• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) merupakan cendawan tular tanah (soil borne), penghuni akar (root inhabitant), memiliki ras fisiologi yang berbeda, dan menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik. Disamping itu klamidospora Foc dapat bertahan lama dalam tanah dan dapat berkecambah jika ada rangsangan dari ekskresi akar atau eksudat akar. Klamidospora dapat bertahan di dalam tanah selama 30 tahun tanpa tanaman inang (Stover 1962), dan dapat juga bertahan sebagai epifit pada akar gulma atau pada tanaman yang mempunyai kekerabatan dekat dengan pisang (Wardlaw 1972). Penularan penyakit layu fusarium dapat terjadi melalui bibit, tanah yang terinfeksi, tanah yang melekat pada alat-alat pertanian, dan aliran air permukaan tanah serta sisa-sisa tana man sakit (Ploetz & Pegg 2000).

Cendawan ini hidup di dalam tanah, masuk ke akar melalui lubang alami atau luka lalu masuk ke bonggol dan dari sini patogen berkembang cepat menuju batang sampai jaringan pembuluh. Pada tingkat lanjut miseliumnya dapat masuk ke pembuluh parenkim dan patogen akan membentuk konidia dalam jaringan tanaman dan mikrokonidia dapat terangkut melalui silem (Wardlaw 1972). Konidia dapat menghasilkan klamidospora dan akan kembali ke tanah jika tanaman mati. Klamidospora ini dapat bertahan dalam bentuk dorman di dalam tanah selama beberapa tahun (Ploetz 1998).

Penyakit layu fusarium lebih merugikan pada tanah aluvial yang asam. Umumnya pada tanah geluh yang bertekstur ringan atau berpasir, penyakit akan lebih cepat meluas (Semangun 1994). Menurut Cook dan Baker (1983) penyakit yang disebabkan oleh Fusarium berkembang baik pada tanah yang berpasir asam. Tanah berpasir yang cepat melewatkan air, kering dan beraerasi baik lebih sesuai bagi Fusarium, sebaliknya tanah liat alkalin paling tidak sesuai untuk perkembangan penyakit yang disebabkan Fusarium, karena tanah berliat akan lembab sehingga menghambat perkembangan cendawan ini.

(2)

Gejala Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

Gejala yang klasik dan menyolok dari layu fusarium pada awalnya adalah terjadi penguningan tepi daun pada daun-daun yang lebih tua ( gejala ini awalnya sulit dibedakan dari kekurangan kalium, terutama pada kondisi kering atau sejuk). Gejala menguning berkembang dari daun tertua menuju ke daun termuda. Daun-daun yang terserang secara berangsur-angsur layu pada tangkainya atau lebih umum pada dasar ibu tulang daun dan menggantung ke bawah menutupi batang semu. Rata-rata lapisan luar batang palsu terbelah dari permukaan tanah atau terjadi retakan memanjang pada batang semu. Pada bagian dalam apabila dibelah, terlihat garis- garis coklat atau hitam menuju ke semua arah, dari batang (bonggol) ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Berkas pembuluh akar tidak berubah warnanya, namun sering akar tana man sakit berwarna hitam dan membusuk (akan tampak pada tanaman yang berumur 5-10 bulan ). Pada beberapa kultivar, daun-daun pada tanaman yang terinfeksi berwarna sangat hijau sampai daun rebah dan menjadi layu. Daun-daun termuda menampakkan gejala yang paling akhir dan seringkali berdiri tegak. Pertumbuhan tanaman tidak terhenti, daun-daun yang baru muncul berkurang sangat tajam dan nampak berkerut semu. Tidak terdapat gejala patogenik pada buah, akan tetapi serangan penyakit dapat menurunkan kualitas dan kuantitas buah (Semangun 1994; Ploetz & Pegg 2000).

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium

Beberapa teknik pengendalian penyakit layu fusarium telah direkomendasikan seperti penggunaan fungisida, rotasi tanaman, perendaman lahan, penambahan bahan organik, penggunaan varietas tahan dan pengendalian hayati (Pegg et al. 1996; Stover 1962; Djatnika et al. 2003; Wibowo et al. 2004). Penggunaan fungisida dazomet kurang efektif karena fungisida hanya dapat terserap tanah pada kedalaman beberapa sentimeter (Djatnika et al. 2003). Cendawan Fusarium mampu menginfeksi perakaran pada daerah yang lebih dalam lagi dari daerah penyerapan fungisida (Stover 1962). Pengendalian dengan rotasi tanaman dan perendaman lahan selama 6 bulan hanya mampu menekan kejadian penyakit selama 2 tahun (Stover 1962). Penambahan bahan organik

(3)

hanya mampu menghambat perkembangan layu fusarium dalam jangka waktu yang pendek (Pegg et al. 1996). Penggunaan kultivar tahan merupakan salah satu cara yang aman, akan tetapi untuk mendapatkan kultivar yang tahan agak sulit karena Fusarium memiliki gen virulen yang beragam (Moore et al. 2001), terutama Fusarium dari ras 4 yang memiliki kisaran inang yang luas (Huang and Ko 1990). Selain itu, untuk mendapatkan kultivar yang tahan menbutuhkan waktu dan biaya yang tinggi.

Pengendalian layu fusarium pada pisang dengan solarisasi tanah dan agen antagonis belum pernah dicoba. Adapun solarisasi tanah telah diketahui dapat menekan populasi Fusarium oxysporum f. sp. lycopesrici (Katan et al. 1976). Penggunaan agen antagonis dari genus Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. untuk pengendalian layu fusarium dalam rumah kaca, juga telah diketahui keberhasilannya (Eliza 2004). Dari hasil penelitian diharapkan solarisasi tanah dan penggunaan agen antagonis dapat dijadikan salah satu upaya pengendalian layu fusarium pada pisang.

Solarisasi Tanah

Solarisasi tanah atau pemanasan tanah dengan pemanfaatan matahari merupakan teknik untuk menge ndalikan patogen dalam tanah (Katan et al. 1976). Penggunaan solarisasi tanah sudah dilakukan sejak tahun 1976-an di negara Israel dan banyak dikenal dengan beberapa istilah, seperti solar heating of the soil, polyethylene or plastic mulching, solar pasteurization, solar disinfestation dan soil solarization yang telah dikenal sampai saat sekarang (Katan et al. 1976).

Solarisasi tanah merupakan suatu teknik pemanasan dengan menggunakan polyethylene atau plastik bening sebagi penutup tanah yang menyebabkan terjadinya pemanasan dalam tanah sehingga terjadi perubahan sifat fisik, biologi dan kimia (Katan dan DeVay 1991). Perlakuan solarisasi tanah dapat menekan populasi Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici dan Verticillium dahliae antara 54-100% terga ntung kedalaman letak patogen di dalam tanah (Katan et al. 1976). Menurut Gamliel dan Katan (1993), Pseudomonas sp. kelompok fluoresen yang berasal dari akar tomat atau akar kecambah tomat yang tumbuh dalam tanah yang diberi perlakuan solarisasi mampu menekan kolonisasi Penicillium pinophilum.

(4)

Solarisasi tanah selama dua bulan dapat mengendalikan penyakit layu fusarium dan meningkatkan hasil hampir lima kali lipat dibandingkan tanaman yang tanahnya tidak disolarisasi (Torres et al. 1993). Solarisasi tanah dapat menekan serangan berbagai jenis patogen tular tanah pada berbagai jenis tanaman seperti Verticillium dahliae pada kentang dan terung, Sclerotium rolfsii yang menyerang kacang-kacangan dengan berkurangnya serangan patogen tersebut produksi dapat meningkat 35%, 123%, dan 215% dibandingkan dengan kontrol masing- masing tanaman. Solarisasi tanah selama 5-7 minggu menekan kejadian penyakit (46-76.3%) dan indeks penyakit akar gada (penurunan 64.3-89.3%) serta peningkatan produksi tanaman (123.8-147.6%). Besarnya penekanan penyakit dan keterjadian penyakit tergantung dari lamanya solarisasi tanah. Terjadinya penekanan penyakit diduga bukan merupakan pengaruh langsung dari peningkatan suhu akibat solarisasi, tetapi karena adanya perubahan mikroba tanah, terutama aktinomisetes dan bakteri antagonis yang berpotensi sebagai agen antagonis (Katan et al. 1976; Kartini 1996; Rusmawati 2002).

Kelebihan lain solarisasi tanah yaitu secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengan cara fumigasi dan tidak membahayakan lingkungan serta tidak meninggalkan residu (Katan et al. 1976). Selain itu solarisasi tanah biayanya murah dan dapat digabungkan dengan teknik pengendalian yang lainnya (Chellemi et al. 1997).

Pseudomonas fluorescens dan Bacillus spp. Sebagai Agen Pengendalian Hayati

Bakteri genus Pseudomonas mempunyai ciri antara lain berbentuk bulat panjang atau batang, hampir semuanya motil dengan flagella monotrikus, politrikus, atau lopotrikus serta hampir semuanya gram negatif atau bersifat aerobik. Genus ini juga bersifat fakultatif aerobik, bersel satu, berukuran 1-3 µm, motil dan menghasilkan pigmen yang dapat berdifusi ke dalam medium biakan King’s B (Alexander 1978). Bakteri P. fluorescens mempunyai kemampuan menghasilkan pigmen berwarna kuning sampai hijau atau kadang-kadang biru (Anas 1989). Pigmen hijau merupakan salah satu kriteria yang dipakai para ahli mikrobiologi dalam memilih P. fluorescens yang bermanfaat, karena pigmen

(5)

tersebut biasanya dikeluarkan oleh spesies-spesies Pseudomonas penghasil antibiotika seperti pyoverdine, pyrolnitrin dan pyoluteorin (Lynch 1990).

Pseudomonas fluorescens strain tertentu merupakan mikroorganisme antagonis yang mampu menekan penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah diantaranya Aphanomyces eutiches pada pada kacang buncis, F. oxysporum f. sp. lycopersici pada tomat, F. oxysporum f. sp. lini pada rami dan Rhizoctonia solani pada kapas. Penekanan penyakit oleh P. fluorescens strain tertentu terjadi karena bakteri tersebut mampu mengeluarkan antibiotik seperti, pyoluteorin, 2,4 diacetylphloroglucinol dan monoacetilplorglucinol yang dapat menghambat perkembangan patogen (Bakker et al. 2003). Selain itu P. fluorescens dapat menekan perkembangan perkembangan penyakit tanaman dengan cara kompetisi unsur besi Fe (III) dan unsur karbon, produksi HCN, merangsang akumulasi fitoaleksin untuk ketahanan tanaman, kolonisasi akar dan merangsang pertumbuhan tanaman (Rosales et al. 1995; Widodo et al. 1993)

Di Australia, B. subtilis strain tertentu telah digunakan untuk mengendalikan Ralstonia solanacearum, Pythium sp. dan Fusarium sp. dan berhasil dengan baik. Selain dapat menekan pertumbuhan patogen, bakteri ini juga dapat merangsang pertumbuhan tanaman, meningkatkan bobot kering dan produksi padi-padian sebesar 10%, karena bakteri tersebut menghasilkan senyawa mirip gibberelin (Merriman et al. 1975) dan dapat menghasilkan antibiotik serta zat yang menyebabkan terjadinya lisis (Kim et al. 1997).

Pada pengujian secara in vitro, Bacillus spp. dapat menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Hasil pengamatan mikroskopis, menunjukkan bahwa senyawa antifungal yang dihasilkan bakteri dapat menyebabkan pembengkakan hifa Fusarium oxysporum f.sp. cubense mengakibatkan hifa tidak dapat berkembang sempurna (Eliza 2004). Bacillus BC121 mengeluarkan enzim kitinase yang dapat melisis hifa dan dinding sel Culvularia lunata dan beberapa cendawan lainnya yang tersusun oleh senyawa kitin. (Basha & Ulaganathan 2002).

(6)

Peranan Solarisasi Tanah dan Bakteri Antagonis dalam Pengendalian Hayati Pengendalian hayati adalah pengurangan jumlah inokulum dalam keadaan aktif maupun dorman atau penurunan aktifitas patogen sebagai parasit oleh satu atau lebih organisme yang berlangsung secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau dengan introduksi secara massal satu atau lebih organisme antagonis. Usaha penanggulangan penyakit tanaman dengan cara biologis mempunyai peluang yang cerah, organismenya telah tersedia di alam dan tekniknya dapat dimodifikasi dengan lingkungan maupun tanaman inang. Keuntungan pengendalian hayati antara lain : aman terhadap lingkungan, tidak ada efek residu, dan aplikasinya berkelanjutan. (Cook dan Baker 1983).

Teknik pengendalian hayati patogen tanaman dengan memanipulasi lingkungan yaitu dengan solarisasi tanah dan dikombinasi dengan bakteri antagonis yang diaplikasikan pada perakaran tanaman telah diketahui keberhasilannya. Gamliel dan Katan (1993) melaporkan bahwa perlakuan agen antagonis dari spesies Pseudomonas fluorescens pada perakaran tomat yang kemudian ditanam pada tanah yang telah disolarisasi dapat menekan kolonisasi Penicillium pinophilum, mengurangi kejadian penyakit oleh S. rolfsii pada buncis, mengurangi kejadian penyakit layu fusarium pada kapas dan tomat. Penekanan penyakit terjadi karena peningkatan jumlah agen antagonis pada sekitar perakaran tanaman.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang akan diteliti adalah latar belakang keikut-sertaan santri yang menjadi peserta didik pendidikan kewirausahaan, sistem dan program pendi- dikannya, pengelolaan

maka dari itu perlu juga diketahui apa tujuan seseorang melakukan sebuah wirausaha, berikut ini beberapa alasan seseorang melakukan sebuah usaha Megginson dan Byrd,2000:24

Dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh terdapat dua sumber yaitu sumber data primer (secara langsung) hasil dari wawancara dengan pihak perusahaan terkait dan sumber data

Pada penelitian ini lansia yang mengalami asupan protein kurang cenderung mengalami kecemasan dibandingkan dengan lansia yang tidak cemas.Penelitian ini tidak

Dari konteks inilah, tidak ada salahnya bila kita merujuk pada pendapat Syahr ū r yang menganjurkan untuk menutup bagian tubuh perempuan sebagaimana kondisi, situasi dan

dialokasikan untuk pemasaran dan penjualan, (2) berbeda tergantung pada tingkat profitabilitas membuat estimasi probabilitas dan ROI yang mereka terhadap penawaran

Pada siklus I dengan skor rata-rata sebesar 3.5 kategori “cukup” karena penyampaian materi pembelajaran dan penggunaan tipe Think Pair Share tidak sistematis,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber benih varietas lokal yang ditanam oleh sebagian besar petani responden (94%) berasal dari benih yang dihasilkan petani sendiri