• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu Maksimal dan Minimal Melakukan I tikaf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Waktu Maksimal dan Minimal Melakukan I tikaf"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)PPAANNDDUUAANN LLEENNGGKKAAPP II’’TTIIKKAAFF ((BBaaggiiaann 22)). Waktu Maksimal dan Minimal Melakukan I’tikaf — Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST — Waktu I’tikaf Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat, i’tikaf dianjurkan setiap saat untuk dilakukan dan [1] tidak terbatas pada Bulan Ramadhan atau pada 10 hari terakhir Ramadhan. . Berikut beberapa dalil yang menunjukkan hal tersebut:. a. Terdapat riwayat yang shahih dari Ummu al-Mukminin, yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari pertama bulan Syawwal, dan dalam satu riwayat beliau melaksanakannya pada sepuluh hari terakhir bulan Syawwal.[2]. b. Hadits Ibnu ‘Umar yang menceritakan bahwa ‘Umar radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ِ‫

(2) ِ ِ ا ََْام‬ ْ َ ْ ‫ََِ َ ًَْ ِ ا‬ ْ َ‫ن أ‬ ْ َ‫"ُ !َ َ ْرتُ ِ ا ْ َهَِِّ ِ أ‬#ْ ُ‫آ‬ “Pada masa jahiliyah, saya pernah bernadzar untuk beri’tikaf semalam di Masjid al-Haram.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkannya untuk menunaikan nadzar tersebut.[3]. c. Hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan, َ%ِ& َََ ْ ‫َنَ وَإِذَا 'َََ ا‬+َ&َ‫ ر‬% ْ ِ& َِ,‫وَا‬َ ‫َ ا‬. ْ َ/ْ ‫َََ ا‬ ْ ‫ِ ً ا‬0ُ& َ‫َ إِذَا آَن‬%1ِ. ْ ِ ِ2ِ30ْ ُ ْ ‫َمِ ا‬/ْ ‫ا‬. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ketika dalam kondisi mukim. Apabila beliau bersafar, maka beliau beri’tikaf pada tahun berikutnya selama dua puluh hari.”[4]. Begitu pula hadits Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan, % ْ ِ& ِِ,‫َوَا‬-‫ِ ا‬. ْ َ/ْ ‫َُِ ِ ا‬/ْ َ1 َ‫ آَن‬-8'‫ و‬5 9‫ ا‬:- ِ5َّ‫لَ ا‬4ُ'َ‫ُ أَنَّ ر‬2ِ30ْ ُ ْ ‫َمُ ا‬/ْ ‫ ََ َّ آَنَ ا‬ ْ َِ/ْ َ1 8ْ ََ ًَ#َ' َََ

(3) َ َ‫َن‬+َ&َ‫ر‬ ً&ْ4َ1 َ%1ِ. ْ ِ َََ ْ‫ا‬ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Kemudian beliau pernah bersafar selama setahun dan tidak beri’tikaf, akhirnya beliau pun beri’tikaf pada tahun berikutnya selama dua puluh hari.”[5]. Sisi argumen dari hadits di atas adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf selama dua puluh hari. Hal ini menunjukkan pensyari’atan beri’tikaf pada selain sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.. 1. simomot.com | Aneka Info dari Rumah Si Momot.

(4) PPAANNDDUUAANN LLEENNGGKKAAPP II’’TTIIKKAAFF ((BBaaggiiaann 22)). Tindakan beliau ini bukanlah qadha, karena kalau terhitung qadha tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan bersegera menunaikannya sebagaimana kebiasaannya semasa hidup.. d. Adanya berbagai riwayat dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhu yang menyatakan puasa sebagai syarat i’tikaf, dan sebaliknya terdapat pula riwayat yang menyatakan puasa bukanlah syarat i’tikaf. Hal ini mengisyaratkan bahwa i’tikaf disyari’atkan setiap waktu, tidak hanya di bulan Ramadhan atau pada 10 hari terakhir Ramadhan. Sebab jika i’tikaf hanya boleh dilaksanakan pada bulan Ramadhan, atau 10 hari terakhir Ramadhan, maka perbedaan pendapat dalam penentuan puasa sebagai syarat atau tidaknya I’tikaf tidak akan mencuat. Tujuan i’tikaf adalah mengumpulkan hati kepada Allah ta’ala, menghadap kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya dan hal ini tentunya dapat terealisasi di segala waktu. Namun, pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Ramadhan terutama pada 10 hari terakhir, ibadah I’tikaf lebih ditekankan untuk dilakukan.. Waktu Minimal Beri’tikaf Waktu minimal seorang untuk beri’tikaf adalah setengah hari, dalam artian dia boleh beri’tikaf ketika siang hari, mulai dari selepas shalat Subuh hingga matahari terbenam, atau boleh memulai beri’tikaf ketika malam, yaitu sejak matahari terbenam hingga terbit fajar. Hal ini berdasarkan beberapa alasan sebagai berikut[6]:. Pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan ‘Umar radhiallahu ‘anhu untuk menunaikan nadzarnya beri’tikaf selama semalam di Masjid Al-Haram[7]. Kedua, ada beberapa riwayat dari para sahabat radhiallahu ‘anhum dan para salaf yang menyatakan puasa sebagai syarat i’tikaf, dan sebaliknya terdapat pula riwayat yang menyatakan puasa bukanlah syarat i’tikaf. Telah diketahui bahwa puasa tidak akan terealisasi ketika dilaksanakan kurang dari setengah hari. Ketiga, jika i’tikaf disyari’atkan dilaksanakan dalam waktu kurang dari setengah hari, tentu terdapat riwayat valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal tersebut, dan beliau tentunya akan memerintahkan para sahabatnya serta hal itu tentu sangat ma’ruf di tengahtengah mereka, karena mereka senantiasa hilir-mudik ke masjid. Keempat, para sahabat radhiallahu ‘anhum sering duduk di masjid untuk menunggu shalat, mendengar khutbah atau siraman ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kegiatan lainnya, namun tidak terdapat riwayat valid yang menyatakan ketika mereka melakukan kegiatan itu semua, mereka juga berniat untuk beri’tikaf di masjid.. 2. simomot.com | Aneka Info dari Rumah Si Momot.

(5) PPAANNDDUUAANN LLEENNGGKKAAPP II’’TTIIKKAAFF ((BBaaggiiaann 22)). Berdasarkan hal ini, seseorang yang masuk masjid dan berniat untuk beri’tikaf selama dia berada di dalam masjid tersebut, meski hanya sesaat, sebagaimana pendapat ulama madzhab Syafi’i dan Hambali, maka perbuatan tersebut tidaklah disyari’atkan. Dalam al Fatawa al Kubra tercantum, “Abu al’Abbas (Ibnu Taimiyah) rahimahullah tidak mendukung pendapat yang menganjurkan agar seorang yang pergi ke masjid untuk shalat atau tujuan selainnya, berniat i’tikaf selama berada di dalam masjid.”[8]. Waktu Maksimal Beri’tikaf Para ulama sepakat tidak ada batas waktu maksimal bagi seorang untuk beri’tikaf.[9] Ibnu Mulaqqin rahimahullahmengatakan, dalam hadits ‘Aisyah yang redaksinya berikut, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkannya”[10] memiliki kandungan bahwa i’tikaf tidak dibenci jika dilakukan di setiap waktu dan ulama telah sepakat bahwa tidak ada batas waktu maksimal untuk beri’tikaf.”[11]. Beberapa Pertanyaan mengenai Waktu I’tikaf 1. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan i’tikaf selama 10 hari?. Hal ini dapat dijawab sebagai berikut: “Tindakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan tidaklah menunjukkan pengkhususan waktu. Hal tersebut dilakukan karena adanya sebab lain, yaitu dalam rangka mencari Lailat al-Qadr, karena malam tersebut terdapat pada malam-malam tersebut. Karena itu, pada hadits Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu dinyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada 10 hari pada pertengahan Ramadhan, kemudian diwahyukan kepada beliau bahwa malam tersebut terdapat pada 10 hari terakhir Ramadhan sehingga beliau pun beri’tikaf pada waktu tersebut untuk mencarinya.”[12]. 2. Kapankah seseorang dianjurkan untuk memulai i’tikaf pada Bulan Ramadhan?. Seorang dianjurkan masuk ke dalam masjid ketika matahari terbenam pada malam ke-21 Ramadhan. Hal ini berdasarkan pendapat ulama ketika meneliti berbagai dalil terkait hal ini. Dalilnya adalah hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya, 8ْ ُ#ْ ِ& َّ@َAَ‫ أ‬% ْ َ َ ِِ,‫َوَا‬-‫ِ ا‬. ْ َ/ْ ‫َ ِ ا‬Bَّ!ِ‫َ ِ إ‬2ِ0َ ُ"ِCُ‫َّ أ‬8ُ= َ;َ'‫َ ْو‬-‫َ ا‬. ْ َ/ْ ‫ََ ْ<"ُ ا‬ ْ ‫َّ ا‬8ُ= ََْ َّ‫َوَّلَ أَ َْ ِ?ُ َه ِ>ِ ا‬-‫َ ا‬. ْ َ/ْ ‫ََ ْ<"ُ ا‬ ْ ‫إِ!ِّ ا‬ ُ5َ/َ& ُ‫َّس‬#‫َََ ا‬ ْ َ .«  ْ َِ/ْ َْ َ ََِ/ْ َ1 ‫ن‬ ْ َ‫أ‬ “Sesungguhnya saya beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan dalam rangka mencari malam Lailat al-Qadr. Kemudian saya beri’tikaf pada 10 hari di pertengahan Ramadhan, dan saya didatangi oleh (Jibril) dan diberitahu bahwa malam tersebut terletak pada 10 hari terakhir. 3. simomot.com | Aneka Info dari Rumah Si Momot.

(6) PPAANNDDUUAANN LLEENNGGKKAAPP II’’TTIIKKAAFF ((BBaaggiiaann 22)). Ramadhan. Karena itu, siapa di antara kalian yang ingin beri’tikaf, silahkan beri’tikaf. Maka para sahabat pun beritikaf bersama beliau.”[13]. Dalam satu riwayat tercantum dengan lafadz, َِ,‫َوَا‬-‫َ ا‬. ْ َ/ْ ‫َِِ ا‬/ْ َْ َ ِ/َ& َََ ْ ‫ آَنَ ا‬% ْ َ& “Barangsiapa yang (ingin) beri’tikaf, hendaknya beri’tikaf pada 10 hari terakhir Bulan [14] Ramadhan.”. Sepuluh hari terakhir pada Bulan Ramadhan yang dimaksud dimulai pada malam ke-21 (Ramadhan), karena malam ke-21 termasuk malam ganjil yang turut dinyatakan sebagai malam turunnya Lailatul Qadr.[15] Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri di atas, beri’tikaf sejak pertengahan Ramadhan untuk mencari Lailatul Qadar, dan dilanjutkan pada 10 hari terakhir Ramadhan.. 3. Terdapat hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang redaksinya ُ5َ<ََ/ْ ُ& َ2َ,َ‫َّ د‬8ُ= َ ْ َ<ْ ‫ََّ ا‬: ََِ/ْ َ1 ‫ن‬ ْ َ‫ إِذَا أَرَادَ أ‬-8'‫ و‬5 9‫ ا‬:- ِ5َّ‫لُ ا‬4ُ'َ‫آَنَ ر‬ Apabila rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin beri’tikaf, beliau melaksanakan shalat Subuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya.[16] Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan i’tikaf dimulai setelah shalat Subuh di hari ke-21. Bagaimana dengan hal ini?. Masalah tersebut bisa dijawab melalui penjelasan dua ulama ternama, yaitu Imam an Nawawi dan al ‘Allamah Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahumallah. Berikut jawaban mereka berdua: An Nawawi rahimahullah menjawab hal tersebut dengan mengatakan, sebenarnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah lebih dahulu beri’tikaf di masjid. Hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bukanlah menunjukkan Nabi memulai i’tikaf pada saat itu, namun sebenarnya telah beri’tikaf dan tinggal di masjid sebelum waktu Maghrib, saat beliau melaksanakan shalat Subuh (pada hari setelahnya), barulah beliau menyendiri di tempat i’tikaf yang khusus dibuatkan untuk beliau (mu’takaf). [17] Adapun Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Seorang mulai beri’tikaf ketika terbenamnya matahari pada malam ke-21 Ramadhan, karena pada saat itulah 10 hari terakhir yang dimaksud dalam hadits dimulai. Hal ini tidak bertentangan dengan hadits ‘Aisyah dan hadits Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu, meski redaksi kedua hadits tersebut memiliki perbedaan. Ketika terjadi hal seperti ini, redaksi hadits yang dijadikan pegangan adalah redaksi yang lebih dekat pada indikasi (kandungan) bahasa, yaitu hadits yang diriwayatkan Bukhari dari ‘Aisyah yang menjadi hadits pertama dalam Bab “Al I’tikaf fi Syawwal” hal 382 Juz 4, yang terdapat dalam kitab Fathul Baari. ‘Aisyah radhiallahu ‘anhamengatakan, ِ5ِ َََ ْ ‫ُ اَّ ِى ا‬5َ!ََ& َ2َ,َ‫َ َاةَ د‬Kْ ‫ََّ ا‬: ‫ وَإِذَا‬، َ‫َن‬+َ&َ‫ِّ ر‬2ُ‫َُِ ِ آ‬/ْ َ1 – 8'‫ و‬5 9‫ ا‬: – ِ5َّ‫لُ ا‬4ُ'َ‫انَ ر‬. 4. simomot.com | Aneka Info dari Rumah Si Momot.

(7) PPAANNDDUUAANN LLEENNGGKKAAPP II’’TTIIKKAAFF ((BBaaggiiaann 22)). “Rasulullah senantiasa beri’tikaf di bulan Ramadhan. Apabila beliau melaksanakan shalat Subuh, beliau masuk ke dalam tempat I’tikaf yang digunakan untuk beri’tikaf.”. Demikian pula hadits Abu Sa’id, hadits kedua pada Bab “Taharri Lail al Qadr fi al Witr min Al ‘Usyr al Awakhir” hal 952,dia mengatakan, َ%1ِ. ْ ِ % ْ ِ& ِ

(8) ْ ُ1 َ%ِA َ‫ِذَا آَن‬Mَ ، ِBْ َّ.‫َ اَِّ ِ وَ'َ;ِ ا‬. ْ َ/ْ ‫َنَ ا‬+َ&َ‫ُ َوِرُ ِ ر‬1 – 8'‫ و‬5 9‫ ا‬: – ِ5َّ‫لُ ا‬4ُ'َ‫آَنَ ر‬ ََْ َّ‫ِ ا‬5ِ َ‫َوَر‬O ٍBْ َQ ِ َ‫َم‬Rَ‫ُ أ‬5َّ!َ‫ وَأ‬. ُ5َ/َ& ُ‫ُ َوِر‬1 َ‫ آَن‬% ْ َ& َNَOَ‫ِ وَر‬5ِ#َ

(9) ْ َ& َِ‫َ إ‬NَOَ‫ ر‬، َ%1ِ. ْ َِ‫ َى و‬A ْ ِ‫ُ إ‬2ِ30ْ َ

(10) ْ َ1َ‫ و‬، ِ+ ْ َC ًَْ َ ِ>ِ َ‫َوِرَ ه‬Oُ‫ن أ‬ ْ َ‫َ َا ِ أ‬X ْ َR َّ8ُ= ، َ. ْ َ/ْ ‫َوِرُ هَ ِ>ِ ا‬Oُ‫"ُ أ‬#ْ ُ‫َلَ » آ‬R َّ8ُ= ، ُ5َّ‫َءَ ا‬Q َ& 8ْ ُ‫َ&ََه‬Tَ ، َ‫ّس‬#َ‫َ@َ ا‬UَVَ ، َBِ ُNِOْ َ1 َ‫اَِّ آَن‬ ِِ,‫َوَا‬-‫ِ ا‬. ْ َ/ْ ‫هَ ِ ا‬4ُKَXْ َ َBُِ

(11) !ْ ُ‫َّ أ‬8ُ= ََْ َّ‫"ُ هَ ِ>ِ ا‬1ِ‫َ ْ أُر‬Rَ‫ و‬، ِ5ِ<ََ/ْ ُ& ِ " ْ ُ3Yْ َْ َ ِ/َ& َََ ْ ‫ آَنَ ا‬% ْ َ َ ، َِ,‫َوَا‬-‫َ ا‬. ْ َ/ْ ‫ا‬ ِ ُ ِ

(12) ْ َ ْ ‫َآََ ا‬4َ ، ‫ت‬ ْ ََU&ْ َTَ ، َِْ َّ‫ِ ْ[َ ا‬C ِ ُ‫" ا

(13) َّ َء‬ ِ ََّBَ' ْ َ . « ٍ%ِZَ‫' ُ ُ ِ &َءٍ و‬ ْ َ‫ِ أ‬#ُ1ْ َ‫َ ْ رَأ‬Rَ‫ و‬، ٍCْ ِ‫ِّ و‬2ُ‫هَ ِ آ‬4ُKَXْ ‫وَا‬ ُ‫ – وَ!َ]َ ْت‬8'‫ و‬5 9‫ ا‬: – ِ5َّ‫لَ ا‬4ُ'َ‫ِ ر‬#ْ َ ‫ت‬ ْ َُ\َ3َ ، َ%1ِ. ْ َِ‫ َى و‬A ْ ِ‫ – َ ََْ إ‬8'‫ و‬5 9‫ ا‬: – ِِّ3َّ#‫&ُ\ََّ ا‬ ً‫ً وَ&َء‬#ِZ _ ٌ َِ ْ ُ& ُ5ُBO ْ َ‫ وَو‬، ِ`3ْ ُّ\‫َ ا‬%ِ& َ‫ِ ا ْ!\ََف‬5ْ َِ‫إ‬. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah beri’tikaf di sepuluh hari pada pertengahan Ramadhan. Ketika berada pada waktu sore di hari ke-20, malam menjelang dan hari ke-21 akan segera tiba, beliau kembali ke rumah dan orang-orang yang beri’tikaf bersama beliau juga turut kembali. Pada malam itu,-dimana beliau beri’tikaf dan kemudian kembali ke rumah-, beliau berkhutbah kepada manusia kemudian memerintahkan mereka dengan apa yang dikehendaki Allah, beliau kemudian berkata kepada mereka, “Semula, saya beri’tikaf pada sepuluh hari ini (yaitu pada pertengahan Ramadhan), kemudian diwahyukan kepadaku agar beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir (agar memperoleh Lailat al-Qadr). Barangsiapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka hendaklah dia tetap tinggal di tempat i’tikafnya. Sesungguhnya malam tersebut telah diperlihatkan kepadaku, namun aku terlupa. Oleh karena itu, carilah malam tersebut pada sepuluh hari terakhir, di malam yang ganjil, dan sungguh (pada saat Lailatul Qadr tersebut) saya melihat diriku sujud di atas tanah dan air.”. Anas mengatakan, “Pada malam tersebut (ketika beliau berkhutbah kepada para sahabat— pen), langit menurunkan hujan yang sangat lebat dan air hujan menembus atap masjid dan mengucur di tempat shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (saat itu) pada malam ke-21. Pandangan saya memperhatikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan saya melihat ketika beliau selesai menunaikan shalat Subuh, wajahnya dipenuhi tanah dan air.”. Syaikh Utsaimin mengatakan, “Pada hadits ‘Aisyah tercantum redaksi berikut: 5 ‫ ا ي ا‬5!& 2,‫د‬ Redaksi ini berkonsekuensi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah terlebih dahulu berada di masjid sebelum masuk ke dalam mu’takaf[18], karena perkataan ‘Aisyah “‫”ا‬ merupakan fi’il madhi (kata kerja lampau) dan hukum asalnya kata tersebut digunakan sesuai dengan hakikatnya. Pada hadits Abu Sa’id tercantum redaksi: %1.‫ ى و‬A‫ إ‬230

(14) 1‫ و‬c+ C  %1. %& c

(15) 1 %A ‫ذا آن‬M Sore merupakan akhir siang dan merupakan waktu tiba bagi malam selanjutnya.. 5. simomot.com | Aneka Info dari Rumah Si Momot.

(16) PPAANNDDUUAANN LLEENNGGKKAAPP II’’TTIIKKAAFF ((BBaaggiiaann 22)). Berdasarkan hal ini, khutbah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi di akhir siang pada hari ke-20 Ramadhan. Hal ini dikuatkan oleh riwayat kedua dalam hadits beliau, yaitu hadits ketiga pada Bab “Al I’tikaf fi al ‘Usyr al Awakhir wa Al I’tikaf fi Al Masajid Kulliha” hlm. 172. Anas mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah beri’tikaf pada suatu tahun, kemudian pada malam ke-21 beliau mengatakan, “Barangsiapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, hendaklah dia beri’tikaf pada 10 hari terakhir. Sungguh telah diwahyukan kepadaku waktu Lailatul Qadr, namun kemudian saya dilupakan mengenai waktunya. Dan sungguh (pada saat Lailatul Qadr tersebut), saya melihat diriku bersujud di air dan tanah (dalam kondisi becek—pen) pada waktu Subuh.” Anas mengatakan, “Maka pada malam tersebut, turunlah hujan yang sangat lebat, dan di waktu Subuh pada hari ke-21, saya melihat dahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat bekas air dan tanah.”[19] Dari pemaparan di atas, kita bisa melihat bahwa i’tikaf dianjurkan dilakukan sejak malam ke-21 Bulan Ramadhan. Inilah pendapat yang paling hati-hati dalam masalah ini sebagaimana dikemukakan Syaikh Dr. Khalid al Musyaiqih hafizhahullah.[20]. 4. Kapankah seorang dianjurkan mengakhiri i’tikaf di Bulan Ramadhan?. Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin mengatakan, “Seorang mengakhiri i’tikafnya apabila Bulan Ramadhan telah berakhir, dan Bulan Ramadhan berakhir ketika matahari terbenam [21] pada malam ‘Ied.” Sebagian ulama salaf menganjurkan agar seorang tetap tinggal beri’tikaf pada malam ‘Ied, dan baru mengakhirinya ketika hendak melaksanakan shalat ‘Ied. Imam Malik menyatakan, dia melihat sebagian ulama saat beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan, mereka tidak pulang ke keluarganya hingga mereka menghadiri shalat ‘Ied bersama manusia.”[22] Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa Asy Syafi’i dan murid-murid beliau mengatakan, “Barangsiapa yang ingin mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan, maka hendaknya dia memasuki masjid sebelum matahari terbenam di malam ke-21 agar dia tidak terluput (untuk memperoleh Lailat al-Qadr). Dan dia keluar dari masjid setelah terbenamnya matahari pada malam ‘Ied, baik bulan Ramadhan berakhir sempurna atau tidak. Dan yang lebih afdhal, dia tetap tinggal di masjid (pada malam ‘Ied) sampai menunaikan shalat ‘Ied di masjid, atau dia (tetap tinggal di masjid di malam ‘Ied) dan keluar dari masjid ketika hendak menuju tanah lapang untuk mengerjakan shalat ‘Ied, jika dia mengerjakannya di sana.”[23]. Referensi: [1] Badai’ ash-Shanai’ 2/273, Kifayah al Akhyar 1/297, Al Mughni 3/122. [2] HR. Bukhari: 1936 dan Muslim: 1172. Hal ini dilakukan karena beliau pernah meninggalkan i’tikaf di bulan Ramadhan dan menggantinya di bulan Syawwal.. 6. simomot.com | Aneka Info dari Rumah Si Momot.

(17) PPAANNDDUUAANN LLEENNGGKKAAPP II’’TTIIKKAAFF ((BBaaggiiaann 22)). [3] HR. Bukhari: 1927. [4] HR. Ahmad: 12036. [5] HR. Ahmad: 21314. [6] Fiqh Al I’tikaf hlm. 54-55. [7] HR. Bukhari: 1927. [8] Al Fatawa al Kubra 5/380 [9] Fath al-Baari 4/272, al Minhaj Syarh Shahih Muslim 8/78, Bidayah al Mujtahid 1/445. [10] HR. Bukhari: 1922 dan Muslim: 1172. [11] Al I’lam bi Fawaid ‘Umdah al Ahkam 5/430; dikutip dari Fiqh al I’tikaf hlm. 56. [12] Fiqh al-I’tikaf hlm. 56. [13] HR. Muslim: 1167. [14] HR. Bukhari: 1923. [15] HR. Ahmad: 22815, Tirmidzi: 792. [16] HR. Muslim: 1172. [17] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim 4/207. [18] Tempat yang digunakan orang yang beri’tikaf untuk menyendiri agar bisa beribadah di dalamnya. [19] Majmu’ Fatawa wa Rasaa-il Ibn ‘Utsaimin 20/121; Asy Syamilah. [20] Fiqh al-I’tikaf hlm. 61 [21] Majmu’ Fatawa wa Rasaa-il Ibn ‘Utsaimin 20/119; Asy Syamilah. [22] Al Muwaththa:1/315. [23] Al Majmu 6/475; Asy Syamilah.. Sumber: muslim.or.id — Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST: Alumni dan pengajar Ma'had Al Ilmi Yogyakarta.. 7. simomot.com | Aneka Info dari Rumah Si Momot.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

NO BIDANG PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH KABUPATEN PEMERINTAH KOTA masing-masing kawasan/bagian wilayah kota RTRK/RTBL • Penetapan lokasi dan alokasi RTNH pada

Memberikan usulan perbaikan dengan konsep lean manufacturing dalam upaya meminimasi waste waiting yang berpengaruh terhadap cycle time pada proses produksi Door FS Root

Dalam sejarah perkembangannya, ekonomi Islam telah memenuhi tahapan bagi lahirnya sebuah disiplin ilmu, yaitu pada problematic stage pemikiran ekonomi Islam masih

Dari hasil pengamatan dan analisis data deskriptif kualitatif tersebut pada siklus II di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan media gambar seri yang

Dari hasil printout di atas dapat diketahui bahwa siswa yang ber- nama Nanang Pamungkas memperoleh skor 210,00 (penskoran dengan memperhatikan tingkat kesulitan butir yang

melaksanakan puasa dan shalat pada waktu bulan Ramadhan saja maka dia telah menipu Allah, mereka itulah seburuk-buruknya manusia karena mereka tidak mengenal Allah kecuali pada

Disunnahkan untuk mengenakan pakaian terbaik ketika keluar untuk melakukan Shalat ‟Ied, namun bagi kaum wanita tidak boleh bersolek dengan perhiasan yang mencolok

Tanpa berkata apa pun, Louis langsung menaiki sepeda Harry yang berada tidak jauh darinya menuju rumah Liam untuk memastikan kalau yang dikatakan oleh Harry itu