• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL 1 LITER OF TEARS, STUDI PSIKOLOGIS. Novel berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL 1 LITER OF TEARS, STUDI PSIKOLOGIS. Novel berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman :"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “1 LITER OF TEARS”, STUDI PSIKOLOGIS

2.1 Defenisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia ‘novella’ (yang dalam bahasa Jerman : novella). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelette yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 1998:9). Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya karya sastra, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi juga berlaku untuk novel. Sebab fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, seperti novel.

Fiksi menceritakan barbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa cerita rekaan atau khayalan, tak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Fiksi merupakan karya yang imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Fiksi menawarkan model-model kehidupan sebagimana yang

(2)

diidealkan oleh pengarang sekaligus menunjukkan sosoknya sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan.

Novel sebagai sebuah karya fiksi juga menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinier, yang dibangun melalui berbagai unsure intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajinier. Kesemuanya itu walau bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiw dan latar aktualnya sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjadi serta terlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri.

Nurgiyantoro (1998:18-20) membagi novel dalam 2 golongan, yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Novel golongan ini menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Sebab novel populer pada umumnya bersifat artificial, hanya bersifat secara sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Novel populer biasanya cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.

Novel serius adalah novel yang memberikan isi cerita yang serba berkemungkinan, jadi dituntut konsentrasi yang tinggi untuk dapat memahami cerita yang dipaparkan didalamnya. Pengalaman dan permasalahan kehidupan

(3)

yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius disamping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajak untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan. Ini merupakan keunggulan dari novel serius sehingga tetap bertahan sepanjang masa dan tetap menarik sepanjang masa.

Sementara itu Goldman dalam Faruk (1994:17-19), mendefenisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegredasi akan nilai-nilai yang otentik dalam dunia yang juga terdegredasi. Pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Nilai-nilai otentik itu adalah totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas. Dengan pengertian tersebut, nilai-nilai otentik tersebut hanya dapat dilihat dari kecenderungan terdegredasinya dunia dan problematiknya sang hero. Karena itu, nilai-nilai itu hanya ada dalam kesadaran penulis/pengarang novelis, dengan bentuk yang konseptual dan abstrak.

Novel merupakan suatu genre sastra yang bercirikan keterpecahan yang tidak terdamaikan dalam hubungan antara sang hero dengan dunia. Keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan hero menjadi sama-sama terdegredasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang otentik yang berupa totalitas diatas.

Keterpecahan itu pula yang membuat sang hero menjadi problematik.

Berdasarkan teori Lukacs, Goldman membagi novel menjadi 3 jenis:

1. Novel “Idealisme Abstrak”

(4)

Disebut demikian karena novel ini menampilkan 2 hal. Pertama, dengan menampilkan tokoh yang masih ingin bersatu dengan dunia, novel itu masih memperlihatkan idealisme. Kedua, walaupun memperlihatkan idealisme akan tetapi karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak.

2. Novel “Romantisisme Keputusasaan”

Novel jenis ini menampilkan kesadaran hero yang terlampau luas.

Kesadarannya lebih luas daripada dunia sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itu sebabnya, sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi analisis psikologis semata-mata.

3. Novel “Pendidikan”

Novel jenis ini memaparkan bahwa sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi di lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia. Karena ada interaksi antara dirinya dengan dunia, hero itu mengalami kegagalan. Karena mempunyai interioritas, ia menyadari sebab kegagalan itu.

Jadi, berdasarkan pada paparan defenisi novel diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa novel yang menjadi objek kajian penelitian penulis merupakan novel serius dan novel pendidikan. Hal ini dikarenakan di dalam novel

“1 liter of tears” ini syarat dengan nilai-nilai positif dalam menjalani dan menyikapi hidup. Selain itu, begitu banyak dalam novel yang menceritakan bagaimana mengubah sebuah rasa tertekan menjadi sebuah semangat dalam menjadikan hidup lebih bermakna serta bermanfaat bagi orang-orang sekitar walaupun dengan kondisi yang terbatas. Kondisi Aya Kito yang sangat terbatas tidak menjadi halangan bagi dirinya untuk bisa mewujudkan impiannya menjadi

(5)

sesuatu yang bisa memberikan kekuatan bagi orang lain. Malu akan kondisinya yang selalu membutuhkan pertolongan ibunya, teman-temannya serta orang-orang disekitarnya menjadi cambuk bagi Aya untuk tetap bertahan melawan penyakitnya.

Aya bukan hanya hero bagi dirinya sendiri namun juga bagi orang lain.

2.2 Unsur Intrinsik Novel

Struktur formal karya sastra dapat disebut sebagai elemen atau unsur-unsur yang membentuk karya sastra. Karya sastra seperti bemtuk novel pada dasarnya dibangun oleh unsur-unsur tema, alur (plot), setting (latar), tokoh (penokohan), sudut pandang (pusat pengisahan). Unsur-unsur ini yang menjadi fokus untuk diresensi atau ditelaah secara struktur formal pada umumnya.

a. Tema

Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Stanton (2007:36-37) mengatakan bahwa tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’

dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, atau bahkan usia tua. Ada juga yang menghakimi tindakan karakter-karakter didalannya dengan atribut ‘baik’ atau

(6)

‘buruk’ serta memusatkan perhatian pada persoalan moral tanpa bermaksud memberi penilaian dan seolah-olah berkata “inilah hidup”.

Sementara itu menurut Fananie (2000:84), tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Berdasarkan pengetian tema diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tema dalam novel “1 Liter Of Tears” ini adalah bagaimana perjuangan seorang remaja berusia 15 tahun yang menderita penyakit SCA untuk tetap bertahan hidup dan melawan penyakit tersebut hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya.

b. Alur (plot)

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering disebut dengan istilah alur. Dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita (Sundari, dalam Fananie, 2000:93). Menurut Stanton dalam Nugiyantoro (1998:113), bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain Alur atau plot merupakan struktur

(7)

rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang menandai urutan fungsional yang menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Menurut Aminuddin (2000:90), pada umumnya alur pada cerita prosa fiksi disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:

1. Perkenalan, pada bagian ini pengarang menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokohnya.

2. Pertikaian, pada bagian ini pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami sang tokoh.

3. Perumitan, pada bagian ini pertikaian semakin menghebat.

4. Klimaks, pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul.

5. Peleraian, disini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan.

Menurut susunannya atau urutannya alur terbagi dalam 2 jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, peristiwa kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya sampai cerita itu berakhir. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pada peristiwa pertama, kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi pada peristiswa terakhir tadi.

Adapun Plot atau alur yang terdapat dalam novel ini adalah alur maju.

Dimulai ketika Aya Kito memasuki usia 15 tahun yang di awali dengan kemunduran fisik Aya Kito dan dilanjutkan dengan cerita ketika ia menghadapi penyakitnya sampai usia 23 tahun dan akhirnya penyakit tersebut mengakhiri kehidupannya.

(8)

c. Latar (setting)

Dalam karya sastra, latar (setting) merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams dalam Fananie, 2000:97). Latar atau setting yang disebut sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 1998:216).

Adapun lattar atau setting dalam novel “1 Liter Of Tears” ini berada di daerah Toyohashi, prefektur aichi di Jepang.

d.Penokohan (Perwatakan)

Jones dalam Nurgiyantoro (1998:165), mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Jadi penokohan dalam karya sastra menunjuk pada pelaku atau tokoh ceritanya. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Yang dimaksud dengan penokohan disini adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut (Aminuddin, 2000:92).

(9)

Adapun tokoh-tokoh dalam novel 1 liter of tears ini diantaranya :

Ayah : Umur 41 tahun. Memiliki perangai yang tegas dan sangat menyayangi keluarga.

Ibu : Umur 40 Tahun. Sangat penyayang dan begitu perhatian terhadap anak- anaknya. Beliau juga berprofesi sebagai wanita karir. Karakternya yang disiplin, tegas namun begitu lembut terhadap anak-anaknya.

Aya Kito : Remaja Berusia 14 tahun. Memiliki sifat yang keras kepala, cengeng tetapi juga gampang tertawa.

Ako : Umur 12 Tahun. Merupakan saingan Aya dalam belajar dan berprestasi.

Adik Laki-laki : Berusia 11 tahun. Pada saat tertentu ia bersikap sangat dewasa seakan-akan ia adalah kakak laki-laki Aya

Adik Laki-laki : Umur 10 tahun. Memiliki daya khayal yang tinggi namun ceroboh.

Rika : Adik bungsu Aya Kito yang masih berusia 2 tahun.

Wajahnya terlihat mirip seperti sang ayah dan rambut ikal seperti ibunya.

Dr. Yamamoto Hiroko : Seorang dokter yang menangani Aya semenjak ia divonis menderita penyakit SCA. Dr. Yamamoto merupakan sosok dokter yang sangat tangguh.

Selalu berjuang untuk menemukan obat dari penyakit SCA tersebut. Meskipun terlihat sedikit

(10)

keras terhadap Aya namun sebenarnya ia sangat menginginkan kesembuhan bagi Aya.

Dokter Hiroko : Sangat peduli dengan perkembangan kesehatan Aya.

Ibu Guru Kazuki : Guru di sekolah SLB yang selalu emberikan motivasi terhadap Aya dalam mengarungi hidupnya.

Ibu Guru Makoto : Terlihat kurang begitu menyukai Aya dikarenakan kondisi Aya yang merepotkan teman-temannya di sekolah.

Nenek Kasumi : Seorang nenek yang mencintai Aya seperti anaknya sendiri. Kasih sayangnya terhadap Aya adalah sebuah kekuatan bagi Aya dalm melawan penyakit SCA tersebut.

Yu & Shin : Teman dekat Aya ketika bersekolah di SMA. Sikap loyalitas terhadap aya membuat Aya merasa berhutang budi pada keduanya.

Ken : Seorang anak SD penderita penyakit yang sama seperti Aya. Namun keceriaan Ken selalu menjadi peneduh bagi aya.

e. Sudut Pandang (Pusat Pengisahan)

Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, dikutip Nurgiyantoro, 1998:248). Dengan demikian, sudut pandang

(11)

pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Menurut Aminuddin (2000:96) sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dari titik pandang ini pula pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. Terdapat beberapa jenis sudut pandang (pusat pengisahan/point of view), yaitu:

1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita, akan tetapi ia mengangkat tokoh utama.

Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat sebagai yang berada di luar cerita.

Disini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Aya Kiyo dalam novel “1 Liter Of Tears” adalah sebagai tokoh utama. Aya Kito sebagai pengarang novel ini menceritakan pengalaman pribadinya dalam menghadapi penyakit SCA yang belum ditemukan obatnya. Semua hal yang ia rasakan dan ia alami ia tumpahkan dalam tulisan diarynya yang berjumlah lebih dari 40 buah buku. Hingga pada akhirnya seluruh catatan hidupnya di buat dalam sebuah buku untuk menjadi motivasi bagi orang-orang sekitarnya terutama yang menderita penyakit yang sama dengan dirinya.

(12)

2.3. Psikologi Secara Umum

Secara umum psikologis mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan.

Dengan semakin kompleksnya masyarakat. Maka psikologis memegang peranan yang penting dalam memecahkan masalah manusia. Para ahli psikologis menaruh perhatian terhadap segala masalah yang beraneka ragam. Namun yang jelas disiplin ilmu psikologis mempelajari tindak tanduk atau tingkah laku manusia dimana pun berada. Tingkah laku tersebut merupakan hasil perpadanan yang dipadatkan oleh tiap-tiap individu dengan lingkungan dan keinginannya. Artinya tingkah itu lahir berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dialami dalam kehidupan, kemudian dicetuskan dalam sikap-sikap yang sesuai dengan norma atau adat istiadat di mana individu tersebut dilahirkan. Psikologi pada pokoknya menyibukan diri dalam masalah aktifitas psikis seperti membenci, mencintai, menanggapi, berbicara dan penampilan diri, emosi-emosi yang terdapat dalam bentuk tangis dan senyum. Misalnya jika seorang mencintai orang lain tentu saja rasa itu diungkapkan dalam bentuk kasih sayang dan penuh perhatian terhadap orang dicintai. Tetapi seseorang membenci orang lain hal tersebut juga dapat kelihatan dari tingkah lakunya apakah rasa bencinya itu disebabkan karena rasa iri, kurang senang, dan sebagai berikut. Jadi psikologis menyelidiki kepribadian individu dalam bentuk tingkah laku dan penyesuaian dirinya dengan lingkungan, dan sekaligus hubungan timbal balik dengan sesamanya,dengan perincian:

1. Ilmu pengetahuan yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan metode-metode tertentu yang tersussun secara sistematis dan metode-metode tertentu yang bersifat ilmu. Sedangkan

(13)

pssikologis di samping ilmu yang merupakan seni karena dalam penerapannya dalam kehidupan manusia diperlukan keterampilan dan kreatifitas tersendiri.

2. Tingkah laku dan kegiatan mempunyai arti konkrit yang dapat diamati dengan panca indra, sehingga tingkah laku mudah diikenal dan mudah dipelajari.

3. Lingkungan yaitu tempat manusia hidup, berinteraksi, menyesuaikan diri, dan mengembangkan dirinya. Individu menerima pengaruh dari lingkungan.

2.4. Hubungan Sastra Dengan Psikologi

Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah atau sub cooncius.

Setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam, bentuk tertentu secara sadar dalam bentuk penciptaan karya sastra terjadi dalam dua tahap, tahap pertama dalam bentuk meramu gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak kemudian dipindahkan ke dalam tahap kedua yaitu penulisan karya yang sifatnya mengongkritkan apa yang sebelumnya dalam bentuk abstrak. Freud dengan teori psikoanalisisnya mengambarkan bahwa pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra diserang oleh penyakit jiwa yang dinamakan neurosis. Bukan hanya itu saja, bahkan kadang-kadang sampai pada tahap psikosis seperti sakit saraf dan mental yang membutanya berada dalam kondisi sebagai tertekan (bukan berarti gila), berkeluh kesah akibat ide dan gagasan yang mengelora serta menghendaki agar disublimasikan atau disalurkan dalam bentuk penciptaan yaitu karya sastra.

(14)

Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah penciptaan yang diikuti oleh berbagai macam masalah kejiwaan maka untuk mengunakan pendekatan psikologis ini harus melalui dukungan psikologi. Pengetahuan psikologi yang minim tentu saja akan mempersulit pemahaman ataupun pemakaian pendekatan psikologis.

Sastra sebagai gejala kejiwaan yang di dalamnya terkandung fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra (teks sastra) dapat didekati dengan demikian mengunakan pendekatan psikologis. Hal ini tentu dapat kita terima karena antara sastra dengan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional. Secara tidak langsung artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun psikologi kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama yaitu kejiwaan manusia secara mendalam.

Hasil penangkapan itu setelah mengalami proses pengolahan diungkapkan dalam bentuk sebuah karya sastra. Perbedaannya adalah pengarang mengemukakannya dalam bentuk formulasi penelitian psikologi.

Dengan demikian tidaklah mengada-ada kalau antara sastra dan psikologi dapat dilakukan kajian lintas disiplin ilmu. Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaan gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia imajiner sedangkan dalam psikologis manusia dalam dunia nyata. Sekalipun demikian keduanya dapat saling mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia karena mungkin saja apa yang terungkap oleh pengarang tidak mampu diamati oleh psikologi atau bahkan sebaliknya.

(15)

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa karya sastra sebenarnya tidak dapat dilepaskan oleh penganut paham-paham strukturalisme tradisional.

Mereka menganggap bahwa karya sastra itu bersifat otonom lepas sama sekali dari penulisnya, padahal antara keduanya terdapat hubungan kausalitas atau sebab akibat yaitu karya sastra merupakan hasil kreatifitas pengarangnya tidak mungkin lahir tanpa ada penulis sebagai penuturnya. Itulah sebabnya psikologis sastra, khususnya dalam kajian psikologis pengarang. Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mampu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakekat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi kekalutan batinnya sendiri.

Perilaku yang tampak dalam kehidupan diri mereka masing-masing. Apa yang sesungguhnya terjadi dalam dirinya karena manusia sering berusaha menutupinya.

Kejujuran, kecintaan, kemunafikan dan lain-lain berada dalam batin masing- masing yang terkadang terlihat gejalanya dari luar dan kadang-kadang tidak. Oleh sebab itu, kajian tentang dan tokoh harus ditekannya pada aspek kejiwaan dan tentu saja tidak lepas dari teori psikologi.

2.5. PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME

Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B.Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam.

Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis

(16)

jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).

Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism.

Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa.

Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif.

Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.

Fungsionalisme Menjadi dasar bagi behaviorisme melalui pengaruhnya pada tokoh utama behaviorisme, yaitu Watson. Watson adalah murid dari Angell dan menulis disertasinya di University of Chicago. Dasar pemikiran Watson yang memfokuskan diri lebih proses mental daripada elemen kesadaran, fokusnya perilaku nyata dan pengembangan bidang psikologi pada animal psychology dan

(17)

child psychology adalah pengaruh dari fungsionalisme. Meskipun demikian, Watson menunjukkan kritik tajam pada fungsionalisme

PRINSIP DASAR BEHAVIORISME :

• Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak

• Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.

• Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu- satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.

• Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.

• Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

• Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.

Terhadap aliran behaviorisme ini, kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran terhadap potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan menurut pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri. Dibawah ini adalah dua

(18)

orang tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan psikologi behaviouristik.

a. John B. Watson

Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif.

Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:

(1) menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku.

Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.

(2) Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.

(3). Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

b. B.F. Skinner

(19)

”Behaviorisme”, sebutan bagi aliran yang dianut Watson, turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi selama awal pertengahan abad ini, dan cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon yang masih tetap berpengaruh.

Hal ini terutama karena hasil jerih payah seorang ahli psikologi dari Harvard, B.F.

Skinner. Psikologi stimulus-respon mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya perubahan pola ganjaran dan hukuman.

Skinner, berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu . Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu:

(1) Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled)

(2) Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego ; (3) Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual.

Kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia, kecuali insting, adalah hasil belajar. Kaum behavioris sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses belajar asosiatif atau proses belajar stimulus-respon, sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah laku manusia. Para pendahulu aliran pemikiran ini adalah Isaac Newton dan Charles Darwin. Tokoh-tokoh lainnya yaitu Edward Thorndike, Clark Hull, John Dollard, Neal Miller, dan masih banyak lagi lainnya.

(20)

2.6

Perkembangan Kepribadian dan Sosial Pada Remaja

Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik;

sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).

Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa

(21)

kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman- teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

2.6.1. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.

Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan

(22)

sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain.

Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

2.6.2. Tugas Perkembangan Remaja

` Adapun tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :

(23)

memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan

memperoleh peranan sosial

menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif

memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya

mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri

memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan

mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga

membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup

Erikson (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya.

Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).

Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya

2.5 Ikigai pada masyarakat Jepang

(24)

Di Jepang motivasi sendiri sering dikaitkan dengan “Ikigai” yang didefinisikan sebagai tujuan hidup. Bagi sebagian masyarakat jepang bahkan juga masyarakat dunia mengakui akan eksistensi dari ikigai itu sendiri. Sekitar tahun 1994, sebuah survei dilakukan di Jepang terhadap puluhan ribu orang dewasa yang berusia 40-70 tahun. Diantara pertanyaan yang diajukan beberapa diantara berkaitan dengan ikigai. Seperti pertanyaan, “ Apakah anda memiliki Ikigai dalam hidup anda?”. Setelah itu, para peneliti mengikuti responder tersebut selama lebih kurang 7 tahun. Selama periode tersebut sekitar 7% responden telah meninggal dunia. Para peneliti memperhitungkan faktor-faktor resiko yang dikenal dengan baik seperti mortalitas untuk umur, jenis kelamin, pendidikan, indeks masa tubuh, penggunaan rokok, konsumsi alkohol, pekerjaan, stres yang dirasakan, juga riwayat penyakit dari para responden.

Ternyata, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa responden yang masih bertahan hidup adalah mereka-mereka yang telah memiliki ikigai dari dalam dirinya. Jika dihubungkan secara psikologis menunjukkan bahwa adanya indikator yang memiliki korelasi antara ikigai dan responden berumur panjang, yakni ketika seseorang memiliki tujuan dalam hidupnya baik itu berupa mimpi, angan-angan, cita-cita yang ingin didapatkannya lalu terekam dalam alam bawah sadarnya. Setelah itu,secara disadari atau tidak tubuh merespon otak dalam mencapai sesuatu tersebut. Untuk itu, tubuh atau fisik berusaha untuk mewujudkan keinginan yang terekam dalam pikiran. Disinilah ikigai bertransisi dari sebuah angan, mimpi, atau keinginan apapun menjadi sebuah energi besar dari dalam diri setiap pribadi. Dan tentu saja hal ini berpengaruh terhadap seberapa besar keinginan orang tersebut.

(25)

Seseorang yang telah memiliki ikigai akan lebih termotivasi dalam menjalani hidupnya. Ikigai memberikan arah pada seorang individu dalam memaknai setiap arti dari kehidupan yang ia tempuh. Ikigai sendiri bukan hanya dikenal di Jepang saja namun juga di seluruh dunia, tentu saja dalam bahasa yang berbeda. Ikigai sendiri juga memiliki kaitan dengan hubungan sosial di dalam masyarakat. Adapun hubungan yang dimaksud yaitu ketika seorang individu merasa bermanfaat bagi lingkungannya maka ada kepuasan tersendiri yang dirasakan oleh individu tersebut dan tentu saja hal ini menjadi sebuah energi dan motivasi bagi individu tersebut untuk lebih menunjukkan eksistensinya dalam memberikan manfaat pada lingkungan sekitarnya. Hal ini terbukti dengan penelitian yang dilakukan di daerah Jepang tepatnya di kepulauan Okinawa.

Dimana di wilayah ini rata-rata penduduknya memiliki umur yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan umur manusia pada umumnya saat ini. Ternyata hasil penelitian mengungkapkan bahwa penduduk Okinawa memiliki ikigai yang membuat mereka berumur lebih panjang.

Begitu besarnya pengaruh ikigai dalam kehidupan manusia. Sehingga selayaknyalah setiap manusia memiliki Ikigai dalam dirinya masing-masing.

Karena dengan itulah kita bisa mendapatkan motivasi dan energi yang besar dalam menjalani kehidupan. Tanpa sebuah ikigai manusia diibaratkan seperti mayat hidup dimana usianya akan habis sia-sia tanpa ada memberikan suatu manfaat baik itu bagi diri sendiri apalagi orang lain.

Namun terkadang ikigai sering dihubungkan dengan tingkat ekonomi.

Pada kenyataannya ikigai tidak selalu berhubungan dengan masalah ekonomi.

Ikigai membuat seseorang merasa hidup lebih layak sebab ia memiliki sesuatu

(26)

yang sepatutnya diperjuangkan. Ikigai ini bersifat pribadi dan ikigai juga mencerminkan karakteristik dari masing-masing individu.

Menurut Kamiya, ikigai sangat erat kaitannya dengan tingkat kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Maslow telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebutuhan dasar. Di luar kebutuhan tersebut, kebutuhan tingkat yang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan untuk memahami, apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni. Dalam tingkat dari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainya.Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis

Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.

2. Kebutuhan Keamanan

Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.

3. Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan

Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow

(27)

menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.

4. Kebutuhan Esteem

Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percay diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda- tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang.

Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pengeringan paling cepat ditandai oleh penurunan kadar air yang paling besar yang terjadi pada suhu 50 o C dengan menggunakan zeolite

Pertama-tama penulis ingin memanjatkan syukur dan terima kasih yang luar biasa atas kasih dan karunia Tuhan Allah Bapa yang selama ini senantiasa membimbing

Hide Selected Object, Toolbar ini berfungsi untuk menyembunyikan objek yang dipilih pada tampilan aktif, toolbar ini dapat diakses juga melalui menu bar yaitu dengan cara Klik View

Untuk mengatasi hal tersebut maka peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Penguasan Kompetensi

Namun, dari awal editor telah menyadari kekurangan tersebut dikarenakan sumber penulisan sejarah hukum internasional di luar Eropa sangat jarang sehingga rujukan

Tujuan dari penelitian ini adalah melaksanakan penelitian tentang simulasi sistem failover komputer clustering menggunakan hyper-v pada windows server 2012 r2 ini

Suatu ring R disebut indecomposable jika ring tersebut tidak memiliki elemen idempoten central yang nontrivial atau dengan kata lain hanya 0 dan 1 yang merupakan

NA NH No Nama Mahasiswa NIM NH. No Nama