BAB 5
SIMPULAN, DISKUSI, SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi mengenai hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian. Selain itu, juga terdapat saran-saran yang dapat
dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya, agar kekurangan dala penelitian ini dapat diantisipasi.
5.1 Simpulan
Dalam penelitian ini terdapat tujuan yang ingin dicapai, yaitu ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara gaya komunikasi orangtua dengan kecenderungan perilaku asertif remaja di DKI Jakarta. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 remaja. Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan data, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya komunikasi orangtua dengan kecenderunga perilakua asertif remaja. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan dibahas dalam bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan antara gaya komunikasi orangtua yang pasif dengan kecenderungan perilaku asertif remaja. Hal ini berarti, berdasarkan sampel gaya komunikasi orangtua yang pasif di alat ukur gaya
komunikasi orangtua tidak cukup untuk mempengaruhi perilaku asertif remaja.
2. Tidak ada hubungan antara gaya komunikasi orangtua yang agresif dengan kecenderungan perilaku asertif remaja. Hal ini berarti,
berdasarkan sampel gaya komunikasi orangtua yang agresif di alat ukur gaya komunikasi orangtua tidak cukup untuk mempengaruhi perilaku asertif remaja.
3. Ada hubungan positif antara gaya komunikasi orangtua yang asertif dengan kecenderungan perilaku asertif remaja. Hal ini berarti, perilaku asertif remaja supported by gaya komunikasi orangtua.
47
4. Berdasarkan analisis tambahan, gaya komunikasi yang diterapkan oleh ayah lebih mempengaruhi perilaku asertif remaja dibandingkan dengan gaya komunikasi yang diterapkan oleh ibu.
Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat di tarik kesimpulan bahwa gaya komunikasi orangtua terhadap anak sangat mempengaruhi perilaku anak.
Segala jenis komunikasi yang dilakukan oleh orangtua kepada anak akan
membentuk suatu perilaku atau pengelolaan emosi yang berbeda-beda sesuai apa yang telah diajarkan oleh orangtua. Orangtua merupakan lingkungan pertama bagi anak yang sangat berperan penting dalam setiap perkembangan anak khususnya perkembnagan kepribadian dan emosi anak.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari korelasi antara gaya komunikasi orangtua dengan perilaku asertif remaja, memperoleh hasil uji statistik sebesar p < 0,05, r = ,260) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang tinggi dan positif antara variabel gaya komunikasi orangtua dan perilaku asertif remaja.
Dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya komunikasi orangtua dengan perilaku asertif remaja dikarenakan komunikasi di dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap dampak perilaku anak di masa pertumbuhan dan perkembangannya. Holstein dan Stainly (dalam Barnes, 1985) mengemukakan bahwa diskusi yang dilakukan antara anak dan orangtua secara signifikan
memfasilitasi perkembangan moral pada remaja. (Suryadi, 2004) juga mengatakan bahwa proses sosialisasi anak dalam lingkungan sosial sangat di pengaruhi oleh pola komunikasi yang diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya. Orangtua yang memilki komunikasi yang baik dengan anaknya maka dapat menciptakan hubungan yang harmonis di dalam keluarga sehingga perkembangan kepribadian anak baik.
Dengan adanya komunikasi yang efektif di dalam keluarga dapat terciptanya hubungan yang baik antara anak dan orangtua, adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi yang efektif diantaranya, pengertian, kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan sosail yang baik dan adanya tindakan. Dalam hal ini, terkait dengan faktor-faktor yang mempengarihi adanya komunikasi yang
efektif, gaya komunikasi orangtua asertif memilki ciri-ciri kelima ciri tersebut, sedangkan gaya komunikasi orangtua pasif dan agresif hanya terdapat beberapa ciri saja, hal ini dapat di simpulkan bahwa gaya komunikasi asertif terbilang gaya komunikasi yang efektif untuk di terapkan di dalam keluarga.
Dengan menggunakan gaya komunikasi orangtua yang asertif secara konsisten di dalam berkomunikasi dengan anak, maka anak terbiasa untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya dan tujuan dari perilaku asertif adalah membuat proses komunikasi berjalan lancar dan membangun hubungan yang baik, saling menghormati. Tetapi jika orangtua terbiasa melakukan gaya komunikasi secara agresif, anak terbiasa untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginannyya dengan cara pemaksaan hak kepada orang lain, gaya komunikasi ini juga sangat tidak efektif karena ada pemaksaan hak pada orang lain. Sedangkan jika orangtua yang terbiasa untuk menerapkan gaya komunikasi orangtua yang pasif, maka anak terbiasa selalu mengalah dengan merendahkan diri kepada orang lain saat berkomunikasi, sehingga hal tersebut bias di simpulkan, gaya komunikasi orangtua pasif dan agresif tidak efektif jika di terapkan kepada anak di dalam keluarga.
Hasil uji analisis tambahan dengan menggunakan uji T, menunjukkan bahwa gaya komunikasi ayah lebih tinggi dibandingkan gaya komunikasi ibu, gaya komunikasi ayah (T [199] = 89,40 p < 0,05) sedangkan gaya komunikasi ibu (T [199] = 78,02 < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa gaya komunikasi asertif ayah lebih tinggi. Lioyd (1991) mengatakan perilaku asertif dipengaruhi oleh jenis kelamin karena semenjak kanak-kanak, peran dan pendidikan laki-laki dan
perempuan telah dibedakan oleh masyarakat, sejak kecil telah dibiasakan bahwa anak laki-laki harus tegas dan kompetitif dan anak perempuan harus pasif
menerima perintah dan sensitif. Hal ini berakibat laki-laki akan berperilaku lebih asertif dibandingkan anak perempuan.
Menurut Arsante dan Gudykunst (Syarani, 1995) menyatakan bahwa pada umumnya pria banyak memiliki sifat-sifat maskulin yaitu kuat, asertif, kompetitif, dan ambisius.Penelitian Bee (Yogaryjantono, 1991) menambahkan laki-laki cenderung lebih mandiri, tidak mudah terpengaruh, dan lebih tenang.Perempuan lebih mudah terpengaruh dan lebih bersifat mendidik. Menurut Budiman dalam
Widodo (1998) memperkuat pendapat Bee, dengan mengatakan bahwa laki-laki lebih aktif dan lebih rasional, sedangkan perempuan lebih pasif, lebih emosional, dan lebih submisif.
5.2.1 Saran Teoritis
Setelah penelitian yang telah dilakukan, peneliti memiliki beberapa saran teoritis dan praktis yang dapat digunakan dan dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya. Selain itu penelitian ini juga bisa menjadi referensi kepada para orangtua terhadap gaya komunikasi yang diterapkan kepada anak. Saran peneliti untuk penelitian selanjutnya,yakni:
• Dapat mempertimbangkan faktor lain selain perilaku asertif remaja dan gaya komunikasi orangtua (menggunakan lebih dari satu independent variable) untuk menganalisa fenomena bullying remaja (seperti, hubungan antara gaya komunikasi orangtua dengan resilience, krisis identitas terhadap perilaku asertif remaja dan gaya komunikasi terhadap perilaku asertif anak),
• Penelitian ini akan lebih informatif dan hasil dan saran akan lebih kuat jika menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara secara langsung kepada responden yang dijadikan subjek penelitian.
Tujuan interview adalah untuk menggali lebih dalam faktor-faktor yang dapat di mempengaruhi kedua variabel di penelitian ini, yaitu gaya komunikasi orangtua dan perilaku asertif remaja.
• Berdasarkan hasil uji korelasi antara gaya komunikasi orangtua dan perilaku asertif, tidak ada hubungan antara gaya komunikasi pasif dan agresif terhadap perilaku asertif. Disarankan agar sample item pada alat ukur gaya komunikasi orangtua khususnya ada gaya komunikasi
orangtua pasif dan agresif lebih di perbanyak.
• Disarankan mencari referensi lain terkait teori gaya komunikasi orangtua yang lebih appropriate dan updated.
5.2.2 Saran Praktis Bagi Para Orangtua Saran peneliti bagi para orangtua, yakni:
• Berdasarkan hasil penelitian, maka diharapkan bagi para orangtua dianjurkan agar sebaiknya menerapkan gaya komunikasi asertif kepada anak. Gaya komunikasi asertif cenderung berpusat dua arah, saling mengkomunikasikan dengan baik apa yang diinginkan orangtua terhadap anak, dan apa yang di inginkan anak terhadap orangtua.
Dengan begitu komunikasi anak dan orangtua dapat terjalin dengan baik dan tidak terjadi salah paham antar keduanya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbincang-bincang pada saat makan pagi ataupun makan malam. Cara lainnya adalah menggunakan akhir minggu atau hari libur untuk bersama-sama dengan keluarga. Walaupun dengan waktu yang sedikit, bila digunakan secara maksimal untuk
berkomunikasi dan bertukar pikiran dapat menumbuhkan rasa saling pengertian. Antara orangtua dan remaja harus saling menerima satu sama lainnya agar tercipta hubungan yang harmonis.
• Bagi para orangtua tidak disarankan untuk menggunakan gaya komunikasi pasif dan agresif, karena dengan orangtua menggunakan gaya komunikasi pasif kepada anak, anak akan sulit memahami maksud dari orangtuanya, dan pesan yang disampaikan pun tidak akan di pahami oleh anak. Komunikasi ini tidak efektif karena dapat
memberikan keuntungan kepada orang lain dan menyakiti diri sendiri (Gamble, 2005). Begitupun gaya komunikasi orangtua agresif, dengan menerapkan gaya komunikasi orangtua agresif orangtua biasanya cenderung tidak memperdulikan apa yang menjadi pendapat anak, sehingga anak terbiasa untuk selalu menuruti apa yang menjadi keinginan orangtua, biasanya gaya komunikasi agresif cenderung menggunakan physical punishment dalam berkomunikasi (Heffer, 2005), hal ini menimbulkan tidak jelasnya pesan yang ingin di sampaikan orangtua kepada anak. Oleh karena itu, gaya komunikasi orangtua agresif sangat tidak efektif karena ada pemaksaan hak kepada orang lain ( Effendy, 1989).
Diharapkan kepada para orangtua agar menerapkan gaya komunikasi asertif secara konsisten antar pasangan (ayah dan ibu) agar dapat mempengaruhi kebiasaan pada anak.