BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh. Kekebalan manusia digolongkan dua macam, yaitu kekebalan bawaan dan kekebalan didapat. Kekebalan bawaan adalah kekebalan yang didapat pada bayi baru lahir sampai kurang lebih berumur lima bulan.7
Kekebalan manusia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kekebalan bawaan (congenital immunity) dan kekebalan yang didapat (aquired immunity).
Kekebalan bawaan adalah kekebalan yang didapat pada bayi baru lahir sampai kurang lebih berumur lima bulan. Kekebalan ini didapat dari ibu sewaktu bayi masih dalam kandungan. Zat anti yang dimiliki ibu melalui jalan darah memembus ari-ari (plasenta) masuk ke dalam tubuh bayi.7
Kekebalan didapat adalah kekebalan yang didapat setelah bayi baru lahir dan tidak berasal dari ibu. Kekebalan didapat digolongkan dua macam, yaitu kekebalan didapat pasif dan kekebalan didapat aktif. Kekebalan didapat pasif yaitu dengan cara memasukkan zat anti ke dalam tubuh sehingga tubuh terhindar dari penyakit.
Contohnya pemberian serum antitetanus, antibisa ular, antirabies.7
Kekebalan didapat aktif ada dua, yaitu kekebalan didapat secara alamiah dan kekebalan didapat aktif sengaja dibuat. Kekebalan didapat aktif secara alamiah terjadi bila secara tidak sengaja tubuh terinfeksi oleh kuman dan menderita sakit misalnya polio dan difteri, apabila dia sembuh maka dia akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut, tetapi apabila tidak sembuh kemungkinan dia akan cacat akibat penyakit tersebut dan kemungkinan juga akan meninggal. Sedangkan kekebalan sengaja dibuat adalah kekebalan yang didapat dengan cara memasukkan zat asing (antigen) ke dalam tubuh. Diharapkan tubuh akan membuat membuat zat anti sendiri untuk melewan zat asing tersebut. Tubuh manusia akan bereaksi lambat terhadap zat anti (antigen) yang dimasukkan sehingga waktu untuk mendapatkan zat anti menjadi
cukup lama. Cara untuk mendapatkan kekebalan didapat aktif sengaja dibuat adalah dengan memberikan imunisasi dasar, yaitu BCG (Baccilis Calmette Guerin), Hepatitis B, DPT (Dipteri, Pertusis, Tetanus), Polio, dan Campak. 2,7)
Hal-hal yang dapat menghalangi dilakukannya imunisasi pada anak adalah antara lain anak dengan gizi kurang, anak yang menderita sakit berat, anak dengan riwayat kejang-kejang (untuk vaksinasi pertusis), dan anak yang mempunyai riwayat alergi terhadap salah satu komponen vaksin.7
Imunisasi yang diharuskan di Indonesia adalah BCG, Hepatitus B, DPT, Polio, dan campak.8
1. BCG pemberian 1 kali pada umur 0-11 bulan
2. DPT pemberian 3 kali dengan interval 4 minggu pada umur 2-11 bulan 3. Polio pemberian 4 kali pada umur 0-11 bulan
4. campak pemberian 1 kali pada umur 9-11 bulan
5. hepatitis pemberian 3 kali interval 1dan 6 bulan dari suntikan pertama pada umur 0-11 bulan
B. imunisasi DPT
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus dalam waktu yang bersamaan.7
Vaksin terhadap difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) terdapat dalam tiga jenis kemasan yaitu kemasan tunggal khusus tetanus, bentuk kombinasi DT dan kombinasi DPT.9
1. Jadwal imunisasi DPT
Imunisasi DPT diberikan 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu minimal 4 minggu . imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1-2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang
berikutnya dengan vaksin DT dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang vaksin TT.8
2. Efek samping imunisasi DPT
Efek samping imunisasi DPT diantaranya panas, rasa sakit didaerah suntikan, peradangan, kejang-kejang. Kebanyakan anak mendapatkan panas pada sore hari setelah mendapatkan imunisasiDPT, tetapi panas ini akan sembuh daam 1-2 hari.
Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak ditempat suntikan.
Kejang merupakan reaksi yang jarang terjadi tapi sebaiknya diketahui petugas.
Reaksi kejang ini disebabkan oleh komponen P dari vaksin DPT.
Untuk mengatasi efek samping imunisasi DPT, yaitu apabila anak panas tinggi lebih dari (390c) dengan memberikan tablet antipiretik, anak jangan dibungkus dengan baju tebal dan dimandikan dengan cara melap saja. Bila terjadi pembengkakan (peradangan) seminggu atau lebih setelah imunisasi, maka anak dibawa ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Bila terjadi kejang sebaiknya diketahui petugas dan anak segera dibawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.10
C. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi DPT 1. Penyakit Difteri
Penyakit difteri merupakan salah satu penyakit yang banyak menyerang anak- anak terutama bagi anak yang belum diimunisasi. Penyakit difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran nafas bagian atas dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada tonsil dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan nafas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara (batuk/bersin), selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Invasi dan infeksi kuman difteri tidak selalu menimbulkan penyakit dengan gejala-gejala yang nyata, seringkali organisme berkembang di dalam membran mukosa dalam saluran pernafasan seseorang untuk waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala-gejala klinis dari penyakit difteri.9,10,11)
2. Pertusis
Pertusis atau batuk rejan disebut juga batuk seratus hari atau whooping cough.
Penyebabnya adalah bakteri Bordetella Pertussis yang menghasilkan racun (toksin) pada selaput lendir saluran napas yang merangsang pembentukan dahak yang banyak dan kental. Bayi sangat sulit mengeluarkan lendir ini sehingga berisiko meninggal karena tidak dapat bernapas. Gejalanya, bayi kecil tampak biru dan kejang. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia. Separuhnya pada anak dibawah usia 2 tahun dan terutama pada bayi di bawah usia 6 bulan.
Penularannya lewat percikan air liur atau udara pernafasan penderita. Sebelum vaksin Pertusis ditemukan, penyakit ini paling sering menyerang anak-anak dan dapat menimbulkan kematian.
Pencegahan dengan imunisasi DPT.9,10,17 3. Tetanus
Tetanus merupakan salah satu penyakit yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot, yang disebabkan oleh clostridum tetani. Periode inkubasi tetani terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul dihari ke tujuh. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut), bersamaan dengan timbulanya pembengkakan, rasa sakit dan kaku diotot leher, bahu atau punggung, kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Clostridium tetani memproduksi toksin yang disebut Tetanospasminyang menempel pada urat saraf disekitar area luka dan di bawa ke sistem saraf otak serta tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf terutama pada saraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi akibat adanya lika misalkan karena terpotong, terbakar, aborsi, dll. Pencegahan dengan imunisasi DPT.9,10,17
D. Perilaku Kesehatan
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu aktivitas atau kegiatan manusia yang bersangkutan. Perilaku adalah apa yang dilakukan oleh manusia tersebut baik diamati secara lagsung atau tidak langsung. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit. Respon/ reaksi manusia baik secara pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersikap aktif (tindakan nyata/ practice).
Perilaku manusia sangatlah komplek dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Perilaku manusia dibagi ke dalam 3 domain atau kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan kesehatan maka domain tersebut dimodifikasi menjadi sebagai berikut:11
a. Pengetahuan
Pengetahuan kesehatan berpengaruh pada perilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat, sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan.
b. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup.
Menurut Robert Kwick, sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatucara menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyukai atau tidak menyukai objek tersebut.
Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
c. Praktek
Suatu sikap belum otomatis diwujudkan dalam suatu tindakan. Namun untuk mewujudkan suatu sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Perilaku ibu mengimunisasikan bayinya diperlukan pula oleh faktor pendukung, diantaranya adalah dukungan dari keluarga.
E. Faktor- faktor yang berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi DPT Menurut LW Green Perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu:12 1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Predisposing factor adalah faktor yang mempermudah untuk terjadinya prilaku tertentuyang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, nilai- nilai yang dianut, budaya, kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan,
karakteristik individu, seperti umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat penghasilan.13
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan merupakan hasila tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, yakni indra penglihatan dan pendengaran
Tingkat pengetahuan14 a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
b. Memahami (comprehension)
Suatu kemempuan untuuk menjelaskan secara benat tentang objek yang diketahui.
c. Aplikasi ( Applicatio)
Menggunakan situasi atau kondisi real(sebenarnya) d. Analisis (Analysis)
Kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannta satu sama lainnya.
e. Sintesis
Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keselurukan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Seorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya. 1Awal seseorang melakukan suatu tindakan biasanya karena pengetahuan seseorang tentang apa
yang dilakukannya tersebut. Pengetahuan seseorang tentang imunisasi akan berpengaruh terhadap kemauan ibu untuk mengimunisasikan anaknya.
Pengetahuan ibu tentang imunisasi dapat diketahui dari kemampuan menjawab pernyataan melaui kuesioner yang diukur dengan menggunakan skor,menurut Warijdan pengetahuan baik bila 80-100%, cukup 65-79%, kurang bila <64%.
b. Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek Sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak(unfavorable).
Sikap menurut Second dan Becham adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisu tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan disekitarnya.14
c. Karakteristik Individu 1. Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi tindakan yang diambil oleh seorang ibu. Pendidikan formal membentuk nilai-nilai progresif bagi seorang terutama dalam menerima hal baru, menyerap dan menerima informasi kesehatan. Tingkat pendidikan yang tinggi mempengaruhi daya tangkap ibu terhadap adanya masalah kesehatan sehingga mampu mengambil tindakan yang tepat. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin mudah menerima pesan yang disampaikan termasuk imunisasi. Ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi menunjukkan status imunisasi bayinya lemgkap daripada ibu dengan tingkat pendidikan rendah.15)
2. Pekerjaan ibu
Ibu yang bekerja seringkali tidak mempunyai kesempatan untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mengimunisasikan anaknya. Ibu yang tidak bekerja mempunyai kesempatan waktu yang lebih besar untuk mengimunisasikan anaknya daripada ibu yang bekerja.15
3. Penghasilan keluarga
Penghasilan keluarga yaitu banyaknya uang yang didapat atau diterima oleh anggota keluarga yang bekerja. Hubungan antara tingkat penghasilan dan
pemanfaat kesehatan , seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh karena mungkin tidak punya cukup uang untuk mengimunisasikan anaknya, membeli obat, membayar transport, dan sebagainya.12
2. Enabling factor/ Faktor Pendukung
Enabling factor adalah faktor yang mendukung untuk terjadinya suatu prilaku tertentu, yang termasuk dalam kelompok ini adalah
a. Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
ketersediaan sarana prasarana seperti puskesmas, posyandu, klinik, bidan desa, dll akan mendukung perilaku ibu mengimunisasikan bayinya karena adanya kemudahan ketercapaian pelayanan kesehatan.1,12
b. jarak dan keterjangkauan tempat pelayanan
Jarak tempat pelayanan kesehatan yang jauh membuat ibu enggan untuk datang ke tempat pelayanan selain memerlukan waktu juga menambah biaya akomodasi. Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya dapat disebabkan karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya.1
3. Reinforcing faktor/ Faktor Pendorong
Faktor Reinforcing adalah faktor yang mendorong/ memperkuat tetapi dapat juga memperlemah terjadinya perilaku kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini antara lain: sikap, dukungan, kritikan dari keluarga (suami, orang tua, saudara) teman, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta sikap dan motivasi dari petugas.
Untuk berperilaku sehat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, dan petugas kesehatan.12
a. Dukungan keluarga
Prilaku ibu untuk mengimunisasikan anaknya dapat dipengaruhi oleh faktor keluarga, antara lain : orang tua sebagai panutan/ contoh prilaku anaknya, dan suami sebagai kepala keluarga, yang sangat dominan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Peran suami mempunyai tanggung jawab dalam keluarga, sedangkan perempuan sebagai istri cenderung patuh pada keputusan suami.
Dukungan keluarga dapat memperkuat/mendorong prilaku ibu dan dapat menghambat prilaku ibu. Dukungan keluarga yang memperkuat prilaku ibu antara lain adalah mendukung untuk mengimunisasikan anaknya agar mempunyai kekebalan dan terhindar dari penyakit (terutama penyakit difteri, pertusis, dan tetanus) mengingatkan jadwal imunisasi bayinya, mengingatkan bahwa keadaan panas dari bayi adalah reaksi imunisasi dan suatu keadaan yang tidak berbahaya, bukan kontra indikasi untuk imunisasi berikutnya. Sedangkan dukungan keluarga yang memperlemah perilaku ibu untuk mengimunisasikan bayinya adalah sikap keluarga yang tidak mendukung ibu, antara lain: adanya efek samping dari imunisasi setelah bayi mendapat imunisasi. seperti: bayi menjadi panas dan atau ada benjolan ditempat suntikan, kemerahan di tempat suntikan, sehingga bayi tidak diijinkan untuk imunisasi berikutnya.
b. Motivasi dari Petugas
Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan, dan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang dan ataupun kelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerjasma secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.16 Untuk terlaksananya program harus ada motivasi dari petugas, meskipun motivasi harus ada dari individu atau masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya merangsangnya saja. Adanya asumsi petugas kesehatan merupakan orang yang dianggap mempunyai pengetahuan luas oleh masyarakat awam, maka untuk terlaksananya program imunisasi harus ada motivasi dari petugas kesehatan.
Dalam imunisasi petugas harus memeberitahukan kepada ibu mengenai efek samping imunisasidan apa yang harus dilakukannya.
Untuk imunisasi DPT petugas perlu menerangkan/memotivasi pada ibu mengenai:
− adanya penderitaan panas akibat imunisasi jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan bila terserang penyakit difteri, pertusis, dan tetanus yang dapat mengakibatkan kematian anak.
− Petugas memberikan obat antipiretika pada ibu dan menyampaikan apabila anak panas tinggi (lebih dari 390c ) maka anak perlu diberi obat penurun panas yang berupa tablet yaitu ¼ tablet yang dihancurkan dengan sedikit air.
Anak dimandikan dengan melap badan saja dengan kain yang dibasahi air hangat.
− Setelah imunisasi DPT sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak di tempat suntikan, sehingga petugas perlu memberitahu dan meyakinkan kepada ibu bahwa keadaan itu tidak berbahaya.
− Mengingatkan ibu supaya datang membawa anaknya pada imunisasi berikutnya, yaitu 4 minggu berikutnya.10
F. KERANGKA TEORI
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, dibuat kerangka teori sebagai berikut:
Sarana prasarana
Motivasi petugas Kelengkapan
imunisasi DPT
Perilaku ibu mengimunisasikan bayinya
Sumber: teori LW Green (1980) dan WHO (1984)
Reinforcing faktor
− Dukungan keluarga Enabling factor
− Jarak tempat pelayanan Predisposing Factor
− Pegetahuan
− sikap
− Persepsi
− Karakteristik individu:
− Pendidikan
− pekerjaan
− Penghasilan keluarga
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu mengimunisasikan bayinya.
G. KERANGKA KONSEP
Variabel Bebas Variabel Terikat
Sikap ibu
Dukungan keluarga Pengetahuan ibu
Kelengkapan imunisasi DPT
H. HIPOTESA
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi DPT.
2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan kelengkapan imunisasi DPT
3. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kelengkapan imunisasi DPT.