A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugerah terindah yang di titipkan oleh Yang Maha Kuasa yang harus dijaga, dirawat, disayangi, dan dilindungi karena di dalam diri anak ada harkat, martabat, dan hak-hak anak sebagai manusia yang diakui Negara, serta harus dijunjung tinggi. Semua termasuk orang tua, masyarakat, dan keluarga bertanggung jawab menjaga dan memelihara hak asasi anak sesuai kewajiban yang telah di bebankan oleh hukum. dan berkembang dengan baik secara rohani, jasmani, dan sosialnya. “R.A. Koesnoen mengatakan bahwa anak sebagai manusia muda, muda dalam umur, muda dalam jiwa dan pengalaman hidup, karena mudah terpengaruh keadaan sekitarnya.”
1Negara adalah sebagai tempat untuk berlindung bagi warganya dan harus menjamin serta memberikan jaminan perlindungan bagi anak-anak. Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus, selain itu anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang peradilan pidana anak), oleh karena itu anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh yang selaras
1
Prima Asta ri, “Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum”, Jurnal Arena Hukum, Vol. 8, No. 1, April 2015, 1-18, hlm. 2.
https://a renahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/191 .
dan seimbang. “Anak sebagai generasi muda merupakan kekuatan sosial yang nantinya akan
Berperan sangat besar dalam pembangunan bangsa dan Negara, atas dasar inilah maka masyarakat dan pemerintah hendaknya menyadari perlunya suatu perhatian khusus yang diberikan terhadap anak, termasuk bila seandainya anak tersebut melakukan suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang- undangan, dengan maksud agar anak tersebut jangan sampai mengalami tekenan jiwa dan jangan samapi proses perkara pidana yang mereka alami akan berpengaruh buruk bagi masa depan dan perkembangan jiwa anak”.
2Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
3Anak jalanan pun menempatkan posisi dimana mereka tidak memiliki masa depan yang jelas. Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dengan cara bekerja dijalanan, tak banyak juga anak jalanan yang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang menyimpang seperti melakukan tindak kriminal. Secara umum, pendapat yang berkembang di masyarakat mengenai anak jalanan adalah anak-anak yang berada di jalanan untuk mencari nafkah dan menghabiskan waktu untuk bermain, tidak bersekolah, dan kadang kala ada pula yang menambahkan bahwa anak-anak
2
Ha frida , Perlindunga n Hukum Terha da p Ana k Pela ku Tinda k Pida na Pa da Proses Penyidika n, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 5, Nomor 6, Ja nua ri 2012, hlm. 52. https://schola r google.com/cita tions?user=xT8MpbIAAAAJ&hl=en .
3
Pa sa l 52 a ya t (1) da n (2) Unda ng-Unda ng Republik Indonesia Nomor 39 Ta hun 1999
tenta ng Ha k Asa si Ma nusia .
Jalanan mengganggu ketertiban umum dan melakukan tindak kriminal.
Fenomena anak jalanan kini muncul seiring dengan berjalan nya perkembangan budaya yang sudah jauh bergeser. Hal ini terjadi di karenakan kuatnya arus informasi yang cepat dan juga masalah dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang komitmennya sudah mengalami penurunan terhadap penerapan nilai dan norma.
Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak- anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Anak jalanan umumnya berusia 6 -18 tahun yang bekerja di jalanan dan atau bekerja dan hidup di jalan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Kehidupan yang keras, keharusan untuk hidup mandiri, perhatian yang kurang dari orang tua, lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif, minimnya kesempatan untuk bersekolah merupakan faktor yang mempengaruhi konsep diri pada anak jalanan.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pada anak jalanan ini
adalah lingkungan, pendidikan, dan fisik. Tiga anak jalanan tersebut masih
bersekolah namun satu anak jalanan memilih berhenti sekolah untuk mencari
kebebasan. Faktor penyebab anak turun ke jalanan karena tiga faktor yaitu ekonomi,
masalah keluarga dan pengaruh teman. Anak jalanan seringkali dinilai negatif oleh
sebagian orang, karena kebiasaan anak jalanan cenderung berbuat hal yang negatif
seperti berkelahi dan berbuat onar di jalanan. Mereka merasa bebas melakukan
apapun sesuai dengan keinginan mereka dan tidak ada satupun orang yang bisa
mengatur kehidupan mereka. Dalam kehidupan mereka dijalanan pun banyak
terjadi problematika seperti perkelahian dan kekerasan yang sering mereka alami sehari-hari. Anak jalanan pun sering di anggap negatif oleh sebagian orang karena di nilai sering melakukan tindak kriminal dan sering membuat kegaduhan. Banyak orang-orang yang merasa sangat waspada dan resah akan kehadiran anak jalanan, apalagi jika di daerah tempat tinggal tersebut di huni oleh anak jalanan.
Kehidupan keras yang harus di jalani anak jalanan mempengaruhi tata kehidupan mereka terhadap hal-hal negatif sehingga berdampak menurunnya nilai- nilai agama dan mental tiap individunya. Anak-anak yang turun ke jalanan sejak dini akan mempengaruhi mental mereka baik secara moral maupun rohaninya. Hal inilah yang menyebabkan mereka cenderung melakukan Tindak Pidana. Tidak sedikit berita di media massa yang memuat mengenai anak yang melakukan tindak kejahatan, khususnya anak jalanan yang melakukan kejahatan terhadap orang-orang di sekitarnya seperti perampokan, pencurian, penggunaan narkoba dan prikotropika, pemerkosaan, pemerasan, penipuan, pembunuhan dan lain sebagainya. Perbuatan yang mereka lakukan tersebut di sebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga yang mereka hadapi.
Dalam penelitian ini penulis ingin memfokuskan penelitian tentang kasus anak jalanan yang melakukan Tindak Penganiayaan.
Fenomena anak jalanan tentu perlu mendapat penanganan secara serius, dikatakan demikian karena anak-anak jalanan rentan terhadap tindakan kekerasan yang dapat mengganggu dirinya, yaitu kekerasan fisik, berupa penganiayaan, pelecehan, kecelakaan lalu lintas, serta kekerasan non fisik berupa penilaian negatif masyarakat yaitu sebagai pelaku tindak kriminal.
Disamping itu, anak-anak jalanan juga rentan terhadap perlakuan seperti,
penangkapan, penggusuran/pengusiran, pemaksaan sesama anak jalanan, perampasan barang serta juga, pemerasan/pengompasan.
4Semestinya anak-anak di usia mereka masih dalam pengawasan dan masih dalam perlindungan orang tua, mendapat pendidikan yang layak, bermain, dan bisa mengembangkan potensi yang ada di dalam diri mereka. Dan yang seharusnya di usia mereka yang belum sepantasnya mendapatkan beban yang berat yang harus mereka pikul, tetapi karena keadaan yang mengharuskan mereka tidak mendapatkan kehidupan yang layak. Bukan pilihan hidup yang diinginkan oleh siapa pun untuk menjadi anak jalanan. “Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentuk mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung negatif bagi pembentukan kepribadian mereka.”
5Karena keseharian di hidup mereka kerap melihat bahkan mendapatkan kekerasan karena lingkungannya, tak heran jika Anak Jalanan seringkali terlibat dalam kasus Tindak Pidana Penganiayaan. Kasus Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan oleh Anak Jalanan sering kita temui, faktor penyebab mereka melakukannya tak lain karena faktor lingkungan dan adanya persoalan secara personal ataupun kelompok, adanya dendam, diperlakukan tidak baik dan unsur kesengajaan. Penganiayaan yang di lakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja yang dilakukan oleh Anak Jalanan tetaplah harus di pertanggung jawabkan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, dengan demikian dapat di harapkan
4
Ta ta Sudra ja t, Anak Jalanan dan Masalah Sehari-Hari Sampai Kebijaksanaan, (Ba ndung Ya ya sa n Aka tiga , 1996), hlm.151-152.
5
Tjutjup Purwoko, “Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan Di Kota
Balikpapan”, Journal Sosiologi, Vol. 4, No. 1, 2013, 13-25, hlm. 14. https://ejournal.ps.fisip-
unmul.a c.id/site/wp content/uploads/2013/10/Tjutujup%20Jurnal%20 (10-26-13-02-06-54).pdf.
mengurangi dan menekan peningkatan angka kriminalitas yang terjadi di Kota Jambi. “Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 pada Pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi sanksi tindak pidana.”
6Dalam berbagai referensi hukum Penganiayaan adalah istilah yang digunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP tidak memuat arti penganiayaan tersebut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah perlakuan yang sewenang- wenang. Pengertian dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang termasuk menyangkut “perasaan” atau
“batiniah”. “Sedangkan penganiayaan yang dimaksud dalam hukum pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat sarjana, doktrin, dan penjelasan menteri kehakiman.”
7DATA PELAKU ANAK JALANAN YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENGANIYAAN TAHUN 2018 s/d 2020
Tahun Jenis Tindak Pidana Jumlah 2018 Penganiayaan Berat 5
Penganiayaan Ringan 2 2019 Penganiayaan Berat 10
6
Pa sa l 1 a ya t (2) Unda ng-Unda ng Republik Indonesia Nomor 11 Ta hun 2011 tenta ng Sistem Pera dila n Ana k.
7
Hisa r Situmora ng. 2007. Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian. Skripsi. Universita s Suma tera Uta ra , Meda n. hlm.
13.
Penganiayaan Ringan 4 2020 Penganiayaan Berat 22
Penganiayaan Ringan 8 Total 51
Sumber: Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jambi
Kepolisian Republik Indonesia memiliki tanggung jawab yang di wajibkan untuk mengambil tindakan apabila ada seorang anak yang dinyatakan melakukan Tindak Pidana. Polisi adalah salah satu unsur utama didalam Sistem Peradilan yang memiliki peranan pokok dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan yang harus dilaksanakan dengan baik tanpa adanya unsur pengecualian, karena sudah jelas di atur dalam Undang-Undang tugas dan wewenang kepolisian, bahwa kepolisian mempunyai tanggung jawab untuk menanggulangi seluruh pelaku tindak pidana dalam bentuk upaya pencegahan, maka Polisi Republik Indonesia memiliki tanggung jawab dan tugas-tugas yang berat karena mencakup seluruh keamanan, terkhusus keamanan dalam negeri.
Jika di lihat dari berbagai macam kekerasan yang sering terjadi di dalam lingkungan masyarakat khususnya kota Jambi yang melibatkan anak jalanan sebagai pelaku, maka terlepas dari pentingnya peranan kepolisian, masyarakat secara umum juga memiliki peran yang sama pentingnya dalam hal tersebut, Baik yang berkecimpung dalam suatu organisasi-organisasi masyarakat maupun lembaga- lembaga daerah seperti dinas pendidikan.
Penanggulangan penganiayaan anak di lakukan dengan dua cara yakni
upaya represif dan upaya preventif. Yang dimaksud dengan upaya penanggulangan
tindak pidana penganiayaan anak yang bersifat represif adalah upaya untuk
menangani atau memproses perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan dapat terjadinya perbuatan melanggar hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sehingga dapat di kenai sanksi berupa sanksi pidana. Upaya penanggulangan tindak pidana secara preventif adalah tindakan-tindakan penanggulangan untuk mencegah, menangkal dan mengendalikan terjadinya gejala yang bersangkutan dalam hal ini adalah perbuatan penganiayaan.
Didalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia telah mengatur fungsi dan tugas aparat Kepolisian.
Sebagaimana telah tercantum dalam Pasal 13 yaitu tentang tugas Kepolisian yang berbunyi “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
8Berdasarkan apa yang telah dicantumkan dalam pasal tersebut, maka kepolisian memiliki peran yang sangat penting dalam penanggulangan tindak pidana. Kasus–kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan yang sering kita temui yaitu kejahatan kesusilaan, pencurian, jambret, menodong, dan lain sebagainya. Di sinilah peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan sesuai dengan tugas-tugas dan tanggung jawab Kepolisian. Dalam memecahkan kejahatan, Kepolisian pun harus sangat berlaku professional dan proposional, dan Kepolisian juga harus lebih dekat dengan rakyat dalam melaksanakan misi penegakan hukumnya. Serta Kepolisian harus menjunjung tinggi keadilan dan menghormati hak asasi manusia serta bersifat transparan.
8
Unda ng-Unda ng Republik Republik Indonesia No. 2 Ta hun 2002 Tenta ng Kepolisia n
Nega ra Republik Indonesia .
Dalam mewujudkan misinya Kepolisian harus membangun citranya sebagai pelindung yang dapat mengayomi rakyatnya, sebagai pelayanan masyarzakat, serta menjadi penegak hukum yang menjunjung tinggi HAM. Dalam melakukan tugasnya seorang anggota Polisi harus menjunjung tinggi profesionalitas yang tinggi untuk menciptakan institusi organisasi Polisi yang handal, karena di era saat ini dibutuhkan seorang polisi yang professional serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup dalam menjalankan tugasnya. “Fungsi kepolisian yaitu salah satu fungsi pemerintahan Negara dibidang pemeliharaan, keamanan, dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.”
9Begitu pula dengan kasus mengani anak jalanan yang melakukan tindak pidana, peranan Kepolisian pun dapat di buktikan dari kasus ini bagaimana Kepolisian bisa bersikap adil dan dapat mengayomi rakyatnya sesuai dengan tugas dan wewenang Kepolisian, bagaimana solusi dan cara yang seharusnya dilakukan dalam menangani kasus tindak pidana yang di lakukan oleh anak jalanan.
Maraknya terjadi kasus tindak pidana yang di lakukan oleh anak jalanan sudah tidak asing lagi. Yang menjadi latar belakang mereka melakukannya ialah karna kebutuhan dan juga karna faktor lingkungan yang mereka temui sehari- harinya.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Tindak Pidana Yang Di Lakukan Oleh Anak Jalanan, hasil penelitian ini penulis
9
Mukhlis, “Peranan POLRI Menangani Demonstrasi Masyarakat dalam Pemilihan
Kepala Daerah Secara Langsung di Indonesia”, Artikel Pada Jurnal Konstitusi, BKK Fakultas
Hukum Universita s Ria u, Kerja Sa ma denga n Ma hka mah Konstitusi, Vol, III, No. 2 November
2010, hlm. 126. https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/issue/download/55/pdf_5 .
tuangkan dalam sebuah karya ilmiah berbentuk proposal skripsi yang penulis beri judul “Peranan Kepolisian Resort Kota Jambi Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penganiayaan Yang Di Lakukan Oleh Anak Jalanan Di Kota Jambi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang berhu bungan dengan Peranan Polda Jambi Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Jalanan Di Kota Jambi, permasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimanakah peran Kepolisian Resort Kota Jambi dalam memproses dan menangani kasus anak jalanan yang melakukan Tindak Pidana Penganiayaan?
2. Apa sajakah hambatan-hambatan yang dialami Kepolisian Resort Kota Jambi dalam menangani kasus Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan oleh anak jalanan di Kota Jambi?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Kepolisian Resort Kota Jambi memproses dan menangani kasus anak jalanan yang melakukan Tindak Pidana Penganiayaan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan dialami Kepolisian
Resort Kota Jambi dalam menangani kasus Tindak Pidana Penganiayaan yang
dilakukan oleh anak jalanan di Kota Jambi.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:
a. Sumber informasi bagi penelitian sejenis pada masa yang akan datang.
b. Berkontribusi dalam bidang pendidikan, khususnya pengembangan media pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai cara mengamalkan ilmu pada waktu kuliah dengan melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan pendidikan.
b. Sebagai gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan penyelidikan terhadap Tindak Pidana yang dilakukan oleh Anak Jalanan.
E. Kerangka Konseptual 1. Peranan
Kedudukan adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dan kewajiban
tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan sebagai
peran. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak
berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. “Peranan diartikan
sebagai perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dimasyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan sebagai posisi tertentu didalam masyarakat yang mungkin tinggi.”
102. Menanggulangi
“Menanggulangi atau bisa disebut dengan penanggulangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penanggulangan berasal dari kata “tanggulang”
yang berarti menghadapi, mengatasi.”
113. Tindak Pidana
Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana, menerjemahkan istilah perbuatan pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturran hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Dapat dikatakan juga perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditentukan oleh kelakuan seseorang. Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
124. Penganiayaan
Dalam KUHP secara umum penganiayaan disebut tindak pidana terhadap tubuh. Mr. M. H. Tirtaamidjaja membuat pengertian “penganiayaan”
sebagai berikut. “menganiaya” ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menjaga keselamatan badan.
1310
R. Sutyo Ba kir, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Ta nggera ng: Ka risma Publishing Group, 2009, hlm. 348.
11
“Pengertian Penanggulangan” melalui http:/kbbi.web.id.diakses tanggal 29 November 2013.
12
Moelja tno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Ja ka rta : Rineka Cipta , 1993), hlm. 54.
13
Leden Ma rpa ung, Tindak Pidana terhadap nyawa dan tubuh (pemberantas dan
prevensinya), Sina r Gra fika , Ja ka rta 2002, hlm. 5.
5. Anak Jalanan
UNICEF mendefinisikan anak jalanan anak-anak yang berumur 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekat, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah. Anak jalanan merupakan anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
14F. Landasan Teoretis
1. Teori Penanggulangan
Penanggulangan yaitu segala daya dan upaya yang dilakukan oleh setiap orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada.
15Upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu, jalur penal (hukum pidana) dan jalur non penal (diluar hukum pidana):
a) Upaya Non Penal
Penanggulangan kejahatan secara non penal dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali.
Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam
14
Depa rtemen Sosia l RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan, (Ja karta:
Depa rtemen Sosia l Republik Indonesia , 2005), h lm. 20.
15
Ba rda Na wa wi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Jakarta, Kenca na Preneda Group, 2014, hlm. 49.
kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan. Sangat beralasan bila upaya non penal diutamakan karena upaya non penal dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.
Barnest dan Teeters menunjukan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan yaitu:
1) Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang kea rah perbuatan jahat.
2) Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.
Dari pendapat Barnest dan Teeters tersebut diatas menunjukan bahwa kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang kearah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan. Sedangkan faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor yang sekunder saja.
1616
Romli Atma sa smita, Kapita Selekta Kriminologi, Armico, Bandung, 1993, hlm. 79.
b) Upaya Penal
Upaya penal atau represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan.
Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukan mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat berat.
Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem peradilan pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) subsistem yaitu, kehakiman, kejaksaan, kepolisian, lembaga pemasyarakatan, dan kepengecaraan yang merupakan keseluruhan yang terangkai dan berhubungan secara fungsional. Upaya penal atau represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan dan penghukuman.
17Kebijakan penanggulangan kejahatan memiliki tujuan akhir atau tujuan utama yaitu “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) itu sendiri merupakan bagian dari kebijakan penegakan
hukum. Kebijakan penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan sosial (social policy) dan termasuk juga dalam kebijakan legislatif
17
Abdul Sya ni, Sosiologi Kriminalitas, Ba ndung, Rema dja Ka rya, 1989, hlm. 139.
(legislative policy). Politik kriminal pada hakikatnya juga merupakan
bagian integral dari kebijakan sosial yaitu kebijakan atau upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial.
Muladi menyatakan kebijakan kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan bila dilihat lingkupnya, sangat luas dan tinggi komplekstasinya. Hal ini wajar karena pada hakikatnya kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah sosial yang memerlukan pemahaman tersendiri. Kejahatan sebagai masalah sosial ialah merupakan gejala yang dinamis selalu tumbuh dan terkait dengan gejala dan struktur kemasyarakatan lainnya yang sangat kompleks.
2. Teori Penerapan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan, sedangkan menurut beberapa ahli, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.
Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Menurut Riant Nugroho penerapan pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan.
Penerapan dapat dilaksanakan apabila keputusan yang ditetapkan
sebelumnya sesuai dan selaras sehingga tujuan yang diinginkan organisasi dapat terlaksana.
Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil. Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekkan, memasangkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi:
1. Adanya program yang dilaksanakan
2. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.
3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut.
Kata penerapan berasal dari kata dasar terap yang berarti menjalankan atau melakukan sesuatu kegiatan, kemudian menjadi berarti.
Suatu proses, cara atau perbuatan menjalankan atau melakukan sesuatu, baik yang abstrak atau sesuatu yng kongkrit.
18Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Secara sederhana penerapan bisa diartikan pelaksanaan atau implementasi.
18
Lexy J. Moloeng, Metodologi Pendidikan Kualitas, Remaja Rosdakarya , Ba ndung, Cet.
26, 2009, hlm. 93.
G. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Jambi.
2. Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian empiris, yaitu “penelitian yang dilakukan terhadap fakta hukum yang ada dengan melakukan penelitian secara langsung ke lapangan untuk mengetahui pelaksanaan dan masalah - masalah yang timbul.
193. Spesifikasi Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang akan diteliti maka spesifikasi penelitian ini adalah deskriftif analitis yaitu dengan menggambarkan dan menguraikan secara detail fakta-fakta dalam peranan Kepolisian Resort Kota Jambi dalam menanggulangi kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak jalanan dikota Jambi.
4. Populasi dan Sampel Penelitian a) Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu kepolisian selaku penyidik dan memiliki peran untuk menanggulangi kasus tersebut.
19
Peter Ma hmud Ma rzuki, Metode Penelitian Hukum, Kenca na , Ja ka rta, 2006, hlm. 141.
b) Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah populasi dengan menggunakan teknik penarikan sampel Proposive Sample. Sebagaimana dikatakan oleh Bahder Johan Nasution:
Proposive Sample artinya memilih sampel berdasarkan penilaian tertentu karena unsur-unsur atau unit-unit yang dipilih dianggap mewakili populasi. Pemilihan terhadap unsur-unsur atau unit-unit yang dijadikan sampel harus berdasarkan pada alasan yang logis artinya dalam pengambilan sampel tersebut benar-benar mencerminkan ciri-ciri populasi yang ditentukan.
Berdasarkan pendapat di atas sampel dalam penelitian ini yaitu:
1) IPDA HENGKY LESMANA, S.H 2) AIPDA ERWIN, S.H
3) BRIPKA KGS. M. ALI, S.H 4) BRIPKA FITRAH SAPUTRA
Ciri atau karakter tersebut diperoleh berdasarkan pengetahuan atau informasi yang telah dicermati sebelumnya. Ciri-ciri ini dapat berupa pengetahuan, pengalaman, pekerjaan, dan atau jabatan yang sama.
205. Sumber Data
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dengan cara wawancara dengan para responden yang telah ditentukan.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian orang lain yang terkait dalam objek penelitian.
20