Kereta Api ... 40
4.2.7 Identifikasi Identitas Berdasarkan Kendaraan yang
Digunakan ... 41
4.2.8 Identifikasi Identitas Berdasarkan Menggunakan
Moda Kereta api ... 41
4.3 Uji Validitas ... 42
4.4 Uji Reliabilitas ... 45
4.5 Identifikasi Faktor Persepsi Responden Terhadap Pelayanan
Akses Langsung Antar Stasiun ... 46
4.6 Uji Kruskall Wallis ... 59
4.7 Perencanaan Kereta Rute Stasiun Wonokromo-Stasiun
Surabaya Pasar Turi ... 63
4.7.1 Kereta Eksisting Operasi Saat Ini ... 63
4.7.2 Jumlah Penumpang Rencana ... 65
4.7.3 Penentuan Armada Kereta Rencana Jurusan Stasiun
Wonokromo – Stasiun Surabaya Pasar Turi ... 67
4.7.4 Rencana untuk Kebutuhan Perangkutan Rencana .... 71
4.8.2 Lokasi Shelter Berdasarkan Pertimbangan Angkutan
Umum Sejajar Jalan Rel ... 77
4.8.3 Lokasi Shelter Berdasarkan Jaringan Jalan dan
Aksesibilitas ... 80
4.8.4 Lokasi Shelter Berdasarakan Keseluruhan
Pertimbangan ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 92
5.2 Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 94
Oleh :
Muhammad Fir man Hidayat 0853010031
ABSTRAK
Saat ini perkembangan moda transportasi mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama moda transportasi darat, sehingga kendaraan yang berada di jalan raya bertambah banyak yang mengakibatkan terjadinya kemacetan. Oleh karena itu, diperlukan moda alternatif yang mampu mengurangi kemacetan yang terjadi di jalan raya seperti moda transportasi kereta api. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner dan observasi di lapangan. Data penumpang dan data gerbong didapat dari Daop VIII Surabaya. Dari hasil pengumpulan data tersebut nantinya akan diperoleh kemauan pengguna jasa transportasi untuk beralih menggunakan moda transportasi kereta api dalam kota, jumlah armada kereta api, jumlah penumpang dan penentuan lokasi shelter kereta api. Berdasarkan ketetapan standar pengoperasian yang diperoleh dari PT. KAI maka pengguna jasa transportasi yang dapat beralih ke kereta api sebanyak 85%. Dari hasil perhitungan armada kereta dan jumlah penumpang rencana didapatkan hasil yaitu pada tahun 2012 sebanyak 2 kereta dan 1354337 orang, tahun 2013 sebanyak 3 kereta dan 1653582 orang, tahun 2014 sebanyak 4 kereta dan 2174286 orang, tahun 2015 sebanyak 6 kereta dan 2973765 orang dan tahun 2016 sebanyak 8 kereta dan 4109330 orang. Dari hasil survei di lapangan dan berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu berdasarkan pertimbangan tata guna lahan, pertimbangan angkutan umum yang sejajar jalur rel dan pertimbangan jaringan jalan dan aksesibilitas maka didapatkan titik-titik lokasi shelter yakni Shelter Kebon Rojo, Shelter Kapasari, Shelter Ambengan, Shelter Kertajaya dan Shelter Ngagel.
1.1. Latar Belakang
Sarana transportasi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dalam jumlah
pelayanan kepada masyarakat terutama transportasi darat di kota – kota besar seperti
kota Surabaya. Hal ini seiring dengan perkembangan perekonomian kota Surabaya yang
akhir – akhir ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal tersebut dapat dilihat
dari pertumbuhan ekonomi kota Surabaya yang semakin berkembang pesat dan semakin
banyaknya gedung-gedung perkantoran bertingkat dibangun di kota Surabaya yang
mengisyaratkan bahwa kota Surabaya telah bergerak menjadi kota tujuan untuk
berbisnis, untuk lebih memacu perkembangan kota Surabaya maka fasilitas transportasi
dari dan menuju kota Surabaya harus ditingkatkan sarana dan prasarananya.
Sebagai kota tujuan untuk berbisnis maka banyak pendatang yang berasal dari
sekitar kota Surabaya yang menuju kota Surabaya untuk berbisnis. Akibatnya volume
transportasi yang barada di kota Surabaya semakin banyak sehingga menyebabkan
kemacetan di jalan raya khususnya yang menghubungkan Jalan Stasiun Wonokromo
sampai dengan Jalan Semarang sehingga perlu dibangun alternatif transportasi yang
tidak membebani jaringan jalan raya di kota Surabaya, salah satu alternatif adalah
merencanakan trayek kereta api dalam kota yang menghubungkan Jalan Stasiun
Wonokromo sampai dengan Jalan Semarang. Selain tidak menyebabkan kemacetan,
aktifitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah, rekreasi dan belanja, dengan harapan dapat
mempersingkat waktu perjalanan, dan mengurangi biaya. Sesuai dengan sifatnya yang
massal, kereta api telah membuktikan dirinya sebagai moda angkutan yang efektif dan
efisien dalam melaksakan tugas menghadapi kebutuhan transportasi terutama pada saat
puncak seperti lebaran, tahun baru, dan liburan. Oleh karena itu, transportasi yang
menggunakan jalur jalan rel menjadi salah satu pemecah dari kemungkinan fenomena
kemacetan yang terjadi di jalan raya.
Untuk mewujudkan hal di atas tersebut hendaknya direncanakan suatu sistem
transportasi massal berbasis jalan rel beserta sarana dan prasarana yang mendukung
dengan upaya untuk dapat menunjang kelancaran proses transportasi di dalam kota
khususnya pada kawasan di sekitar Jalan Stasiun Wonokromo sampai dengan Jalan
Semarang. Dengan adanya sistem transportasi berbasis jalan rel ini diharapkan dapat
menarik minat para pelaku transportasi untuk beralih menggunakan jasa transportasi
jalan rel sehingga dapat memudahkan pergerakan manusia dan barang dari kawasan di
sekitar Jalan Stasiun Wonokromo melalui Stasiun Wonokromo ke kawasan Jalan
Semarang melalui Stasiun Surabaya Pasar Turi begitu juga sebaliknya tanpa menambah
volume kendaraan yang diterima jaringan jalan raya di kota Surabaya. Oleh karena itu,
sebagai tema yang berkaitan dengan tugas akhir ini maka perlu dilakukan studi
perencanaan transportasi massal berbasis jalan rel dalam kota dengan rute Stasiun
1.2. Per umusan Masalah
Masalah yang ditinjau dalam proposal ini adalah :
1. Berapa persentase penumpang yang melakukan perpindahan dari moda angkutan
umum ke Light Rail Transit?
2. Berapa jumlah armada Light Rail Transit yang dibutuhkan sesuai dengan
demand rencana?
3. Bagaimana perencanaan lokasi tempat–tempat pemberhentian Light Rail Transit
yang diperlukan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam proposal ini adalah :
1. Mengetahui presentase penumpang yang melakukan perpindahan dari moda
angkutan umum ke Light Rail Transit.
2. Mengetahui jumlah armada Light Rail Transit yang dibutuhkan sesuai dengan
demand rencana.
3. Mendapatkan lokasi tempat-tempat pemberhentian Light Rail Transit yang
diperlukan.
1.4. Batasan Masalah
Agar tidak menyimpang dari permasalahan yang akan dibahas, maka diberikan
1. Hanya melakukan penelitian pada trayek Stasiun Wonokromo-Stasiun Surabaya
Pasar Turi.
2. Gambar output perencanaan trase tidak digambar secara detail.
3. Kereta yang digunakan hanya Light Rail Transit.
4. Analisa biaya tidak diperhitungkan.
5. Tidak mendesain konstruksi tempat pemberhentian/shelter.
6. Tidak menganalisa adanya bangkitan dan tarikan dari wilayah – wilayah yang di
lewati trase tersebut.
1.5. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan pada rute kereta api jurusan Stasiun Wonokromo
– Stasiun Pasar Turi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Sumber : Google Map
Gambar 1.1 Rute Stasiun Wonokromo – Stasiun Surabaya Pasar Turi.
2.1. Moda Tr anspor tasi Rel
Sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri
maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan atau sedang bergerak di rel.
Kereta api direncanakan untuk mengangkut berbagai jumlah angkutan barang dan
penumpang dalam suatu waktu tertentu. Perencanaan konstruksi jalan rel harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara teknis
dan ekonomis. Secara teknis dapat diartikan konstruksi jalan rel tersebut dapat dilalui
oleh kendaraan rel dengan aman dan tingkat kenyamanan tertentu selama umur
konstruksinya. Secara ekonomis diharapkan pembangunan dan pemeliharaan konstruksi
tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya yang sekecil mungkin dimana masih
memungkinkan terjaminnya keamanan dan tingkat kenyamanan.
Moda transportasi yang menggunakan rel menawarkan berbagai macam
keunggulan dan mempunyai karakteristik biaya tersendiri. Moda transportasi yang
menggunakan rel meliputi beberapa moda, dari satu gerbong yang beroperasi didaerah
yang bercampur dengan lalu lintas, sampai rangkaian panjang yang berkecepatan tinggi,
2.2. Kar akter istik Umum
Kebanyakan karakteristik yang membedakan moda transportasi rel dengan moda
yang lain disebabkan oleh empat karakteristik yaitu : kendali arah dari luar moda itu
sendiri, menggunakan rel, propulsi listrik, dan jalur yang tersendiri. Perbedaan dari
berbagai moda transportasi rel dapat dibedakan dari fitur-fitur yang dimiliki oleh moda
itu sendiri. Rapid Transit mempunyai keempat fitur diatas, sedangkan beberapa sistem
rel regional tidak menggunakan propulsi listrik tetapi menggunakan propulsi diesel.
2.2.1. Kendali Luar
Kendaraan yang bergerak diatas rel diarahkan secara fisik oleh jalurnya sendiri,
pengendaranya hanya berfungsi untuk mengendalikan kecepatannya saja. Kendali luar
memberikan moda transportasi rel karakteristik sebagai berikut :
1. Mempunyai lebar jalur istimewa yang lebih kecil.
2. Mempunyai kualitas kenyamanan yang lebih tinggi dibanding moda yang ti dak
dipandu jalurnya.
3. Mempunyai identitas yang lebih kuat, yang mana penting untuk menarik
penumpang untuk menggunakan moda tersebut. Panduan fisik juga
menyebabkan dapat digunakannya traksi elektrik, yang menawarkan
karakteristik operasional dan dampak lingkungan yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan moda traksi yang lain. Sistem pengendalian mutlak
diperlukan tetapi belum cukup, untuk pengendalian kendaraan yang sepenuhnya
operasi dengan sangat signifikan. Sebagai konsekuensi dari sistem pengendalian
luar maka moda transportasi rel mempunyai karakteristik performa yang tinggi
dan mempunyai tingkat pelayananyang tinggi, dan mempunyai biaya operasi per
unit yang rendah untuk kapasitas yang begitu besar. Sistem pengendalian luar
juga membutuhkan biaya investasi yang jauh lebih besar daripada yang
dibutuhkan moda transportasi yang membutuhkan pengemudi untuk menentukan
arah gerak dari moda tersebut, dan mempunyai batasan pelayanan sebatas
jaringan relnya saja.
2.2.2. Teknologi Rel
Roda baja yang mempunyai flens yang bergerak diatas dua rel baja menyediakan
penunjang dan panduan dari kendaraan rel yang unik tetapi sangat sederhana. Secara
singkat panduan berupa rel mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Mekanisme dasar yang sederhana : dari empat roda sampai delapan roda per
kendaraan dan dua rel baja sederhana.
2. Mekanisme pemindahan jalur yang paling cepat, paling sederhana, dibanding
dengan semua teknologi sejenis.
3. Karena kontak antara kendaraan dengan rel berupa baja dengan baja maka
memiliki koefisien gesek yang sangat kecil sehingga membuat moda transportasi
rel memiliki konsumsi energi yang paling kecil per ton beban.
4. Rel adalah satu-satunya sistem pengendalian yang tidak hanya dapat
5. Moda transportasi rel mempunyai kemampuan untuk beroperasi di keadaan
cuaca yang tidak menguntungkan, dimana moda transportasi lain mengalami
hambatan dalam pengoperasiannya, membuat moda transportasi rel adalah moda
transportasi yang paling dapat diandalkan di dalam cuaca dingin (salju).
6. Kendaraan rel modern mempunyai tingkat kenyamanan yang sangat tinggi.
7. Karena bidang kontak moda transportasi berbasis rel adalah pertemuan baja
dengan baja maka menyebabkan ketidakmampuan moda ini untuk melewati
tanjakan yang curam, dan harus dioperasikan dengan tingkat keamanan yang
tinggi karena mempunyai jarak pengereman yang lebih panjang.
8. Meskipun kendaraan berbasis rel modern tidak menimbulkan polusi suara yang
berlebihan di jalur yang lurus dan tikungan yang tidak terlalu tajam, tetapi
menimbulkan suara yang berlebih disaat melalui tikungan yang tajam
dibandingkan dengan moda transportasi yang menggunakan roda karet.
Dari karakteristik diatas menunjukkan bahwa teknologi rel mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan moda transportasi bersistem pengendalian luar lainnya di dalam
kondisi normal.
2.2.3. Penggerak Elektr ik
Dengan perkecualian beberapa sistem rel regional yang menggunakan penggerak
diesel semua rail transit sistem berpenggerak listrik. Karakteristik dari penggerak
1. Performa dinamik yang sangat baik, terutama di dalam akselerasi yang cepat dan
halus.
2. Motor yang bersih, tahan lama dan perawatan yang murah.
3. Tingkat kebisingan yang sangat rendah dan tidak menimbulkan polusi udara.
4. Membutuhkan investasi yang besar di dalam pengadaan fasilitas penunjang
suplai listrik yang stabil.
5. Tidak boleh ada kendaraan lain yang melintas di jalur rel yang telah di lengkapi
dengan sistem kelistrikan.
6. Ketersediaan suplai listrik yang tidak stabil dapat menyebabkan lumpuhnya
keseluruhan sistem, tidak seperti moda transportasi lain yang menggunakan
sistem propulsi yang lain.
2.2.4. Pemisahan Hier ar ki
Beberapa karakteristik khusus yang dimiliki moda transportasi rel berkaitan erat
dengan pemisahan hierarki yang dimiliki oleh moda ini. Beberapa penyebab
dibedakannya hierarki moda rel ini adalah :
1. Fleksibilitas pergerakan yang dimiliki oleh moda transportasi rel sangat terbatas
sehingga tidak memungkinkan untuk bergerak bebas di dalam lalu lintas yang
tercampur dengan moda transportasi lainnya.
2. Lebih mudah untuk memisah antara jalur jalan rel dengan jalur jalan biasa
3. Rel adalah satu-satunya sistem teknologi pandu yang memungkinkan untuk
berpotongan dengan jalan maupun berada di dalam badan jalan itu sendiri.
4. Teknologi pandu adalah teknologi yang lebih baik terkait dengan kecepatan
operasi, keamanan, kapasitas dan sebagainya.
5. Pemisahan jalur ini adalah kondisi yang dibutuhkan untuk beroperasinya
rangkaian kereta yang panjang (lebih dari 4 gerbong).
2.3. Definisi dan Kar akter istik Dar i Moda Tr anspor tasi Rel
Semua moda transportasi berbasis rel mempunyai karakteristik khusus yang
disebabkan oleh sistem pengendalian, teknologi rel, dan kebanyakan dari moda tersebut
menggunakan penggerak listrik. Untuk moda transportasi rel yang mempunyai
pemisahan hierarki sebagian atau sepenuhnya (LRT, RRT dan RGR), dapat dikatakan
bahwa, moda tersebut dapat mewakili moda transportasi yang mempunyai kinerja paling
tinggi dibandingkan dengan moda transportasi lainnya, tetapi terbatas hanya pada
luasnya jaringan jalurnya saja, karena biaya investasi yang mahal. Konsekuensinya,
walaupun moda transportasi rel tidak dapat dioperasikan secara efektif pada rute yang
mempunyai permintaan penumpang yang sedikit, biasanya moda transportasi rel
menjadi pilihan yang optimal untuk melayani rute yang mempunyai permintaan
penumpang tinggi.
Kinerja moda transportasi rel tidak selalu superior dibandingkan dengan moda
transportasi lainnya, hal tersebut bergantung tidak hanya pada permintaan yang tinggi,
kebutuhan performa dan pelayanan, karakteristik dari alternatif moda transportasi,
penyebab eksternal, dan beragamnya kondisi eksisting. Tingginya kualitas pelayanan
dan identitas yang kuat dari moda transportasi berbasis rel yang diakibatkan oleh
pemisahan hierarki jalurnya menyebabkan dampak yang cukup besar terkait dengan
jumlah perjalanan yang dilayani di dalam sebuah kota. Di dalam sebuah kota yang
sistem transportasi massalnya menggunakan bus kota biasanya mempunyai peranan
yang tidak begitu penting dalam pengembangan kota tersebut dibandingkan dengan kota
yang mempunyai sistem transportasi berbasis rel yang modern.
Perbedaan ini dapat disebabkan beberapa faktor. Moda transportasi berbasis rel
menawarkan pelayanan yang sederhana dengan jeda tingkat keberangkatan yang singkat
disaat jam sibuk, terintegrasi dengan stasiun yang nyaman dengan jaringan yang tertata
dan menawarkan tingkat pelayanan yang tinggi. Karena stasiun kereta api bersifat
permanen maka keberadaan stasiun sangat mempengaruhi tingkat investasi dan tata guna
lahan di sekitar stasiun tersebut. Bus biasanya melayani jaringan yang lebih rumit,
dengan pelayanan yang tidak sebagus kereta api. Jarangnya moda ini mempunyai
hierarki yang dibedakan menjadi salah satu titik kelemahannya dibandingkan dengan
moda transportasi berbasis rel. Di dalam moda transportasi berbasis rel dapat
diklasifikasikan menjadi 4 moda, yaitu sebagai berikut :
1. Streetcars (SCR)
2. Light Rail Transit (LRT)
3. Rail Rapid Transit (RRT)
Di tiap-tiap moda menawarkan karakteristik fisik, kinerja, dan biaya operasional
yang berbeda-beda.
2.3.1. Streetcars (SCR)
Sistem Streetcar (trem) terdiri dari satu, dua, dan terkadang tiga gerbong yang
beroperasi kebanyakan di dalam badan jalan dan bercampur dengan lalu lintas itu
sendiri, tetapi terkadang jalurnya terpisah dengan lalu lintas. Streetcars memiliki
karakteristik pergerakan yang dinamis dan pengendaraan yang nyaman, tetapi kinerjanya
dan kecepatan operasinya sangat bergantung kepada kondisi di sepanjang jalur yang
dilaluinya. Jika jalur yang dilaluinya adalah jalan yang sempit dengan keadaan lalu lintas
yang padat maka kinerjanya akan sangat jelek, tetapi jika yang dilalui adalah jalan yang
lebar dengan sedikit gangguan dari lalu lintas yang ada maka kinerjanya akan sangat
baik.
Sebuah streetcars biasa memiliki 4 sampai 6 gandar dan mempunyai dimensi
panjang 14-21 meter, dengan tempat duduk dari 20-40 % dari total 100 sampai 180
penumpang yang bisa ditampung. Karena tempat beroperasinya streetcars adalah di
dalam badan jalan dan bercampur dengan moda transportasi yang lain maka biasanya
kecepatan operasionalnya dibawah 20 km/jam
2.3.2. Light Rail Transit (LR T)
Light Rail Transit menggunakan tenaga listrik sebagai penggeraknya,
yang sangat nyaman di satu, dua atau tiga gerbong kereta yang didominasi dengan
pemisahan jalur dengan moda lain yang terkadang berada di elevasi yang berbeda. Light
Rail Transit biasanya mempunyai 6-8 gandar atau dengan beberapa gerbong dengan 4-6
gandar. Kendaraan - kendaraan Light Rail Transit mempunyai panjang dari 20 meter
sampai 32 meter. Di tiap gerbongnya dapat memuat sampai dengan 250 orang dimana
20 sampai 50 % penumpangnya duduk. Kendaraan Light Rail Transit mempunyai
kemampuan akselerasi dan deselerasi yang tinggi, kecepatan maksimum yang dimiliki
Light Rail Transit tergantung kepada model-model dari Light Rail Transit itu sendiri
tetapi berkisar antara 70 sampai 80 km/h. kecepatan operasinya berkisar antara 18
sampai 40 km/h.
Light Rail Transit beroperasi di jalur yang dipisahkan dari jalur moda
transportasi yang lain, yang terkadang terpisah secara elevasi. Pemisahan jalur ini dapat
berkisar 40 % sampai 90 % dari total panjang jaringan jalan relnya. Pemisahan jalur ini
biasanya dilakukan di titik-titik kritis di tengah kota atau di jalanan yang kondisi lalu
lintasnya padat, sehingga sumber-sumber hambatan samping dapat dieliminasi. Jalur
yang terpisah, terutama di daerah yang padat lalu lintasnya memungkinkan Light Rail
Transit untuk mepunyai kecepatan operasi 20 sampai 25 km/h.
2.3.2.1. Per timbangan Light Rail Transit
a. Upaya Untuk Memenuhi Kebutuhan
Satu sistem pengangkutan yang baru memperkenalkan tambahan pilihan akan
bagi mobilitas perkotaan, satu tantangan utama bagi semua sistem adalah untuk menarik
penumpang. Sebuah sistem pengangkutan massa tidaklah secara otomatis dijamin
memiliki banyak calon penumpang seperti yang telah diperkirakan, dengan pengecualian
bagi orang-orang yang memang bergantung pada transportasi publik yang perlu
diperjuangkan untuk dijadikan sebagai bagian dari sistem pengangkutan. Hal ini
menuntut tarif yang kompetitif, kehandalan dan kecepatan dari pengoperasiannya yang
mana pertimbangan matang diperlukan tipe yang beraneka macam dari sistem
pengangkutan dan alinyemen vertikalnya (at-grade, elevated atau underground) dapat
saja berbeda sangat signifikan, membengkaknya biaya modal awal untuk sistem bawah
tanah harus dipertimbangkan menjadi bagian penting dari suatu investasi di bidang
jaringan transportasi untuk sebuah kota dimana berdampak pada manfaat jangka panjang
dan peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi sebagai imbas dari sebuah alternatif
yang efektif, transit yang cepat ke kendaraan dengan manfaat-manfaat positif
lingkungan. Suatu pendekatan pengembalian jangka panjang bermanfaat sangat besar
dan selayaknya perlu lebih sering dipertimbangkan.
Sistem Transit yang berhasil (mungkin disebabkan oleh tingginya permintaan,
tarif rendah, berkecepatan tinggi atau kombinasi dari faktor-faktor ini) memerlukan
kapasitas yang disesuaikan dengan perkembangan. Dengan berkecepatan tinggi, dan
juga berkapasitas besar, maka memerlukan separasi grade secara penuh dari sistem
transportasi lainnya. Akhirnya, sistem pemisahan penuh dapat diotomatisasi. Dengan
1. Sistem Terpisah Penuh/Completely Separated Systems (Misalnya Metro, Kereta
Kota dan Sistem Otomatis) mencapai kecepatan tinggi dalam operasi karena
kendaraan-kendaraan tersebut di atas dipisahkan secara penuh.
Kendaraan-kendaraan tersebut biasanya mengangkut penumpang dengan jumlah penumpang
yang banyak untuk kapasitas per jam.
2. Sistem Pemisahan Sebagian/Partially Separated Systems (Misalnya Lintasan
Trem Modern) cenderung untuk memiliki biaya modal awal yang rendah
dibanding dengan sistem pemisahan penuh juga dengan kecepatan operasi yang
rendah, karenanya kendaraan-kendaraan ini memiliki kapasitas yang rendah dan
mengangkut lebih sedikit penumpang.
3. Sistem Pemisahan Nongrade Separated Systems (Misalnya Lintasan Trem,
Sistem Troli) memiliki biaya modal awal rendah, tetapi relatif lambat sehingga
kendaraan ini memiliki kapasitas pengangkutan yang sangat rendah.
b.Pilihan Sistem yang Paling Sesuai
Istilah sistem transportasi perkotaan merujuk pada ragam sistem yang berbeda
termasuk jalur lurus subway monorail, dan AGT (Automated Guideway Transit
System/Transit Pintu Lintas Otomatis) disamping kereta api perkotaan konvensional.
Masing-masing sistem dapat saja lebih bermanfaat secara ekonomis daripada kereta api
perkotaan konvensional, akan tetapi bergantung kepada jalur lintasan, hal ini dapat saja
menjadi kurang efektif berkaitan dengan kapasitas transportasi per jam atau per tujuan,
kecepatan maksimum, dan indikator-indikator kinerja lainnya. Oleh karenanya, adalah
menetapkan tujuan-tujuan. Pilihan teknologi transportasi perkotaan dimana ada beraneka
ragam dari sistem angkutan perkotaan. Merupakan suatu hal yang mendasar untuk
memilih sistem yang paling sesuai menurut jarak pengangkutan, volume, atau kombinasi
dari beberapa langkah-langkah.
2.3.2.2. Implikasi Pilihan Konstr uksi Alinyemen Ver tikal.
a. Menghadapi Keterbatasan Pilihan
Alinyemen vertikal memiliki pengaruh yang signifikan pada biaya modal awal
dari lingkungan sekitarnya, tetapi berpengaruh lebih kecil pada pilihan teknologi bagi
sistem pengangkutan massa dan biaya-biaya turunan sesudahnya. Dampak dari
alinyemen verikal pada pola perencanaan dan keuntungan bergantung pada begitu
banyak faktor yg berbeda. Hal ini karena diperlukan investasi bernilai besar (modal dan
biaya-biaya turunan) dan berdampak secara signifikan terhadap lingkungan dan
perkotaan, pilihan akan hal ini hampir selalu diselesaikan secara politik.
Suatu pemisahan penuh alinyemen bawah tanah dengan substansial kebebasan
dari faktor-faktor permukaan (jalan, bangunan, dll.) secara teoritis harus me miliki
kebebasan memilih rute tetapi hal ini sering bukanlah yang menjadi persoalan. Maka,
kebebasan rute yang jelas yang mana dapat diberikan oleh alinyemen bawah tanah
anehnya jarang disadari dalam prakteknya. Meskipun, sistem pengangkutan masa
cenderung mengikuti koridor yang sama (biasanya jalan) dimana sistem elevasi secara
logis mengikutinya. Alasannya adalah dengan mengikuti koridor ini menawarkan suatu
menurunkan biaya hak lintas atas jalan dan dampak terhadap struktur-struktur yang
berdampingan.
Oleh karena anggaran hampir selalu dibatasi dan Metro bawah tanah biasanya
menanggung banyak beban biaya awal, maka keputusan alinyemen selalu melibatkan
lebih dari sekadar masalah teknis. Contohnya untuk kota-kota yang dengan sumber daya
terbatas, pilihannya adalah berupa :
1. Membangun pada suatu di grade atau alinyemen elevasi
2. Menunggu untuk membangun sebuah alinyemen bawah tanah di kemudian hari
bilamana pendanaan telah tersedia.
Sekali telah dibangun, sistem pengangkutan massa menjadi bagian yang
terintegrasi dengan struktur perkotaan dan amat sulit direlokasi. Sehingga, para
pengambil kebijakan sering menghadapi pilihan yang rumit, apakah akan membangun
elevasi tetapi dengan biaya awal yang rendah, sistem sekarang dan berjalan yang secara
umum berbenturan dengan dampak lingkungan karena konstruksi yang berbeda sampai
alinyemen bawah tanah dapat diusahakan/terpenuhi (bahwa persepsi lingkungan dapat
semakin menguat ke depan seiring meningkatnya kemakmuran). Keputusan untuk
membangun struktur elevasi memiliki beberapa implikasi-implikasi awal jangka
panjang:
1. Akan membatasi opsi-opsi bagi transit masa datang atau fasilitas-fasilitas jalan
raya, memaksanya apakah menghadapi transisi atas jarak vertikal yang luas dari
elevasi ke tanjakan atau bawah tanah dari memaksakan (dibuatnya) multi tingkat
2. Biaya aktual untuk merelokasi suatu jalur lintas bawah tanah yang terlambat
dilakukan biasanya lebih mahal dibandingkan dengan adanya
perbedaan-perbedaan dalam hal biaya pada saat ini karena kebutuhan untuk tetap
mempertahankan jalur lintas yang sekarang sedang beroperasi selama masa
membangun konstruksi-konstruksi baru yang akan beralih dan kemudian lalu
menghancurkan jalur lintas elevasi serta menjaga pelestarian lingkungan.
3. Pembatasan-pembatasan sosial dan lingkungan tempat tinggal (real estate) dari
lingkungan bertetangga yang keras dan dampak lingkungan dari struktur sulit
untuk ditaksir tetapi cenderung meningkat sejalan perjalanan waktu dan usia
struktur elevasi tersebut.
Dalam prakteknya, karakteristik spesifik koridor dalam hal desain perkotaan,
baik saja cara yang ada, geologi tanah dan kondisi keuangan/sosial/politik khususnya
persepsi-persepsi tentang keterjangkauan dan lingkungan hidup menentukan
keseimbangan antara konstruksi ditanjakan, elevasi dan bawah tanah untuk setiap jalur
dari rute. Jika diikuti, maka suatu rute dapat berada pada bawah tanah di area yang
senditif dan elevasi (atau tanjakan) di tempat lain.
Masalah alinyemen biasanya merupakan kepentingan utama bagi angkutan
massal (mass transit), dan selanjutnya bagi strategi angkutan dari suatu kota. Hal ini
akan memperkuat penilaian yang meyakinkan, obyektif, komprehensif dan tepat dari
opsi-opsi alinyemen. Akan tetapi bergantung kepada suatu negara, studi rinci seperti ini
tidak selalu dilaksanakan dan dalam kenyataannya hal ini sulit dicapai. Dalam banyak
manfaat-manfat jangka pendek memberikan ketepatan yang jelas dalam
kawasan-kawasan yang telah dievaluasi dapat dikuantifikasi tetapi kehilangan pemahaman
komprehensif dalam hal menyeimbangkan dampak-dampak yang dapat dikuantifikasi
terhadap desain perkotaan dan isu-isu lingkungan sepanjang usia sistem tersebut.
b. Besaran Tipikal Biaya
Biaya konstruksi elevasi disebutkan dari 0.7 sampai 7.5 kali biaya konstruksi
tanjakan dengan rasio biaya median mulai dari 1.3 sampai 2.3 untuk ketiga ragam sistem
(Rail, Metro and Light Rail). Biaya potong dan timbun dan konstruksi terowongan
disebutkan dari 0.9 sampai 37.5 kali biaya konstruksi tanjakan dengan rasio biaya
median mulai dari 2.8 sampai 5.8 untuk ketiga ragam sistem tersebut. Median dari biaya
konstruksi terowongan disebutkan mulai dari 1.0 sampai 2.0 kali dari biaya konstruksi
potong dan timbun walaupun konstruksi terowongan bisa saja kurang mahal dalam hal
biaya langsung bila harga tanah mahal. Informasi dari aturan praktis sebelumnya
digunakan untuk memperbandingkan biaya-biaya langsung konseptual akan
mempersempit besaran rasio biaya tipikal.
Para otoritas penghasil kebijakan menekankan, bahwa rasio-rasio ini tidak boleh
digunakan untuk membatasi opsi-opsi analisis dalam tahap-tahap konseptual dari sistem
transit dan perencanaan alinyemen. Variasi potensial dalam keadaan, keterbatasan lahan,
harga tanah dan kondisi geologis begitu besar dan biaya langsung konstruksi adalah
hanya satu unsur yaitu dari menetapkan pilihan alinyemen yang tepat. Biaya-biaya tidak
elevatsi merupakan biaya riil tambahan dari sebuah sistem transit jika tidak segera
dirasakan dalam hal terkait pembangunan kota.
Hal ini merupakan kecenderungan yaitu bahwa semakin sulit untuk menentukan
lokasi jaringan transit tanjakan yang baru di banyak kota dan meningkatnya biaya tanah
ditambah biaya penanggulangan dampak lingkungan dari solusi-solusi permukaan dan
elevasi berarti akan mempersempit perbedaan besaran biaya antara konstruksi tanjakan
dan elevasi dengan konstruksi bawah tanah.
2.3.3. Rail Rapid Transit (RRT)
Rail Rapid Transit termasuk rubber tired rapid transit (RTRT) adalah moda yang
paling optimal untuk jaringan berkapasitas besar. Rail Rapid Transit mempunyai jalur
yang sangat dikontrol dengan tanpa adanya hambatan samping sama sekali. Alat pandu
yang sederhana, traksi elektrik dan jalur yang aman mengakibatkan kecepatan
maksimum dapat tercapai selama perjalanan sepanjang jalurnya dan hanya dibatasi oleh
kenyamanan penumpang, efisien, berketahanan tinggi dan sangat aman. Rail Rapid
Transit (RRT) dapat dioperasikan sepanjang 10 gerbong dengan hanya satu orang
masinis saja mengakibatkan kapasitas meningkat jauh lebih besar dibandingkan dengan
moda transportasi berbasis rel lainnya kecuali Regional Rail (RGR). Dengan tersedianya
40 pintu menyebabkan waktu hentinya 5 kali lebih cepat dibandingkan dengan LRT dan
10 samapi 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan bus kota. Kemampuan Rail Rapid
Transit untuk mulai beroperasi sangat tinggi jauh lebih tinggi daripada Light Rail Transit
Karena karakteristik fisik dan operasinya, RRT adalah moda yang paling
kondusif untuk dioperasikan secara otomatis dibanding dengan moda yang lain. Rapid
transit membutuhkan investasi yang paling tinggi dibandingkan dengan moda yang lain,
hal ini disebabkan karena jalur yang dibedakan sepanjang jalurnya dari moda yang lain
dan stasiun yang besar, dan pengaplikasiannya di jalur yang paling padat. Kendaraan
RRT modern mempunyai panjang 16 sampai 23 meter dan mempunyai lebar dari 2,5
meter sampai 3,2 meter dan dapat beroperasi dari satu sampai sepuluh gerbong. Dan
mempunyai ruang antara 120 sampai dengan 250 orang dengan tempat duduk berkisar
antara 20 sampai 60 % dari kemampuan maksimal kendaraan RRT. Kecepatan
operasinya anatar 25 sampai 60 km/h, dengan frekuensi antara 20 hingga 40 kereta per
jam.
2.3.4. Regional Rail (RGR)
Regional Rail adalah moda transportasi rel jarak jauh, sehingga standar sistem
RGR mempunyai teknologi operasi yang paling tinggi. Sistem ini dioperasikan di jalur
yang dipisah yang biasanya gradenya dipisah dengan moda yang lain, tetapi di jalur
yang bersilangan gradenya diberikan sinyal. Traksinya kebanyakan menggunakan listrik.
Jalur RGR mempunyai karakter melayani perjalanan jarak jauh sekitar 35 km, stasiun
yang besar, kecepatan yang tinggi dan ketahanan yang tinggi. Stasiun tengah kota
biasanya dikombinasikan dengan stasiun antar kota tetapi jumlah stasiunnya terbatas dan
tidak mempunyai banyak wilayah pelayanan di pinggiran kota. Biasanya jeda antara
Sistem RGR modern memberikan wilayah pelayanan di kota metropolitan
dengan penduduk yang berasal dari berbagai kota menyebabkan tingginya frekuensi
transportasi regional yang terintegrasi dengan stasiun lokal. Sistem RGR mempunyai
kapasitas kursi yang sangat besar, dapat mencapai 128 kursi di gerbong tunggal dan 175
kursi di gerbong tingkat. Kecepatan operasi berkisar antara 30 dan 75 km/h, dengan
kecepatan maksimum 130 km/h.
2.4. Per hitungan J umlah Sampel
Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan Slovin. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh data yang cukup representatif untuk mewakili populasi
yang ada.
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan data yang
masih dapat ditolerir disebut dengan tingkat kepercayaan. Biasanya diambil
sebesar 1% sampai 10%.Pada penelitian ini digunakan standard error
sebesar 9% guna mengurangi kebiasaan yang terlampau besar sehingga
2.5. Analisa Data
Setelah data-data primer dan sekunder dikumpulkan maka selanjutnya dilakukan
pengolahan data yang diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
2.5.1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu derajat ketepaan antara suatu alat untuk mengukur
penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisa validitas item bertujuan untuk
menguji apakah butir pertanyaan benar-benar telah sah, paling tidak kita mampu
mentapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang
diyakini dalam pengukuran. Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Jika r hitung positif, serta r hitung ˃ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut valid.
2. Jika r hitung negatif, serta r hitung ˂ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut tidak
valid.
2.5.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah pengujian yang dimaksudkan untuk menunjukkan sifat
suatu alat ukur dalam pengertian apakah alat ukur yang digunakan cukup akurat atau
konsisten dalam mengukur apa yang ingin diukur. Pengukuran reliabilitas menggunakan
nilai Cronbach Alpha, Suatu kuisioner dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach
Alpha lebih besar dari 0.60. Perhitungan reliabilitas dapat juga diselesaikan dengan
r = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
Σσb2 = Jumlah varian butir
σ1 2
= Varian total
2.5.3. Uji Kr uskall Wallis
Uji kruskall wallis adalah pengujian yang digunakan untuk membandingkan dua
atau lebih nilai persepsi secara bersamaan dengan tujuan apakah ada hubungan antara
nilai persepsi dengan penelitian yang sedang dilakukan. Formulasi (statistik uji) dari
Kruskall Wallis :
N = Jumlah keseluruhan
Rj = Jumlah kolom ke-j (setelah diranking)
nj = Banyak data tiap kolom
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Terima Ho jika Ttabel ˃ Thitung
2.6. Per hitungan Standar Oper asi
Perhitungan standar pengoperasian kereta ini dilakukan untuk menentukan
armada kereta api yang siap operasi melayani pengguna jasa angkutan umum. Adapun
ketentuan standar operasi sebagai berikut :
Keterangan :
A = Armada (sarana yang dimiliki PT. Kereta Api)
TSG = Tidak siap guna (konservasi)
SG = Siap guna (A – TSG) = 100%
TSGO = Tidak siap guna operasi = 7.5% (Balai Yasa)
SGO = Siap guna operasi (SG – TSGO) = 92.5%
TSO = Tidak siap operasi = 7.5% (didipo/lintas)
SO = Siap operasi (SGO – TSO) = 85% (stamformasi + cadangan)
1. Berdasarkan hasil evaluasi yang diperlukan untuk perawatan sarana di Balai
Yasa ( TSGO ) dihitung mulai pengiriman dari dipo induknya sampai dengan
pengiriman kembali ke dipo induknya (setelah PA) rata – rata satu persatu butuh
5 bulan.
2. Perawatan di Balai Yasa harus dilaksanakan secara rutin, dan berdasarkan
kebutuhan yang berlaku 2 tahun ( 24 bulan ) sekali dan pada tahun 2008
dilaksanakan secara bertahap perawatan dengan periodik 3 tahun sekali.
SO 85% SGO 92.5%
SG 100%
TSO 7.5%
2.7. Per hitungan Kebutuhan Kereta Penumpa ng
1. Perhitungan jumlah kereta penumpang yang dibutuhkan digunakan rumus
seperti di bawah ini :
Kojb
F
Li
N
=
×
Dimana :
N : Jumlah kereta penumpang yang dibutuhkan
Li : Beban tiap lintasan dalam penumpang km/waktu
F : Frekuensi pengangkutan
Kojb : Kapasitas output tiap rangkaian KA/th dalam km/th
= U X V X km ……… orang-km/th
U : Utilitas rangkaian KA
= Ka penumpang = jam/hari = y = hari/tahun
V : Kecepatan rata – rata rangkaian KA dalam km/jam
Km : kapasitas muat satu kereta
2.8. Perencanaan Lokasi Shelter
Perencanaan lokasi Shelter bertujuan untuk mendapatkan lokasi yang strategis
agar pengguna jasa angkutan umum dapat dengan mudah menjangkau shelter yang
tersedia tanpa harus bersusah payah menuju Stasiun yang ada.
Langkah-langkah pengerjaan yang dilakukan dalam menentukan lokasi shelter
1. Menyusun pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi penentuan lokasi
shelter kereta api komuter. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah :
a. Pertimbangan I : Pola tata guna lahan di daerah sekitar wilayah studi
b. Pertimbangan II : Rute angkutan umum yang sejajar jalan rel
c. Pertimbangan III :Jaringan jalan dan aksesibilitas yang ada disepanjang
jalan rel
2. Dari masing-masing pertimbangan yang telah disusun, maka bisa ditentukan
titik-titik untuk lokasi shelter. Pengerjaannya diurutkan dari pertimbangan
pertama dan seterusnya.
3. Setelah mendapat lokasi shelter berdasarkan masing-masing pertimbangan, maka
semua titik shelter dari semua pertimbangan tersebut disuperposisikan, sehingga
dapat dilihat lokasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut.
4. Pada gambar dengan semua lokasi shelter dari semua pertimbangan dicari titik
mana yang memenuhi tiga pertimbangan, titik inilah yang diusulkan menjadi
Pada penyusunan tugas akhir ini perlu suatu metodologi yang praktis dan
sistematis dengan tujuan untuk mempermudah serta memperjelas topik yang akan
dibahas. Metode yang tepat akan memberikan gambaran secara jelas tentang
langkah-langkah yang akan dikerjakan sesuai dengan tujuan. Di bawah ini dijelaskan
masing-masing tahapan studi untuk dapat menyelesaikan permasalahan, antara lain :
3.1. Identifikasi Per masalahan
Mempelajari tentang latar belakang perencanaan kereta api dalam kota jurusan
Stasiun Wonokromo – Stasiun Surabaya Pasar Turi. Juga mengidentifikasi permasalahan
yang timbul dan merumuskannya menjadi suatu tujuan yang harus diselesaikan untuk
mengatasi permasalahan.
3.2. Studi Liter atur
Mempelajari berbagai sumber literatur seperti peraturan-peraturan yang
digunakan, buku acuan serta literatur berupa laporan penelitian studi yang berkaitan dan
dibutuhkan dalam pemecahan masalah guna menambah wawasan dan mendalami teori
3.3. Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data untuk perencanaan dibutuhkan beberapa
data yang dibagi dua yaitu data primer dan data sekunder yang di uraikan sebagai
berikut :
3.3.1. Data Pr imer
Data-data primer yang diperoleh dilapangan antara lain :
1. Observasi
Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung
di lapangan dan pada obyek yang diteliti.
2. Kuisioner
Kuisioner disebarkan bagi penumpang angkutan umum yang melalui jurusan
Jalan Stasiun Wonokromo – Jalan Semarang, dimaksudkan untuk dapat
mengetahui tingkat kemauan pelaku transportasi untuk beralih ke transportasi
berbasis jalan rel. Pertanyaan-pertanyaan kepada penumpang disajikan dalam
bentuk form survei.
3.3.2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Dinas perhubungan, PT. KAI, dan pihak-pihak yang
terkait secara langsung berupa arsip-arsip dan dokumen yang berhubungan dengan
1. Jumlah penumpang
Jumlah penumpang ini diperoleh dari PT. KAI, jumlah penumpang ini yaitu
jumlah penumpang keseluruhan dari kerata api lintas pendek
(komuter) Sidoarjo – Surabaya yang eksisting saat ini.
2. Jumlah armada kereta api lintas pendek eksisting
Yaitu jumlah armada kereta api yang beroperasi di lapangan yang ada saat ini di
stasiun terkait yang diperoleh dari PT.KAI (Daerah Operasi VIII).
3.4. Uji Statistik
Setelah semua data terkumpul dengan lengkap maka dilakukan uji statistik untuk
mengetahui hasil dari penelitian yang dilakukan. Adapun beberapa uji statistic untuk
penelitian ini yaitu :
3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu derajat ketepaan antara suatu alat untuk mengukur
penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisa validitas item bertujuan untuk
menguji apakah butir pertanyaan benar-benar telah sah, paling tidak kita mampu
mentapkan derajat yang tinggi dari kedekatan data yang diperoleh dengan apa yang
diyakini dalam pengukuran. Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Jika r hitung positif, serta r hitung ˃ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut valid.
2. Jika r hitung negatif, serta r hitung ˂ r tabel (α,5%), maka variabel tersebut tidak
3.4.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah pengujian yang dimaksudkan untuk menunjukkan sifat
suatu alat ukur dalam pengertian apakah alat ukur yang digunakan cukup akurat atau
konsisten dalam mengukur apa yang ingin diukur. Pengukuran reliabilitas menggunakan
nilai Cronbach Alpha, Suatu kuisioner dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach
Alpha lebih besar dari 0.60. Perhitungan reliabilitas dapat juga diselesaikan dengan
rumus reliabilitas metode Alpha sebagai berikut :
r = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
Σσb2 = Jumlah varian butir
σ12 = Varian total
3.4.3. Uji Kr uskall Wallis
Uji kruskall wallis adalah pengujian yang digunakan untuk membandingkan dua
atau lebih nilai persepsi secara bersamaan dengan tujuan apakah ada hubungan antara
nilai persepsi dengan penelitian yang sedang dilakukan. Formulasi (statistik uji) dari
Dimana :
N = Jumlah keseluruhan
Rj = Jumlah kolom ke-j (setelah diranking)
nj = Banyak data tiap kolom
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Terima Ho jika Ttabel ˃ Thitung
Tidak
Ya
Ya
Tidak
3.4. Bagan Alur Metodologi Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Alur Metodologi Penelitian
Data Primer : Data yang di dapat langsung di lapangan dengan cara : -Observasi -Kuisioner
DataSekunder :
a. jumlah penumpang kereta api
b. jumlah armada kereta api Identifikasi Permasalahan
Pengumpulan Data Studi Literatur
Mulai
Uji Validitas (r hitung > r table) Uji Reliabilitas (α > 0,6)
Uji Kruskall Wallis
Selesai
4.1. Per hitungan J umlah Sampel
Perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan Slovin.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang cukup representatif untuk mewakili
populasi yang ada.
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan data yang
masih dapat ditolerir disebut dengan tingkat kepercayaan. Biasanya diambil
sebesar 1% sampai 10%. Pada penelitian ini digunakan standard
errorsebesar 9% guna mengurangi kebiasaan yang terlampau besar
sehingga sampel yang digunakan lebih presisi.
Perhitungan jumlah sampel :
Jumlah penduduk : Surabaya Utara = 559584 jiwa
Surabaya Timur = 787209 jiwa
Surabaya Selatan = 725738 jiwa
(Sumber : Surabaya Dalam Angka, Tahun 2011)
Dari nilai yang diperoleh di atas, maka diambil 125 sampel untuk data kuisioner.
4.2. Identifikasi Identitas Responden
Identifikasi identitas responden didapat melalui proses penyebaran kuisioner
pada pengguna angkutan umum yang sejajar jalan rel. Adapun angkutan umum yang
sejajar jalan rel adalah Lyn D dan Lyn F dimana kedua Lyn tersebut mempunyai rute
yang berbeda, Lyn D melayani rute Joyoboyo-Pasar Turi-Sidorame sedangkan Lyn F
melayani rute Joyoboyo-Pegirian-Endrosono. Dari hasil Survei tersebut didapatkan hasil
sebagai berikut :
4.2.1. Identifikasi Identitas Responden Ber dasar kan J enis Kelamin
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan jenis kelamin
diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
WANITA PRIA
66 59
Sumber : Hasil Survei
Dari data tabel berdasarkan jenis kelamin di atas dapat digambarkan seperti
Gambar 4.1 Diagram persentase berdasarkan jenis kelamin
4.2.2. Identifikasi Identitas Responden Ber dasar kan Usia
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan usia
diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Identifikasi Responden Berdasarkan Usia
RENTANG USIA (TAHUN)
10 s/d 20 21 s/d 30 31 s/d 40 41 s/d 50 51 s/d 60
25 41 38 20 1
Sumber : Hasil Survei
Dari data tabel berdasarkan usia di atas dapat digambarkan seperti diagram pada
gambar 4.2 sebagai berikut :
4.2.3. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Peker jaan
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan pekerjaan
diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.3 seperti berikut :
Tabel 4.3 Identifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan PEKERJAAN
Dari data tabel berdasarkan pekerjaan di atas dapat digambarkan seperti diagram
pada gambar 4.3 sebagai berikut :
Gambar 4.3 Diagram persentase berdasarkan pekerjaan
4.2.4. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Pendapatan
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan pendapatan
diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.4 seperti berikut :
Tabel 4.4 Identifikasi Responden Berdasarkan Pendapatan PENDAPATAN
2.000.000 > 2.000.000
27 8 24 40 24
Dari data tabel berdasarkan pendapatan di atas dapat digambarkan seperti
diagram pada gambar 4.4 sebagai berikut :
Gambar 4.4 Diagram persentase berdasarkan pendapatan
4.2.5. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Maksud Perjalanan
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan maksud
perjalanan diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.5 seperti berikut :
Tabel 4.5 Identifikasi Responden Berdasarkan Maksud Perjalanan MAKSUD PERJALANAN
SEKOLAH BEKERJA REKREASI USAHA LAIN-LAIN
19 34 37 17 16
Sumber : Hasil Survei
Dari data tabel berdasarkan maksud perjalanan di atas dapat digambarkan seperti
Gambar 4.5 Diagram persentase berdasarkan maksud perjalanan
4.2.6. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Alasan Ber alih ke Moda Ker eta Api
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan alasan beralih
ke moda kereta api diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.6 seperti berikut :
Tabel 4.6 Identifikasi Responden Berdasarkan Alasan Beralih ke Moda Kereta Api ALASAN BERALIH
WAKTU BIAYA JARAK JADWAL LAIN-LAIN
39 47 6 15 17
Sumber : Hasil Survei
Dari data tabel berdasarkan alasan beralih ke moda kereta api di atas dapat
digambarkan seperti diagram pada gambar 4.6 sebagai berikut :
4.2.7. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Kendar aan yang Digunakan
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan jenis
kendaraan yang digunakan untuk menuju Stasiun Pasar Turi dari Stasiun Wonokromo
diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.7 seperti berikut :
Tabel 4.7 Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan yang Digunakan JENIS KENDARAAN
TAXI ANGKUTAN UMUM BECAK BUS LAIN-LAIN
10 101 14 0 0
Sumber : Hasil Survei
Dari data tabel berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan di atas dapat
digambarkan seperti diagram pada gambar 4.7 sebagai berikut :
Gambar 4.7 Diagram persentase berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan
4.2.8. Identifikasi Identitas Ber dasar kan Menggunakan Moda Ker eta Api
Dari hasil survei kuisioner tentang identitas responden berdasarkan
menggunakan moda kereta api diperoleh data yang ditabelkan seperti pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Identifikasi Responden Berdasarkan Menggunakan Moda Kereta Api MENGGUNAKAN MODA KERETA API
TIDAK PERNAH 1-3 KALI 4-6 KALI 7-10 KALI >10 KALI
0 22 33 28 41
Sumber : Hasil Survei
Dari data tabel berdasarkan menggunakan moda kereta di atas dapat
digambarkan seperti diagram pada gambar 4.8 sebagai berikut :
Gambar 4.8 Diagram persentase berdasarkan menggunakan moda kereta api
4.3. Uji Validitas
Pengujian validitas terhadap instrumen penelitian masing-masing dilakukan
untuk mengukur tingkat keminatan pengguna jasa angkutan umum untuk beralih
menggunakan moda kereta api dan mengukur persepsi penguna jasa terhadap apa yang
mereka terima.
Pengujian ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara satu item dengan
item keseluruhan dengan menggunakan dasar pengambilan keputusan jika r hitung
positif, serta r hitung > r tabel (taraf signifikansi 0.05) maka instrumen tersebut
signifikansi 0.05) maka instrumen tersebut tidak valid. Untuk perhitungan r hitung
digunakan software SPSS Statistics 19.0. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diuji
dengan nilai r tabel (N = 125, taraf signifikansi = 0.05) sebesar 0.176 sebagai angka
kritis yang disajikan dalam tabel 4.9 sebagai berikut :
Tabel 4.9 Nilai-nilai r
N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan
Hasil perhitungan uji validitas instrumen kuisioner secara detail dengan bantuan
program SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut :
Tabel 4.10 Tingkat validitas
Keterangan Jumlah Sampel (N) Persentase
Valid 125 100
Exclude 0 0
Total 125 100
Sumber : Output SPSS
Dari hasil tingkat validitas pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh
kuisioner yang disebar pada responden dinyatakan valid.
Tabel 4.11 Hasil uji validitas terhadap item-item kuisioner
Item Corrected Item-Total Correlation (r hitung)
1. Item 1 = Akses langsung antar Stasiun
3. Item 3 = Keadaan armada kereta
4. Item 4 = Kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk) ditingkatkan
5. Item 5 = Kelayakan fasilitas kereta (gerbong) ditingkatkan
6. Item 6 = Ketepatan waktu lama perjalanan
7. Item 7 = Keamanan perjalanan
8. Item 8 = Kenyamanan perjalanan
9. Item 9 = Ketepatan waktu kedatangan dan keberangkatan
10. Item 10 = Keramahan pelayanan
Berdasarkan uji validitas, maka alat ukur yang berupa kuisioner ini dapat
digunakan dan dinyatakan valid, karena r hitung dari setiap instrumen penelitian yang
ditunjukkan oleh nilai pada kolom Corrected Item-Total Correlation lebih besar
daripada r tabel yakni 0.176 yang diambil pada level of significan (α= 5%) (Sugiyono,
2012).
4.4. Uji Reliabilitas
Perhitungan koefisien reliabilitas juga dilakukan dengan bantuan software SPSS
statistics 19.0 dengan mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang
mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran reliabilitas menggunakan nilai
Cronbach’s Alpha, suatu kuisioner dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach’s
Alpha lebih besar dari 0,60. Perhitungan reliabilitas dapat juga diselesaikan dengan
r = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
Σσb2 = Jumlah varian butir
σ12 = Varian total
Tabel 4.12 Hasil uji reliabilitas
Cronbach's Alpha Keterangan
0.848 Reliabel/handal
Sumber : Output SPSS
Dengan menggunakan software SPSS Statistics 19.0 pengolahan data
menghasilkan reliabilitas 0.848. Nilai ini menurut analisa cukup reliabel atau dapat
diandalkan dan bisa digunakan untuk menguji atau mengukur suatu data karena nilai
Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0.60 sehingga dapat dikatakan reliabel atau handal.
4.5. Identifikasi Faktor Persepsi Responden Ter hadap Pelayanan Akses
Langsung Antar Stasiun
Dari hasil survei kuisioner tentang persepsi responden terhadap pelayanan akses
Tabel 4.13 Identifikasi persepsi responden terhadap pelayanan akses antar Stasiun.
3 Keadaan armada kereta
13 13 35 39 25
4 Kelayakan fasilitas kereta (tempat
duduk) ditingkatkan 17 15 6 49 38
5 Kelayakan fasilitas kereta
(gerbong) ditingkatkan 17 21 34 10 43
6 Ketepatan waktu lama perjalanan
2 7 19 49 48
7 Keamanan perjalanan 2 9 18 52 44
8
Kenyamanan perjalanan 12 15 10 47 41
9 Ketepatan waktu kedatangan dan
keberangkatan 11 15 12 46 41
10 Keramahan pelayanan 6 19 25 45 30
Sumber : Analisa data
Dari hasil survei di atas menunjukkan bahwa pengguna jasa angkutan umum
mayoritas besar setuju (45.6%) dan sangat setuju (36%) dengan adanya akses langsung
antar Stasiun. Oleh sebab itu, maka perlu direncanakan perencanaan moda Light Rail
Transit agar akses antar Stasiun dapat terpenuhi yaitu jurusan Stasiun Wonokromo –
Stasiun Pasar Turi dan sebagai upaya untuk merealisasikan permintaan pengguna jasa
Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut akses langsung antar Stasiun
(tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.9 sebagai
berikut :
Gambar 4.9 Diagram persentase berdasarkan pengoperasian akses langsung antar
Stasiun.
Hasil uji frekuensi untuk pengoperasian akses langsung antar Stasiun dengan
menggunakan SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini :
Tabel 4.14 Hasil uji frekuensi pengoperasian akses langsung antar Stasiun
Skor persepsi
Jumlah skor
(Frequency) Persentase
1 (Tidak setuju) 2 1.6
2 (Kurang setuju) 7 5.6
3 (Cukup) 14 11.2
4 (Setuju) 57 45.6
5 (Sangat setuju) 45 36
Total 125 100
Dari tabel 4.14 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 1 (Tidak setuju) dengan jumlah skor 2
(1.6%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 7 (5.6%), skor persepsi 3
(cukup) dengan jumlah skor 14 (11.2%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah
skor 45 (36%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 57 (45.6%).
Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut kebersediaan beralih ke
moda kereta api (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada
gambar 4.10 sebagai berikut :
Gambar 4.10 Diagram persentase berdasarkan kebersediaan beralih ke moda kereta
api.
Hasil uji frekuensi untuk kebersediaan beralih ke moda kereta api dengan
Tabel 4.15 Hasil uji frekuensi kebersediaan beralih ke moda kereta api
Skor persepsi
Jumlah skor
(Frequency) Persentase
1 (Tidak setuju) 2 1.6
2 (Kurang setuju) 11 8.8
3 (Cukup) 17 13.6
4 (Setuju) 59 47.2
5 (Sangat setuju) 36 28.8
Total 125 100
Sumber : Output SPSS
Dari tabel 4.15 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 1 (Tidak setuju) dengan jumlah skor 2
(1.6%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 11 (8.8%), skor persepsi 3
(Cukup) dengan jumlah skor 17 (13.6%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah
skor 36 (28.8%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 59 (47.2%).
Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut keadaan armada kereta
(tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.11 sebagai
berikut :
Hasil uji frekuensi untuk keadaan armada kereta dengan menggunakan SPSS
Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut ini :
Tabel 4.16 Hasil uji frekuensi keadaan armada kereta
Skor persepsi
Jumlah skor
(Frequency) Persentase
1 (Tidak setuju) 13 10.4
2 (Kurang setuju) 13 10.4
3 (Cukup) 35 28
4 (Setuju) 39 31.2
5 (Sangat setuju) 25 20
Total 125 100
Sumber : Output SPSS
Dari tabel 4.16 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 1 (Tidak setuju) dengan jumlah skor
13 (10.4%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 13 (10.4%), skor
persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah skor 25 (20%), skor persepsi 3 (Cukup)
dengan jumlah skor 35 (28%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 39
(31.2%).
Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut kelayakan fasilitas kereta
(tempat duduk) ditingkatkan (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram
Gambar 4.12 Diagram persentase berdasarkan kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk)
ditingkatkan.
Hasil uji frekuensi untuk kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk) ditingkatkan
dengan menggunakan SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini :
Tabel 4.17 Hasil uji frekuensi kelayakan fasilitas kereta (tempat duduk) ditingkatkan
Skor persepsi
Jumlah skor
(Frequency) Persentase
1 (Tidak setuju) 17 13.6
2 (Kurang setuju) 15 12
3 (Cukup) 6 4.8
4 (Setuju) 49 39.2
5 (Sangat setuju) 38 30.4
Total 125 100
Sumber : Output SPSS
Dari tabel 4.17 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 3 (Cukup) dengan jumlah skor 6
(4.8%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 15 (12%), skor persepsi 1
(Tidak setuju) dengan jumlah skor 17 (13.6%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan
Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut kelayakan fasilitas kereta
(gerbong) ditingkatkan (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti
pada gambar 4.13 sebagai berikut :
Gambar 4.13 Diagram persentase berdasarkan kelayakan fasilitas kereta (gerbong)
ditingkatkan.
Hasil uji frekuensi untuk kelayakan fasilitas kereta (gerbong) ditingkatkan
dengan menggunakan SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut ini :
Tabel 4.18 Hasil uji frekuensi kelayakan fasilitas kereta (gerbong) ditingkatkan
Skor persepsi
Jumlah skor
(Frequency) Persentase
1 (Tidak setuju) 17 13.6
2 (Kurang setuju) 21 16.8
3 (Cukup) 34 27.2
4 (Setuju) 10 8
5 (Sangat setuju) 43 34.4
Total 125 100
Sumber : Output SPSS
Dari tabel 4.18 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi, yaitu skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 10
(Kurang setuju) dengan jumlah skor 21 (16.8%), skor persepsi 3 (Cukup) dengan jumlah
skor 34 (27.2%), dan skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah skor 43 (34.4%).
Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut ketepatan waktu lama
perjalanan (tabel 4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar
4.14 sebagai berikut :
Gambar 4.14 Diagram persentase berdasarkan ketepatan waktu lama perjalanan.
Hasil uji frekuensi untuk ketepatan waktu lama perjalanan dengan menggunakan
SPSS Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut ini :
Tabel 4.19 Hasil uji frekuensi ketepatan waktu lama perjalanan
Skor persepsi
Jumlah skor
(Frequency) Persentase
1 (Tidak setuju) 2 1.6
2 (Kurang setuju) 7 5.6
3 (Cukup) 19 15.2
4 (Setuju) 49 39.2
5 (Sangat setuju) 48 38.4
Total 125 100
Sumber : Output SPSS
Dari tabel 4.19 di atas dapat diketahui jumlah skor (frekuensi) dari yang terendah
(1.6%), skor persepsi 2 (Kurang setuju) dengan jumlah skor 7 (5.6%), skor persepsi 3
(Cukup) dengan jumlah skor 19 (15.2%), skor persepsi 5 (Sangat setuju) dengan jumlah
skor 48 (38.4%), dan skor persepsi 4 (Setuju) dengan jumlah skor 49 (39.2%).
Dari data tabel identifikasi persepsi terhadap atribut keamanan perjalanan (tabel
4.13) dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti pada gambar 4.15 sebagai
berikut :
Gambar 4.15 Diagram persentase berdasarkan keamanan perjalanan.
Hasil uji frekuensi untuk keamanan perjalanan dengan menggunakan SPSS
Statistics 19.0 dapat dilihat pada tabel 4.20 berikut ini :
Tabel 4.20 Hasil uji frekuensi keamanan perjalanan
Skor persepsi
Jumlah skor
(Frequency) Persentase
1 (Tidak setuju) 2 1.6
2 (Kurang setuju) 9 7.2
3 (Cukup) 18 14.4
4 (Setuju) 52 41.6
5 (Sangat setuju) 44 35.2
Total 125 100