• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. pajak ini dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. diperolehnya dalam tahun pajak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. pajak ini dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. diperolehnya dalam tahun pajak."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

1.1 Tinjauan Teoritis

1.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2010:46), “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak perusahaan”.

Sedangkan Mardiasmo (2011:135), mendefinisikan Pajak Penghasilan (PPh) sebagai berikut : “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak (orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT)) atas penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak”.

Wajib pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya

(2)

kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

1.1.2 Subjek Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 subjek pajak dikelompokkan sebagai berilkut:

1. Orang Pribadi : Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun luar Indonesia.

2. Ahli Waris : Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak.

3. Badan : Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

(3)

4. Bentuk Usaha Tetap : merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya disamakan dengan subjek pajak badan. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

1.1.3 Objek Pajak Penghasilan

Objek Pajak Penghasilan meliputi penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No.36 Tahun 2008, penghasilan yang termasuk objek pajak adalah sebagai berikut :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini,

2. Hadiah dari undian, atau pekerjaan atau kegiatan dan perhargaan,

(4)

3. Laba usaha,

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal,

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya,

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun,

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan,

e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

(5)

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang,

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi,

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak,

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing, 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, 14. Premi asuransi,

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya,

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak,

17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah,

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang

(6)

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, 19. Surplus Bank Indonesia.

Untuk menentukan kapan penghasilan diterima atau diperoleh, ketentuan perundang-undangan perpajakan mewajibkan Wajib Pajak melakukannya sesuai dengan metode pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak itu sendiri, apakah berdasarkan basis akrual atau basis kas. Pendekatan akrual mengakui penghasilan pada saat diperoleh, sedangkan pendekatan kas mengakui penghasilan pada saat diterima.

Kedua metode ini, dalam hal tertentu akan menimbulkan perbedaan waktu antara penghasilan dan beban yang diakui untuk tujuan pelaporan keuangan kormersial yang disesuaikan dengan peraturan perpajakan.

1.1.4 Metode Penangguhan dalam Pajak Penghasilan

Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh-pengaruh pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan. Menurut Zain (2008:190) menyatakan bahwa metode untuk mengalokasikan pajak dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu :

1. Metode Pajak Tangguhan (Deferred Method)

Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach) yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan

(7)

suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen. Selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya.

Metode ini lebih menekankan matching principle pada periode terjadinya perbedaan tersebut.Namun, perkembangan dunia bisnis dan akuntansi telah sedemikian pesatnya sehingga muncul transaksi- transaksi yang tidak diakui dalam laporan laba rugi tetapi langsung diakui sebagai bagian dari ekuitas. Apabila menggunakan pendekatan laba rugi transaksi seperti itu tidak dapat terdeteksi, sehingga pendekatan ini dipandang kurang relevan.

2. Metode Aktiva dan Kewajiban (Asset-Liability Method)

Metode ini menggunakan pendekatan neraca (Balance Sheet Approach) yang menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan

(8)

pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan perbedaan non temporer. Pada metode ini terjadi pengakuan pajak tangguhan (deferrend tax) atas konsekuensi pajak di masa mendatang berupa aktiva (kewajiban) pajak tangguhan yang harus dilaporkan di neraca. Beban pajak tangguhan dilaporkan di laba rugi bagian taksiran PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan pajak tangguhan harus dilaporkan di laba rugi sebagai komponen negatif dan beban pajak tangguhan.

3. Metode Bersih dari Pajak (Net-of-Tax Method)

Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas nilai aktiva atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang menurut SPT tahunan.

1.1.5 Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal

(9)

terjadi karena adanya perbedaan perlakuan atau pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Koreksi fiskal ada dua macam, yaitu :

1. Koreksi Positif

Yaitu koreksi atas laporan keuangan komersial supaya sesuai dengan prinsip Undang-Undang PPh, akibatnya jumlah Penghasilan Kena Pajak membesar.

2. Koreksi Negatif

Yaitu koreksi atas laporan keuangan komersial supaya sesuai dengan prinsip Undang-Undang PPh, akibatnya jumlah Penghasilan Kena Pajak mengecil.

1.1.6 PSAK No. 46 Tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

Perlakuan akuntansi mengenai pajak penghasilan diatur oleh IAI melalui PSAK No. 46 tentang peyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan serta pengungkapan infomasi yang relevan. Perubahan pendekatan yang dipakai oleh Standar Akuntansi Keuangan Khusunya untuk akuntansi pajak penghasilan dari income statement approach atau deferred method menjadi balance sheet approach atau Asset-Liability Method tidak dapat dipungkiri telah menambah kompleksitas penghitungan pajak penghasilan (PPh) karena adanya pengakuan pajak tangguhan pada neraca.

(10)

PSAK No. 46 mulai berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai pada tanggal 1 Januari 1999 bagi perusahaan go public dan perusahaan yang belum go public dimulai pada 1 Januari 2001, namun penerapan lebih dari sangat dianjurkan.

1.1.7 Tujuan PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

PSAK No. 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Masalah utama dalam perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan adalah bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang untuk hal-hal berikut (PSAK No. 46 paragraf 2) :

1. Pemulihan nilai tercatat aktiva yang diakui pada neraca perusahaan atau pelunasan nilai tercatat kewajiban yang diakui pada neraca perusahaan,

2. Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain pada periode berjalan yang diakui pada laporan keuangan perusahaan.

Pengakuan aktiva dan kewajiban pada laporan keuangan, secara tersirat berarti bahwa perusahaan pelapor akan dapat memulihkan atau melunasi nilai tercatat aktiva atau kewajiban tersebut. Apabila besar kemungkinan bahwa pemulihan aktiva dan pelunasan kewajiban tersebut akan mengakibatkan pembayaran pajak periode mendatang yang lebih

(11)

kecil dibandingkan pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan aktiva atau pelunasan kewajiban yang tidak memiliki konsekuesni pajak, maka pernyataaan ini mengharuskan perusahaan untuk mengakui kewajiban pajak tangguhan atau aktiva pajak tangguhan, dengan beberapa pengecualian.

PSAK No. 46, memperlakukan perusahaan untuk konsekuensi pajak dari suatu transaksi dan kejadian lain sama dengan cara perusahaan memperlakukan transaksi dan kejadian tersebut. Oleh karena itu, untuk transaksi dan kejadian lain yang diakui pada laporan laba rugi, konsekuensi atau pengaruh pajak dari transaksi dan kejadian tersebut harus diakui pula pada laporan laba rugi. Sedangkan untuk transaksi dan kejadian lain yang langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas, konsekuensi atau pengaruh pajak dari transaksi dan kejadian tersebut harus langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas. Demikian pula, pengakuan aktiva dan pajak tangguhan pada suatu gabungan usaha mempengaruhi saldo goodwill atau goodwill negative yang timbul dari penggabungan usaha tersebut.

Pernyataan ini juga mengatur pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisa rugi yang dikompensasi ke tahun berikutnya, penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan, dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak penghasilan.

(12)

1.1.8 Penerapan PSAK No. 46 Pertama kali

Sebelum menerapkan PSAK No. 46 untuk itu harus terlebih dahulu diketahui saldo awal aktiva (kewajiban) pajak tangguhannya, yaitu dengan membandingkan antara nilai tercatat aktiva (kewajiban) dengan dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva (kewajiban) pada periode sebelumnya.

Apabila nilai tercatat aktiva lebih besar daripada dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva atau nilai tercatat kewajiban lebih kecil daripada dasar pengenaan pajak (DPP) kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak yang mengakibatkan perusahaan harus mengakui adanya kewajiban pajak tangguhan. Besarnya kewajiban pajak tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar perbedaan temporer kena pajak dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku pada saat kewajiban tersebut dilunasi.

Sebaliknya apabila nilai tercatat aktiva lebih kecil daripada dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva atau nilai tercatat kewajiban lebih besar daripada dasar pengenaan pajak (DPP) kewajiban maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan yang mengakibatkan perusahaan harus mengakui adanya aktiva pajak tangguhan. Besarnya pajak tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku pada saat aktiva tersebut digunakan.

Aktiva pajak tangguhan juga harus diakui apabila perusahaan mempunyai saldo rugi fiskal yang masih dikompensasikan dan besar

(13)

kemungkinan laba fiskal pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasikan. Saldo rugi fiskal dapat dikompensasi dalam jangka waktu 5 tahun. Besarnya aktiva pajak tangguhan yang harus diakui yaitu sebesar saldo rugi fiskal yang masih dapat dikompensasi dikalikan dengan tarif yang secara substantif berlaku jurnal yang dicatat untuk menyesuaikan saldo laba akibat pengaruh kumulatif penerapan PSAK No.

46 yaitu :

Saldo Laba/Rugi xxx

Kewajiban Pajak Tangguhan xxx (Apabila timbul kewajiban pajak tangguhan)

Aktiva Pajak Tangguhan xxx

Saldo Laba/Rugi xxx

(Apabila timbul Aktiva pajak tangguhan)

Sedangkan saldo aktiva (kewajiban) pajak tangguhan untuk periode berjalan dapat ditentukan dengan menggunakan pendekatan neraca seperti di atas atau pendekatan rugi laba. Apabila beban yang diakui secara komersial lebih besar daripada beban fiskal, maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan sehingga perusahaan harus mengakui adanya aktiva pajak tangguhan. Saldo aktiva pajak tangguhan periode berjalan merupakan penghasilan pajak tangguhan yang terjadi pada periode tersebut. Jurnal yang dicatat sebagai berikut :

(14)

Aktiva Pajak Tangguhan xxx

Penghasilan Pajak Tangguhan xxx

Sebaliknya apabila beban yang diakui secara komersial lebih kecil daripada beban fiskal, maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak sehingga perusahaan harus mengakui adanya kewajiban pajak tangguhan.

Saldo kewajiban pajak tangguhan periode berjalan merupakan beban pajak tangguhan yang terjadi pada periode tersebut. Jurnal yang dicatat yaitu sebagai berikut :

Beban Pajak Tangguhan xxx

Kewajiban Pajak Tangguhan xxx

Jumlah agregat pajak kini (penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku) dan penghasilan (beban) pajak tangguhan inilah yang diakui PSAk No.46 sebagai beban (penghasilan) pajak periode tertentu.

1.1.9 Perbedaan Temporer Menurut PSAK No. 46

Kunci utama yang perlu dipahami dalam menerapkan PSAK 46 adalah konsep tentang “temporary differences” (perbedaan temporer).

Menurut PSAK 46 perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah

(15)

tercatat aktiva atau kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya (DPP).

Perbedaan temporer dapat berupa :

1. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) Adalah perbedaan temporer yang boleh menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).

2. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban dilunasi (settled).

Perbedaan temporer kena pajak akan mengakibatkan timbulnya kewajiban pajak tangguhan pada periode terjadinya beda temporer, karena terdapat kewajiban pajak penghasilan pada periode mendatang. Sedangkan perbedaan temporer yang boleh dikurangkan akan mengakibatkan timbulnya aktiva pajak tangguhan, karena manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam bentuk pengurangan terhadap laba fiskal pada masa mendatang.

(16)

1.1.10 Pengakuan dalam PSAK No. 46

Penyebab terjadinya perbedaan temporer atau beda waktu adalah adanya perbedaan dasar pengukuran dan pengakuan aktiva dan kewajiban untuk tujuan perhitungan penghasilan kena pajak dan untuk tujuan perhitungan laba rugi komersial. Istilah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) digunakan untuk menyatakan dasar pengukuran aktiva dan kewajiban berdasarkan peraturan perpajakan sedangkan istilah nilai tercatat digunakan untuk menyatakan dasar pengukuran aktiva dan kewajiban berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.

1.1.11 Pengungkapan dalam PSAK No. 46

Menurut PSAK No.46 paragraf 56 menyatakan bahwa, hal-hal yang harus diungkapkan adalah :

1. Unsur-unsur utama beban (penghasilan) pajak,

2. Jumlah pajak kini dan pajak tangguhan berkaitan dengan transaksi- transaksi yang langsung dibebankan atau dikreditkan langsung ke ekuitas,

3. Beban (penghasilan) pajak yang berasal dari pos-pos luar biasa yang diakui pada periode berjalan,

4. Penjelasan mengenai hubungan antara beban (penghasilan) pajak dengan laba akuntansi :

a. Rekonsiliasi angka antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian laba akuntansi dan tarif pajak yang berlaku,dan

(17)

b. Rekonsiliasi angka antara tarif pajak efektif rata-rata dan tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku, dengan mengungkapkan dasar penghitungan tarif pajak yang berlaku.

5. Penjelasan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan dengan tarif pajak yang berlaku pada periode akuntansi sebelumnya,

6. Jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, sisa rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut, yang tidak diakui sebagai aset pajak tangguhan pada neraca,

7. Untuk setiap kelompok perbedaan temporer, dan untuk setiap kelompok rugi pajak yang dapat dikompensasi ke tahun berikut :

a. Jumlah aset dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca selama periode penyajian, dan

b. Jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laba rugi, apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aset atau kewajiban pajak tangguhan yang diakui neraca.

8. Berkenaan dengan operasi yang dihentikan, beban pajak terkait pada :

a. Keuntungan atau kerugian atas penghentian operasi, dan b. Laba/rugi dari aktivitas normal atas operasi yang dihentikan

(18)

untuk periode pelaporan, bersamaan dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya yang disajikan pada laporan keuangan.

1.1.12 Istilah-istilah yang digunakan dalam PSAK No. 46

Dalam PSAK No.46 yang berkaitan dengan pelaporan pajak penghasilan terdapat beberapa istilah penting yang perlu diketahui, berikut pengertian pokok dari istilah-istilah tersebut :

a. Pajak Tangguhan adalah jumlah beban pajak penghasilan terhutang atau penghasilan pajak untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer dan sisa kompensasi kerugian,

b. Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan,

c. Laba akuntansi adalah laba/rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak,

d. Penghasilan kena pajak atau laba fiskal atau rugi pajak adalah laba/rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan,

e. Nilai buku akuntansi adalah nilai tercatat aktiva atau nilai tercatat kewajiban menurut pembukuan atau akuntansi,

f. Dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva atau kewajiban adalah nilai aktiva atau kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam penghitungan laba fiskal,

(19)

g. Pajak Kini adalah jumlah pajak penghasilan terhutang atas penghasilan kena pajak untuk satu periode,

h. Beban Pajak atau Penghasilan Pajak adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam perhitungan laba rugi pada satu periode,

i. Kewajiban Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terhutang untuk periode waktu mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak,

j. Aktiva Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian,

k. Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan dasar pengenaan pajaknya (DPP-nya). Perbedaan temporer dapat berupa :

1) Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi,

2) Perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi.

(20)

Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan akan mengakibatkan timbulnya aktiva pajak tangguhan, karena manfaat ekonomi yang akan diperoleh Wajib Pajak dalam bentuk pengurangan terhadap rugi fiskal pada masa yang akan datang. Sedangkan perbedaan temporer kena pajak akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan pada periode terjadinya beda waktu atau beda temporer, karena terdapat kewajiban pajak penghasilan pada periode yang akan datang.

1.1.13 Pengakuan Pajak Tangguhan

Untuk mengakui pajak tangguhan PSAK No. 46, menggunakan Asset Liability Method, yaitu :

1. Pendekatan Aktiva

Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku komersial) lebih besar daripada DPP aktiva (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak penghasilan yang diakui. Kewajiban pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (defferd tax liabilities) pada tahun berjalan.

Sebaliknya apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat aktiva (nilai buku komersial) lebih kecil dari pada DPP aktiva ( nilai buku fiskal) maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang diperoleh dalam bentuk pengurangan pajak penghasilan. Pengurangan pajak penghasilan di tahun mendatang

(21)

tersebut diakui sebagai aktiva pajak tangguhan (deffered tax assets) pada tahun berjalan.

2. Pendekatan Kewajiban

Apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai buku komersial) lebih besar dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Akibatnya untuk tahun mendatang ada manfaat ekonomi yang akan diperoleh wajib pajak dalam bentuk pengurangan. Pengurangan terhadap laba fiskal di tahun mendatang tersebut diakui sebagai aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) pada tahun berjalan.

Sebaliknya, apabila pada tahun berjalan jumlah tercatat kewajiban (nilai bukti komersial) lebih kecil dari DPP kewajiban (nilai buku fiskal), maka akan timbul perbedaan temporer kena pajak. Akibatnya, untuk tahun mendatang ada kewajiban pajak penghasilan yang diakui.

Kewajiban pajak penghasilan di tahun mendatang tersebut diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) pada tahun berjalan.

1.1.14 Perhitungan Pajak Penghasilan Tangguhan

Pajak penghasilan tangguhan dapat dihitung dengan cara mengalikan beda waktu yang terjadi dengan tarif pajak yang berlaku pada saat aktiva dipulihkan atau kewajiban dilunasi. Tarif yang digunakan adalah tarif PPh

(22)

yaitu 25%. Apabila pada tahun yang bersangkutan terjadi rugi fiskal, maka pajak penghasilan tangguhan dapat dikompensasikan dengan kerugian fiskal.

1.1.15 Pengakuan Pajak Kini

Untuk jumlah pajak terutang periode ini yang masih belum dibayar, harus diakui sebagai kewajiban. Kewajiban ini masuk dalam kategori kewajiban lancar yaitu kewajiban pajak kini (current tax liabilities).

Sedangkan apabila jumlah pajak yang telah dibayar melebihi jumlah pajak terutang, maka selisihnya diakui sebagai aktiva, yaitu aktiva pajak kini (current tax assets).

1.1.16 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Definisi dasar pengenaan pajak (DPP) menurut PSAK No. 46 (2002:3) adalah sebagai berikut: “Dasar pengenaan pajak (DPP) aktiva atau kewajiban adalah nilai aktiva atau kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam penghitungan laba fiskal.”

Sedangkan Definisi DPP aktiva adalah jumlah yang dapat diperkurangkan, untuk tujuan fiskal terhadap setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) tersebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat aktiva. Sedangkan DPP kewajiban

(23)

adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan pada masa depan. (Margaretha. 2008).

Dasar pengenaan pajak juga dikenal sebagai nilai buku fiskal (tax base), yaitu nilai buku yang diakui oleh aturan perpajakan untuk aktiva dan kewajiban. Nilai buku tersebut akan digunakan sebagai dasar pelaporan pada surat pemberitahuan (SPT). Perbedaan temporer muncul, bila nilai buku menurut akuntansi (accounting base) berbeda dengan nilai buku fiskal (tax base) atas nilai buku menurut akuntansi (accounting base) berbeda dengan nilai buku fiskal (tax base) atas nilai aktiva dan kewajiban. Karena perbedaan temporer periode pengakuan maupun membalik (reverse) di masa mendatang.

Dengan diberlakukannya PSAK 46, jumlah beban pajak (tax expenses) atau provision for income taxes yang harus diakui terdiri dari pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deffered tax).

1.1.17 Konsekuensi Pajak di Masa Mendatang

PSAK No.46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan yaitu bagaimana mengatur dan mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang. Konsekuensi pajak di masa mendatang harus diakui dalam bentuk :

1. Aktiva Pajak Tangguhan

(24)

Semua perbedaan temporer yang dapat dikurangkan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan kecuali yang berasal dari goodwill negative atau berasal dari pengakuan awal aktiva (kewajiban) transaksi yang bukan merupakan penggabungan usaha dan tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba fiskal.

Contoh perbedaan temporer yang dapat dikurangkan yaitu biaya cadangan piutang yang tidak tertagih. Biaya tersebut dapat dikurangkan dalam perhitungan laba akuntansi, tetapi untuk tujuan perpajakan, biaya tersebut baru boleh dikurangkan ketika piutang usaha itu benar-benar tidak dapat tertagih. Pada saat biaya cadangan piutang tidak tertagih tersebut boleh dibiayakan untuk tujuan fiskal, perusahaan akan mendapat penghematan pajak. Jadi, aktiva pajak tangguhan mencerminkan jumlah PPh yang dapat diperoleh kembali pada masa yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang dapat dikurangkan di akhir tahun ini.

2. Kewajiban Pajak Tangguhan

Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan kecuali yang berasal dari goodwill yang amortisasinya tidak dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal atau berasal dari pengakuan awal aktiva (kewajiban) transaksi yang bukan merupakan penggabungan usaha dan tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba fiskal.

(25)

Contoh perbedaan temporer kena pajak yaitu penggunaan metode penyusutan garis lurus pada akuntansi komersial sedangkan untuk tujuan perpajakkan menggunakan metode saldo menurun. Pada masa mendatang, biaya penyusutan dapat dikurangkan secara pajak lebih kecil sehingga laba fiskal menjadi lebih besar, akibatnya akan timbul kenaikan jumlah PPh terutang pada masa mendatang, jadi kewajiban mencerminkan kenaikan PPh terutang pada masa yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak di akhir tahun ini.

1.1.18 Pengakuan Saldo Rugi Fiskal yang dapat Dikompensasi

Saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aktiva pajak tangguhan. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah penghasilan kena pajak akan tersedia dalam jumlah tahun yang memadai untuk dikompensasikan, yaitu apakah perusahaan mempunyai perbedaan temporer kena pajak dalam jumlah yang memadai untuk menggunakan sisa kompensasi rugi sebelum masa berlakunya habis. Apakah perusahaan mungkin memperoleh laba fiskal sehingga sisa kompensasi rugi dapat digunakan sebelum masa berlakunya habis atau apakah saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi berasal dari kasus tertentu yang tidak mungkin berulang.

(26)

1.1.19 Pengukuran

Pengukuran merupakan proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan rugi laba. Dalam pengukuran aktiva dan kewajiban pajak, terdapat 2 hal perlu diketahui, yaitu :

a. Aktiva (Kewajiban) Pajak Kini

Aktiva (kewajiban) pajak kini untuk periode berjalan dan untuk periode sebelumnya, diakui sebesar jumlah pajak terutang (restitusi pajak), yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca.

b. Aktiva (Kewajiban) Pajak Tangguhan

Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan diukur dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aktiva dipulihkan atau kewajiban dilunasi, yaitu dengan tarif pajak yang telah berlaku atau secara substantif berlaku pada tanggal neraca. Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak untuk pemulihan nilai tercatat aktiva atau penyelesaian kewajiban yang diharapkan pada tanggal neraca. Aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh didiskonto. Nilai tercatat aktiva pajak tangguhan harus ditinjau kembali pada tanggal neraca. Nilai tersebut harus diturunkan apabila laba fiskal tidak memadai untuk mengkompensasikan sebagian atau semua aktiva pajak tangguhan.

(27)

1.1.20 Penyajian Aktiva dan Kewajiban Pajak

Dalam penyajian aktiva dan kewajiban pajak terdapat beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :

1. Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak (Pajak tangguhan dan pajak kini) PSAK No.46 paragraf 45 menyatakan bahwa, "Aktiva pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban lainnya dalam neraca. Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aktiva pajak kini dan kewajiban pajak kini". Dan pada paragraf 46 disebutkan bahwa "apabila dalam laporan keuangan suatu perusahaan, aktiva dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar, maka aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban) lancar."

2. Saling menghapuskan (offset)

Berdasarkan PSAK No.46 paragraf 47 menyatakan bahwa aktiva pajak kini harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak kini dan jumlah nettonya harus disajikan pada neraca.

3. Beban Pajak

Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba/rugi dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.

4. Pajak Penghasilan Final

Apabila nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari DPP-nya, maka perbedaan

(28)

tersebut tidak boleh diakui sebagai aktiva atau kewajiban pajak tangguhan. Atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final, beban pajak diakui secara proporsional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Selisih antara jumlah pajak penghasilan final yang terhutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai beban pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai Pajak Penghasilan Final Dibayar Dimuka dan Pajak Penghasilan Final yang Masih Harus Dibayar. Perkiraan pajak penghasilan final dibayar dimuka disajikan secara terpisah dari pajak penghasilan final yang masih harus dibayar.

1.1.21 Perbedaan Laba Komersial dan Fiskal

Perhitungan laba akuntansi (komersial) didasarkan pada prinsip akuntansi yang berlaku umum, seperti Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan International Accounting Standard (IAS) sedangkan laba kena pajak (laba fiskal) yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini.

Laba komersial maupun fiskal didapat dari seluruh total penghasilan dikurangkan dengan seluruh total pengeluaran, maka baru didapatkan laba, sehingga dijelaskan lebih lanjut mengenai penghasilan maupun pengeluaran menurut akuntansi maupun menurut perpajakan.

(29)

Secara akuntansi, penghasilan (income) didefinisikan dalam SAK sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan tersebut meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains). Pendapatan merupakan aliran kas masuk atau kenaikan dalam aktiva, perlunasan hutang selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang atau jasa dan kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama perusahaan. Sedangkan keuntungan adalah peningkatan dalam aktiva yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi selama satu periode.

Menurut perpajakan, penghasilan merupakan salah satu objek pajak.

Dalam Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa : Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Ada dua perbedaan mengenai laba menurut akuntansi dan perpajakan mengenai penghasilan maupun pengeluaran, yaitu :

1. Beda Tetap atau Permanen

(30)

Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya menurut akuntansi dengan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi (pre tax income) berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable income).

Suatu penghasilan atau biaya tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak. Hal-hal yang termasuk beda tetap :

a. Pemberian kenikmatan atau natural b. Biaya jamuan tamu;

c. Sumbangan;

d. Rugi penarikan harta tetap dari pemakaian;

e. Pajak penghasilan pasal 26 atas royalti yang ditanggung oleh pembeli hasil;

f. Pendapatan bunga;

g. Hibah atau warisan;

h. Bunga dan dividen.

2. Beda Waktu atau Temporer

Perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi

(31)

akibat perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Hal ini berakibat adanya penundaan pengakuan.

Sesuai namanya, beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya.

Menurut konsep ketentuan penyajian laporan keuangan, perkiraan yang termasuk dalam beda waktu dan cara penilaiannya menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan menurut peraturan perundang-undangan perpajakan adalah sebagai berikut :

a. Kas dan bank, tagihan serta hutang dalam mata uang asing;

b. Piutang usaha;

c. Efek (surat-surat berharga);

d. Persediaan;

e. Harta tetap;

f. Penyertaan saham;

g. Harta tidak berwujud;

h. Biaya pendirian atau perluasan usaha;

i. Biaya sebelum produksi komersial;

j. Biaya dibayar di muka jangka panjang;

k. Cadangan kewajiban bersyarat atau cadangan lainnya;

l. Untuk usaha pemborongan;

m. Sewa guna usaha.

(32)

Contoh beda waktu antara akuntansi dan perpajakan, akibat metode pembebanan yang digunakan adalah :

a. Penghapusan piutang tak tertagih

Beda waktu yang disebabkan cadangan piutang yang tidak dapat ditagih. Menurut komersial boleh langsung dicadangkan, sedangkan menurut fiskal apabila piutang tersebut benar-benar tidak dapat ditagihkan lagi baru boleh dicadangkan.

b. Perhitungan persediaan dan pemakaian persediaan

Perbedaan metode perhitungan persediaan antara komersial dengan fiskal, misalnya : menurut komersial menggunakan metode LIFO, FIFO, Average. Sedangkan menurut fiskal hanya menggunakan metode FIFO dan Average.

c. Pembebanan biaya penyusutan yang berbeda

Harta yang boleh disusutkan, misalnya : beban penyusutan pada aktiva tetap mengenai umur ekonomis.

d. Perhitungan rugi penjualan aktiva tetap yang boleh disusutkan Menjual atau mengganti mesin-mesin yang sudah lama dan sudah tidak dipakai lagi menjadi mesin-mesin yang baru atau yang lebih modern lagi.

Perbedaan waktu terjadi karena adanya perbedaan saat pengakuan beban dan penghasilan, antara perlakuan akuntansi dan perpajakan, dengan lampaunya waktu maka perbedaan periode pengakuan ini secara otomatis akan menjadi nihil dengan sendirinya. Jadi beda waktu tersebut timbul

(33)

karena periode pengakuan yang berbeda antara akuntansi dengan perpajakan, yang mungkin disebabkan karena penggunaan metode atau estimasi yang berbeda untuk keperluan akuntansi dan untuk keperluan perpajakan. Perbedaan waktu ini hanya bersifat sementara. Berarti akan ada koreksi dikemudian hari atau dimasa mendatang, dimana selisih secara total adalah nihil.

1.1.22 Format Penyajian dalam Laporan Keuangan

Menurut Awusi (2011) menyatakan bahwa laporan keuangan akuntansi pajak tangguhan dapat disusun menjadi 2 (dua) jenis , yaitu :

1. Laporan Keuangan Komersial

Penjualan Rp. XXX

Harga Pokok Penjualan (Rp. XXX)

Laba Kotor Rp. XXX

Biaya Usaha (Rp. XXX)

Laba Usaha Rp. XXX

Pendapatan (Beban) Luar Usaha Rp. XXX

Laba Sebelum Pajak Rp. XXX

2. Laporan Keuangan Fiskal

Penghasilan (beban) pajak perusahaan terdiri dari :

Pajak tangguhan Rp. XXX

Pajak kini

(34)

Rekonsiliasi antara laba sebelum pajak menurut laporan laba rugi dengan laba fiskal adalah sebagai berikut :

Laba/Rugi sebelum pajak menurut laporan laba rugi Rp. XXX

Koreksi fiskal ditambah (dikurangi)

Perbedaan temporer :

Penyusutan aktiva tetap (Rp. XXX)

Beban sewa (Rp. XXX)

Jumlah Rp. XXX

Perbedaan yang tidak dapat diperhitungkan

Menurut fiskal :

Tunjangan pajak penghasilan pasal 21 Rp. XXX

Beban sumbangan Rp. XXX

Keuntungan lain-lain (Rp. XXX)

Bantuan pengobatan dan kesejahteraan Rp. XXX

Pendapatan selisih kurs (Rp. XXX)

Konsumsi, catering Rp. XXX

Profit sharing Rp. XXX

Beban pajak penghasilan/Masa Rp. XXX

(35)

Jumlah Rp. XXX

Jumlah penghasilan kena pajak

Pajak penghasilan-kini (tarif 25%) Rp. XXX

Penghasilan pajak tangguhan=

25% x (jumlah perbedaan waktu) Rp. XXX

Rp. XXX

Rekonsiliasi Beban Pajak Penghasilan

Laba Sebelum Pajak Penghasilan Rp. XXX

Pajak penghasilan dengan tarif 25% Rp. XXX

Penyesuaian Perbedaan tetap :

Beban yang tidak dapat dikurangi Rp. XXX

Penghasilan lain-lain (Rp. XXX)

Rp. XXX

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian pada perusahaan seperti penelitian yang sudah dilakukan oleh Awusi (2011), mengenai Analisis Penerapan PSAK No.46 Terhadap Laporan Keuangan PT. Usaha Putri Poso.

(36)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur dan perlakuan akuntansi pajak penghasilan badan sesuai dengan PSAK No.46 serta dampak penerapannya terhadap penyajian laporan keuangan PT.

Usaha Putri Poso.

Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Nawir (2012), mengenai Analisis Penerapan PSAK No.46 pada laporan keuangan PT.

Prima Karya Manunggal.

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisa apakah laporan keuangan PT. Prima Karya Manunggal telah sesuai dengan PSAK No. 46.

Analisis penerapan PSAK No.46 dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptive comparative, yaitu menjelaskan perlakuan akuntansi sesuai dengan PSAK No.46 yang berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan khususnya penyajian pajak tangguhan kemudian membandingkan laporan keuangan sebelum dan sesudah penerapan PSAK No.46.

Perbedaanya penelitian terdahulu mengunakan metode penelitian deskriptive comparative, sedangkan penelitian sekarang mengunakan metode penelitian deskriptive qualitative. Persamaannya penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu menyajikan laporan keuangan khususnya penyajian pajak tangguhan kemudian membandingkan laporan keuangan sebelum dan sesudah penerapan PSAK No.46.

(37)

2.3. Kerangka Konseptual

Gambar 1

Skema Kerangka Konseptual

Sumber : Data diolah dari PT. Merapi Production

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, dari laporan keuangan komersial PT. Merapi Production, akan di lakukan perhitungan koreksi fiskal. Sehingga menghasilkan Penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan Sesuai PSAK No.46 Pada laporan keuangan fiskal PT. Merapi Production.

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PT. Merapi Production

Sebelum Adanya Kebijakan Pajak Tangguhan

Sesudah Adanya Kebijakan Pajak Tangguhan

Sebelum Adanya Penerapan PSAK No.46

Sesudah Adanya Penerapan PSAK No.46

Neraca Fiskal -Aktiva Pajak Tangguhan (D) -Kewajiban Pajak Tangguhan (K)

Laba / Rugi Fiskal Koreksi Fiskal

EFISIENSI

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemetaan atribut-atribut dari kualitas jasa berdasarkan persepsi nasabah, menganalisis hubungan antara dimensi kualitas jasa

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini

Pengayaan adalah kegiatan penanaman pada areal bekas tebang yang kurang cukup mengandung permudaan jenis niagawi, dengan tujuan untuk memperbaiki komposisi jenis, penyebaran pohon

Variabel operasional dalam penelitian ini terdiri dari Brand Image (variabel X) dari Rumah Sakit Al-Islam, dan variabel keputusan pembelian atau keputusan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan jasa yang meliputi bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan

Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,

Hasil analisis vegetasi habitat Dipterocarpus spp., di Desa Sot Boyak dan Bekemen untuk pohon yang berdiameter >10 cm disajikan pada Tabel 1.. pada kedua lokasi

Berdasarkan perhitungan Uji t melalui IBM SPSS Statistics 18 pertemuan 1 antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol didapatkan dengan nilai thitung > ttabel (2,904