• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITOS JAKA TARUB DAN NIÚLÁNG ZHINÜ: KAJIAN BANDINGAN*) (The Myths of Jaka Tarub and Niulang Zhinu: a Comparative Study) Abstrak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MITOS JAKA TARUB DAN NIÚLÁNG ZHINÜ: KAJIAN BANDINGAN*) (The Myths of Jaka Tarub and Niulang Zhinu: a Comparative Study) Abstrak."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MITOS JAKA TARUB DAN NIÚLÁNG ZHINÜ: KAJIAN BANDINGAN*) (The Myths of Jaka Tarub and Niulang Zhinu: a Comparative Study) Destyanisa Tazkiyah1Mudjahirin Thohir2, dan Monika Herliana3

1,3Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman

Jalan Dr.Soeparno Nomor 60, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia

2Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Jalan H. Prof. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon +6282227905838

Pos-el: [email protected]

*) Diterima 22 Maret 2021, Disetujui: 7 April 2021

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan mitos Jaka Tarub yang berasal dari Indonesia dan mitos Niúlángzhinü yang berasal dari Tiongkok. Terdapat tigamasalah utama yang akan dibahas, yaitu (1) skema aktan dan fungsional mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü, (2) perbandingan struktur cerita kedua mitos, dan (3) makna mitos terhadap tradisi budaya masyarakat setempat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan objektif, dengan menggunakan teori struktural A.J. Greimas untuk menganalisis struktur cerita kedua mitos yang diteliti. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat persamaan pada tema cerita, ide awal permunculan konflik, dan persamaan aktansial pada subjek tokoh utama laki-laki dan objek tokoh utama perempuan, sedangkan perbedaan terdapat pada fungsi aktan sender (pengirim), helper (penolong), opposant (penentang), dan akhir cerita. Tradisi budaya yang ada pada masyarakat menjadi ciri khas dan warisan budaya yang terbentuk akibat pengaruh dari makna mitos yang diceritakan secara turun-temurun.

Kata kunci: Jaka Tarub, Niulang Zhinu, Strukturalisme, Greimas, Tradisi Budaya

Abstract

This research purpose is to compare Jaka Tarub myth that originating from Indonesia with Niúláng Zhinü myth originating from China. There are 3 main problems that will be discussed, (1) the schematic of the actan and functional myths of Jaka Tarub and Niúláng Zhinü, (2) comparison of the story structure of the two myths, and (3) The meaning of myth to the cultural traditions of the local community. The research used a objective literature approach, and using the structural theory of A.J Gerimas to analyze the structure of both myths. The results found that there are similarities in the theme of the story, the initial idea of conflict appearance, also the similarity on the subject, which is the main male character and the female main character as the object, while the differences are in the function of the sender, helper, opposant and the ending of story. Cultural traditions that exist in society become cultural heritage that was formed as an influence and significance meaning of the myth that was passed down for generations.

Keywords: Jaka Tarub, Niulang Zhinu, Structuralism, Greimas, Cultural Traditions

(2)

158 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021 PENDAHULUAN

Kata mitos berasal dari bahasa Yunani, yaitu muthos yang memiliki arti sesuatu yang dikatakan seseorang, sebuah cerita yang diteruskan dari satu kelompok ke kelompok lainnya, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Biasanya cerita mitos berisi tokoh dari kalangan dewa atau makhluk dengan kekuatan supranatural yang terjadi di masa lampau dan dianggap keramat karena dipercaya benar-benar terjadi di daerah setempat di mana mitos tersebut lahir (Christensen, 2008:

315). Berbeda dengan legenda, mitos dianggap lebih suci atau keramat.

Masalah yang tertuang dalam mitos tidak jauh dari masalah seputar kehidupan manusia, asal muasal dunia ini terbentuk, ke mana tujuan manusia, dan hal-hal yang bersifat religius lainnya. Mitos memberikan paham mengenai alam semesta dan latar belakang perilaku manusia yang seharusnya (Haviland, Prins, Walrath,

& McBride, 2014: 102).

Mitos mengandung

kebijaksanaan, pengalaman, nilai moral, dan budaya yang menjadikan mitos memiliki fungsi-fungsi tertentu bagi kehidupan masyarakat. Melalui struktur dan nilai yang terkandung dalam mitos maka terciptalah sistem budaya, ritual, dan kepercayaan yang tertanam dalam masyarakat (Segal, 2014: 265). Mitos memberikan pedoman tentang bagaimana manusia bertindak dan memberikan contoh tindakan kebijaksanaan manusia.

Melalui mitos, manusia dapat ikut

serta mengambil bagian dari kejadian yang terjadi di mitos tersebut dan mengaitkannya dengan kejadian di sekitarnya (Harrell, 2003: 214).

Pada penelitian ini, objek yang akan dikaji adalah dua mitos yang berasal dari dua negara berbeda, yaitu mitos Jaka Tarub yang berasal dari Indonesia dan mitos Niúláng Zhinü yang berasal dari Tiongkok. Meski berasal dari dua negara yang berbeda, kedua mitos tersebut memiliki kemiripan tema cerita serta tokoh yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan sejarah asal-usulnya, mitos Niúláng Zhinü pertama kali ditemukan dalam bentuk tulisan pada sebuah puisi yang berasal dari zaman Dinasti Zhou Barat 西周时期, berjudul 《诗经 小雅大东

》 Shi jing Xiaoya Dadong, sedangkan mitos Jaka Tarub sendiri tidak memiliki catatan sejarah yang akurat. Di masyarakat Jawa sendiri, khususnya Jawa tengah, terdapat lebih dari satu versi mitos Jaka Tarub. Ada masyarakat yang meyakini bahwa Jaka Tarub merupakan leluhur dari para Raja Mataram Islam. Hal yang menarik kedua mitos ini berasal dari zona tempat dan waktu yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan unsur cerita di dalamnya. Kendati demikian, masing-masing mitos memiliki nilai budaya yang kental yang menjadi ciri kebudayaan dan tradisi di mana mitos tersebut lahir.

Mitos di Indonesia berasal dari sastra lisan dan diceritakan dari generasi ke generasi secara turun temurun. Hal ini menyebabkan, munculnya beragam versi dari satu mitos yang sama. Mitos atau shenhua

(3)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 159 神话 di Tiongkok pun berasal dari

cerita lisan yang diwariskan sejak ratusan tahun yang lalu, sedangkan perkembangan sastra di Tiongkok sendiri mulai ada sejak ditemukannya kertas pada zaman Dinasti Han Barat (206 SM hingga 8SM). Pada mulanya mitos tentang dewa-dewi serta puisi dipertahankan secara lisan dan akhirnya diubah menjadi tradisi tertulis dalam kitab yang terpisah- pisah (Roberts, 2009: 112).

Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif, dua cerita dikaji dengan sastra bandingan. Sastra bandingan merupakan studi sastra untuk mengamati perkembangan deretan sastra dari zaman ke zaman, genre ke genre, pengarang satu ke pengarang lain, wilayah estetika satu ke estetika lain. Akses hubungan antarnegara yang kian terbuka semakin mendorong karya sastra dari berbagai negara dapat saling dibandingkan (Mayasari, 2016: 209).

Berdasarkan sejarahnya terdapat dua aliran dalam sastra bandingan, yaitu aliran Perancis atau aliran lama dan aliran Amerika atau disebut aliran baru. Aliran Perancis fokus membandingkan satu karya sastra dengan karya sastra lainnya, sedangkan aliran Amerika membandingan karya sastra dengan disiplin ilmu lainnya (Endraswara, 2011: 76).

Teori struktural yang dikembangkan oleh A.J. Greimas digunakan untuk menganalisis kedua mitos yang dibandingkan. Dalam teori A.J. Greimas, terdapat aspek-aspek naratologi meliputi tataran imanen

berupa skema aktan dan skema fungsional, selanjutnya tataran diskursif yang mencakup tiga poros semantik, yaitu poros komunikasi, pencarian, dan kekuatan (Taum, 2011:

126). Hubungan antartokoh yang satu dengan yang lain dianalisis menggunakan skema aktan dan fungsional guna menemukan struktur utama pembangun cerita. Dalam suatu skema aktan, satu tokoh dapat memiliki fungsi serta menduduki peran yang berbeda (Jabrohim, 1996:

65).

Aktan berkaitan dengan satuan sintaksis naratif, aktan merupakan unsur sintaksis yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Tiap-tiap aktan dihubungkan dengan satuan sintaksis naratif, di mana unsur sintaksis tersebut memiliki fungsi-fungsi tertentu. Fungsi tersebut sendiri dapat ditafsirkan sebagai satuan dasar pembangun cerita yang menerangkan tindakan pembentuk narasi. Terdapat enam fungsi aktan yang biasa disebut three pairs of opposed (tiga pasangan oposisional) yang meliputi (1) subject versus object atau subjek-objek, (2) sender versus receiver atau pengirim- penerima, dan (3) helper versus opposant atau penolong-penentang (Jabrohim, 1996: 99).

Selanjutnya, fungsi pada skema fungsional adalah satuan dasar cerita yang menerangkan kepada tindakan yang bermakna membentuk narasi.

Setiap tindakan mengikuti sebuah perturutan yang masuk akal. Subjek dan predikat dalam suatu kalimat dapat menjadi kategori fungsi dalam cerita. Hal inilah yang menjadi asumsi

(4)

160 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021 awal Greimas untuk menganalisis

suatu cerita berdasar subjek-objek sebagai inti. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, Greimas mengajukan enam fungsi aktan dalam tiga pasangan oposisional (Madsen (ed.), 1970: 198).

Greimas menyebut skema fungsional sebagai suatu jalan cerita yang tidak berubah-ubah. Skema fungsional mempunyai tugas menguraikan peran subjek dalam rangka melaksanakan tugas dari sender (pengirim) yang terdapat dalam aktan. Skema model fungsional terbangun oleh berbagai tindakan dan fungsi-fungsinya dapat dinyatakan dalam kata benda. Model fungsional memiliki cara kerja yang tetap karena pada dasarnya sebuah cerita selalu bergerak dari situasi awal ke situasi akhir. Adapun operasi fungsinya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, transformasi, dan situasi akhir. Tahapan transformasi terbagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu tahap kecakapan, tahap utama, dan tahap kegemilangan (Yuniasti, 2019: 197).

Aspek naratologi yang selanjutnya adalah poros semantik.

Poros semantik berfungsi untuk mencari tujuan cerita, di dalamnya terdapat tiga poros. Poros komunikasi mengandung makna antara pengirim dan penerima. Poros pencarian mengandung makna dari hubungan subjek dan objek, sedangkan poros kekuatan mengandung makna dalam hubungan penolong dan penentang.

Tiga poros tersebut dapat membuktikan bagaimana subjek

mampu mendapatkan objek (Taum, 2011: 167).

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang telah menganalisis cerita rakyat menggunakan pendekatan stukturalisme milik Greimas, antara lain tesis milik Yuliani Rahmah, mahasiswi Universitas Diponegoro (Rahmah, 2007), berjudul “Dongeng Timun Emas (Indonesia) dan Dongeng Sanmai No Ofuda (Jepang): Studi Komparatif Struktur Cerita dan Latar Budaya”. Hasil penelitian menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dalam struktur cerita dan unsur-unsur budaya dari kedua dongeng yang diteliti. Persamaannya berupa struktur cerita meliputi tema, objek yang diperjuangkan, sender (pengirim yang merupakan penggerak cerita), pihak opposant/penentang, dan akhir cerita (subjek berhasil mendapatkan objek yang diperjuangkan), sedangkan perbedaanya meliputi subjek pelaku, penyebab terjadinya konflik, dan cara mendapatkan helper/penolong (Rahmah, 2007). Selanjutnya, penelitian berupa skripsi oleh Shella Marinda berjudul “Perbandingan Struktur Cerita Dongeng Jaka Tarub Dalam Kumpulan Cerita Anak Karya Ali Muakhir Dengan Dongeng Shiroi Tori Karya Kusuyama Masao”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktur naratologi A.J.

Greimas untuk menganalisis struktur cerita kedua dongeng untuk menemukan skema aktan dan fungsional sehingga ditemukan persamaan dan perbedaan struktur cerita (Marinda, 2014).

(5)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 161 Terdapat kesamaan pada

sebagian objek formal dan objek material dari penelitian terdahulu.

Objek formal yang digunakan dalam penelitian, yakni teori sastra bandingan dan strukturalisme Greimas. Objek material pada penelitian Yuliani Rahmah dan penelitian yang penulis lakukan berbeda, objek material penelitian Yuliani Rahmah adalah Timun Mas dan Sanmai No Ofuda. Sedangkan, pada penelitian Shella Marinda terdapat satu objek material yang sama, yaitu cerita rakyat Jaka Tarub, objek lainnya adalah Shiroi Tori.

Masalah yang diangkat dalam penelitian sebelumnya adalah perbandingan struktur cerita rakyat Indonesia dengan Jepang, sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah perbandingan cerita rakyat atau mitos Indonesia dengan Tiongkok beserta tradisi budaya masyarakatnya yang mana masih sangat jarang dikaji.

Terdapat tiga masalah utama yang akan dibahas, yaitu (1) skema aktan dan fungsional mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü, (2) perbandingan struktur cerita kedua mitos, dan (3) makna mitos terhadap tradisi budaya masyarakat setempat.

Sesuai dengan permasalahan yang dipaparkan, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan data yang diambil dari teks mitos Jaka Tarub dalam buku karya Gamal Komandoko Koleksi Terbaik 100 plus Dongeng Rakyat Nusantara yang diterbitkan oleh PT Buku Seru dan

teks mitos Niúláng Zhīnǚ yang terdapat dalam buku Zhōngguó Gǔdài Shénhuà Gùshì karya Qián Lǐqún yang diterbitkan oleh Tiānjīn Jiàoyù Chūbǎn Shè.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dengan disertai pemahaman makna secara mendalam. Analisis data diawali dengan menganalisis struktur dengan menjabarkan skema aktan dan struktur fungsional dari masing-masing mitos, dilanjutkan mencari latar belakang penggerak tokoh yang menyebabkan konflik guna menemukan makna dari kedua mitos yang diteliti. Setelah menemukan skema aktan dan skema fungsional serta latar belakang penggerak setiap tokohnya, kemudian akan diulas lebih dalam mengenai tradisi budaya yang terbentuk dari eksistensi masing-masing mitos.

HASIL DAN PEMBAHASAN Mitos Jaka Tarub merupakan cerita rakyat turun-temurun yang berasal dari daerah Jawa Tengah. Mitos ini bercerita tentang seorang perjaka bernama Jaka Tarub yang mencuri selendang bidadari kayangan bernama Nawang Wulan. Mereka menikah dan mempunyai anak namun pada akhirnya mereka harus berpisah.

Nawang Wulan kembali ke kayangan karena ia kecewa kepada Tarub yang ternyata mencuri selendangnya. Mitos Niúláng Zhīnǚ berasal dari Tiongkok juga memiliki tema cerita yang sama, diceritakan terdapat pemuda bernama Niúláng yang diminta oleh sapi ajaib peliharaanya untuk mengambil pakaian

(6)

162 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021 dewi yang sedang mandi di telaga, Zhīnǚ

tidak dapat kembali ke kayangan dan akhirnya ia pun menikah dengan si pemuda namun pada akhirnya dewi ratu mengetahui hal ini kemudian memisahkan sang dewi dengan si pemuda. Namun, cinta antara Niúláng dan Zhīnǚ amatlah kuat yang akhirnya meluluhkan hati burung-burung magpie sehingga mereka membuatkan jembatan di atas sungai gugusan bintang-bintang yang memisahkan kayangan dan bumi, setiap malam bulan tujuh hari tujuh Niúláng dan Zhīnǚ dapat bertemu di atas jembatan itu.

Meski tema cerita kedua mitos di atas sama, yaitu mengenai kisah cinta antara manusia dan dewi atau bidadari, namun terdapat perbedaan pada alur, konflik, tokoh, dan penokohannya. Dari masing-masing mitos akan digali fungsi- fungsi aktannya, meliputi subjek, objek, sender/pengirim, receiver/penerima, helper/penolong, dan opposant/penentang.

Keenam fungsi aktan tersebut akan digambarkan pada sebuah skema yang dihubungkan dengan tanda panah. Tanda panah dalam skema aktan merupakan unsur penting yang menghubungkan fungsi sintaksis naratif tiap-tiap aktan.

Gambar 1. Skema Aktansial Greimas berbeda (Jabrohim, 1996)

Sender (pengirim) diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Dialah yang menimbulkan keinginan bagi subjek untuk mencapai objek. Object diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang diingini, dicari dan diburu, oleh pahlawan atau tokoh tertentu atas ide pengirim. Subject diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang ditugasi oleh pengirim untuk mendapatkan objek. Receiver diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang menerima hasil buruan subjek. Helper diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang membantu pahlawan atau subjek dalam mendapatkan objek. Opposant diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang menghalangi usaha pahlawan dalam menemukan objek.

Perlu diperhatikan, dalam suatu skema aktan satu tokoh dapat memiliki fungsi serta menduduki peran yang berbeda (Jabrohim, 1996: 99).

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tanda panah pada skema memiliki makna penting. Tanda panah dari sender mengarah ke objek mengartikan bahwa dari pengirim ada keinginan untuk mendapatkan atau menemukan objek. Tanda panah dari objek ke receiver menandakan objek yang diinginkan oleh subjek yang diprakarsai oleh sender diterima si penerima. Selanjutnya, tanda panah dari helper ke subjek menandakan

helper memberikan pertolongan guna menyelesaikan tugas atau

Opposant/

Penentang Helper/

Penolong

Receiver/

Penerima

Subjek Objek Sender/

Pengirim

(7)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 163 keinginan dari sender. Tanda panah

dari opposant ke subjek mengartikan bahwa opposant berkedudukan sebagai penentang dari kerja atau keinginan subjek. Opposant berfungsi menganggu, menghalangi, menentang ataupun merusak usaha subjek. Yang terakhir, yaitu tanda panah dari subjek ke objek yang menandakan bahwa subjek berkeinginan mendapatkan objek yang dibebankan dari sender atau pengirim.

Analisis Struktur Mitos Jaka Tarub Setelah data terkumpul dan dilakukan analisis maka ditemukan lima skema aktansial dari cerita mitos Jaka Tarub.

Gambar 2. Skema Aktan Satu Jaka Tarub

Keinginan untuk memiliki pendamping hidup (sender) membuat Tarub (subjek dan receiver) ingin mendapatkan hati Nawang Wulan (objek) sehingga Tarub pun mengambil selendang milik Nawang Wulan (helper). Setelah selesai mandi di telaga, Nawang Wulan berniat untuk kembali ke kayangan (opposant).

“Sejak kematian Mbok Rondo, Jaka Tarub sering melamun.

Kini sawah ladangnya pun terbengkalai. “Sia-sia aku bekerja. Untuk siapa pula hasilnya?” demikian gumam Tarub.” (Komandoko, 2011: 17)

Kutipan di atas menceritakan Jaka Tarub hidup seorang diri sejak meninggalnya Mbok Rondo, hal tersebut membuat Tarub ingin mencari pasangan hidup. Ketika sedang berburu di hutan, secara tidak sengaja Tarub melihat para bidadari sedang mandi di telaga, ia pun berinisiatif mengambil salah satu selendang mereka.

Gambar 3. Skema Aktan Dua Jaka Tarub

Rasa cinta (sender) Tarub (subjek dan receiver) kepada Nawang Wulan (objek) akhirnya mampu meluluhkan hati Nawang Wulan. Dari buah cinta mereka lahirlah Nawangsih (helper) dan dengan hadirnya anak maka bertambahlah kebahagiaan keluarga kecil mereka. Sesuai dengan alur

Opponent/

Penentang Nawang

Wulan Helper/

Pengirim Selendang

Receiver/

Penerima Jaka Tarub

Subjek Tarub

Objek Nawang

wulan Sender/

Pengirim Memiliki pendamping

hidup

Opponent/

Penentang (tidak ada) Receiver/

Penerima Jaka Tarub

Helper/

Penolong Nawangsih

Subjek Jaka Tarub Objek Nawang

Wulan Sender/

Pengirim Cinta

(8)

164 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021 cerita tidak ada opposant atau

penghalang dalam skema ini.

Gambar 4. Skema Aktan Tiga Jaka Tarub

Penjelasan skema aktan tiga yaitu, demi kebahagiaan keluarga (sender), Tarub (subjek dan receiver) terus berbohong dan menyembunyikan selendang Nawang Wulan (opposant).

Tarub melanggar janjinya (opposant).

Dia berjanji tidak akan membuka tungku penanak nasi namun ia membukanya sehingga menyebabkan Nawang Wulan kehilangan kesaktiannya.

Gambar 5. Skema Aktan Empat Jaka Tarub

Pada aktan empat, rasa kecewa yang teramat sangat (sender) dirasakan oleh Nawang Wulan (subjek dan receiver) karena ia menemukan selendangnya

yang hilang dalam lumbung padi, ternyata Tarub yang mencurinya.

Nawang Wulan akhirnya memutuskan untuk kembali pulang ke kayangan (objek), namun Tarub memohon kepadanya untuk tetap tinggal di bumi (opposant). Karena terlanjur kecewa dan sakit hati Nawang Wulan tetap terbang kembali ke kayangan menggunakan selendangnya (helper).

Gambar 6. Skema Aktan Lima Jaka Tarub Aktan lima terdapat pada penyelesaian cerita, rasa kasih sayang Nawang Wulan (subjek) kepada Nawangsih (objek dan receiver) membuatnya terbang dengan selendang (helper) untuk kembali ke bumi dan menyusui Nawangsih di tepi telaga.

Aktan-aktan yang terdapat dalam lima skema yang ada saling berkorelasi dan membentuk skema aktan utama. Bermula dari sender (pengirim) pada skema aktan 1, 2, dan 3 di mana menjadi penggerak utama jalannya cerita yang membuat Jaka Tarub (subjek) ingin mendapatkan seorang pendamping hidup yaitu Nawang Wulan (Objek). Jaka Tarub yang melanggar janji ketika dilarang membuka penanak nasi dan ketahuan mencuri selendang Nawang Wulan menjadi penentang dalam hubungan

Helper/

Penolong (tidak

ada)

Subjek Jaka Tarub

Opponent/

Penentang Kebohongan, melanggar janji

Receiver/

Penerima Jaka Tarub Objek

Nawang wulan Sender/

Pengirim Bahagia

Opponent/

Penentang Jaka Tarub Helper/

Penolong Selendang

Receiver/

Penerima Nawang

Wulan

Subjek Nawang Wulan

Objek Pulang Sender/

Pengirim Kecewa

Opponent/

Penentang (tidak

ada) Receiver/

Penerima Nawangsi

hh

Helper/

Penolong Selendang

Subjek Nawang Wulan Objek Nawangsih Sender/

Pengirim Kasih sayang

(9)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 165 keduanya. Jika disusun menjadi skema

aktan maka akan tergambar sebagai berikut.

Gambar 7. Skema Aktan Utama Jaka Tarub

Di bawah ini adalah penjabaran struktur fungsional mitos Jaka Tarub.

Tabel 1. Struktur fungsional Mitos Jaka Tarub

Pada tabel satu di atas dijelaskan struktur fungsional mitos Jaka Tarub yang terbagi menjadi tahap situasi awal, tahap transformasi yang terbagi menjadi uji kecakapan, utama, kegemilangan, dan yang terakhir tahap situasi akhir.

Analisis Struktur Mitos Niúlángzhīnǚ

Dari data yang terkumpul dan dilakukan analisis maka ditemukan empat skema aktan dari keseluruhan cerita mitos Niúlángzhīnǚ.

Gambar 8. Skema Aktan Satu Niúlángzhīnǚ

Sapi peliharaan Niulang tiba-tiba dapat berbicara, ternyata ia adalah jelmaan seorang dewa. Sapi meminta Niulang untuk pergi ke hutan dan mengambil pakaian dewi yang sedang mandi, dewi tersebut yang tidak lain adalah Zhinu merupakan jodoh Niulang. Sapi ajaib adalah sender di mana ia adalah penggerak awal dari jalannya cerita, Niulang adalah subjek yang diminta oleh sapi ajaib (sender) untuk mendapatkan Zhinu (objek) sebagai jodohnya. Pakaian dewi yang diambil oleh Niulang adalah helper

I II III

Situasi Awal

Transformasi

Situasi Akhir Uji

Kecakapan Utama Kegemilan gan Jaka

Tarub mencuri selendang Nawang Wulan sehingga ia tidak dapat kembali ke kayangan dan terpaksa tinggal di bumi bersama Tarub

Tarub dan Wulan hidup bersama dan memiliki putri bernama Nawang sih

Tarub membuka penanak nasi sehingga Wulan kehilang an kesaktian nya, ia tidak bisa lagi memasak setungku nasi dari satu butir padi

Nawang Wulan menemuk an selendang nya yang disembu nyikan oleh Tarub di lumbung padi, ia sangat kecewa dan memutus kan untuk kembali ke kayangan

Nawang Wulan akan kembali ke bumi untuk menyusui Nawang sih yang masih kecil Opponent/

Penentang Kebohongan,

melanggar janji Receiver/

Penerima Jaka Tarub

Helper/

Penolong Selendang, Nawangsih

Subjek Jaka Tarub Objek Nawang

Wulan Sender/

Pengirim Memiliki keluarga bahagia

Opponent/

Penentang Zhinu Receiver/

Penerima Niulang

Helper/

Penolong Pakaian

Dewi

Subjek Niulang Objek Zhinu Sender/

Pengirim Sapi ajaib

(10)

166 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021 yang membantu Niulang untuk

mewujudkan rencananya. Zhinu juga berkedudukan sebagai opposant dalam skema, ia terus berusaha mencari keberadaan pakaian dewinya agar bisa kembali ke kayangan meski pada akhirnya ia tak berhasil dan terpaksa harus tinggal di bumi bersama Niulang.

“一天晚上,他走进牛棚,忽 然听到一声“牛郎!”是谁叫他 呢?回头一看,微弱的星光下 面,原来是老牛在说话。老牛 说:“明天晚上,你翻过右边 那座山,山那边有一个湖,湖 边有一片树林。等到半夜时分

,就会有七个仙女从天上飞下 来,她们会在碧莲湖洗澡。等 她们脱下仙衣,放在湖边草地 上,你要趁悄悄拿走红色那件

,回来藏在自家屋梁上。你记 着,那个丢了衣裳的仙女就是 你的妻子。这可是个好机会,

你千万别错过了。””

Terjemahan:

Pada sebuah malam, ketika melangkah menuju kandang sapi tiba-tiba Niulang mendengar suara memanggil-manggil namanya “Niulang!”. Siapa gerangan yang memanggilnya?

Niulang memalingkan kepalanya, seberkas cahaya menyeruak, ternyata sapinya lah yang berbicara. Sang sapi berkata: “Besok malam, pergilah kamu ke bukit, di dalam bukit ada sebuah telaga di tengah hutan. Tunggulah hingga tengah

malam, akan ada 7 bidadari yang turun ke bumi, mereka akan mandi di telaga. Ketika mereka telah melepas pakaian bidadarinya, kau dengan pelan- pelan ambilah yang berwarna merah, kemudian pulanglah dan sembunyikan. Ingatlah, bidadari yang kehilangan bajunya adalah calon istrimu. Ini adalah kesempatanmu.” (Liqun, 2000:

35).

Kutipan di atas menunjukkan awal terjadinya semua kejadian dalam cerita. Sapi adalah pengirim atau sender yang menjadi penggerak utama yang menyuruh subjek yaitu Niulang untuk mendapatkan objek yaitu dewi kayangan sebagai seorang istri.

Gambar 9. Skema Aktan Dua Niúlángzhīnǚ

Niulang dan Zhinu (subjek dan receiver) hidup bersama dan saling jatuh cinta (sender), mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Yumei dan seorang anak laki- laki yang diberi nama Jinge. Anak- anak mereka berfungsi sebagai helper

Opponent/

Penentang (tidak ada) Helper/

Penolong Anak

Receiver/

Penerima Niulang dan

Zhinu

Subjek Niulang dan Zhinu

Objek kebaha giaan Sender/

Pengirim Cinta

(11)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 167 yang menolong pencapaian berupa

kebahagaiaan (objek).

Gambar 10. Skema Aktan Tiga Niúlángzhīnǚ

Dewi Ratu (opposant) mengetahui bahwa Zhinu berada di bumi dan menikah dengan seorang manusia biasa, ia pun murka dan memaksa Zhinu untuk kembali ke kayangan.

Niulang yang teramat mencintai (sender) Zhinu tak tinggal diam.

Dengan bantuan karpet ajaib (helper) sepeninggalan sapi ajaibnya, Niulang bersama anak-anaknya terbang mengejar Zhinu (objek) dan Dewi Ratu ke kayangan.

Gambar 11. Skema Aktan Empat Niúlángzhīnǚ

Melihat Niulang dapat terbang dengan karpet ajaib, Dewi Ratu menciptakan sungai ajaib yang terbuat dari bintang- bintang di angkasa yang memisahkan bumi dan kayangan (opposant).

Niulang tidak dapat menyebrangi sungai tersebut. Niulang dan Zhinu (subjek) sangat sedih karena harus berpisah. Melihat kejadian tersebut gerombolan burung magpie tersentuh dengan cinta Niulang dan Zhinu, gerombolan burung-burung magpie membuat jembatan di atas sungai bintang (helper), Niulang dan Zhinu akhirnya dapat bertemu kembali (objek) di atas jembatan tersebut.

Mereka hanya dapat bertemu sekali dalam setahun, yaitu setiap bulan tujuh, hari tujuh.

Aktan-aktan yang terdapat dalam lima skema yang ada saling berkorelasi dan membentuk skema aktan utama. Bermula dari sender yaitu sapi ajaib pada aktan satu yang menjadi penggerak cerita, subjek utama adalah Niulang, objek utama adalah Zhinu, yang berfungsi sebagai helper adalah pakaian dewi, karpet ajaib, dan burung magpie, sedangkan Dewi Ratu yang berusaha memisahkan Niulang dan Zhinu berfungsi sebagai opposant atau penentang. Jika disusun dalam skema aktan maka akan tergambarkan sebagai berikut.

Opponent/

Penentang Dewi Ratu Receiver/

Penerima Niulang

Helper/

Penolong Karpet ajaib

Subjek Niulang

Objek Zhinu Sender/

Pengirim Cinta

Opponent/

Penentang Sungai bintang di

angkasa Subjek

Niulang dan Zhinu

Receiver/

Penerima Niulang dan

Zhinu Objek

Bertemu kembali Sender/

Pengirim Cinta

Helper/

Penolong Burung magpie

(12)

168 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021 Gambar 12. Skema Aktan Utama

Niúlángzhīnǚ

Jika digambarkan dalam struktur fungsional maka keseluruhan cerita akan terbagi menjadi tiga bagian utama seperti pada tabel dua berikut.

Tabel 2. Struktur Fungsional Mitos Niúlángzhīnǚ

I II III

Situasi Awal

Transformasi

Situasi Akhir Uji

Kecakapan Utama Kegemilan gan sapi

peliha raan Niulang dapat berbica ra dan memin ta Niulang untuk pergi ke hutan dan menga mbil pakaian dewi yang sedang mandi di danau

Mencerita kan Niulang dan Zhinu hidup bersama, Niulang bertani sedangkan Zhinu menenun kain, mereka saling jatuh cinta dan memiliki dua orang anak, Jinge dan Yumei

Dewi Ratu sangat marah dan memba wa paksa Zhinu pulang ke kayang an.

Niulan g pun mengej arnya mengg unakan karpet ajaib

Dewi Ratu mencipta kan sungai dari bintang- bintang di angkasa yang memisah kan bumi dan kayangan, Niulang tidak dapat menyebran gi sungai tersebut

gerombolan burung- burung magpie membuat jembatan di atas sungai bintang, Niulang dan Zhinu akhirnya dapat bertemu kembali

Pada tabel dua dijelaskan tahapan jalan cerita mitos yang terbagi menjadi tiga tahapan utama sesuai dengan struktur fungsionalnya. Setiap konflik yang terjadi dan penyelesaian dari masing-masing konflik tersebut menduduki fungsinya tersendiri yang membangun keseluruhan cerita.

Persamaan dan Perbedaan Struktur Cerita

Setelah dilakukan analisis dengan menjabarkan skema aktan dan fungsional dari kedua mitos yang diteliti ditemukan beberapa persamaan, yaitu:

(1) Tema yang diangkat dalam mitos Jaka Tarub dan Niúlángzhīnǚ sama, yakni mengenai kisah percintaan antara manusia dan dewi atau bidadari.

(2) Terdapat kesamaan ide dalam awal permunculan konflik, di mana tokoh utama laki-laki mengambil barang milik tokoh utama perempuan yang menyebabkan tokoh utama perempuan tidak bisa kembali ke kayangan.

(3) Subjek pada struktur aktan kedua mitos sama yaitu tokoh utama laki- laki, Objeknya pun sama yaitu tokoh utama perempuan.

Selain terdapat persamaan, terdapat juga cukup banyak perbedaan di antara kedua mitos tersebut, yaitu:

(1) Sender atau penggerak usaha subjek untuk memperjuangkan objek pada kedua mitos berbeda, pada mitos Jaka Tarub sender adalah keinginan hati si tokoh utama laki-laki, sedangkan pada mitos Niúlángzhīnǚ sender adalah sapi ajaib.

(2) Helper atau penolong berbeda, pada mitos Jaka Tarub helper utama

Helper/

Penolong Pakaian dewi,

karpet ajaib, burung magpie

Subjek

Niulang Opposant/

Penentang Dewi Ratu Receiver/

Penerima Niulang dan Zhinu Objek

Zhinu Sender/

Pengirim Sapi ajaib

(13)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 169 adalah selendang, sedangkan pada

mitos Niúlángzhīnǚ terdapat 3 helper yaitu pakaian dewi, karpet ajaib dan burung magpie.

(3) Opposant atau penentang berbeda, pada mitos Jaka Tarub opposant adalah tindakan buruk yang dilakukan oleh tokoh utama laki-laki yakni mencuri dan melanggar janji, sedangkan pada mitos Niúlángzhīnǚ opposant utama adalah Dewi Ratu.

(4) Akhir cerita berbeda, pada mitos Jaka Tarub subjek tidak dapat mencapai tujuan utama atau objek yang diminta dari sender, sedangkan pada mitos Niúlángzhīnǚ subjek berhasil mencapai tujuannya.

Makna Mitos Terhadap Tradisi Budaya Masyarakat Setempat Kedua mitos berasal dari negara yang berbeda, menggunakan bahasa yang berbeda, dan masing-masing berangkat dari latar budaya yang berbeda pula. Eksistensi dari makna mitos pastinya memiliki pengaruh terhadap budaya yang berkembang di masyarakat setempat di mana mitos tersebut diceritakan secara turun- tenurun. Mitos Jaka Tarub berasal dari tanah Jawa, berdasarkan hasil penelusuran penulis ditemukan dua tempat yang meyakini daerahnya adalah tempat terjadi pertemuan antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan.

Tempat yang pertama adalah Air Terjun Sekar Langit yang berlokasi di Kecamatan Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Air terjun ini terletak di kawasan perbukitan sebelah utara Gunung Merbabu dan Gunung Andong. Jarak tempuh dari Kota

Magelang adalah sekitar 24 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 40 menit berkendara dengan mobil.

Warga setempat percaya Jaka Tarub dan Nawang Wulan bertemu di Air Terjun Sekar Langit, di sekitar air terjun terdapat pertapaan yang dianggap keramat, warga biasa melakukan ritual di area tersebut.

Masyarakatpun percaya jika mandi di air terjun dapat menyehatkan karena mampu melancarkan peredaran aliran darah (Prasetya, 2018).

Tempat lain yang juga dipercaya sebagai tempat terjadinya kisah Jaka Tarub adalah Curug Tujuh Bidadari yang berada di Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Masyarakat setempat percaya tujuh bidadari pernah mandi di curug tersebut, salah satu bidadari dari ketujuh bidadari tersebut adalah Nawang Wulan yang akhirnya diperistri oleh Jaka Tarub.

Kisah yang beredarpun tidak hanya satu, ada yang mengaitkan Jaka Tarub dengan kisah raja-raja Mataram.

Curug ini sendiri dianggap keramat oleh masyarakat setempat, setiap kali musim panen masyarakat akan menggelar upacara adat (Sugiharto, 2015: 46).

Mitos Niúlángzhīnǚ pun memberikan pengaruh besar terhadap tradisi budaya di tempat asalnya.

Mitos ini berasal dari negara Tiongkok, berdasarkan catatan sejarah kisah Niulang dan Zhinu untuk pertama kalinya disebut dalam sebuah puisi yang berasal dari zaman Dinasti Zhou Barat (西周Xizhou 1045—771 SM), yang berjudul 《诗经 小雅大东

(14)

170 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021

Shi jing Xiaoya Dadong.

Masyarakat Tiongkok percaya Zhinu adalah putri Dewa Langit, ia sangat pandai menenun, awan-awan indah yang berada di langit adalah hasil tenunan Dewi Zhinu. Mitos Niúlángzhīnǚ dipercaya dan dianggap suci oleh masyarakat Tiongkok, sejak ratusan tahun yang lalu hingga saat ini masyarakat Tiongkok pada tanggal tujuh bulan tujuh penanggalan tradisional Tionghoa (kalender lunar) selalu merayakan Festival Qixi (七夕 节 Qixi Jie) untuk mengenang kisah cinta Niulang dan Zhinu. Festival Qixi dianggap sebagai hari kasih sayang jika di negara barat memiliki hari Valentine maka di Tiongkok mereka memiliki Festival Qixi.

Tradisi perayaan Festival Qixi merupakan salah satu tradisi budaya yang terbentuk dari mitos Niúlángzhīnǚ. Tradisi ini sudah ada sejak zaman Dinasti Han, tercatat dalam kitab Catatan Xijing (《西京杂 记》xījīng zájì) yang merupakan catatan awal literasi kuno. Dalam puisi-puisi Dinasti Tang dan Song, beberapa kali Qiqiao yang merujuk pada gadis penenun disebut. Selain itu berdasarkan legenda Kaiyuan Tianbao (《开元天宝遗事》kāiyuán tiānbǎo yíshì) kaisar Dinasti Tang, Taizong dan para selirnya berpesta di istana setiap Festival Qixi. Pada tanggal 20 Mei 2006, Festival Qixi dimasukkan dalam kelompok pertama daftar warisan budaya tidak benda nasional oleh Dewan Negara Republik Rakyat Tiongkok.

Dalam rangka merayakan Festival Qixi masyarakat di berbagai daerah Tiongkok memiliki tradisi yang beraneka ragam. Salah satu tradisi yang paling terkenal adalah Chuān zhēn qǐqiǎo (穿针乞巧), yaitu lomba ketangkasan memasukan benang ke dalam jarum yang diikuti oleh para gadis muda. Tujuh jarum berderet akan ditancapkan di akar teratai atau tanaman umbi-umbian seperti lobak, mereka yang berhasil memasukan benang ke dalam jarum-jarum tersebut tanpa berhenti atau sekali coba maka akan mendapatkan anugerah ketangkasan dari Dewi Zhinu. Ada pula tradisi menarik lainnya, misalnya, di daerah Juancheng, Caoxian, dan Pingyuan, gadis-gadis akan berkumpul dan membuat pangsit, di dalam pangsit dimasukan koin, jarum, dan kurma cina (hong zao). Gadis yang mendapatkan koin berarti akan mendapatkan berkah, yang mendapat jarum berarti ia akan mendapatkan keahlian, dan yang mendapatkan kurma cina berarti akan segera menikah.

Gambar 13. Tradisi Chuān zhēn qǐqiǎo (Sumber: Zhongguo Gudai Wenhua

Wangzhan)

Di Provinsi Zhejiang terdapat tradisi yang berbeda, misalnya, di Kota

(15)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 171 Hangzhou, Ningbo, dan Wenzhou

masyarakat akan membuat kue yang terbuat dari tepung dan dibentuk beraneka rupa lalu digoreng dengan minyak, kue ini disebut kue Qiao (巧 果qiǎo guǒ). Pada malam hari kue Qiao akan disajikan dengan makanan lainnya, para gadis akan memohon kepada Dewi Zhinu agar mereka diberkati ketangkasan dan keahlian.

Para gadis juga akan menangkap laba- laba dan memasukkannya ke dalam kotak. Pada hari kedua kotak tersebut akan dibuka, jika laba-laba telah membuat jaring maka artinya doa gadis-gadis tersebut terkabul. Masih di Provinsi Zhejiang, yaitu Kota Jinhua, masyarakat memiliki tradisi untuk menyembelih ayam demi mendoakan kebahagiaan Niulang dan Zhinu. Arti tradisi ini adalah apabila mereka menyembelih ayam pada malam bulan tujuh hari tujuh ketika Niulang dan Zhinu bertemu tidak akan ada ayam yang berkokok, pagi pun tak datang sehingga Niulang dan Zhinu tidak akan berpisah.

Gambar 14. Upacara adat perayaan Festival Qixi (Sumber: Zhongguo

Gudai Wenhua Wangzhan)

Masyarakat Guangxi juga memiliki tradisi unik untuk merayakan Festival Qixi. Seminggu sebelum festival, gadis-gadis akan menyiapkan kertas warna, tali, dan berbagai pernak- pernik untuk menghias, mereka juga merendam biji-bijian dan kacang hijau agar berkecambah. Setelah tunas tumbuh maka akan digunakan untuk persembahan dewa dan dewi. Pada malam keenam sampai ketujuh di bulan tujuh (kalender lunar), para gadis akan mengenakan pakaian dan perhiasan baru. Setelah semua persiapan selesai, mereka akan membakar dupa, menyalakan lilin lalu mengadakan upacara adat, membungkuk, dan melakukan pengharapan di bawah langit berbintang, doa dilakukan sebanyak tujuh kali berturut-turut.

Setiap tempat di mana kedua mitos ini dilestarikan ternyata menimbulkan lahirnya suatu tradisi yang menjadi identitas budaya dari tempat tersebut. Makna dari mitos yang melegenda telah melekat menjadi bagian dari masyarakat, bersifat keramat dan terus dilestarikan hingga saat ini.

SIMPULAN

Setelah dilakukan analisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam struktur cerita mitos Jaka Tarub dan Niúlángzhīnǚ. Persamaan terdapat pada tema carita yakni kisah percintaan antara manusia dan dewi atau bidadari serta kesamaan pada ide dalam awal permunculan konflik di

(16)

172 ALAYASASTRA, Volume 17, No. 1, Mei 2021 mana tokoh utama laki-laki

mengambil barang milik tokoh utama perempuan yang menyebabkan tokoh utama perempuan tidak bisa kembali ke kayangan. Dari analisis pada skema aktan, kedua mitos yang dibandingkan ditemukan dua persamaan dan empat perbedaan. Persamaan terdapat pada subjek yang merupakan tokoh utama laki-laki, baik pada mitos Jaka Tarub dan Niúlángzhīnǚ. Persamaan selanjutnya, ada pada objek yang merupakan tokoh utama perempuan dalam mitos. Perbedaan terdapat pada sender (pengirim), helper (penolong), opposant (penentang) dan akhir cerita yang berbeda. Pada mitos Jaka Tarub, sender adalah keinginan hati si tokoh utama laki-laki, helper adalah selendang, opposant adalah tindakan buruk yang dilakukan oleh tokoh utama laki-laki yakni mencuri dan melanggar janji, dan pada akhir cerita subjek tidak dapat mencapai tujuan atau objek. Sedangkan pada mitos Niúlángzhīnǚ, sender adalah sapi ajaib, helper adalah pakaian dewi, karpet ajaib dan burung magpie, opposant adalah Dewi Ratu, dan pada akhir cerita subjek berhasil mencapai tujuan atau objek.

Selain pada struktur cerita, terdapat juga perbedaan dalam tradisi budaya masyarakat setempat di mana mitos tersebut diceritakan secara turun-temurun. Adanya tradisi yang lahir sebagai pengaruh dari kedua mitos tersebut memaknai bahwa mitos merupakan bagian dari identitas budaya tempat tersebut. Mitos yang melegenda telah melekat menjadi bagian dari masyarakat bersifat

keramat dan terus dilestarikan hingga saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Christensen, P. (2008). The “Wild West”: The Life and Death of a Myth. Southwest Review.

Endraswara, S. (2011). Metodologi Penelitian Sastra Bandingan.

Jakarta: Buku Pop.

Harrell, S. (2003). One Quarter of Humanity: Malthusian Mythology and Chinese Realities . By James Z. Lee and Wang Feng . [Cambridge, MA and London: Harvard University Press, 1999. xiii+248 pages.

£12.95. ISBN 0-674-0709-3.].

The China Quarterly.

https://doi.org/10.1017/s0009443 903340318.

Haviland, W. A., Prins, H. E. L., Walrath, D., & McBride, B.

(2014). Anthropology. The Human Challenge. In Journal of Chemical Information and Modeling.

Jabrohim. (1996). Pasar dalam Perspektif Greimas. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Komandoko, G. (2011). Koleksi Terbaik 100 Plus Dongeng Cerita Rakyat Nusantara-Jaka Tarub.

Yogyakarta: PT.Buku Seru.

Liqun, Q. (2000). Zhōngguó Gǔdài Shénhuà Gùshì. Tianjin China:

Tianjun Jiaoyu Chuban She.

Madsen (ed.), P. (1970).

Strukturalisme : en antologi. In Bibliotek Rhodos.

Marinda, S. (2014). Perbandingan

(17)

Mitos Jaka Tarub dan Niúláng Zhinü... (Destyanisa Tazkiyah dkk.) 173 Struktur Cerita Dongeng Jaka

Tarub Dalam Kumpulan Cerita Anak Karya Ali Muakhir dengan Dongeng Shiroi Tori Karya Kusuyama Matao. Jurnal Mahasiswa FIB.

Mayasari, G. H. (2016). Meneropong Teori Sastra Bandingan Pada Buku Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Metasastra:

Jurnal Penelitian Sastra.

https://doi.org/10.26610/metasast ra.2011.v4i2.208-2011.

Prasetya, A. W. (2018, Desember 12).

Jelajah Air Terjun Sekar Langit, Tempat Jaka Tarub Bertemu Bidadari. Retrieved from https://travel.kompas.com/read/2 018/12/20/092100927/jelajah-air- terjun-sekar-langit-tempat-jaka- tarub-bertemu-bidadari?page=all Rahmah, Y. (2007). Dongeng Timun

Emas (Indonesia) Dan Dongeng Sanmai No Ofuda (Jepang) (Studi Komparatif Struktur Cerita dan Latar Budaya). Thesis.

Roberts, J. (2009). Chinese Mythology A to Z. In Journal of Chemical Information and Modeling.

Segal, R. A. (2014). Philosophy, Religious Studies, and Myth. In Philosophy, Religious Studies,

and Myth.

https://doi.org/10.4324/97813150 50676.

Sugiharto, A. (2015). Legenda Curug 7 Bidadari: Kajian Stukturalis Levi-Strauss. Universitas Diponegoro.

Taum, Y. Y. (2011). Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan Pendekatan Disertai Contoh

Penerapannya. Yogyakarta:

Lamalera.

Yuniasti, H. (2019). Analisis Struktur Naratif A.J Greimas Dalam Novel Lelaki Harimau Karya Eka Kurniawan. Kembara Journal of Scientific Language Literature

and Teaching.

https://doi.org/10.22219/kembara.

vol5.no2.195-207.

Gambar

Gambar 2. Skema Aktan Satu Jaka Tarub
Gambar 4. Skema Aktan Tiga Jaka Tarub
Gambar 7. Skema Aktan Utama Jaka  Tarub
Gambar 9. Skema Aktan Dua  Niúlángzhīnǚ
+5

Referensi

Dokumen terkait